I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Lihat Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran
dan Gerakan 9+ (Cet. X; Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 28-33.
Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk
melakukan perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju
modernisasi di berbagai bidang khususnya bidang pendidikan. Upaya
pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, kemudian diikuti oleh
pemikir-pemikir lainnya.
B. Permasalahan
II. PEMBAHASAN
2
Beliau adalah seorang keturunan Turki, lahir di Kawalla Yunani pada
tahun 1765 M., meninggal di Mesir pada tahun 1849 M. Sejak kecil ia
membantu orang tuanya mencari nafkah sehingga tidak sempat masuk
sekolah. Karena kecakapannya, beliau dipercaya oleh Gubernur Usmani
dan kemudian masuk Dinas Militer dan berhasil menjadi perwira.
Lihat ibid., h. 34.
3
M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran Islam dan Gerakan
Pembaharuan dalam Islam (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),
h. 69-70.
Posisi inilah kemudian memungkinkan beliau melakukan perobahan
yang berguna bagi masyarakat Mesir.
2. Al-Tahtawi4
3. Muhammad Abduh5
4. Rasyid Ridha6
4
Nama lengkapnya adalah Rifa’ah Badwi Rafi’, lahir pada tahun 1801
M. di Thahtha, dan meniggal di Kairo pada tahun 1873 M. Ketika berumur
16 tahun, ia pergi ke Kairo dan belajar di al-Azhar. Karena
kepintarannya, ia diutus oleh Muhammad Ali ke Paris guna mendalami
bahasa asing dan mempertajam wawasan keagamaan dengan mengkaji
teks-teks modern. Lihat Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran
Perkembangan Modern dalam Islam (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998), h. 34-35.
5
Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849. ayahnya berasal
dari Turki, sedangkan ibunya keturunan Arab. Lihat Ali Mufrodi, Islam di
Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. I; Jakarta: Logos, 1997), h. 159. Lihat
pula Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam
Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 6.
6
Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia
lahir pada tahun 1865 di al-Qalamun (Libanon). Menurut keterangan, ia
berasal dari keturunan al-Husain, cucu Nabi saw. Oleh karena itu, ia
bergelar “al-Sayyid”di depan namanya. Lihat Harun Nasution, op.cit., h.
69. dan meninggal pada tahun 1935 dengan aman sambil memegang
Alquran di tangannya. Lihat M. Yusran Asmuni, op.cit., h. 88.
Rasyid Ridha sangat terkenal bersama dengan Abduh (gurunya)
menerbitkan majalah al-Manar 7 yang kemudian menjadi sebuah tafsir
modern yang bernama Tafsir al-Manar.
5. Jamaluddin al-Afgany8
6. Ali Mubarak9
7. Thaha Husain10
7
Lihat A. Munir dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam (Cet. I;
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), h. 163.
8
Beliau lahir di As’adabad, dekat kota Kan’an di Kabul Afganistan
pada tahun 1813 M. dan meninggal di Istanbul pada tahun 1887 M. Lihat
Tim Penulis IAIN Syahid Hidayatullah, op. cit., h. 62. Nama lengkapnya
adalah Sayyid Jamaluddin al-Afgani ibn Safar. Ia adalah keturunan Sayyid
Ali al-Turmudzi. Jika ditelusuri keturunannya, maka berasal dari Husain ibn
Ali ibn Abi Thalib. Hal ini tercermin dari gelar Sayyid yang disandangnya.
Lihat Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, diterjemahkan oleh Pustaka
Firdaus dengan judul Seratus Tokoh Muslim Terkemuka (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1996), h. 269. dan meninggal di Kairo pada tahun 1905.
9
Beliau lahir di Bamabal, sebuah desa di Delta Sungai Nil pada tahun
1823 M. dan meninggal di Kairo pada tahun 1893 M. Lihat Tim Penyusun
Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin, Sejarah dan
Kebudayaan Islam (Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993), h. 222.
10
Ia lahir di Magagah Masir pada tahun 1889 M. dan wafat pada tahun
1973 M. Sejak umur 6 tahun beliau menderita penyakit Opthalmiah, yang
menyebabkan kebutaan sepanjang hidupnya. Namun demikian, tidak
terhalang menuntut ilmu pengetahuan. Lihat Dewan Redaksi Ensiklopedi
Islam, Ensiklopedi Islam (Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h.
137.
Beliau sangat berhasil dalam bidang pendidikan. Terbukti setelah
selesai di al-Azhar, kemudian ke Prancis untuk memperdalam ilmu
pengetahuannya. Dan sekembalinya di Mesir, beliau diangkat menjadi
pejabat penting dalam pemerintahan khususnya dalam urusan
kementerian pendidikan.
11
Lihat Harun Nasution, op.cit., h. 36.
12
Ibid., h. 36-38. Bandingkan dengan Bernard Lewis, The Arabs in
History, diterjemahkan oleh Said Jamhuri dengan judul Bangsa Arab dalam
Lintas Sejarah (Cet. II; Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 180.
13
14
Baca Philip K. Hitty, History of the Arabs (London: Mc. Millan & Co.
Ltd., 1974), h. 724.
Keberhasilan di bidang militer telah merubah Mesir menjadi negara
modern yang kekuatannya mampu menandingi kekuatan militer Kerajaan
Usmani, serta bermunculanlah para tokoh intelektual di Mesir yang kelak
melanjutkan gagasan-gagasan beliau khususnya dalam bidang
pendidikan.
2. Al-Tahtawi
15
Lihat Tim Penyusun Text Book, op. cit., h. 220. Salah seorang
pembaharu Mesir yang mengemukakan pendapat senada dengan
pendapat ini adalah Qasim Amin, yang terkenal sebagai pelopor gerakan
emansipasi Islam khususnya di Mesir. Lihat Qasim Amin, Takhrir al-
Mar’ah (Kairo: Sadar al-Ma’arif, 1970), h. 42.
16
3. Muhammad Abduh
4. Rasyid Ridha
18
Lihat A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna,
t.th.), h. 181.
19
Harun Nasution, op. cit., h. 151.
20
Lihat Harun Nasution, Pembaharuan, h. 75.
kader Muballig yang tangguh, sebagai imbangan terhadap sekolah
misionaris Kristen. Sekolah tersebut didirikan pada tahun 1912 di Kairo
dengan nama Madrasah al-Dakwah wa al-Irsyad.21
5. Jamaluddin al-Afgany
Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter yang
universal. Salah satu gagasannya adalah persamaan manusia antara laki-
laki dan perempuan. Menurutnya keduanya mempunyai akal untuk
berpikir, maka tidak ada tantangan bagi wanita bekerja di luar jika situasi
menginginkan.23
6. Ali Mubarak
21
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 163.
22
Lihat Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. II;
Jakarta: Logos, 1999), h. 158.
23
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 300.
24
Tim Penyusun Text Book, op. cit., h. 223.
Sebagai hasil dari Laihah Rajab itu, lembaga-lembaga pendidikan
berkembang dengan pesat, baik kualitas maupun kuantitas, tetapi
keasliannya tetap terpelihara. Pada perkembangan selanjutnya mendapat
pengakuan yang wajar dari pemerintah mulai tingkat dasar sampai
perguruan tinggi.
7. Thaha Husain
Gagasan Thaha Husain ini memiliki arti penting bagi kemajuan ilmu
pengetahuan di Mesir karena mampu melahirkan inovasi-inovasi baru
dalam bidang pendidikan dan di sinilah muncul kemampuan belajar efektif
dalam belajar yang sesungguhnya.
III. P E N U T U P
A. Kesimpulan
Abad XIX, Mesir memasuki babak baru dalam lembaran sejarah Islam. Era
tersebut dikenal dengan masa pembaharuan. Hal ini dilatarbelakangi oleh
25
Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi (Cet. I; Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 1994), h. 99.
26
Ibid.
pendudukan Napoleon Bonaparte atas Mesir. Dari situlah diperkenalkan
peradaban dan teknologi Barat kepada rakyat Mesir.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hitty, Philip K. History of the Arabs. London: Mc. Millan & Co. Ltd., 1974.