Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFKA

FAKULTAS KEDOKTERAN 18 Oktober 2019


UNIV. AL-KHAIRAAT PALU

ASMA BRONKHIAL

Disusun Oleh:

Muhammad Fajri Miftahuddin


(13 17 777 14 216)

Pembimbing:
dr. Arfan Sanusi, Sp.PD, FINASIM

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

PROGRAM PENELITIAN PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Muhammad Fajri Miftahuddin


Stambuk : 13 17 777 14 216
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat Palu
Judul Reefarat : Asma Bronkhial
Pembimbing : Dr. Arfan Sanusi, Sp.PD, FINASIM
Stase : Penyakit Dalam

Palu, 18 Oktober 2019


Pembimbing

dr. Arfan Sanusi, Sp. PD, FINASIM

2
BAB I

PENDAHULUAN

Asma bronkial adalah penyakit akibat inflamasi kronis pada saluran

pernafasan yang menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan dan spasme

bronkus yang bersifat reversibel.Asma menjadi salah satu masalah kesehatan

utama baik di negara maju maupun di negara berkembang.1,2

Pada penyakit asma akan terjadi tiga proses yang berlangsung secara

bersamaan, sehingga penderita asma akan mengalami kesukaran bernafas atau

sesak dan disertai dengan batuk dan mengi. Asma dapat terjadi karena faktor

genetik. Adapun faktor pencetus dari dalam tubuh antara lain infeksi saluran

pernapasan, stres, olahragam dan emosi yang berlebihan. Sedangkan faktor

pencetus dari luar tubuh yaitu debu, serbuk bunga, bulu, obat, dan lainnya.3

Diagnosis asma didasarkan atas hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol

penyakit sehingga dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup

sehingga penderta asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melaksanakan

aktivitas sehari-hari.3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ASMA BRONKIAL
A. DEFINISI

Asma bronkial adalah suat kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik


saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang
umumnya bersifat reversibel baik dnegan atau tanpa pengobatan.1,4

B. EPIDEMIOLOGI

Prevelensi asma, terutama di negara-negara maju, dalam tiga puluh tahun


terakhir terjadi peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat terjadi
pada laki-laki dan wanita. Menurut data laporan dari Global Initaif for Asthma
(GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma
seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus
meningkat hingga seratus delapan puluh ribu orang pertahun. Badan kesehatan
dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma,
jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap
tahun.2,4,5

Di Amerika Serikat, asma tidak terkontrol dengan baik hingga mencapai


angka 41-55%. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti,
namun diperkirakan 2-5% penduduk di Indonesia menderita asma. Angka
kejadian asma di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun
2013 mencapai 4,5%. Pada usia dewasa asma paling banyak pada perempuan
daripada laki-laki, sedangkan pada anak-anak sebaliknya. Sementara angka
kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa.2,4,5

4
C. FAKTOR RESIKO

Sampai saat ini penyebab dari asma bronkial belum diketahui. Adapun
faktor resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan
faktor lingkungan, yaitu :3,6

1. Faktor pejamu (host)

- Genetik

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum


diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus

- Hiperaktivitas bronkus

Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen


maupun iritan

- Jenis Kelamin

Perbandingan laki-laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan
pada usia remaja menjadi 1:1. Prevelensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa.

- Ras

- Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor


resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi
fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi
paru, morbiditas, dan status kesehatan.

5
2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan predisposisi asma


untuk berkembang menjadi asma, yang termasuk dalam faktor lingkungan yaitu:
(aktivitas,menkes)

- Alergen dalam ruangan : mite domestik, alergen binatang terutama


berbulu (anjing, tikus, kucing), alergen kecoa, jamur (fungi, molds,
yeasts)
- Alergen luar ruangan : tepung sari bunga, jamur, bahan dilingkungan
kerja (asap rokok), polusi udara dari dalam dan luar ruangan, obat.

D. PATOGENSIS
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara.4

Gambar 1. Skema patofisiologi asma bronkial4


Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hiperativitas
bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Hiperaktivitas saluran napas yang
melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T,
makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti
histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga
terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi
mukus.7

6
Hiperresponsif bronkus adalah espon bronkus yang berlebihan akibat
berbagai rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respon
bronkus biasanya mengikuti paparan alergen, infeksi virus saluran nafas atas atau
paparan bahan kimia.7
Pada saluran nafas banyak di dapatkan sel mast, terutama di epitel bronkus
dan dinding alveolus, sel mast mengandung neutral triptase. Triptase mempunyai
bermacam aktivitas proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan
fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel mast mengeluarkan berbagai mediator
seperti histamin, prostaglandin-D2 (PGD2), dan Leukotrin-C4 (LTC4) yang
berperan pada bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan enzim tripase yang
dapat memecah peptida yang disebut vasoactive intestinal peptide (VIP) dan
heparin. VIP bersifat bronkodilator sedangkan heparin berperan dalam mekanisme
anti inflamasi, heparin mengubah basic protein yang dikeluarkan oleh eosinofil
menjadi tidak aktif.7
Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas dalam jumlah banyak, diaktivasi
oleh IgE dependent mechanism sehingga makrofag berperan dalam proses
inflamasi pada penderita asma. Makrofag melepaskan mediator seperti
tromboksan A2, prostaglandin, platelet activating factor, leukotrien-B4 (LTB4),
tumor necrosis factor (TNF), interleukin01 (IL-1), reaksi komplemen dan rdikan
bebas oksigen.7
Infiltrasi eosinofil di saluran napas, merupakan gambaran khas untuk
penderita asma. Inhalasi alergen menyebabkan peningkatan eosinofil pada cairan
bilasan bronkoalveolar pada saat itu dan beberapa saat sesudanya (reaksi lambat).
Eosinofil melepaskan mediator seperti LTC4, platelet activating factor (PAF),
radikal bebas oksigen, mayor basic protein (MBP), dan eosinofil derived
neurotixin (EDN) yang bersifat sangat toksik untuk saluran nafas.7
Neutrofil banyak dijumpai pada asma diakibatkan oleh kerja. Neutrofil
menyebabkan kerusakan epitel oleh karena pelepasan metabolit oksigen protease
dan bahan katitonik. Limfosit T diduga mempunyai peranan penting dalam respon
inflamasi asma, karena masuknya antigen ke dalam tumbuh melalui antigen
reseptor complemen-D3 (CD3).7

7
Kerusakan sel epitel saluran nafas dapat disebabkan oleh karena basic protein
yang dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari
bermacam-macam sel inflamasi dan mengibatkan edema mukosa. Mekanisme
kebocoran mikrovaskuler terjadi pada pembuluh darah venula akhir kapiler.
Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin dan leukotrin dapat menyebabkan
kontraksi sel makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler mengakibatkan edema
saluran nafas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan submukosa.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tahanan saluran nafas dan merangsang
konstraksi otot polos bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi
kebocoran mikrovaskuler, tapi terjadi penurunan adrenalin dan kortikosteroid
pada malam hari mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator dan peningkatan
kebocoran mikrovaskuler, hal ini berperan dalam terjadinya asma pada malam
hari.7

8
Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu

Hiperreaktivitas

Banyak Sel : Melepas MEDIATOR :


 Sel Mast  Histamin
 Eosinofil  Prostaglandin (PG)
 Netrofil  Leukotrien (L)
 Limfosit  Platelet Activating
Factor (PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus,


edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

Gambar 2. Patogenesis Asma4

E. KLASIFIKASI
Berat ringannya asma ditentuka oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian
obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk

9
mengontrol asma. Asma diklasifikasian atas asma saat tanpa serangan dan asma
saat serangan.4,8,9

Gambar 3. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum.4

10
Gambar 4. Klasifikasi derajat Asma pada penderita dalam pengobatan4

F. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis asma terdiri dari trias sesak nafas, batuk dan mengi. Gejala
lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi
kerja, nyeri tenggorokan dan pada asma alergik dapat disertai pilek dan atau
bersin. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus
seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan
atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada
pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok, tempat kerja atau sekolah, atau
pekerjaan.10

G. DIAGNOSIS

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk mengakkan diagnosis. Secara umum anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.4,11

11
Pada anamnesis ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma
antara lain:4,11

- Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
- Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
- Apakah ada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan
sesak di dada selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih) ?
- Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan
aktifitas atau olahraga?
- Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian
obat?
- Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca
atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
- Apakah ada penyakit alergi (rinitis, dermatitis atopi, konjungtivitis alergi)?
- Apakah dalam keluarga ada yang menderita asma atau alergi?
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya
kelainan. Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :4,11
- Inspeksi : pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat,
retraksi intercostal, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis.
- Palpasi : biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat terjadi
pulsus paradoksus
- Perkusi : biasanya tidak ditemukan kelainan
- Auskultasi : ekspresi memanjang, mengi, suara lendir.
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah (terumatama eosinofil, Ig E),
sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden). Pemeriksaan
penunjang diperlukan untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita serta
parameter objektif menilai berat asma. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
untuk diagnosis asma :4,11

12
- Pemeriksaan fungsi faal paru dengan alat spirometer untuk menilai obstruksi
jalan napas, reversibilitas kelainan faal paru, variabilitas faal paru, sebagai
penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
- Uji provokasi bronkus untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas bronkus
- Uji alergi (Tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi
- Foto thoraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.

Gambar 5. Foto X-ray dada posteroanterior menunjukkan pneumomediastinum


pada asma bronkial. Udara mediastinum terlihat bersebelahan dengan
anteroposterior dan udara terperangkan meluas ke leher terutama pada sisi
kanan.12

H. DIAGNOSIS BANDING4
- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Bronkopneumonia
- Bronkitis kronik

13
- Gagal jantung kongestif
- Batuk kronik akibat lain-lain
- Disfungsi larings
- Obstruksi mekanis
- Emboli paru
- Psikiatri : anxietas

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).4
Tujuan :
- Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
- Mencegah eksaserbasi akut
- Meningktakan dna mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
- Mengupaykan aktivitas normal termasuk exercise
- Menghindari efek samping obat
- Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitaion) ireversibel
- Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikaskan menjadi : 1)
Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka
panjang.4
1) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)4
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah:
- Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan
secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/amninofilin oral.
- Kortikosteroid sistemik. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat
serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat

14
diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada serangan sedang diberikan β2
agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan
ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip)
2) Penatalaksanaan asma jangka panjang4
Penatalaksanaa asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) edukasi,
2) obat asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran.
- Edukasi yang diberikan mencakup : kapan pasien berobat/mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui
obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaanya,
mengenali dan menghindari faktor pencetus, kontrol teratur
- Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain: inhalasi
kortikosteroid, β2 agonis kerja panjang, antileukotrien, teofilin lepas
lambat

IDT : Inhalasi dosis terukur

Gambar 6. Jenis obat Asma.4

15
Pedoman GINA (Global Initiative For Asthma) 2018 menambahkan keluaran
studi keamanan LABA (long acting beta agonist) pada orang dewasa, remaja dan
anak-anak. Kombinasi ICS (inhaled corticosteroid)/ LABA (long acting beta
agonist) dosis rendah dapat digunakan sebagai terapi rumatan untuk orang dewasa
dan remaja. Pada pasien yang berisiko, kombinasi ICS/formoterol (budesonide
atau beklometason) dosis rendah dilaporkan menurunkan risiko eksaserbasi dan
efektif mengontrol asma.13

Gambar 7. Pilihan obat untuk langkah penatalaksanaan Asthma GINA 201813


*tidak untuk anak <12 tahun
**untuk anak 6-11 tahun, langkah 3 yang direkomendasikan adalah ICS dosis sedang
***Tiotropium menggunkana inhaler adalah terapi tambahan untuk pasien ≥ 12 tahun dengan
riwayat eksaserbasi

16
- Langkah I
Opsi yang lebih direkomendasikan adalah penggunaan inhaler jika diperluka.
Pilihan lainnya adalah penambahan ICS dosis rendah. Pilhan lain yang dapat
digunakan tetapi tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin adalah
ipratropium inhalasi, teofilin atau SABA oral, dan LABA onset cepat.
- Langkah II
Opsi yang lebih direkomendasikan adalah ICS dosis rendah secara reguler,
dengan SABA yang digunakan jikan perlu sebagai reliever.
- Langkah III
Opsi yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah penggunaan 1 atau
2 controller dengan reliever yang digunakan jika perlu
- Langkah IV
Opsi rekomendasi bagi pasien dewasa adalah kombinasi ICS/formoterol
sebagai rumatan ditambah dengan reliever, atau kombinasi ICS/LABA dosis
sedang ditambah SABA jika perlu.
- Langkah V
Rekomendasinya adalah merujuk atau penggunaan terapi tambahan. Terapi
tambahan dapat berupa tiotropium atau anti IL-5.

J. KOMPLIKASI4
- Pneumotoraks
- Status asmatikus
- Atelektasis
- Emfisema

K. PROGNOSIS

Prognosis tergantung penanganan yang cepat dan tepat tapi pada


umumnya prognosis pada asma bronkial bersifat bonam.

17
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. GA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
Alamat : jln. Pimpilido no. 9 Ds. Tinggede
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 09 September 2019
Tanggal Pemeriksaan : 11 September 2019
Ruangan ` : RSU Anutapura Palu

B. Anamnesis
 Keluhan Utama
Sesak napas

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk RS dibawa oleh keluarganya dengan keluhan sesak napas sejak
1 hari yll SMRS, sebelumnya pasien sempat masuk IGD Anutapura tetapi
membaik setelah diberikan nebulizer. Kemudian malam hari, sesak kembali
kambuh. Keluhan sesak hampir dirasakan setiap hari dalam kurun waktu 1
bulan dan memberat sejak 1 minggu. Pasien memiliki riwayat masuk rumah
sakit sekitar 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama. Pasien mengaku
memliki alergi dingin, debu, dan asap rokok. Pasien sering menggunakan
simbicort. Riwayat maag (+), demam (-), batuk (+), mual (-), muntah (-),
BAB dan BAK biasa.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma (+)

18
 Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum :
SP : Sakit Sedang / Compos Mentis

 Tanda Vital :
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC

 Kepala :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), isokor (+/+)
Hidung : Rhinorrhea (-/-)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Mulut: : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)

 Leher :
Kelenjar GB : Pembesaran (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
JVP : TIdak ada peningkatan
Massa Lain : Tidak didapatkan

Thoraks
 Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris bilateral, retraksi dinding dada (+)
Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus (Ka=Ki)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)

19
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi
Batas Atas : ICS II linea parasternal dextra et sinistra
Batas Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas Kiri : ICS IV linea midclavicular sinistra
Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Perkusi thympani (+), ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)

 Anggota Gerak
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), hambatan gerak (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), hambatan gerak (-/-)
D. Hasil Pemeriksaan Penunjang
DARAH LENGKAP
NILAI RUJUKAN
(09 September 2019)
WBC 5,5 x 103/mm3 4,8 – 10.8
RBC 5,6 x 106/uL 4,7 – 6,1
HGB 13,2 g/dL 14 – 18
HCT 40,7 % 42 – 52
MCV 72,7 um3 80 – 99
MCH 23,6 pg 27 – 31
MCHC 32,4 g/dL 33 – 37
RDWsd 44,1 um3 37 – 54
PLT 348 x 103/mm3 150 – 450

20
E. Resume

Seorang pasien perempuan berusia 26 tahun dengan keluhan sesak napas sejak 1
hari yll SMRS, sesak dirasakan sejak 1 bulan yll dan memberat sejak 1 minggu.
Keluhan hampir dirasakan setiap hari sejak 1 bulan. Batuk (+), febris (-), vomitus
(-), nausea (-). Riwayat pengobatan (+) symbicort, riwayat asma (+), riwayat
maag (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 90/70mmHg, Nadi:
76 x/menit, Pernapasan: 28 x/menit, Suhu: 36,5◦C. Pada pemeriksaan fisik pada
inspeksi di dapatkan retraksi interkostal, dan pada palpasi abdomen didapatkan
pada nyeri tekan didaerah epigastrium Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
WBC 5.500 mm3, RBC 5.600.000 mm3, HGB 13,2 mg/dl, HCT 40,7 %, PLT
348.000 mm3, MCH 23,6 pg, MCV 72,7 um3.

F. Diagnosis Kerja
a. Asma bronkial
b. Dyspepsia

G. Diagnosis Banding
a. Bronkopneumonia

H. Penatalaksanaan
a. IVFD RL 20 TPM
b. O2 2-4 lpm nasal kanul
c. Nebulizer combivent + flexotide/ 12 jam
d. Injeksi metylprednisolon 125 mg/ 24 jam
e. Injeksi omeprazole 1 amp/12 jam
f. N. Acetyl sistein 3x1 tablet

I. Anjuran Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fungsi faal paru
b. Pemeriksaan foto thoraks

21
J. Prognosis
a. Qua ad vitam: bonam
b. Qua ad sonationem: bonam

22
Follow Up Hari 1
R. Cendrawasih atas ( 10 September 2019)

S O A P
- Sesak - KU:sakit sedang - Asma bronkial - IVFD RL 20
berkurang - Kesadaran: compos mentis - Dyspepsia tpm
- Batuk - Tanda Vital: - Nebulizer
- Nyeri ulu hati TD:90/70 mmHg combivent +
berkurang N:74 x/menit fluxotide/ 12
R:24x/menit jam
S:36,7 0C - inj.
- Pemeriksaan Fisik: Metylpredni
 Mata: konjungtiva anemis solon 125
-/-, sclera ikterus -/-, pupil mg/ 24 J
isokor (+/+) - inj.
 Thoraks: Omeprazole
Paru-paru: 30 mg/12
Auskultasi: Rh-/-, Wh-/- jam
Veseikuler +/+ - N. Acetyl
Jantung: S1/S2 normal Systein 200
 Abdomen: nyeri tekan mg 3x1
epigastrium berkurang tablet
 Ekstremitas: akral hangat
ekstremitas superior &
inferior (+/+), edema (-/-)
Pada ekstremitas inferior.

23
Follow Up Hari 2
R. Camar ( 11 September 2019)

S O A P
- Sesak (-) - KU:sakit sedang - Asma bronkial - IVFD RL 20
- Batuk - Kesadaran: compos mentis - Dyspepsia tpm
berkurang - Tanda Vital: - Nebulizer
- Nyeri ulu hati TD:100/70 mmHg combivent +
(-) N: 76 x/menit fluxotide/ 12
R:20x/menit jam
S:36,60 C - inj.
- Pemeriksaan Fisik: Metylpredni
 Mata: konjungtiva anemis solon 125
-/-, sclera ikterus -/-, pupil mg/ 24 J
isokor (+/+) - N. Acetyl
 Thoraks: Systein 200
Paru-paru: mg 3x1
Auskultassi: Rh-/-, Wh-/- tablet
Veseikuler +/+ - BLPL
Jantung: S1/S2 normal
 Abdomen: nyeri tekan
epigastrium (-)
 Ekstremitas: akral hangat
ekstremitas superior &
inferior (+/+), edema (-/-)
Pada ekstremitas inferior.

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan berusia 26 tahun dengan keluhan sesak napas


sejak 1 hari yll SMRS, sesak dirasakan sejak 1 bulan yll dan memberat sejak 1
minggu. Keluhan hampir dirasakan setiap hari sejak 1 bulan. Batuk (+), febris (-),
vomitus (-), nausea (-). Riwayat pengobatan (+) symbicort, riwayat asma (+),
riwayat maag (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah:
90/70mmHg, Nadi: 76 x/menit, Pernapasan: 28 x/menit, Suhu: 36,5◦C. Pada
pemeriksaan fisik pada inspeksi di dapatkan retraksi interkostal, dan pada palpasi
abdomen didapatkan pada nyeri tekan didaerah epigastrium Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan WBC 5.500 mm3, RBC 5.600.000 mm3, HGB 13,2
mg/dl, HCT 40,7 %, PLT 348.000 mm3, MCH 23,6 pg, MCV 72,7 um3.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


maka diagnosisnya adalah asma bronkial. Dari anamnesis pada pasien ini
didapatkan sesak, batuk dan mengi. Sesuai degan teori yang didapatkan pada
asma bronkial didapatkan manifestasi klinisnya sesuai trias berupa sesak nafas,
batuk dan disertai mengi. Pada pasien ini timbul sesak napas bila pasien
menghirup asap roko, udara dingin dan debu. Timbulnya gejala juga sangat
dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara
dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan atau aktivitas fisik. Pasien juga merasa
sesak terutama pada malam hari, dan gejala sesak napas dirasakan hampir
setiap hari dalam sebulan.1,2,3,4

Pada pemeriksaan fisik pada kasus ini didapatkan pada saat inspeksi
pada thoraks adanya retraksi intercostal. Menurut teori untuk biasanya pasien
terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi intercostal,
retraksi epigastrium, retraksi suprasternal). Pada saat auskultasi juga di
dapatkan bunyi wheezing pada kedua lapangan paru. Dimana sesuai teori
pada saat pemeriksaan auskultasi dapat di dengar ekspresi memanjang, mengi,
suara lendir. 1,2,3,4

25
Untuk terapi dari asma bronkial sendiri bertujuan meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Pada pasien
ini diberikan terapi nebullizer combivent + fluxotide. Dimana sesuai teori
untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pasien
juga diberikan inj. Metylprednisolon 125 mg/24 jam, dimana obat tersebut
termasuk golongan antiinflamasi dan bronkodilator (kortikosteroid sistemik) dapat
diberikan sebagai pengontrol dan pelega.4,13

26
BAB V
KESIMPULAN

Asma bronkial adalah suat kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik


saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari.
Asma dapat terjadi karena faktor genetik. Adapun faktor pencetus dari
dalam tubuh antara lain infeksi saluran pernapasan, stres, olahragam dan emosi
yang berlebihan. Sedangkan faktor pencetus dari luar tubuh yaitu debu, serbuk
bunga, bulu, obat, dan lainnya. (aktivitas fisik). Gejala klinis asma terdiri dari trias
sesak nafas, batuk dan mengi. Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada,
produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan dan pada asma
alergik dapat disertai pilek dan atau bersin.

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan


mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Haryanti S, Ikawati Z, dkk. Hubungan Kepatuhan Menggunakan Obat Inhaler


β2-Agonis dan Kontrol Asma pada Pasien Asma. Jurnal Farmasi Klinik
Indonesia. Yogyakarta : tahun 2016.
2. Andriani FP, Sabri YS, Anggrainy F. Gambaran Karakteristik Tingkat
Kontrol Penderita Asma Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Poli Paru
RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Artikel Penelitian ; Jurnal FK
Unand. Padang : tahun 2016.
3. Wijaya IMK. Aktivitas Fisik (Olahraga) pada Penderita Asma. Singaraja :
tahun 2015
4. MENKES. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma ; Keputusan Menteri
Keseahat Republik Indonesia : 2008
5. Nuari A, dkk. Penatalaksanaan Asma Bronkial Eksaserbasi pada Pasien
Perempuan Usia 46 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Kecamatan Gedong Tataan. Lampung ; 2018
6. Surekha. Asthma-Symptoms, Causes, Treatment, Types, Home Remedies.
March 4 : 2017
7. Meiyanti, Mutia JI. Perkembangan patogenesis dan pengobatan Asma
Bronkial. Fakultas Kedokteran Universita Trisakti. September-Desember :
2000
8. Gill K. What are the stage of asthma?. Medical News Today. Brighton, UK :
February, 2019
9. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj Kedokteran
Indon, Volum: 58, nomor: 11. Jakarta : 2008
10. Setiawan K. Asma Bronkial. Fakultas Kedoktran Universitas Udayana.
Denpasar, Bali : 2018
11. Jennifer Y, etc. Asthma :Diagnosis and Treatment. Europan Medical Journal.
December : 2018
12. Grimm LJ, etc. Asthma Imaging. Medscape, March 03, 2016.

28
13. Global Initiative For Asthma (GINA). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. Updated 2018

29

Anda mungkin juga menyukai