PERSPEKTIF TEORITIK
TENTANG MANUSIA SEBAGAI “MAKHLUK BUDAYA”
(Fondasi Pendidikan Multikultural)
Oleh :
Mohamad Arfan Hakim
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh
Tuhan, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu
saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal
dalam menjalani hidupnya.
Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai
manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya,
supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu
besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus
dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Di lain pihak manusia juga
memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk
yang lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana
untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia.
Dalam pandangan sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya
dari generasi kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas
masyarakat itu tetap terpelihara. Sedang budaya merupakan bagian hidup manusia
yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan
manusia tidak terlepas dari unsur budaya.1
Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya dan beretika tidak lain
adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk
menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu
1
Diary Dahlia, Landasan Budaya dalam Pendidikan, dalam
http://diarydahlia.blogspot.co.id/ 2011/09/landasan-budaya-dalam-pendidikan.html. diakses
tanggal 01 April 2018. 1
2
hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu
berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak
menyandang gelar manusia berbudaya.
Manusia mempunyai hasrat yang sangat tinggi apabila dibandingkan
dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat untuk selalu menambah hasil usahanya
guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya menimbulkan perekonomian dalam
lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat disertai rasa keindahan menimbulkan
kesenian. Hasrat akan mengatur kedudukannya dalam alam sekitarnya, dalam
menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam bentuknya dan gaib,
menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang selalu ingin tahu
tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu pengetahuan.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan
terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era
globalisasi. Dan pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan budaya
yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi
berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh
dunia pendidikan. Budaya berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari
pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi,
berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu
pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon
hal-hal tersebut secara baik dan bijak.2
B. Permasalalah
bahwa tema utama dalam makalah ini adalah “Pandangan Teoritik tentang
permasalahan, yaitu :
2
Ibid., 2
3
pendidikan multikultural?
C. Tujuan Penulisan
II. PEMBAHASAN
akal maka manusia dapat berpikir. kemampuan berpikir manusia juga digunakan
untuk memecahkan maslaah–masalah hidup yang dihadapi.
Dengan akal budinya, manusia mampu menciptakan, mengkreasi,
memperlakukan, memperbarui, memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan
sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia. Contohnya manusia bisa
membangun rumah, membuat aneka masakan, menciptakan beragam jenis
pakaian, membuat alat transportasi, sarana komunikasi dan lain–lain. Binatang
pun bisa membuat rumah dan mencari makan. Akan tetapi, rumah dan makanan
suatu jenis makanan tidak pernah berubah dan berkembang. Rumah burung
(sarang) dari dulu sampai sekarang tetap saja wujudnya, tidak ada pembaharuan
dan peningkatan. Manusia dengan kemampuan akal budinya bisa memperbaharui
dan mengembangkan sesuatu untuk kepentingan hidup.
Kebutuhan manusia dalam hidup dibagi menjadi lima tingkatan. Kelima
tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan psikologis (physiological needs). Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan dasar, primer dan vita. Kebutuhan ini menyangkut fungsi–fungsi
biologis dasar dari organisme manusia, seperti kebutuhan akan makanan,
pakaian tempat tinggal, sembuh dari sakit, kebutuhan seks dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan (safety and security needs).
Kebutuhan ini menyangkut perasaan, seperti bebas dari rasa takut, terlindung
dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan
tidak adil dan sebagaimya.
3. Kebutuhan sosial (sosial needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan
dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok,
rasa setia kawan, kerja sama, persahabatan, interaki, dan seterusnya.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan ini meliputi
kebutuhan dihargainya kemampuan, kedudukan jabatan, status, pangkat, dan
sebagainya.
5
B. Hakekat Budaya
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma,
dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai,
moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan
sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan
keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem
sosial, sistem ekonomi, system kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni,
dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi
dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan
manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem
sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta
didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang
diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut kearah yang
sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Pengembangan budaya bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses
pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya
masyarakat, dan budaya bangsa.
4
Ibid., h.2
6
dengan cara menafikan hak hidup agama lain, seakan-akan hanya agamanya
sendiri yang benar dan mempunyai hak hidup, sementara agama yang lain salah,
tersesat dan terancam hak hidupnya, baik di kalangan mayoritas maupun
minoritas. Seharusnya pendidikan agama dapat dijadikan sebagai wahana untuk
mengembangkan moralitas universal yang ada dalam agama-agama sekaligus
mengembangkan teologi inklusif dan pluralis. Berkaitan dengan hal ini, maka
penting bagi institusi pendidikan dalam masyarakat yang multikultur untuk
mengajarkan perdamaian dan resolusi konflik seperti yang ada dalam pendidikan
multikultural.
III. PENUTUP
1. Manusia sebagai salah satu mahluk ciptaan Tuhan, memiliki potensi untuk
dapat mengembangkan diri yang terwujud dalam bentuk budaya yang sangat
terkait erat dang lingkungan manusia itu sendiri sejalan dengan
perkembangan zaman.
2. Secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan
seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya
sebagai konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama).
Pengertian seperti ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam
pendidikan, karena pendidikan dipahami sebagai proses tanpa akhir atau
proses sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan multikultural
menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap
harkat dan martabat manusia.
3. Pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan
pandangan dasar bahwa sikap "indiference" dan "Non-recognition" tidak
hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan
multikultural mencakup subyek-subyek mengenai ketidakadilan, kemiskinan,
12
Daftar Pustaka
Abd. Rahman, Assegaf, Politik Pendidikan Nasional Pergeseran Kebijakan
Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi, Yogyakarta:
Kurnia Kalam, 2005.
Achmad, Nur (ed.), Pluralitas Agama Kerukunan Dalam Keragaman, Jakarta: PT.
Gramedia, 2001.
Ainul Yaqin, M. Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2005.
Asy’arie, Musa, “Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa”, Kompas, 3
September 2004, 4-5. Ma’arif, Syamsul, Pendidikan Pluralisme di
Indonesia, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005.
Dawam, Ainurrofiq “Emoh” Sekolah Menolak “Komersialisasi Pendidikan” dan
“Kanibalisme Intelektual”, Menuju Pendidikan Multikultural, Yogyakarta:
INSPEAL Press, 2003.
Domnwachukwu, Chinaka Samuel, An Introduction To Multikultural Education :
From Theory To Practice. Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield
Publishers, Inc. 2010.
Freire, Paulo, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, terj. Alois A. Nugroho,
Jakarta: Gramedia, 1984.
Gorski, Paul, Multicultural Philosophy Series, Part 1: A Brief History of
Multicultural Education, The McGraw-Hill Companies, 2003.
H.A.R, Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia Jakarta: Grasindo, 2002.
Machalli dan Musthofa, Imam, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi,
Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004.
Madjid, Nurcholish, “Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi: Tantangan
dan Kemungkinan”, Republika, 10 Agustus 1999, 4-5.
Muhaemin Al-Ma’hady, “Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural”
dalam http://artikel.us/muhaemin 6-04.html, 27 Mei 2004.
13