Aug
20
CONTOH MEREVIEW BAB VI TES BAHASA DAN IDENTITAS SOSIAL Oleh Arono
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Fuad Abdul Hamied, M.A.
Matakuliah: Tes dan Evaluasi Bahasa
IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Language Testing: The Social Dimension
Penulis : Carsten Roever dan Tim McNamara
Tahun Terbit : 2005
Halaman yang Direview : 149 s.d. 202
Penerbit : University of Wisconsin-Madison
Saat ini pendidikan karakter menjadi permbicaraan dalam setiap lini kehidupan karena salah satu uapaya
yang dapat dilakukan untuk menggali karakter atau nilai-nilai dalam masyarakat adalah dengan tes
bahasa sebagai identitas sosial. Walaupun penilaian karakter bisa subjektif, seperti apa yang dikatakan
penulis dan bisa juga objektif. Kesubjektifan karakter mencakup keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, dan
perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang agar menjadi lebih baik. Keobjektifan
kareakter mencakup penggunaan bahasa yang digunakan oleh penutur secara outentik. Dengan demikian,
karakter dapat disebut sebagai jati diri seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan melalui
bahasa oleh sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikir, sikap, dan perilakunya. Salah satu
aspek yang dibahas dalam bab enam ini adalah aspek sosiolinguistik sebagai ceriminan karakter dalam
masyarakat melalui tes bahasa.
Bab enam ini penulis mengawali pembicaraan mengenai bab-bab sebelumnya, yaitu sejauh mana dan cara
apa dimensi sosial dalam pengujian bahasa bisa dipahami dalam validitas tes bahasa serta hubungnnya
dengan prosedur psikometri untuk peningkatan tes bahasa. Bab enam ini penulis menjelaskan
penggunaan tes bahasa untuk membentuk identitas sosial khusunya dalam pengaturan kompetensi dan
konflik antarkelompok sosial. Bab enam ini juga penulis mengemukakan bahwa konstruksi sosiolinguistik
merupakan karakter dan kinerja uji signifikan sebagai indikator dari suatu keanggotaan kelompok. Hal ini
berbeda dengan tes bahasa konstruksi dalam teori validitas dan masalah umum sekitar psikolinguistik
konstruksi (yaitu konstruksi seperti kemahiran berbahasa “atau berbagai aspek itu” yang sifat-sifat
kognitif dimiliki oleh individu dalam derajat terukur). Kurangnya penguatan bahawa tes bahasa dapat
dilakukan sebagai uji identitas, agak mengherankan mengingat cara bahasa menawarkan petunjuk alokasi
kategori sosial dalam kehidupan sehari-hari: menafsirkan kelas sosiolinguistik, regional, etnis, dan
kategorisasi nasional di awal pertemuan tatap muka dengan orang asing. Untuk itu, penulis
menggambarkan secara historis perkembangan tes bahasa sebagai uji identitas, seperti bahasa bertindak
sosial sebagai penanda identitas, dan sebagai identitas linguistik di antara anggota masyarakat bahasa,
tes bahasa dapat digunakan sebagai prosedur untuk mengindentifikasi dan mengklasifikasi individu dalam
hal kategori sosial yang relevan. Fungsi ini sangat penting dan berguna pada saat kekerasan terbuka
antargolongan, berhasil mengidentifikasi musuh (untuk serangan atau pertahanan) adalah penting, tetapi
juga berguna dalam hal apa pun: identitas sosial apa pun (misalnya ras atau identitas etnis) adalah dasar
bagi hak atau klaim terhadap perlindungan hukum. Fungsi dari tes bahasa kurang menonjol dalam
literatur pada isi pengujian bahasa, kemudian orientasi yang berlaku kognitif dan individualis.
Penulis menggambarkan secara sistematis bagaimana perkembangan tes bahasa awalnya digunakan oleh
masayarakat di berbagai negara besar sebagai tes dalam konteks kekerasan dengan menggunakan
semboyan pengujian; tes identitas linguistik digunakan dalam menentukan hak-hak dalam pengaturan
tanpa melibatkan konflik kekerasan dan persaingan antargolongan secara formal; tes bahasa dalam
verifikasi identitas sosial lingusitik melibatkan penentuan klaim para pencari suaka; tes bahasa digunakan
sebagi diteksi pencari suaka dalam program imigrasi negara; tes bahasa sebagai bagian dari prosedur
kewarganegaraan. Dari beberapa perkembangan terhadap penggunaan tes bahasa sebagai identitas sosial
tersebut, penulis mengambil contoh atau gambaran suatu tes bahasa yang dianggap bijak atu mengalami
pembaharuan dalam tes bahasa bagi penulis, yaitu tes bahasa yang diadakan di Kanada. Tes bahasa yang
dilakukan di Kanada lebih kepada pelaksanaan tes bahasa bagi pegawai negeri sipil yang dikenal dengan
ESL(Evaluation Second Language), tetapi dalam perjalanannya mengalami permasalahan dari beberapa
pengambil tes. Kontroversi tes yang dilakukan di Kanada ini disebabkan bilingualime (Perancis dan
Inggris); tes bahasa diterapkan bukan sebagai keterampilan berbahasa, melainkan kepada pemberian
sertifikat oleh penguasa; danya pengelompokkan kaum elit dan masyarakat biasa atau yunior dengan
senior. Kalau kita cermati bahawa pemasalahan di Kanada menunjukkan bahwa pengujian timbul dari
persaingan antarkelompok lama dan identitas dwibahasa dipromosikan melalui UU Bahasa Resmi
diberikan melalui tes itu sendiri. Pengujian dalam konteks imigran beroperasi dalam cara yang sama, yaitu
beberapa jenis “diterima” sebagai identitas yang didenda dengan uji, padahal uji adalah prosedur untuk
identitas (mengenali individu). Hal tersebut sangat tepat jika apa yang ditawarkan Focuault (1972) bahwa
posisi subjek yang diartikulasikan dalam wacana. Subjektivitas didefinisikan dalam wacana praktik klinis
modern. Klinis sebagai suatu sistem yang terdiri dari unsur yang meliputi status pembicara, tempat
berbicara, dan posisi subjek pembicara: obat klinis harus dianggap sebagai membangun hubungan, dalam
wacana medis, antara sejumlah elemen berbeda, beberapa di antaranya yang bersangkutan status dokter,
selain itu situs kelembagaan dan teknis dari mana mereka berbicara, yang lain posisi mereka sebagai
subjek mengamati, menjelaskan, mengajar, dll. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara unsur-unsur
yang berbeda dipengaruhi oleh wacana klinis: sebagai praktik yang menetapkan antara mereka semua
merupakan suatu sistem yang berhubungan.
Pada bagian kesimpulan bab ini penulis mengemukakan perspektif fungsi sosial dan politik dari tes
bahasa. Kita tidak hanya menjadi pemain di dunia diskursif, melainkan tes bahasa dibangun sebagai alat
yang tepat intelektual dan analitis yang memungkinkan kita untuk mengenali peran bahwa tes akan
bermain dalam operasi kekuasaan dan sistem kontrol sosial. Kita perlu mempunyai kesadaran kritis agar
mengenali dan kemudian memutuskan apakah menolak posisi subjek kita sendiri dalam sistem kontrol
sosial di mana tes memainkan peranan konferensi penelitian dalam pengujian bahasa. Hal tersebut
menunjukkan bahwa konteks sosial pengujian akan membantu kita untuk memahami wacana. Hal ini akan
mempersiapkan kita untuk berharap, untuk mengenali, dan untuk menangani sebagai konstruktif seperti
yang kita bisa dengan berbagai macam tekanan pada tes sebagai hasil dari fungsi mereka sebagai situs
kontrol sosial. Kita harus mengharapkan bahwa mempertahankan kendali pengaturan skor demi
kepentingan kebijakan. Selain itu, kita tidak akan mengharapkan subjektif terletak di wacana apapun yang
akan stabil, tetapi digantikan mengingat situasi yang tepat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Messick
(1989) bahwa semua tes bahasa menyiratkan nilai-nilai. Itu artinya kita membutuhkan pengenalan tes
yang diungkapkan. Nilai-nilai tersebut dapat dipahami dan paling bermanfaat dalam hal wacana di mana
tes bahasa agar memiliki arti tersendiri, di luar sosial dan politik. Kita perlu perspektif teoretis yang
berbeda untuk memungkinkan kita mengakui kenyataan ini dan maknanya.
Manusia yang perilakunya selalu digerakkan oleh nilai-nilai (value driven) yang telah terinternalisasi dalam
diri dan tidak sekadar hasil proses reaksi dari sebuah aksi. Sementara itu, nilai didapat dari pemikiran atau
konsep yang memiliki nilai khas dalam artian memiliki the view of life. Pemikiran yang dimiliki tidak
sekadar menjadi kepuasan intelektual semata melainkan menginternalisasi dalam diri individu tersebut.
Manusia yang berkarakter, antara lain berpikir maju, berpandangan luas, tidak memaksakan kehendak,
mampu bekerja sama, bersifat tegas, bersifat cerdas, berani menghadapi risiko, memiliki imajinatif,
memiliki kemandirian, memiliki keluwesan, dan lain-lain sehingga sangat tepat apa yang dikatakan
penulis bahwa pada prinsipnya penilaian mengenai karakter atau nilai-nilai sesungguhnya dapat dikatakan
subjektif dan dapat pula dikatakan objektif. Jika kita hubungkan dengan sebuah suatu pendekatan
penilaian bahasa maka pendekatan komunikatif mengimplementasikan dalam tes bahasa dan identitas
sosial ini karena salah satunya kompetensinya adalah kompetensi sosiolingistik, seperti yang
dikemukakan oleh Savignon (1972; 1985); Morrow (1981), dan Carroll (1983) mengembangkan tes bahasa
yang lebih komunikatif. Tes bahasa yang benar-benar komunikatif adalah tes bahasa yang mengukur
performansi testi dalam komunikasi yang sesungguhnya yang di dalamnya tercermin kompetensi
gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, dan kompetensi strategik (Canale dan Swain, 1980). Dalam
pendekatan komunikatif ini, peranan konteks diperluas, yakni dengan memperhatikan unsur-unsur yang
mengambil bagian dalam terwujudnya suatu komunikasi yang baik. Oleh karena itu, perlu adanya tes
bahasa dengan pendekatan komunikatif, seperti yang diekemukakan oleh Carroll (1983:19) disebut
analisis kebutuhan komunikatif sehingga tes bahasa yang diinginkan bisa dilakukan secara objektif.
Posted in Uncategorized | No Comments »
Aug
20
Hegemoni Bahasa Politik dalam Kasus Sidang Dispendagate Gubernur Nonaktif Provinsi
Feb
17
Puisi-puisi Dank-Aron
Daun itu patah
Bandung, 26 November 2010
Kala Paris Van Java kulewat
Ku putar gaya hidup dan citra didik
Begulir satu rupiah sisi dua
Kumasuki pintu itu
Walau banyak pintu kutemui
Tak tampak kemegahan dan kesucian pintuNya
Aku pun larut dalam lorong-lorong pintu
Memang kejam, tetapi semua cepat dan mudah
Dalam ekstraservis keterlalaian
Jalanku jatuh di sebuah persimpangan
Gemerlap hawa sejuk menerpa wajahku
Aku pun dapat
Semua serba murah dan mudah
Imam Asy Syafii hadang aku
Sibukkan aku dalam kebenaran
Bukan kebatilan
Kini…
Berharap pencerahan dalam tugas mulia
Walau larut kan tiba
Separuh Jiwaku Papa
Bandung, 3 Oktober 2010
Seandainya kau di sini
Kita bisa bercerita dan bermain bersama
Seaindainya kau di sini
Akan kutemani dalam ajaran kasih
Seaindainya kau di sini
Tak kan ku buang waktu dalam sekejap
Seandainya…
Engaku pun di sini
Layu bagai papa menatapku sedih
Harap dekapan hangat sesejuk kalbu
Sentuhkan kasih bersama dalam buaian damai
Berharap ada jalinan mutiara indah bergayut
Seandainya separuh jiwaku pergi
Ia kan bertemu dibalik gumpalan awan
Bermain dalam lompatan gelombang awan sore itu
Cerah disentuh hangat sinar mentari
Berpindah satu tujuan
Kasih sayang tak kan ku bagi paruh jiwaku
Bersama kasih untukmu
Mobil Biru
Oleh Dank Aron
Ketika aku datang
Masih ada sebatang pohon rindang
Bergugur kala ku tiba
Ranting menepis setiap daku menatap
Bungapun sinis tuk aku kembali
Pupus sudah harapan tuk mengepakkan sayap
Meniti jalan janji bersama
Ku terjaga dan menjaga
Akan kata dan nada yang tak tentu arah
Lambaian pun terhenti di celah kaca peraduan
Yang tinggal aku dan dia
Masih kah ingat selalu kala
Puput menghilang di persimpangan
Jantungku berhenti pana akan suasana itu
Rantingpun berdetak
Tinggalkah aku dalam damai
Bersama impian terbang
Lagi …
Bumi Raflesia, 2 Juni 2008
Permata Hatiku
Bandung, 27 Agustus 2010
Dosakah ayah,
Bila setiap pagi dikau tak ku sapa
Kala mentari memberikan sebuah harapan
Menerangai butiran kasih dalam dekapan mesra
Beranjak ku belai dalam hantaran cita nan asa
Tuang kasih hatiku dalam dekapan bunda
Ayah berdosa,
Bila tak mengenag getaran hatimu dan hatinya
Tebaran tasbih dalam senyuman keceriaan
Langkakan gontai menatapmu begitu kuat
Dalam hari disambut hasrat bersama
Rangkulan dekapan hati kita bercerita
Dalam hitungan kian semesta
Ayah,
Kau sapa kan beranjak dewasa
Air mata kan bahagia bila selalu bersama
Menggerakkan dalam getaran yang tergerak
Lompatan demi lompatan pacuan ilahi
Semakin mantap dan gagah
Dalam ketiadaan
Ya…ayah selalu digetarkan dalam hati permataku
Ikhlaskan…
Belahan Hati
Bandung, 20 Agustus 2010
Kala sepenggal hati ku bawa
Kala itu getaran jiwa menjadi ada
Butiran kasih pun menjadi nyata
Seiring dalam senyuman aku dan dia
Kedamaian dalam rengkuhan rindu berpadu
Kita tata dan sulam jalinan benang cinta
Kala pancaran itu kian nyata
Aku pun menuju persimpangan lurus maju
Butiran kristal pun mengalir jatuh di sudut matmu
Aku pun lewat dengan senyum getirmu
Dekaplah jiwaku kan ku dekap erat kasih tulusmu
Genggamlah hatiku kan ku getarkan dalam setiap nafasmu
Jangan abaikan itu…
Aku memang jauh, tapi tak sejauh kasihku
Aku memang sedih, tapi tak sesedih rasaku
Tarian jiwaku bersama dalam setiap getaran hati-hatiku
Bangun dan rasakan selalu walau kala itu
Engakalau belahan hatiku yang takkan terbelah
Pagi yang Mendung
Bandung, 21 Agustus 2010
Awan itu lewat saat ku tatap
Ia kuintip di balik kaca seakan mau jatuh diperigian rumah
Putih kecoklatan warnamu
Seakan enggan kusapa saat itu
Engkaupun lalu saat pecahkan warnamu
Aku tak pernah meminta hangatkan jiwaku
Aku pun tak meminta akan bersihkan ragaku
Aku hanya bisa memberi apa yang kubisa
Merasa dan dirasa apa yang kumiliki
Padahal tak pernah…
Aku pun tak bisa menyapa lagi
Saat kaupun tiba menjadi bagian diriku
Lalu diantara jeruji jari-jariMu
Akankah aku pun lewat bersamaMu
Dalam angan dan asa merangkai gelombang awan keputihan
Peminta DT
Bandung, 22 Agustus 2010
Hati ini terenyuh menatap seakan dia tatap
Sebongkah recehan dan sebuntal gendongan
Dia kadahkan setiap yang lewat
Tak satupun digugah
Rautmu sama tak seirama hatinya
Lewat bisu dan pecah
Aku ingin tapi keihklasan hatinya tak kutemui
Bersimbah air mata tersimbah untukmu peminta
Adakah kau dengar saat ia berkata
Kuatkan jiwa dalam dekapan cinta
”hanya memberi tak harap kembali”
Engkau masih juga di situ
Andai engkau duduk di sini
Bersama kita rajutkan tasbih ilahi
Di antara kata butiran cinta
Kan kuberi semua kasih dalam lindungan
Sirami dia dengan air mata cinta
Engkau masih juga berdiri di situ
Berputar-putar ke sana ke mari
Di mana ada kasih akan memberi
Tak jua kau dapatkan
Andai kau di sini
Kan ku kasihi seperti apa yang pernah engkau mengasihiku
Kini…masih di situ. Kan ku tunggu.
Aku Ada karena Kau Ada
Bumi Raflesia, 2 Juni 2008
Percintaan itu terjadi tadi malam
Menggetarkan jiwa
Menyatukan raga
Melebur lebih kencang
Aku ada karena kau ada
Getaran itu terasa
Darahpun mengalir seirmama jantungku dan dirimu
Posted in Uncategorized | No Comments »
Feb
17
PENERAPAN MODEL KAJIAN SINTAKSIS WARRINER PADA BENTUK REDUNAN DAN SALINAN
BAHASA BAWAAN: STUDI KASUS BAHASA BIMA DAN BAHASA INDONESIA Oleh Arono
Penerapan Model Kajian Sintaksis Warriners pada Bentuk Redunan dan Salinan Bahasa Bawaan: Studi Kasus
Bahasa Bima dan Bahasa Indonesia
Oleh Arono
Abstrak: Model kajian sintaksis Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan
bawaan pada bahasa Bima dan bahasa Indonesia dalam penganalisisannya tidak mengabaikan aliran
struktur baik dasar maupun pendukung. Adapun hasil analisisnya bahwa model Warriner dalam sintaksis
bahasa Indonesia adalah (1) satu model pilihan, terutama bagi cara menggambarkan kaitan kalimat inti
dan perluasan secara bertahap, (2) Pembawaan redunan pada suatu bahasa berpengaruh pada seluruh
tataran pembahasan, termasuk analisis tataran sintaksisnya, (3) Sekalipun pada dasarnya model Warriner
dapat diterapkan pada analisis sintaksis BB, namun diperlukan pula beberapa modifikasi, terutama yang
berhubungan dengan penyebutan ulang (copy) terhadap unsur pokok dalam kalimat BB, (4) Dalam
beberapa hal, subjek BB cenderung ditempatkan pada akhir kalimat. Redunan unsur pokok, terutma S dan
O agaknya sulit ditiadakan mengingat unsur redunan itu dapat menggantikan S atau O itu sendiri, dan (5)
Paling tidak, ada kemungkinan penerapan model Warriner pada BB, yaitu mengumpulkan unsur utama dan
copy-nya pada sebuah kotak, misalnya pada kotak S dan kedua dengan cara penyebaran copy iti pada
posisi tempat ia menempel dengan tanda-tanda khusus.
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Aliran struktural sangat terpengaruh pada bidang linguistik. Aliran linguistik disebut juga sebagai aliran
linguistik modern dengan beberapa ciri, yaitu pada tingkat bunyi bahasa mempersoalkan perbedaan bunyi
bahasa, pada tingkat kata memperkenalkan istilah dan pengertian morfem yang berbeda dengan
pengertian kata, pada tingkat kalimat membicarakan tidak didasarkan pada tinjauan filsafat, tetapi
didasarkan pada tinjauan atas struktur dari sebuah kalimat, bahasa yang diselidiki adalah bahasa yang
hidup, semua bahasa baik dan bermanfaat bagi penuturnya, mengabaikan nilai-nilai semantik dalam
sebuah kalimat, dan perhatian kurang pada bidang perbandingan bahasa.
Bahasa Bima (BB) memiliki ciri spesifik antara lain sistem pengulangan unsur-unsur gramatis tertentu yang
secara fisik mirip dengan ciri redunan. Di samping penunjukkan kembali unsur tersebut melalui
penggunaan pronominal maupun bentuk ungkapan lain dalam beberapa hal terdapat pada bahasa
Indonesia (BI) juga walaupun tidak sama persis.
Pengulangan dan tunjuk ulang itu wajib ada pada BB agar kesatuan makna gramatis dan rasa berbahasa
terwujud. Dengan perkataan lain hal itu merupakan salinan wajib bawaan (onligate copy) pada BB. Hal ini
masih perlu ditinjau pada BI.
Dikaitkan dengan analisis kalimat, gejala yang ada pada BB ini cukup menarik bukan hanya karena
bertentangan dengan kaidah redunan yang sebaiknya dihilangkan. Karena itu, terdapat kesulitan
menemukan teori analisis yang tepat untuk diterapkan pada BB maupun BI, sedangkan dalam BI agaknya
tidak setegas pada BB.
Dalam hubungan dengan sifat bawaan BB ini teori analisis yang dicobakan adalah yang dikemukakan oleh
Warriner dkk. yang masih bersifat struktural, namun memiliki kekhususan. Teori ini memandang kalimat
seolah-olah sebuah garis lurus yang disekat menurut unsur-unsur utamanya dan memandang sisi sebelah
atas garis itu sebagai tempat unsur gramatikal utama, sedangkan sisi bawah untuk unsur-unsur
tambahan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini dapat diidentifikasi model kajian sintaksis
Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan pada bahasa Bima dan bahasa
Indonesia dengan tidak mengabaikan aliran struktur baik dasar maupun pendukung.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulisan makalah ini dapat dirumuskan,
yaitu bagaimana penerapan model kajian sintaksis Warriners pada bentuk redunan dan salinan bahasa
Bawaan ditinjau berdasarkan studi kasus bahasa Bima dan bahasa Indonesia?
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan
model kajian sintaksis Warriners pada bentuk redunan dan salinan bahasa bawaan ditinjau berdasarkan
studi kasus bahasa Bima dan bahasa Indonesia.
II. Pembahasan
A. Aliran Struktur
Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa teori struktural itu cukup penting dan lengkap sebagai
usaha memahami struktur bahasa, termasuk sintaksis. O’Grady dan Dobrovolsky melengkapi beberapa ciri
kajian ini, namun kemudian terjadi perkembangan yang beraneka, terutama ditinjau dari sudut pandang
yang kurang sependapat bahwa struktur bahasa termasuk sintaksis tidak dikaitkan dengan semantik,
penentuan ciri lain seperti peran, fungsi, kategori dan beberapa sudut pandang dari disiplin ilmu lain
seperti pola pikirmatematis, nalar, rasional, dan komputerisasi ilmu bahasa.
Aliran struktur sangat terpengaruh pada bidang linguistik, malahan disebut juga aliran Linguistik Modern
dengan beberapa ciri: (1) Pada tingkat bunyi bahasa aliran ini mempersoalkan perbedaan bunyi bahasa
ada yang tidak berpengaruh bagi penentuan arti suatu kata. Yang pertama, dimasukkan ke dalam
kelompok fonetik, termasuk juga varian-varian bunyi dari fonem. Sedangkan yang kedua, dinamakan
kelompok fonem. Dengan demikian, maka muncullah untuk pertama kalinya istilah dan pengertian fonem
yang berbeda dengan varian-variannya. Kedua hal itu tidak pernah dipersoalkan oleh aliran
Neongramarian maupun yang sebelumnya. (2) Pada tingkat kata, aliran ini memperkenalkan istilah dan
pngertian morfem yang berbeda dengan pengertian kata. Bagi aliran ini kata merupakan salah satu bentuk
morfem. Pada masa sebelumnya, unsur bahasa di atas bunyi adalah kata saja. (3) Pada tingkat kalimat,
pembicaraannya tidak lagi didasarkan pada tujuan atas struktur dari sebuah kalimat. Jadi, tidak lagi
disinggung maslah subjek, predikat, dan keterangan. Kalimat atau sentence disingkat S dibentuk oleh dua
unsur utama yaitu frasa nomina atau noun phrase disingkat NP dan frasa verbal atau verbal phrase
disingkat VP. Dari kedua struktur itu dipecah sampai pada unsur sekecil-kecilnya, terutama pada level
kata sehingga gambaran kalimat dapat dianalisis secara singkat dengan skema S=kalimat, NP=noun
phrase, dan VP= verbal phrase. VP V=NP (VP dipecah menjadi V dan NP), NP Adjective + Noun (NP dipecah
menjadi Adjiktif dan Noun), V Adverb. + Verb (Verba dipecah menjadi Adverb dan Verba).
Contoh kalimat Mad dogs savagely bite innocent strangers, dapat dianalisis sebagai berikut.
S
NP VP
Adj N Adv V
NP
Adj N
Mad dogs savagely bite innocent strangers
(4) Bahasa yang diselidiki adalah bahasa yang hidup atau bahasa yang sedang digunkan oleh masyarakat
penuturnya, berbeda dengan masa sebelumnya yang meneliti bahasa naskah (bahasa mati). (5) Aliran ini
mengakui bahwa semua bahasa baik dan bermanfaat bagi para penuturnya. Pada masa sebelumnya
bahasa yang baik hanya bahasa Latin dan Romawi, atau keturunannya. (6) Aliran struktural cenderung
mengabaikan nilai-nilai semantic di dalam sebuah kalimat. (7) Perhatian pendukung aliran struktural
sangat kurang pada bidang perbandingan bahasa.
Aliran struktural terbagi atas struktur mentalistik dan struktural behavioristik dengan beberapa
perbedaan. (1) Mentalistik: a) Tentang teori mempelajari dan menguasai bahasa menurut Ferdinand de
Saussre melalui tori penguasaan konsep (c) menuju kepada perlambangan bunyi bahasa atau sound image
(s), dan bisa juga proses sebaliknya. Penguasaan melalui jalur c dinamakan penguasaan pasif. Oleh karena
itu, teori ini dinamakan juga teori belajar dan menguasai bahasa secara kejiwaan aktif. b)hakikat bahasa
dapat ditinjau dari kenyataan penggunaan tuturan para pemakainya yang relatif lebih bebas dan dapat
juga ditinjau dari segi norma yang relatif agak terikat pada satu bahasa. Yang pertama disebut la parole
sedangkan kedua la lague. c) Ferdinand de Sausure membedakan dua macam penelitian bahasa, yang
pertama disebut penelitian diakronis dan kedua sinkronis. Penelitian sinkronis menurut de Saussure harus
didahului oleh penelitian diakronis. Penelitian diakronis menjurus ke arah penentuan pengelompokkan
bahasa secara genetis, sedangkan penelitian sinkronis menuju kepada pembahasan bahasa menurut apa
adanya. Pendukung Ferdinand de Saussure diantaranya Turbetzkoy, Jacobson, van Wijk, dan Andre
Martinet.
(2) Behavioristik. a) Aliran ini sangat dipengaruhi oleh aliran behaviorisme dalam lingkungan ilmu jiwa,
terutama yang dikembangkan Pavlov dan Skinner. Pavlov melakukan percobaan dengan seekor anjing dan
skinner dengn tikus, tetapi keduanya menghasilkan simpulan yang hampir sama bahwa sistem belajar
manusia (seperti juga yang terjadi pada binatang percobaan) adalah melalui stimulus (S) dan respon (R)
yang berakhir dengan kebiasaan. Oleh karena itu, teori ini dinamakan juga dinamakan teori belajar secara
kejiwaan pasif. b) tentang makna kata, bukan ditentukan oleh fungsinya secara subjek, predikat, dan
sejenisnya, tetapi ditentukan oleh konteks kalimatnya. c) Bloomfield memperkenalkan sistem penentuan
fonem melalui pasangan minimal bagi kata-kata mirip dengan sistem perbedaan distribusinya apabila
kata itu tidak mempunyai pasangan minimal. Contoh minimum pairs: a-p-a dengan a-p-i. Contoh melalui
perbedaan distribusi: s-u-s-u dengan u-s-u-s. Pendukung aliran behavioristik antara lain L. Pike , Eugen
Nida, Z. Harris, dan N. Chomsky. Kedua terakhir ini menimbulkan aliran baru yang dikenal dengan aliran
Transformation Generative Grammar (TGG).
B. Struktur Dasar dan Pendukung
1. Struktur dasar sintaksis, yaitu Frasa Nomina (NP) dengan Frasa Verb (VP). Struktur dasar itu didukung
oleh struktur-struktur pelengkap yang dikenal dengan istilah kategori atau kelompok jenis kata yang
dibagi atas kategori mayor dan minor. Kelompk mayor, yaitu leksim-leksim kata benda ( Noun), kata kerja
(Verb), kata sifat (Adjektif), kata keadaan (Adverb). Kelompok minor, yaitu leksim-leksim kata penentu
(diterminant), kata kerja bantu (auxialary verb), kata depan (preposition), kata ganti (pronoun), dan kata
hubung (conjunction).
2. Selain kategori kata, di dalam kalimat dijumpai juga kategori frasa, atau kelompok kata ada yang
bergantung dengan kata benda disebut frasa benda (noun phrase), seperti the controversial book,
kelompok kata yang bergantung dengan kata depan (preposition phrase), seperti in the park. Kelompok
kata yang bergabung dengan kata kerja (verb phrase), seperti dropthe ball; dan kelompok kata yang
bergabung dengan kata keadaan (adverbial phrases), seperti very quickly. Semuanya bervariasi
berdasarkan pasangan kata yang bergabung. Contoh: NP the student terbagi atas Ket + N sehingga ditulis
dalam diagram phon the conterversial book itu sebagai berikut:
NP NP
Del N Des Adj N
The student The Contoversial book
{NP[the Des the] [N student] [ND[Del the] [Adj Center] [N book]}
3. Terdapat juga struktur intermediate, yaitu dikenal dengan istilah N (N bar) N yang lebih kecil dari NP.
Contoh leksikal one lebih kecil dari misalnya book about Australia dalam kalimat: The book about
Australis is longer that one.
4. Kadang-kadang dijumpai juga frasa bentuk lain misalnya frasa Adj yang digabungkan dengan cirri
spesifik dari adj tersebut contoh: very intelligent yang diagram pohonnya:
Adj P
Spec Ag
Verry intelligent
{AdjP[spec very] [Adj Intellegent]}
5. Pada dasarnya setiap bahasa memiliki kemampuan membentuk struktur kalimat dengan struktur
pendukung terbatas dan dengan unsure pendukung yang lebih panjang atau lebih banyak. Kaidah ini
merupakan salah satu kaidah dalam tata bahasa Transformasi semantic yang dikenal dengan istilah
recursion. Contoh dengan pendukung terbatas. This book on the shelf. Contoh dengan pendukung lebih
luas This book on the shelp in the corner…dsb.
6. Dalam beberapa hal dijumpai juga struktur sintaksis yang membingungkan, misalnya fast cars an
motorcycles merupakan FN, tetapi penjabarannya dalam diagram pohon dapat berbeda sebagai berikut.
a. NP b. NP
Adj N NP C NTP
N C N Adj N N
Fast Cars and motorcycle fast cars and motorcycle
Jadi, struktur kalimat (S) membawahi NP dan VP dan S sendiri titik penguasaan atas NP dan VP bersaudara.
NP sendiri sebuah titik penguasaan bagi diterminasi Det dan N. VP sebuah titik penguasaan yang meliputi
V, NP, dan PP sebagai bersaudara di bawah VP. Hal ini merupakan rincian diagram akhir struktur murni.
7. Struktur kalimat menurut tata bahasa generatif, terutama bagi kalimat iversi, kalimat tanya yes dan no
dirinci sebagai berikut.
S NP (M) VP
NP (Del) (Adj) N (PP)
VP V (NP) (PP)
PP P NP
Contoh: Will Tiffany learn?
8. Pemahaman struktur dalam dan struktur luar kalimat dapat memungkinkan analisis kalimat model
pulau/pulau-pulau yang dikelilingi oleh air laut yang dikenal dengan istilah analisis of sentences
structure. Pada pola ini terdapat dua buah S yaitu S bar (S dan S) sebagai kalimat utama. Contoh struktur
dalam: {S[S the votes would choose who]}. Contoh struktur luar: {who [S would the voters choose]}.
9. Kajian struktur sintaksis di Indonesia belum banyak memanfaatkan model kajian mutakhir, tetapi lebih
cenderung menggunakan kajian tradisional yang diperkaya dengan sudut-sudut pandang filsafat, fungsi,
jabatan, dan pernan unsure pembentuk kalimat seperti yang dikemukakan oleh Verhaar yang
menggambar skema kalimat sebagai tiga kotak kosong.
Kotak ini bermakna dan berfungsi setelah diisi oleh jenis kata, fungsi, dan peranan gramatikal.
10. Sehubungan dengan itu, dalam pembahasan ini akan diulas model kajian Warriners, terutama bagi
bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan. Model kajian Monteque dari sudut pandang logika
matematika, model kajian tata bahasa kasus, dan kearah pendekatan sintaksis.
C. Redundan
Istilah redunan (redundant) sering digunakan pada pembahasan tingkat fonologi/fonetik dalam hubungan
dengan penentuan ciri pembeda dan kelasnya baagi setiap fonem (distinctive feature and natural classes).
Penentuan ciri kentara dan tersembunyi dilakukan dengan cara memberi tanda positif (+) dan tanda
negative (-). Tanda-tanda ini bersifat oposan. Karena itu, disebut juga ciri-ciri binary (binary distinctive
feature).
Menurut Chomsky dan Halle ada tiga puluh enam ciri pembeda yang dapat muncul pada bunyi bahasa
manusia, tetapi oleh Sloat, Taylor, dan Hoard hanya dibahas enam belas buah, yaitu (1) consonantal (+/-),
(2) sonoran (+/-) bersifat nasal dan likuida, (3) silabik (+/-) berciri vocal, (4) tinggi (+/-), (5) rendah
(+/-), (6) belakang (+/-), (7) bundar (+/-), (8) obstruent (+/-) terhambat, (9) strident (+/-) intensitas dan
frekuensi tinggi (nyaring), (10) terbagi (+/-), (11) nasal (+/-), (12) lateral (+/-), (13) bersuara (+/-), (14)
tens (+/-) muskuler (kuat), (15) coronal (+/-) daun lidah, dan (16) anterior (+/-) rongga hidung.
Pada dasarnya ciri-ciri itu hanya ada tiga kelas utama: (1) + consonantal, yaitu ciri yang dihasilkan oleh
kerjasama antara daerah artikulasi dan titik articulator yang menghasilkan konsonan murni stop, frikatif,
nasal, lateral, dan tril); (2) + soronant yaitu ciri yang terjadi karena bergetar selaput selaput suara yang
menghasilkan semua vocal dan sebagai konsonan seperti glide, nasal, lateral, dan r; (3) + syllabic yaitu
cirri yang dapat mendominasi silabi (umumnya vocal). Contoh penentuan ciri binary sebagai berikut.
Consonantal Sonorant Syllabic
Liquids & nasals + + -
Vowels - + +
Glides - + -
Obstruents + - -
Ketiga kelas ciri tersebut dilengkapi dengan high, low, back, dan rounded sehingga terjadilah ke-16 ciri di
atas. Perlu dijelaskan bahwa daerah cirri-ciri anterior dan coronal itu secara singkat sebagai berikut. (a) +
anterior berada pada daerah bagian rongga hidung dari arah depan sampai pertengahan, sedangkan –
anterior dari pertengahan sampai tenggorokan. (b) + coronal terletak antara ujung lidah sampai
pertengahan lidah, sedangkan –coronal dari ujung lidah sampai ujung bibir dan dari tengah lidah sampai
tenggorokkan.
Tidak perlu semua ciri dikemukakan kalau sebuah cirri sudah terkandung di dalam cirri yang sudah ada.
Memaksakan pencantuman ciri yang sudah terkandung menimbulkan redunan (mubazir). Redunan artinya
ciri fonem yang dapat diduga /diketahui walaupun terucapkan karena kaidah implikasional (redundant,
predictables, feture, values are not listed but are understood to be present because of implication rules).
Atau istilah lainnya adalah super fluous, superabundances, unnecessary repetition ecp. of words, or an
instance of this. (the Lexion Webster Dictionary, 1987). Contoh fonem /c/ berciri utamanya +strident
(+Str.) berarti pasti tidak berciri nasal (-ns). Jadi ciri –nas tdak perlu dicantumkan atau juga fonem /n/
bersifat nasal (+nas) pasti juga mempunyai cirri sonorant (dengung) atau +son. Ciri-ciri ini dapat kita
jumpai pada semua bahasa dan tidak hanya pada tataran fonologi tetapi juga pada tataran yang elbih
besar (morfologi dan sintaksis) seperti dikemukakan beberapa ahli berikut ini.
Hartman dan Strok, 1973 mengemukakan bahwa redunan itu sebagai informasi melebihi kebutuhan
minimal. Contohnya It was terrible, dreadful awful. Sanders (dalam Moravesik, 1980:242) merumuskan
redunan itu sebagai (A=A, B, B adalah suatu unsure yang sama dan memantapkan A). Pendapat Sanders ini
mirip dengan Cooper dalam sumber yang sama dengan Doroty, 1979 dalam Safir, 1985:95. demikian juga
Kempson, 1986:92. Ia memberi contoh: Jhon killed Bill but he was not cause of Bill’s deth adalah redunan
karena bagian kedua dari kalimat itu sama dengan but didn’t die. Dari sudut pandangan ini terlihat bahwa
redunan itu agak “negative”. Karena itu, para ahli cenderung berpendapat bahwa setiap redunan
ditiadakan.
Namuan dalam beberapa hal, redunan diperlukan terutama untuk mengatasi ketaksaan kalimat atau
pernyataan seperti dikemukakan oleh Bauer, 1987:95, Levinson, 1987:120; Bolinger, 1975:180 yang
mengemukakan redundancy or the amount of explicitness needs to avoid ambliguity.
D. Redunan dan Salinan Bawaan Bahasa Bima
Contoh kalimat BB sebagai berikut.
No. Kalimat BB Arti sebenarnya
1 Namburira rare Padi berbulirlah
2 Doho! Duduk!
3 Nana sesi nawancuku ngango elina angi. Angin kalau kencang ribut bunyinya.
4 Ede, nambotoku masala taake. Aduh, banyak masalah di sini.
5 Tapiada take ita, Elo. Tuan Ali, (silahkan) pindah ke sana.
6 Halimah ededu ana dou malonga. Halimah hádala anak yang pintar.
7 Welina mbege labo jimba siadoho. Mereka membeli kambing dan domba.
8 Colana di nahu dua riwu rupia sia. Dia membayar lepada saya dua ribu rupiah.
9 Kone sakali watipu radahuna nuntu ese panggo na loa lampa cari dou mantanda kai nuntu maponco-
ponco la Dola. Si Abdullah walau hanya sekali Belem pernah gentar berbicara di atas panggung dan selalu
bisa menjadikan penonton tertawa dengan pembicaraan yang lucu-lucu.
Untuk BB, arti-arti sesungguhnya dari kalimat-kalimat di atas, diawali dengan urutan arti unsur subjek,
padahal menurut konstruksinya unsur objek itu terletak pada akhir kalimat, kecuali kalimat nomor enam
yang merupakan kalimat pembatasan, kenyataan ini menunjukkan bahwa salah satu ciri bawaan BB hádala
menempatkan subjek pada akhir kalimat. Hal ini erat hubungannya dengan sifat redunan dan salinan
bawaan. Di samping itu, kalau diperhatikan lebih cermat struktur dan konstruksi pendukung kalimat,
agaknya masih ada arti lain yang tersembunyi. Berikut ini analisis dari segi morfosintaksis BB.
No. 1 {na + mburi + ra} fare
dia berbulir lah padi
No. 2 Doho (nggomi) Duduk (kamu)!
No. 3 {Na+ naqe + si } { na + wancu + ku} ngango
Dia besar kalau nya sangat alngkah ribut
{eli + na} {biasa + na} angi.
bunyinya biasa nya angin.
No. 4 Ede { na + mboto + ku} masala taake.
Aduh dia banyak alangkah masalah di sini.
No. 5 Ita {ta + pinda} taaka Elo
Tuan penanda hormat pindah ke sana Ali
No. 6 Halima ededu ngara dou siwe
Halimah hádala nama orang perempuan.
No. 7 {Heli + na} mbeqe labo jimba siadoho.
Beli nya kambing dengan domba mereka.
No. 8 Dua riwu rupia {cola + na } di + nahu sia
Dua ribu rupiah bayar nya pada saya dia
No. 9 Kone sakali watipu {ra + dahu + na} nuntu
Walaupun sekali belum pernah takut nya berbicara
ese panggo labo {na + loa + mpa
di atas panggung dia biasa saja
{ka + hari} dou {ma + ntanda} kai
menjadikan tertawa orang yang menonoton dengan
nuntu { ma + ponco-ponco} la Dola.
pembicaraan yang lucu-luco si Abdullah.
Terlihat bahwa kalimat BB di samping didukung oleh unsur-unsur fungsional utama yang dituntut oleh
ketentuan gramatikal (S,P,O,K) juga didukung oleh unsur copy dari unsur utama itu Copy itu menurut
native speaker BB tidak dapat ditiadakan karena dapat mengubah pengertian kalimat atau paling sedikit
menimbulkan kejanggalan perasaan dalam kalimat.malahan dalam beberapa hal, terutama dalam situasi
normal penghilangan unsur utama, terutama subjek biasa terjadi. Itulah sebabnya subjek dapat berada
pada akhir kalimat, seperti pada contoh kalimat satu.
Proklitik na- pada namburira adalah copy dari fare ‘padi’ (subjek). Unsur na- itu tidak dihilangkan karena
mburi fare bermakna ‘bulir padi’, sedangkan yang dimaksud adalah ‘padi berbulirlah’. Sebaliknya fare
‘padi’ bias tidka usah disebut karena sudah diketahui. Perlu dijelaskan bahwa BB termasuk bahasa yang
minim afiks. Makna afiks terkandung pada kata/bentuk dasar setelah berada dalam bentuk konteks.
Sekarang timbul persoalan. Menurut toeri redunan di atas, sesuatu yang sudah terkandung pada ciri
utama dicantumkan lagi agar tidak redunan. Dalam hal ini, menurut ketentuan gramatikal, subjek dalam
sebuah kalimat termasuk unsur utama, sedangkan copy-nya tidak. Jadi, seharusnya copy itulah yang
harus dihindari, sedangkan dalam BB hal itu seabliknya. Hal inilah yang dimaksud dengan salinan ulang
atau “copy” dalam BB.
Pada kalimat No. 2 tidak terjadi redunan. Redunan lain terlihat pada kalimat no. 3 terdapat redunan
subjek, kalimat no. 7 dan 8 terdapat redunan subjek pada posisi enklitik, kalimat n0 5 dan 6 terjadi
redunan subjek tidak dalam bentuk klitik pronominal, tetapi dalam bentuk aposisi. No. 5. ita ’tuan’ dan
Elo ’Ali sebagai subjek’. No. 6 Halima dan dou malonga ’orang yang pintar’ (S). Kata edeDu ’adalah’ yang
terdapat pada klaimat no. 4 pada umumnya tidak pernah dipakai kalau bukan merupakan penegasan. Jadi,
yang memenuhi ketentuan menghindar redunan itu adalah kalimat-kalimat no. 4 ini kalau eduDu dibuang.
Hal ini sesuai pula dengan sifat bahasa Austronesia yang tidak mewajibkan pemakaian kopula sebagaai
predikat dalam kalimat.
Kalimat itu menjadi sebagai berikut no. 4 Halima…anadou malonga ’Halimah anak pintar’. Kalimat no. 3
agak sulit menganalisisnya karena di sini terjadi redunan beberapa kali, yaitu pada kata-kata na + nage +
si dia besar kalau; na + wancu + ku dia besar alangkah; elina + bunyinya; biasana biasanya; angi angin
(sebagai subjek asli). Jadi, di sini terjadi lima kali penyebutan subjek. Secara lengkap kalau kalimat itu
disusun ulang sebagai beikut.
No. 3 {Na+ naqe + si } { na + wancu + ku} ngango
dia besar kalau nya sangat alngkah ribut
{eli + na} {biasa + na} angi.
bunyi nya biasa nya angin.
Sifat-sifat spesifik seperti pada BB di atas sedikit banyak menimbulkan kendala bagi kegiatan analisisnya
pada tataran sintaksis. Namun demikian, tidak berarti bahwa tidak ada kemungkinan pola analisis yang
diperkirakan dapat dipakai sebagai pasangan dasar, walaupun tidak seluruhnya. Salah satu pola atau
model yang akan dicobakan adlah model Warriner et.al. yang beberapa ahli yang lain disebutkan sebagai
Red and Kellog Daigram.
E. Anailisis Kalimat Model Warriner
Model analisi kalimat itu cukup banyak versinya. Agar mudah memahaminya, analisis berikut ini
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama analisis model tradisional dan kedua analisis
struktural. Yang terakhir ini terbagi lagi atas struktural versi Eropa seperti analisis kasus dan beberapa
bentuk lain. Kemudian analisis versi Amerika seperti yang dilakukan oleh Bloch, Hockett, Weils, Harris, dan
Chomsky.
Model Warriner menurut negaranya termasuk aliran struktural Amerika, namun dalam beberapa hal ia
termasuk model campuran tradisional dan struktural dengan ciri-ciri (1) Sebuah kalimat diibaratkan
sebagai sebuah garis lurus atau datar dengan dua sisi utama, yaitu sisi atas dan sisi bawah (2) Unsur
utama sebuah kalimat (S,P) dan kadang-kadang dilengkapi O dan K berada pada sisi atas utama yang
dipenggal dua atau lebih bergantung pada kandungan kalimat. Unsur tambahan diletakkan paada sisi
bawah yaang juga dipenggal-penggal susuai dengan kandungan unsur tambahan itu. (3) Penggalan sisi
atas tegak lurus dengan garis datar untuk unsur utama S, P, dan O, sedangkan untuk K dengan garis
miring. Garis penggalan itu berhenti pada garis datar, kecuali untuk pengalan antara S dan P tembus
melewati sisi bawah. (4) Penggalan untuk sisi bawah pada umumnya dengan garis miring dan dimulai dari
garis datar. (5) Garis lurus/datar diisi oleh jenis kata benda dan kata kerja, sedangkan jenis kata lain
mengisi garis miring. Mungkin juga kata benda mengisi garis miring kalau kata itu berfungi sebagai
keterangan (bukan sebagai subjek atau objek kalimat).
Analisis model Warriners ini mempergunakan bebarapa kalimat dalam bahasa Inggris (Big) sebagai
berikut: (1) He paid me two dollars. (2) Hilda is popular. (3) They sell bicycles and sleds. (4) There are
several problem here. (5) Move there. (6) A lawn with many trees is beautiful. (7) Flowers wilt. (8) The
unusually strong wind howled very noisily. (9) Nell is never afraid of the stage and always impresses an
audience with her witty comments.
Padanan bentuk kalimat bahasa Inggris di atas ke dalam BB dan BI sesuai dengan sifatnya masing-masing
sebagai berikut. (1) a. Racolana Di nahu Dua dola (BB) b. Dibayarnya kepada saya dua dolar (BI). (2) a.
Mbou ngarana la Amina (BB). b. Terkenal namanya si Aminah (BI). (3) a. Weli menana sapeda laBo kareta
sia Doho (BB). b. Membeli semuanya sepeda dan kereta mereka (BI). (4) a. Nambotoku masala take (BB). b.
Banyak masalah di sini (BI). (5) a. Pinda ta aka (BB). b. Pindah ke sana (kamu) (BI). (6) a. Lapanga mpori
mamboto fuqu haju mantika i (BB). b. Padang rumput dengan banyak rumput itu indah (BI). (7) a. Male
Bunga-bunga (BB). b. Bunga-bunga layu (BI). (8) a. Nawancu ipi elina angi fode manaqe (BB). b. Angin
puting beliung sangat kuat dan keras bunyinya (BI). (9) a. Kone sakali watipu radahuna nuntu esopanggo
laBo naloaampa kahari dou mantanda kai nuntu maponco-ponco la Dola (BB). b. Abdullah belum pernah
sekalipun gentar berbicara di panggung dan selalu membuat penonton tertawa melalui pembicaraan yang
lucu-lucu (BI).
Kalimat-kaalimat Big tersebut dianalisis menurut diagram model Warriners sebagai berikut.
(1) He paid me two dollars.
He paid dollars.
me two
(2) Hilda is popular.
Hilda is popular.
(3) They sell bicycles and sleds.
bicycles
They sell and
sleds.
(4) There are several problem here.
they
problems are
several here.
(5) Move there.
(you) Move
there.
(6) A lawn with many trees is beautiful.
lawn is beautiful.
A with
trees
many
(7) Flowers wilt.
Flowers wilt.
(8) The unusually strong wind howled very noisily.
wind howled
The strong noisily.
unusually very
(9) Nell is never afraid of the stage and always impresses an audience with her witty comments.
is afraid
never of
Nell and stage
impresses audience always with an
comments.
her witty
Kalimat-kalimat di atas berpola (1) S + V + OTL (2) S + V + Komplemen (3) S + V + O1 + O2 (4) There + V
+ S + Adj (kalimat di awali dengan there) (5) S (elips) + V + Adv (kalimat elips) (6) S + Adj + V Adj (kalimat
kompleks) (7) S + V (kalimat sederhana) (8) Adv + Adj + S + V + Adv (kalimat kompleks) (9) S + V + Adv
+ Adj + O + Adj (kalimat majemuk rapatan).
F. Penerapan Pola: Kendala dan Pemecahan pada BB dan BI
1. Penerapan pada BB
Pada situasi normal, subjek kalimat BB cenderung ditempatkan di belakang. Kenyataan seperti ini
merupakan salah satu kesulitan dalam rangka penerapan kerangka pola analisis Wrriner karena harus
memutarbalikkan kerangka pola itu, seperti (1) (nggomi) doho!
(2) doho (nggomi) (?)
Agaknya untuk mengatasi kesulitan pembalikan pola secara keseluruhan mungkin lebih mudah kalau
disepakati bahwa semua subjek yang terletak di belakang dan cenderung tidak disebut itu diklasifikasikan
sebagai bentuk elips saja. Dengan demikian pola kerangka untuk contoh no. 2 menjadi.
(1) nggomi doho (!)
(2) ’(Kamu) duduk’
Kesulitan lain yang dihadapi adalah yang berkaitan dengan redunan unsur subjek atau objek yang
berulang kali disebut melalui pronomina yang menempel pada verba atau kata lain di dalam kalimat,
seperti contoh kalimat no. 5. (ita tapinda taaka, Elo). Ita ’ Tuan’ = Elo ’Ali’, juga ta pada tapinda = Ali (ta-
di sini merupakan bentuk hormat kepada orang II).
Jadi, pada kalimat ini terjadi tiga kali menyebutkan tentang subjek, yaitu Elo, Ita, dan ta. Kenyataan ini
menyulitkan pembentukan kerangka pola sehingga bisa terjadi beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama, setiap indikator subjek atau objek dikumpulkan pada posisinya masing-masing dengan memberi
tanda kurung kecil untuk subjek yang bersifat elips. Kerangka pola ini walaupun subjeknya sebenarnya,
yaitu Elo ’Ali’ di elipskan namun kata itu ”disubstitusi” oleh ita ’Tuan’ dan ta- ’tanda hormatan’.
Berdasarkan pemikiran ini, pola kerangka untuk kalimat no. 5, yaitu:
(Elo, ita, ta-) pinda taaka
Kemungkinan kedua adalah dengan cara menempatkan indikator subjek itu pada tempat kata itu berada
atau berdekatan, namun tetap dengan cirinya, yaitu terletak pada garis cabang subjek sedang subjek atau
objek yang asli tetap pada posisinya. Gambaran untuk contoh no. 5 itu menjadi.
(Elo) pinda taaka
ita ta-
Dibandingkan dengan kerangka pola pada Warriner (a lawn with many trees is beautiful) atau
dibandingkan dengan (the ussually strong wind hold very noisly), maka melihat kedua kemungkinan
kerangka pola pada BP tersebut berbeda jauh. Kalimat BB no. 5 itu termasuk kalimat sederhana, sama pula
dengan kalimat BB yang lain kecuali no. 1, 4, dan 5. Pada kalimat sederhana saja terlihat kesulitan pola
uraian kalimat apalagi terhadap kalimat kompleks atau majemuk seperti no. 3 dan 9 (BP).
Tahap pembentukan kalimat no. 3 mulai dari kalimat inti sampai perluasannya, yaitu Angi nanaqesi
nawancuku ngango elina biasana. Angi ngango (kalimat inti). Angi ngango elina (perluasan I). Angi
nanaqesi ngango elina (perluasan II). Angi nanaqesi nawancuku ngngo elina (perluasan III). Angi nanaqesi
nawancuku ngango elina biasana (perluasan IV). Perlu dicatat bahwa na- sebagai salinan S pada nanaqesi
dan nawancuku diberi no. 1 dan 2, juga pada kata tempatnya menempel. Atas dasar bentuk perluasan ini
dapat diperkirakan dua kemungkinan pola sebagai berikut.
Kemungkinan I
12
(angi)l; na- ; na- ngango elina
biasana
nagesi
wawancuku
Kemungkinan II
(angi) ngango elina
na na- biasana
naqesi wancuku
Kalimat BB no. 9 ini berasal dari dua buah kalimat sederhana sebagai inti yaitu:
(9a) (La Dola) bubtu ese panggo
‘Abdullah’ berbicara di atas panggung’
(9b) (Sia) kahari dou. Sia ‘dia’ dielipskan.
‘Ia membuat orang tertawa’.
Dari kedua inti ini berkembang secara beruntun 9a (1) (La Dola) nuntu ese panggo. (2) (La Dola) radahuna
nuntu ese panggo. (3) (La Dola) watipu radahuna nuntu ese panggo. (4) (La Dola) kone sakali watipu
radahuna nuntu ese panggo. 9b (1) (Sia) cari dou. (2) (Sia) cari dou mantanda. (3) (Sia) naloampa cari dou
mantanda. (4) (Sia) naloampa cari dou mantanda kai nuntu. (5) (Sia) naloampa cari dou mantanda kai
nuntu maponco-poco. Berdasarkan pemunculan ini kita bisa memperkirakan pola kerangka umum, lalu
dikaitkan dengan kemungkinan letal redunan seperti pada contoh no. 9a –na pada radahuna (menunjuk S).
Redunan pada 9b hádala Na- pada naloampa (menunjuk S).
Adapun kemungkinan kerangka pola sebagai berikut (berdasarkan kemungkinan kedua).
nuntu ese panggo
radahuna
watipu
kone sakali
(La Dola) Labo
kahari dou
mantanda
na-
loampa kai nuntu
maponco-ponco
2. Penerapan pada Bahasa Indonesia
a. Kalimat BI untuk Big No. 1 hampir benar-benar sepadan dengan Big, kecuali pada BI harus ditambahkan
kata sudah _ sebelum membayar sebagai terjemahan dari paid dan BI tidak perlu menambah bentuk jamak
sebagai terjemahan dari dollars, sehingga kalimat BI menjadi (1) Ia sudah membayar pada saya dua dolar.
b. Kalimat BI untuk Big No. 2 harus mengabaikan kopula is dalam BIg karena hal itu tidak wajib dalam BI
sehingga kalimat BI menjadi (2) Hilda terkenal (terpopuler).
c. Kalimat BI untuk Big No. 3 sebaiknya ditambahkan kata semua untuk menghilangkan ketaksaan apakah
semua membeli atau hanya sebagian dari mereka dan untuk menghindari pengulangan jamak pada kata
sepeda (bicycles) dan kereta (sleds) sehingga kalimat BI menjadi (3) Mereka (semua) membeli sepeda dan
kereta.
d. Kalimat BI untuk Big No.4 berbeada pembawaan. Bentuk there are (Big) tidak wajib hadir dalam BI,
sehingga kalimat menjadi (4) Banyak masalah di sini.
e. Kalimat BI untuk BIg No. 5 sepadan dengan BI sehingga menjadi (5) Pindah ke sana!
f. Kalimat BI untuk BIg No. 6 terdapat perbedaan pembagian dalam bis is debagai predikat, sedngkan
beautiful sebagai komplemen. Dalam BI, is adalah tidak wajib hadir, sedangkan beautiful penting dan
berfungi sebagai predikat. Karena itu, kalimat BI menjadi (6) (Sebuah) taman dengan beberapat pohon itu
indah.
g. Kalimat BI untuk BIg No. 7 sepadan sehingga kalimatnya menjadi (7) Bunga-bunga layu.
h. Kalimat BI untuk BIg No. 8 terdapat perbedaan: The unusually strong wind di Indonesia diberi nama
angin puting beliung sehingga untuk kalimatnya menjadi (8) Angin puting beliung.
i. Kalimat BI untuk BIg No. 9 dapat dikatakan sepadan, kecuali kehadiran is tidak wajib seperti kalimat No.
2, 4, dan 6 di atas. Kalimat BI menjadi (9) Abdullah belum perbah sekalipun gentar berbicara di panggung
dan selalu membuat penonton tertawa melalui pembicaraan yang lucu-lucu.
Atas dasar analisis di atas, diagram Warriners untuk BI dapat disusun sepadan benar atau dengan
modifikasi sesuai dengan pembawaan BI seperti juga dilakukan BB
III. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, model Warriner dalam sintaksis bahasa Indonesia dapat disimpulkan
bahwa (1) analisis sintaksis model Warriner agaknya cukup menarik sebagai salah satu model pilihan,
terutama bagi cara menggambarkan kaitan kalimat inti dan perluasan secara bertahap, (2) Pembawaan
redunan pada suatu bahasa berpengaruh pada seluruh tataran pembahasan, termasuk analisis tataran
sintaksisnya, (3) Sekalipun pada dasarnya model Warriner dapat diterapkan pada analisis sintaksis BB,
namun diperlukan pula beberapa modifikasi, terutama yang berhubungan dengan penyebutan ulaang
(copy) terhadap unsur pokok dalam kalimat BB, (4) Dalam beberapa hal, subjek BB cenderung ditempatkan
pada akhir kalimat. Redunan unsur pokok, terutma S dan O agaknya sulit ditiadakan mengingat unsur
redunan itu dapat menggantikan S atau O itu sendiri, dan (5) Paling tidak, ada kemungkinan penerapan
model Warriner pada BB, yaitu mengumpulkan unsur utama dan copy-nya pada sebuah kotak, misalnya
pada kotak S dan kedua dengan cara penyebaran copy iti pada posisi tempat ia menempel dengan tanda-
tanda khusus.
Daftar Pustaka
Bauer, Laurie. 1987. English Word-Formation. Cambridge: Cambridge University Press.
Bolinger, Dwight. 1975. Aspects of Language. New York: Hereourt Brace Javanovick.
Kempson, Rith M. 1986. Semantic Theory. London: Cambridge University Press.
Levitson, Stephen C. 1987. Pragmatic. Cambridge: Cambridge University Press.
O’Grady, William and Michael Dobbrovolsky. 1989. Contemporary Linguistics: an Introduction. New York:
St. Martin’S Press.
Safir, Edward. 1949. Language an Introduction to the Study of Speech. London: Harcourt Brace Jovanovich.
Posted in Uncategorized | No Comments »
Feb
17
DAN BUDAYA YANG MEWARNAI FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN DI AMERIKA Oleh Arono
Feb
17
Feb
17
Feb
17
Feb
17
May
28
Masukkan/tulislah pidato yang telah Anda buat ke dalam komentar di bawah ini!
Posted in Uncategorized | No Comments »
Recent Posts
CONTOH MEREVIEW BAB VI TES BAHASA DAN IDENTITAS SOSIAL Oleh Arono
Hegemoni Bahasa Politik dalam Kasus Sidang Dispendagate Gubernur Nonaktif Provinsi Bengkulu Oleh
Arono
Puisi-puisi Dank-Aron
PENERAPAN MODEL KAJIAN SINTAKSIS WARRINER PADA BENTUK REDUNAN DAN SALINAN BAHASA
BAWAAN: STUDI KASUS BAHASA BIMA DAN BAHASA INDONESIA Oleh Arono
STUDI PENDIDIKAN PERBANDINGAN NEGARA AMERIKA SERIKAT: LATAR BELAKANG FILSAFAT DAN BUDAYA
YANG MEWARNAI FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN DI AMERIKA Oleh Arono dan Elvi Susanti
PRAANGGAPAN DAN IMPLIKATUR WACANA DIALOG DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Oleh
Arono
Beberapa Studi Kasus dalam Penelitian Pendidikan Bahasa Oleh Arono
Kritik Disertasi (Mengkritisi Disertasi) oleh Arono
Pengalaman tentang Membaca Oleh Arono
PIDATO DENGAN TEMA EKONOMI PEMBANGUNAN
Pages:
Home
About
Categories
Uncategorized
Blogroll
WordPress.com
WordPress.org
Archives
August 2011
February 2011
May 2009
Search
Search
Meta:
RSS
Comments RSS
Valid XHTML
XFN