ASMA BRONKHIAL
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Arfan Sanusi, Sp.PD, FINASIM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada penyakit asma akan terjadi tiga proses yang berlangsung secara
sesak dan disertai dengan batuk dan mengi. Asma dapat terjadi karena faktor
genetik. Adapun faktor pencetus dari dalam tubuh antara lain infeksi saluran
pencetus dari luar tubuh yaitu debu, serbuk bunga, bulu, obat, dan lainnya.3
sehingga penderta asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ASMA BRONKIAL
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
4
C. FAKTOR RESIKO
Sampai saat ini penyebab dari asma bronkial belum diketahui. Adapun
faktor resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan
faktor lingkungan, yaitu :3,6
- Genetik
- Hiperaktivitas bronkus
- Jenis Kelamin
Perbandingan laki-laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan
pada usia remaja menjadi 1:1. Prevelensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa.
- Ras
- Obesitas
5
2. Faktor lingkungan
D. PATOGENSIS
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara.4
6
Hiperresponsif bronkus adalah espon bronkus yang berlebihan akibat
berbagai rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respon
bronkus biasanya mengikuti paparan alergen, infeksi virus saluran nafas atas atau
paparan bahan kimia.7
Pada saluran nafas banyak di dapatkan sel mast, terutama di epitel bronkus
dan dinding alveolus, sel mast mengandung neutral triptase. Triptase mempunyai
bermacam aktivitas proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan
fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel mast mengeluarkan berbagai mediator
seperti histamin, prostaglandin-D2 (PGD2), dan Leukotrin-C4 (LTC4) yang
berperan pada bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan enzim tripase yang
dapat memecah peptida yang disebut vasoactive intestinal peptide (VIP) dan
heparin. VIP bersifat bronkodilator sedangkan heparin berperan dalam mekanisme
anti inflamasi, heparin mengubah basic protein yang dikeluarkan oleh eosinofil
menjadi tidak aktif.7
Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas dalam jumlah banyak, diaktivasi
oleh IgE dependent mechanism sehingga makrofag berperan dalam proses
inflamasi pada penderita asma. Makrofag melepaskan mediator seperti
tromboksan A2, prostaglandin, platelet activating factor, leukotrien-B4 (LTB4),
tumor necrosis factor (TNF), interleukin01 (IL-1), reaksi komplemen dan rdikan
bebas oksigen.7
Infiltrasi eosinofil di saluran napas, merupakan gambaran khas untuk
penderita asma. Inhalasi alergen menyebabkan peningkatan eosinofil pada cairan
bilasan bronkoalveolar pada saat itu dan beberapa saat sesudanya (reaksi lambat).
Eosinofil melepaskan mediator seperti LTC4, platelet activating factor (PAF),
radikal bebas oksigen, mayor basic protein (MBP), dan eosinofil derived
neurotixin (EDN) yang bersifat sangat toksik untuk saluran nafas.7
Neutrofil banyak dijumpai pada asma diakibatkan oleh kerja. Neutrofil
menyebabkan kerusakan epitel oleh karena pelepasan metabolit oksigen protease
dan bahan katitonik. Limfosit T diduga mempunyai peranan penting dalam respon
inflamasi asma, karena masuknya antigen ke dalam tumbuh melalui antigen
reseptor complemen-D3 (CD3).7
7
Kerusakan sel epitel saluran nafas dapat disebabkan oleh karena basic protein
yang dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari
bermacam-macam sel inflamasi dan mengibatkan edema mukosa. Mekanisme
kebocoran mikrovaskuler terjadi pada pembuluh darah venula akhir kapiler.
Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin dan leukotrin dapat menyebabkan
kontraksi sel makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler mengakibatkan edema
saluran nafas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan submukosa.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tahanan saluran nafas dan merangsang
konstraksi otot polos bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi
kebocoran mikrovaskuler, tapi terjadi penurunan adrenalin dan kortikosteroid
pada malam hari mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator dan peningkatan
kebocoran mikrovaskuler, hal ini berperan dalam terjadinya asma pada malam
hari.7
8
Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas
pemicu
Hiperreaktivitas
E. KLASIFIKASI
Berat ringannya asma ditentuka oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian
obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk
9
mengontrol asma. Asma diklasifikasian atas asma saat tanpa serangan dan asma
saat serangan.4,8,9
10
Gambar 4. Klasifikasi derajat Asma pada penderita dalam pengobatan4
F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis asma terdiri dari trias sesak nafas, batuk dan mengi. Gejala
lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi
kerja, nyeri tenggorokan dan pada asma alergik dapat disertai pilek dan atau
bersin. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus
seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan
atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada
pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok, tempat kerja atau sekolah, atau
pekerjaan.10
G. DIAGNOSIS
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk mengakkan diagnosis. Secara umum anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.4,11
11
Pada anamnesis ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma
antara lain:4,11
- Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
- Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
- Apakah ada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan
sesak di dada selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih) ?
- Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan
aktifitas atau olahraga?
- Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian
obat?
- Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca
atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
- Apakah ada penyakit alergi (rinitis, dermatitis atopi, konjungtivitis alergi)?
- Apakah dalam keluarga ada yang menderita asma atau alergi?
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya
kelainan. Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :4,11
- Inspeksi : pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat,
retraksi intercostal, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis.
- Palpasi : biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat terjadi
pulsus paradoksus
- Perkusi : biasanya tidak ditemukan kelainan
- Auskultasi : ekspresi memanjang, mengi, suara lendir.
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah (terumatama eosinofil, Ig E),
sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden). Pemeriksaan
penunjang diperlukan untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita serta
parameter objektif menilai berat asma. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
untuk diagnosis asma :4,11
12
- Pemeriksaan fungsi faal paru dengan alat spirometer untuk menilai obstruksi
jalan napas, reversibilitas kelainan faal paru, variabilitas faal paru, sebagai
penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
- Uji provokasi bronkus untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas bronkus
- Uji alergi (Tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi
- Foto thoraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.
H. DIAGNOSIS BANDING4
- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Bronkopneumonia
- Bronkitis kronik
13
- Gagal jantung kongestif
- Batuk kronik akibat lain-lain
- Disfungsi larings
- Obstruksi mekanis
- Emboli paru
- Psikiatri : anxietas
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).4
Tujuan :
- Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
- Mencegah eksaserbasi akut
- Meningktakan dna mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
- Mengupaykan aktivitas normal termasuk exercise
- Menghindari efek samping obat
- Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitaion) ireversibel
- Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikaskan menjadi : 1)
Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka
panjang.4
1) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)4
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah:
- Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan
secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/amninofilin oral.
- Kortikosteroid sistemik. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat
serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat
14
diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada serangan sedang diberikan β2
agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan
ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip)
2) Penatalaksanaan asma jangka panjang4
Penatalaksanaa asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) edukasi,
2) obat asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran.
- Edukasi yang diberikan mencakup : kapan pasien berobat/mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui
obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaanya,
mengenali dan menghindari faktor pencetus, kontrol teratur
- Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain: inhalasi
kortikosteroid, β2 agonis kerja panjang, antileukotrien, teofilin lepas
lambat
15
Pedoman GINA (Global Initiative For Asthma) 2018 menambahkan keluaran
studi keamanan LABA (long acting beta agonist) pada orang dewasa, remaja dan
anak-anak. Kombinasi ICS (inhaled corticosteroid)/ LABA (long acting beta
agonist) dosis rendah dapat digunakan sebagai terapi rumatan untuk orang dewasa
dan remaja. Pada pasien yang berisiko, kombinasi ICS/formoterol (budesonide
atau beklometason) dosis rendah dilaporkan menurunkan risiko eksaserbasi dan
efektif mengontrol asma.13
16
- Langkah I
Opsi yang lebih direkomendasikan adalah penggunaan inhaler jika diperluka.
Pilihan lainnya adalah penambahan ICS dosis rendah. Pilhan lain yang dapat
digunakan tetapi tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin adalah
ipratropium inhalasi, teofilin atau SABA oral, dan LABA onset cepat.
- Langkah II
Opsi yang lebih direkomendasikan adalah ICS dosis rendah secara reguler,
dengan SABA yang digunakan jikan perlu sebagai reliever.
- Langkah III
Opsi yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah penggunaan 1 atau
2 controller dengan reliever yang digunakan jika perlu
- Langkah IV
Opsi rekomendasi bagi pasien dewasa adalah kombinasi ICS/formoterol
sebagai rumatan ditambah dengan reliever, atau kombinasi ICS/LABA dosis
sedang ditambah SABA jika perlu.
- Langkah V
Rekomendasinya adalah merujuk atau penggunaan terapi tambahan. Terapi
tambahan dapat berupa tiotropium atau anti IL-5.
J. KOMPLIKASI4
- Pneumotoraks
- Status asmatikus
- Atelektasis
- Emfisema
K. PROGNOSIS
17
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Ny. GA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
Alamat : jln. Pimpilido no. 9 Ds. Tinggede
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 09 September 2019
Tanggal Pemeriksaan : 11 September 2019
Ruangan ` : RSU Anutapura Palu
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak napas
18
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
SP : Sakit Sedang / Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), isokor (+/+)
Hidung : Rhinorrhea (-/-)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Mulut: : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Leher :
Kelenjar GB : Pembesaran (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
JVP : TIdak ada peningkatan
Massa Lain : Tidak didapatkan
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris bilateral, retraksi dinding dada (+)
Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus (Ka=Ki)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)
19
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi
Batas Atas : ICS II linea parasternal dextra et sinistra
Batas Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas Kiri : ICS IV linea midclavicular sinistra
Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Perkusi thympani (+), ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
Anggota Gerak
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), hambatan gerak (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), hambatan gerak (-/-)
D. Hasil Pemeriksaan Penunjang
DARAH LENGKAP
NILAI RUJUKAN
(09 September 2019)
WBC 5,5 x 103/mm3 4,8 – 10.8
RBC 5,6 x 106/uL 4,7 – 6,1
HGB 13,2 g/dL 14 – 18
HCT 40,7 % 42 – 52
MCV 72,7 um3 80 – 99
MCH 23,6 pg 27 – 31
MCHC 32,4 g/dL 33 – 37
RDWsd 44,1 um3 37 – 54
PLT 348 x 103/mm3 150 – 450
20
E. Resume
Seorang pasien perempuan berusia 26 tahun dengan keluhan sesak napas sejak 1
hari yll SMRS, sesak dirasakan sejak 1 bulan yll dan memberat sejak 1 minggu.
Keluhan hampir dirasakan setiap hari sejak 1 bulan. Batuk (+), febris (-), vomitus
(-), nausea (-). Riwayat pengobatan (+) symbicort, riwayat asma (+), riwayat
maag (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 90/70mmHg, Nadi:
76 x/menit, Pernapasan: 28 x/menit, Suhu: 36,5◦C. Pada pemeriksaan fisik pada
inspeksi di dapatkan retraksi interkostal, dan pada palpasi abdomen didapatkan
pada nyeri tekan didaerah epigastrium Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
WBC 5.500 mm3, RBC 5.600.000 mm3, HGB 13,2 mg/dl, HCT 40,7 %, PLT
348.000 mm3, MCH 23,6 pg, MCV 72,7 um3.
F. Diagnosis Kerja
a. Asma bronkial
b. Dyspepsia
G. Diagnosis Banding
a. Bronkopneumonia
H. Penatalaksanaan
a. IVFD RL 20 TPM
b. O2 2-4 lpm nasal kanul
c. Nebulizer combivent + flexotide/ 12 jam
d. Injeksi metylprednisolon 125 mg/ 24 jam
e. Injeksi omeprazole 1 amp/12 jam
f. N. Acetyl sistein 3x1 tablet
I. Anjuran Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fungsi faal paru
b. Pemeriksaan foto thoraks
21
J. Prognosis
a. Qua ad vitam: bonam
b. Qua ad sonationem: bonam
22
Follow Up Hari 1
R. Cendrawasih atas ( 10 September 2019)
S O A P
- Sesak - KU:sakit sedang - Asma bronkial - IVFD RL 20
berkurang - Kesadaran: compos mentis - Dyspepsia tpm
- Batuk - Tanda Vital: - Nebulizer
- Nyeri ulu hati TD:90/70 mmHg combivent +
berkurang N:74 x/menit fluxotide/ 12
R:24x/menit jam
S:36,7 0C - inj.
- Pemeriksaan Fisik: Metylpredni
Mata: konjungtiva anemis solon 125
-/-, sclera ikterus -/-, pupil mg/ 24 J
isokor (+/+) - inj.
Thoraks: Omeprazole
Paru-paru: 30 mg/12
Auskultasi: Rh-/-, Wh-/- jam
Veseikuler +/+ - N. Acetyl
Jantung: S1/S2 normal Systein 200
Abdomen: nyeri tekan mg 3x1
epigastrium berkurang tablet
Ekstremitas: akral hangat
ekstremitas superior &
inferior (+/+), edema (-/-)
Pada ekstremitas inferior.
23
Follow Up Hari 2
R. Camar ( 11 September 2019)
S O A P
- Sesak (-) - KU:sakit sedang - Asma bronkial - IVFD RL 20
- Batuk - Kesadaran: compos mentis - Dyspepsia tpm
berkurang - Tanda Vital: - Nebulizer
- Nyeri ulu hati TD:100/70 mmHg combivent +
(-) N: 76 x/menit fluxotide/ 12
R:20x/menit jam
S:36,60 C - inj.
- Pemeriksaan Fisik: Metylpredni
Mata: konjungtiva anemis solon 125
-/-, sclera ikterus -/-, pupil mg/ 24 J
isokor (+/+) - N. Acetyl
Thoraks: Systein 200
Paru-paru: mg 3x1
Auskultassi: Rh-/-, Wh-/- tablet
Veseikuler +/+ - BLPL
Jantung: S1/S2 normal
Abdomen: nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas: akral hangat
ekstremitas superior &
inferior (+/+), edema (-/-)
Pada ekstremitas inferior.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisik pada kasus ini didapatkan pada saat inspeksi
pada thoraks adanya retraksi intercostal. Menurut teori untuk biasanya pasien
terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi intercostal,
retraksi epigastrium, retraksi suprasternal). Pada saat auskultasi juga di
dapatkan bunyi wheezing pada kedua lapangan paru. Dimana sesuai teori
pada saat pemeriksaan auskultasi dapat di dengar ekspresi memanjang, mengi,
suara lendir. 1,2,3,4
25
Untuk terapi dari asma bronkial sendiri bertujuan meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Pada pasien
ini diberikan terapi nebullizer combivent + fluxotide. Dimana sesuai teori
untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pasien
juga diberikan inj. Metylprednisolon 125 mg/24 jam, dimana obat tersebut
termasuk golongan antiinflamasi dan bronkodilator (kortikosteroid sistemik) dapat
diberikan sebagai pengontrol dan pelega.4,13
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
13. Global Initiative For Asthma (GINA). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. Updated 2018
29