Anda di halaman 1dari 22

1|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

PEMBAHARUAN PEMIKIRAN
RASYID RIDHA
Oleh :
NADA HIJIRIAH

Abstrak : Muhammad Rasyid Ridho bernama Muhammad Rasyid ibn Ali Ridha ibn
Muhammad Syamsuddin al-Qalamuni. Dia seorang jurnalis, yang mana banyak tulisan
maupun karya yang telah memberikan wawasan intelektual untuk dunia Islam. Yang
cukup menarik dari sosok Rasyid Ridho, justru dalam pemikiran teologisnya. Sebab satu
sisi sebagai pengagum dan murid Abduh yang dalam bidang teologi terkenal sangat
rasional, melebihi Mu’tazilah justru dalam aspek tertentu pemikirannya lebih condong ke
pemikiran “Salaf” / Hanbali. Disisi lain, sebagai penganut faham Hanbali yang terkenal
sangat gigih menyerang ulama kalam (teolog) justru Ridha bukan hanya interest terhadap
teologi melainkan juga boleh dikata telah berhasil membangun teologi yang memiliki
karakter tersendiri.
Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu,
dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan
tersebut antara lain cenderung umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat
yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan
teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip
dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern.

Kata kunci : Muhammad Rasyid Ridha, Teologi, Ijtihad.


A. Pendahuluan
Reformasi Islam lahir pada akhir abad ke-19 sebagai jawaban
terhadap pengaruh dunia barat yang sangat gencar menyerang kaum
muslimin.1Sedangkan yang menjadi isu sentral mereka adalah upaya agar
keyakinan agama sesuai dengan pemikiran modern. Termasuk pula dalam
hal ini tentunya, pemahaman umat Islam terhadap Alquran.2
Kesadaran akan perlunya diadakan pembaharuan timbul pertama
kali di Kerajaan Turki Utsmani dan Mesir. Orang-orang Turki Utsmaniyah
sejak awal telah mempunyai kontak langsung dengan Eropa, karena
kekuasaan Kerajaan Turki Ustmani hingga abad ke-17 Masehi telah

1 Moeslim Abdurrahman, Islam Transpormatif, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), Cet.


I, 62.
2 Syahrin Harahap, Islam Dinamis :Menggali Nilai-nilai Ajaran Alquran dalam Kehidupan
modern di Indonesia, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1997), 248.
2|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

mencapai Eropa Timur yang meluas sampai ke gerbang kota Wina. Tetapi
sejak abad ke-18, Kerajaan Tukri Ustmani mulai mengalami kekalahan dari
kerajaan-kerajaan Eropa. Kekalahan oleh Eropa –yang pada abad-abad
sebelumnya masih dalam keadaan mundur– inilah yang menjadi pemicu
adanya pembaharuan di Kerajaan Turki.3
Sementara pembaharuan yang terjadi di Mesir terjadi sejak
terjadinya kontak dengan Eropa yang dimulai dari datangnya ekspedisi
Napoleon Bonaparte yang mendarat di Aleksandria pada tahun 1798 M.
Kedatangan Napoleon ini juga membawa banyak oleh-oleh dari Eropa yang
berupa ilmu pengetahuan, kebudayaan dan teknologi, hingga ia mampu
mendirikan lembaga ilmiah Institut d’Egypte.4 Di samping itu Napoleon juga
mempunyai hubungan baik dengan ulama-ulama Al-Azhar. Hal inilah yang
menjadi salah satu pemicu terjadinya pembaharuan dalam Islam di Mesir.5
Berbicara tentang proses pembaharuan di Mesir, di kenal beberapa
orang tokoh pembaharu yaitu Rifa’i al-Thahthawi (1803-1873 M),
Jamaluddin al-Afghani (1839-1877 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M)
dan Rasyid Ridha (1864-1935 M).
Dalam sejarah pemikiran Islam modern, Muhammad Abduh dikenal
sebagai tokoh pembaharuan yang paling berhasil. Gagasan pembaharuannya
tidak hanya berpengaruh di negerinya sendiri, Mesir dan di negeri-negeri
Arab lainnya di Timur Tengah, tetapi juga di negeri-negeri Islam lainnya,
seperti Indonesia.6

3
Sultan-sultan Kerajaan ‘Utsmani pun mengirim duta-duta ke Eropa untuk
mengetahui rahasia kekuatan raja-raja Eropa yang pada abad-abad sebelumnya masih
berada dalam keadaan yang mundur. Atas dasar laporan dari para duta itu, mulailah
diadakan pembaharuan di Kerajaan ‘Utsmani, terutama mulai dari abad ke-19. Harun
Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1998), Cet. VII, 147.
4
Di Kairo ia mendirikan lembaga ilmiah institut d’Egypte yang mempunyai empat
bagian: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonmi politik dan sastra seni. Perpustakaan dari
lembaga ini besar sekali dan bukan hanya berisi buku-buku dalam bahasa Eropa, tetapi juga
buku-buku ilmiah dalam bahasa Arab, Persia dan Turki. Lembaga ini melakukan penelitian
ilmiah di Mesir dan hasilnya diterbitkan dalam majalah La Decade Egyptienne. Napoleon juga
membawa percetakan yang disamping berhuruf latin, juga berhuruf Arab. Ia juga membawa
serta ahli-ahli ketimuran yang mahir berbahasa Arab. Harun Nasution, 148.
5 Di sinilah bertemunya ulama-ulama abad ke-19 dengan ilmuan-ilmuan Barat

modern yang menyadarkan mereka bahwa dalam bidang pemikiran dan bidang ilmiah,
ulama Islam sudah jauh tertinggal. Persentuhan antara Barat dengan Islam di Mesir ini,
hanya melahirkan sedikit ulama Islam pada saat itu yang berpendapat bahwa pemikiran
dan ilmu yang berkembang di Barat itu perlu dipelajari dan diambil alih. Harun Nasotiun,
148.
6 A. Muchaddam Fahham, KODIFIKASIA Jurnal Penelitian KEAGAMAAN DAN

Sosial-Budaya,(Ponorogo: Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah


Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN Ponorogo), 36
3|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

Namun keberhasilan tersebut dapat terwujud tidak terlepas dari


kontribusi murid terdekatnya Muhammad Rashid Rida yang tidak mengenal
lelah dalam memublikasikan dan menyebarluaskan pemikiran-pemikiran
tokoh tersebut keseluruh dunia Islam melalui majalah al-Manar, tafsir al-
Manar dan karya-karyanya yang lain.7
Sebagai murid terdekat, Rashid Rida tentu menjadi orang yang
paling banyak mengetahui dan paling akurat dalam menginformasikan,
mengulas dan menjelaskan gagasan pembaharuan gurunya itu kepada umat
Islam. Menurut Abdullah Mahmud Syahatah, seandainya Rashid Rida tidak
pernah mempublikasikan gagasan pembaharuan Abduh, kita tidak akan
dapat pernah mengenal gagasannya yang brilian, khususnya dalam bidang
tafsir.8
Dalam makalah ini, akan disajikan secara khusus pemikiran-
pemikiran pembaruan dari Rasyid Ridha yang secara secara umum akan
penulis mulai dengan menggambarkan sisi biografi singkat beliau.

B. Biografi Rasyid Ridha


Nama lengkap Rasyid Ridha ialah al-Syaikh al-Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha. Ia juga mempunyai nama panggilan yaitu Abu Muhammad
Syafi' dan Abu Abd Allah.9 Ia adalah murid Muhammad Abduh yang
terdekat.10
Rasyid Ridha lahir pada tanggal 27 Jumada al-ula 1282 H/ 23
September 1865 M. tapi dalam arsip kementerian dalam negeri kerajaan
Utsmani, ia lahir pada tahun 1279 H. di al-Qalamun, suatu desa di Libanon
yang letaknya tidak jauh dari kota Tarabuls Syam. Terletak di pantai pada
pertengahan gugusan gunung Lebanon, jauhnya sekitar tiga mil dari kota
Tripoli Syria.11 Dia adalah seorang bangsawan Arab yang mempunyai garis
keturunan langsung dari Sayyidina Husain, putra Ali bin Abi Thalib dan
Fatimah putri Rasulullah saw.12

7 A. Muchaddam Fahham, KODIFIKASIA Jurnal Penelitian KEAGAMAAN DAN Sosial-


Budaya, 36
8 A. Muchaddam Fahham, KODIFIKASI Jurnal Penelitian KEAGAMAAN DAN Sosial-
Budaya, 36.
9 Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,

2006), 63.
10 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:

Bulan Bintang, 2001), 60.


11 Ris'an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2014), 114.


12 TAFSIR AL-MANAR karya Muhammad Abduh dan M Rasyid Ridha, PUSTAKA

HIDAYAH, 59.
4|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

Ayah Rasyid Ridha ialah al-Sayyid Ali Ridha, keturunan Husain ibn
Ali ibn Abi Thalib. Ia dilahirkan di Qalamun. Di desa ini ia mulai belajar
membaca dan menulis serta selanjutnya menuntut ilmu di Tripoli pada al-
Syaikh Mahmud Nasyabat. Ia berhenti sebagai pelajar sebelum memperoleh
ijazah keguruan, karena orang tuanya berkeinginan keras agar ia bekerja di
kantor pemerintahan dan membantunya dalam penyelesaian berbagai
pekerjaan yang berkaitan dengan pemerintahan dan orang banyak. Akan
tetapi ia belajar secara otodidak dengan menelaah berbagai buku. Ia
merupakan orang yang memiliki daya ingatan yang sangat kuat, kefasihan,
keberanian dan pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan
politik negara-negara Barat.13
Ayahnya, adalah salah seorang ulama dan ahli Tarekat Syadzaliyah.14
Karena itu Rasyid Ridha pada waktu kecilnya selalu mengenakan jubah dan
sorban. Tekun dalam pengajian dan wirid sebagaimana kebiasaan pengikut
Tarekat Syadzaliyah.

C. Pendidikan dan Karya Tulis Rasyid Ridha


Pendidikannya diawali dengan membaca al-Qur’an, menulis dan
berhitung di kampungnya, Qalamun, Suriah. Berbeda dengan anak-anak
seusianya, Muhammad Rasyid Ridha lebih senang menghabiskan waktunya
untuk belajar dan membaca buku daripada bermain. Sejak kecil ia telah
memiliki kecerdasan yang tinggi dan kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan.15 Setelah lancar membaca dan menulis, Muhammad Rasyid
Ridha masuk ke Madrasah ar-Rasyidiyah, yaitu sekolah milik pemerintah di
kota Tripoli. Di sekolah itu ia belajar ilmu bumi, ilmu berhitung, ilmu
bahasa, seperti nahu dan saraf (ilmu tata bahasa Arab), dan ilmu-ilmu
agama, seperti akidah dan ibadah. Hanya setahun ia belajar di sini, karena
ternyata sekolah itu khusus diperuntukkan bagi mereka yang ingin menjadi
pegawai pemerintah, sedangkan ia tidak berminat mengabdi untuk
pemerintah.
Ketika berumur 18 tahun, ia kembali melanjutkan studinya dan
sekolah yang dipilihnya adalah Madrasah al-Wataniyyah al-Islamiyyah16
yang didirikan Syekh Husain al-Jisr. Dibandingkan dengan Madrasah ar-
Rasyidiyah, madrasah ini jauh lebih maju, baik dalam sistem pengajaran
maupun materi yang diajarkan. Di sini ia belajar mantik, matematika, dan
filsafat, di samping juga ilmu-ilmu agama. Gurunya, Syekh Husain al-Jisr,

13 Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, 65-66.


14 M. Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik
Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2013), 76.
15
Sirojuddin Ar, “Ensiklopedi Islam”, (Jakarta: PT. Ihctiar Baru Van Hoeve, 2001), 161.
16
Herry Mohammad , “Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20”, (Jakarta: Gema
Insani, Press, 2006), 312-313.
5|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

dikenal sebagai seorang yang banyak berjasa dalam menumbuhkan


semangat ilmiah dan ide pembaharuan dalam diri Rasyid Ridha kelak. Di
antara pikiran-pikiran gurunya yang sangat mempengaruhi ide
pembaharuan Rasyid Ridha adalah bahwa satu-satunya jalan yang harus
ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan
pendidikan agama dan pendidikan umum dengan menggunakan metode
Eropa. Syekh Husain al-Jisr berpendapat demikian karena sekolah-sekolah
yang didirikan bangsa Eropa dan Amerika di Suriah saat itu banyak diminati
anak-anak pribumi. Keadaan ini justru mengkhawatirkan al-Jisr karena di
sekolah-sekolah itu tidak disajikan materi pelajaran agama.17
Pada usia dua puluh delapan tahun, tepatnya tahun 1310 H/ 1892,
terjadi revolusi besar dalam pemikirannya yang mengubah secara drastis
pemahamannya terhadap Islam. Ini bermula ketika Rasyid Ridha
menemukan beberapa edisi koran al-‘Urwatul Wutsq, yang concern dalam
upaya mengobarkan spirit modernisasi pemikiran serta revivalisasi
peradaban umat Islam yang tengah tiarap. Koran yang merupakan corong
pemikiran Jamaluddin al-Afghani (1254 H/ 1839—1314 H/1897) dan
Muhammad Abduh (1266 H/ 1848-1323 H/1905) ini ditemukan secara tidak
sengaja oleh Rasyid Ridha di sela-sela koleksi buku ayahnya.
Tulisan-tulisan kedua tokoh ini membuatnya tersadar bahwa Islam
tidak hanya agama rohani yang berkutat pada dimensi batin manusia,
namun merupakan agama yang menyeimbangkan antara aspek duniawi dan
ukhrawi, rasional dan sangat concern pada pengembangan peradaban
umatnya. Islam juga merupakan agama yang diturunkan untuk membawa
kesejahteraan dalam kehidupan duniawi manusia serta mempersiapkannya
menjadi khalifah Allah swt. yang bertanggung jawab mewujudkan
kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.18
Rida merupakan penulis yang prolifik, yang telah menghasilkan
karya-karya besar dalam pemikiran tafsir, hadith, politik, dakwah, kalam,
perbandingan agama, fiqh dan fatwa. Antara tulisannya termasuklahTarikh
Al-Ustadh Al-Imam Al-Syaikh Muhammad ‘Abduh (Biografi Imam Muhammad
Abduh), Nida’ li Jins al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu
Muhammadi (Wahyu Nabi Muhammad), Yusr Al-Islam wa Usul At-Tashri‘ Al-
‘Am (Kemudahan Islam dan Prinsip-prinsip Umum dalam Syari’at), Al-
Khilafah wa Al-Imamah Al-‘Uzma (Khalifah dan Imam-Imam yang
Besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid(Dialog Antara Kaum Pembaharu
dan Konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Memperingati Hari Kelahiran

17
Sirojuddin Ar, “Ensiklopedi Islam” , 162.
18
Herry Mohammad , Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, 313.
6|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

Nabi Muhammad), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (Hak-hak Wanita


Muslim).19
Adapun kontribusi monumental Rasyid Ridha berikutnya adalah
tafsir al-Manar. Tafsir dengan nama asli Tafsir al-Qur’an al-Hakim ini
merupakan karya magnum opus Sang Mujaddid yang merefleksikan
pandangan-pandangan progresifnya dalam memahami Kitabullah yang
tentunya menjadi sandaran utama menuju revivalisasi umat. Ide-ide
modernisasi dan reformasi serta karakteristik dan model kebangkitan umat
yang ingin diwujudkan Sang Tokoh akan dapat diamati dengan jelas di sela-
sela interaksinya dengan ayat-ayat Kitab Suci ini.
Tafsir yang terdiri dari beberapa jilid tebal ini memang tidak lengkap
tiga puluh juz. Ia baru sempat diselesaikan Rasyid Ridha sampai kira-kira
sepertiga bagian dari juz ketiga belas, tepatnya pada ayat 101 surah Yusuf,
karena ajal telah terlebih dulu menjemputnya. Penafsiran surat ini
selanjutnya dituntaskan oleh Syeikh Bahjat al-Baithar dan kemudian
diterbitkan dengan tetap memakai nama Rasyid Ridha.20
Al-Manar, adalah majalah bulanan yang membahaskan idealisme
pembaharuan dan tajdid di Kaherah. Ia mengungkapkan tradisi pemikiran
yang segar yang diasaskan daripada ide-ide pembaharuan yang dipelopori
oleh Jamal al-din al-Afghani dan Muhammad Abduh dalam al-‘Urwa al-
Wuthqa. Fokusnya adalah usaha pembaharuan dan dakwah.
Sementara akhbar lain membicarakan kebobrokan dan kegawatan di
dunia Islam, Al-Manar mencadangkan penyelesaiannya yang umum, dan
memberikan formula yang mendetil. Pengaruh al-Manar yang signifikan ini
diungkapkan oleh Shaykh Husayn al-Jisr ketika mengulas tentang keluaran
pertama al-Manar dan ketahanan gerakan islah yang dibawa oleh Ridha: “Al-
Manar telah muncul, menyerlah dengan cahaya yang luar biasa dan menyenangkan,
hanyasanya cahaya ini telah dipantul oleh sinar yang kuat yang hampir mencederakan
pandangan.”
Al-Manar menggerakkan perbincangan tentang dakwah, idealisme
dan islah, menerangkan dasar-dasar Pan-Islamisme, meneroka persoalan-
persoalan yang berkait dengan ajaran aqidah dan hukum, membincangkan
faham modernisme, sekularisme, nasionalisme dan mempelopori dialog dan
pertukaran ide antara budaya, dan meneropong pemikiran baru berkait
dengan falsafah agama dan budaya dan menangani isu-isu sosial dan
peradaban.

19
http://www. Docstoc.com/docs/18674151/Pembaharuan Islam menurut Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha
20
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, 317.
7|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

Al-Manar pertama kali diterbitkan pada 21 Shawal 1315 H (17 Mac


1898) sebagai jurnal mingguan yang memuatkan lapan halaman, menyiarkan
telegram-telegram mingguan dan berita-berita mutakhir, di samping artikel-
artikel utama yang ditulis oleh ketua editor iaitu Ridha sendiri. Bermula
pada tahun kedua, ia dikeluarkan setiap bulan, dan tersebar dengan meluas
ke seluruh jajahan Islam dalam wilayah Turki, India, Mesir, Syria, Maghribi
dan turut diseludup ke arkipelago Melayu dan Tanah Jawa. Pada tahun
kedua belas keluarannya (1909), salinan-salinan yang berbaki daripada
keluaran pertama telah dijual empat kali ganda daripada harganya yang asal.
Dalam mukaddimah ringkasnya memperkenalkan al-Manar, Ridha menulis:
“Demikian ini adalah suara yang menyeru dengan lidah Arab yang jelas, dan seruan
kepada kebenaran yang sampai ke telinga mereka yang bercakap dengan huruf dad
[masyarakat Arab] dan ke telinga seluruh penduduk Timur, memanggil dari tempat yang
dekat [Mesir] dari mana kedua-dua bangsa di Timur dan Barat dapat mendengar, dan ia
menyebar luas supaya dengan itu penduduk Turki dan Parsi juga dapat menerimanya. Ia
menyeru: “Wahai, bangsa timur yang sedang lena dibuai mimpi yang enak, bangun,
bangun! Tidurmu telah melampaui batas rehat.”
Menurut C.C. Berg dalam kajiannya tentang sejarah Indonesia,
gerakan pencerahan yang dicetuskan oleh al-Manar telah melahirkan
kelompok pembaharu yang mempelopori perjuangan kaum muda di
Indonesia: “Al-Manar tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat Mesir sahaja.
Ia mencerah pemikiran masyarakat Arab di dalam dan di luar; umat Islam dari rantau
arkipelago Melayu yang menuntut di Universiti al-Azhar atau di Mekah, dan bekas
pelajar dari Indonesia yang masih memelihara keakraban hubungannya dengan dunia
Islam setelah pulang ke sempadan negaranya di Dar al-Islam…dan kesemua orang-orang
ini kini melihat Islam dalam rangka cahaya yang baru…kalangan yang telah menyelami
dan mempertahan cahaya al-Manar di Mesir, menjadi kelompok “Manar” kecil untuk
lingkungannya, setelah pulang ke Indonesia.”
Menerusi Majallah al-Manar, Ridha mengusung pemikiran Imam
Muhammad Abduh dengan menyediakan ruangan khas, bermula daripada
tahun ketiga keluarannya, untuk menerbitkan siri-siri Komentar al-
Qur’an oleh Abduh yang disampaikannya di Jami‘ al-Azhar, Kaherah. Ruangan
khas ini turut memuatkan fatwa-fatwa Abduh, atau keputusannya tentang
persoalan menyangkut hukum atau agama yang dikemukakan oleh pembaca;
selain seksyen yang memuatkan perkembangan dan ide-ide baru di dunia
Islam, serta ulasan-ulasan buku dan publikasi yang lain.
Ayat-ayat yang dikupas oleh Imam Muhammad Abduh merangkumi
surah-surah pendek yang meliputi tafsir surat al-‘Asr, tafsir Juz ‘Amma,
tafsirsurah al-Fatihah, tafsir ayat 78-79 dari surah al-Nisa’, tafsir ayat 52-55
8|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

dari surah al-Hajj, dan tafsir ayat 37 dari surah al-Ahzab yang kemudiannya
digazetkan dalam Tafsir al-Manar.
Manhaj yang digariskan oleh Imam Muhammad Abduh dalam
tafsirannya adalah berteraskan metode al-adabi al-ijtima‘i (sosial dan budaya)
yang menekankan hubungan ayat dengan kondisi sosial dan upaya meraih
hidayahnya dan kritikan yang keras terhadap budaya taqlid yang
membengkak dalam masyarakat.Tekanan yang penting diberikan terhadap
tradisi aqliah dan ijtihad, seperti dinyatakan dalam huraiannya terhadap ayat
38-42 daripada surah ‘Abasa:“Muka (orang-orang yang beriman) pada hari
itu berseri-seri, tertawa, lagi bersuka ria, dan muka (orang-orang yang
ingkar) pada hari itu penuh debu, diliputi oleh kesuraman dan kegelapan.
Mereka itulah orang yang kafir, yang derhaka.”
Imam Muhammad Abduh mengulas: “Sesiapa yang ketika hidup di dunia
berusaha mencari kebenaran dengan akal fikiran yang dianugerahkan kepadanya tanpa
terikat dengan titik bengek adat, kebiasaan atau pandangan sesiapa kecuali Rasulullah,
serta tidak angkuh dalam menerima kebenaran apabila dihadapkan padanya, akan
bergembira di akhirat kelak, kerana hasil usaha mereka dapat dilihat di hadapan mata.”
“Manakala sesiapa yang ketika hidup di dunia tidak menghargai aqalnya, reda dengan
kejahilan, enggan terima kebenaran, sekalipun telah terbukti jelas kerana taksub dengan
pendapat pimpinannya, malah sedaya upaya mempertahankannya dengan takwil dan
penaka helah yang batil, kelak di akhirat akan mendapati segala amalan yang disangka
akan menguntungkan sebenarnya menjadi punca kecelakaan dan sengsara, lalu wajah
menjadi hitam dan gelap kerana kecewa dan dukacita yang amat.”
Perjuangan Shaykh Muhammad Rashid Ridha untuk memimpin
perubahan telah memperlihatkan kesan yang dramatik di negara-negara
umat Islam. Peranan jurnal al-Manar dalam mengangkat martabat dan
harakah perjuangan cukup dirasai di seluruh rantau Islam, khasnya di
Nusantara.
Kemantapan fikiran dan idealisme yang dicetuskan oleh Ridha telah
berhasil memperkasa umat dan melahirkan golongan pembaharu yang
meneruskan perjuangannya membanteras taqlid, membebaskan fikiran
daripada kepercayaan jelek, tahyul dan khurafat, dan memperbaharui tekad
ke arah memantapkan solidaritas dan merapatkan perselisihan mazhab.
Peranan kita di bumi kita adalah untuk melanjutkan perjuangan dan
meneruskan iltizam Ridha untuk mengembangkan pengaruh Madrasah
Imam Muhammad Abduh dan menyalakan obor perjuangannya ke seluruh
dunia.

D. Ide-ide Pemikiran Rasyid Ridha


9|PEMIKIRAN RASYID RIDHA

Pada tahun 1898 Rasyid Ridha hijrah ke Kairo dengan maksud


berguru dan bergabung dengan Muhammad Abduh. Langkah pertama yang
dilakukan Rasyid di Mesir adalah mendesak Abduh untuk menerbitkan
sebuah majalah sebagai corong mereka. Menurut Rasyid, hal ini penting
karena cara yang tepat untuk menyembuhkan penyakit umat ialah
pendidikan serta menyiarkan ide-ide yang pantas untuk menentang
kebodohan dan pikiran-pikiran yang mengendap dalam diri umat seperti
fatalistik dan khurafat. Abduh menyetujui saran muridnya itu, kemudian
terbitlah sebuah majalah yang diberi nama al-Manar. Nama yang diusulkan
Rasyid dan disetujui Abduh. Dalam terbitan perdananya dijelaskan bahwa
tujuan al-Manar sama dengan al-‘Urwah al-Wusqa, yakni sebagai media
pembaharuan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, menghilangkan faham-
faham yang menyimpang dari agama Islam, peningkatan mutu pendidikan,
dan membela umat Islam dari kebuasan politik Barat.21
1. Ide pembaharuan bidang pendidikan
Salah satu pemikiran Pendidikan Islamnya, ia berpendapat bahwa
umat Islam akan maju jika menguasai pendidikan. Olehnya itu, ia banyak
menghimbau dan mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaan,
potensi dan wewenangnya bagi pembangunan lembaga-lembaga
pendidikan. Rasyid Ridha berupaya memajukan ide pengembangan
kurikulum dengan memadukan muatan ilmu agama dan umum.
Kepeduliannya ini dibuktikan dengan mendirikan lembaga pendidikan pada
tahun 1912 di Kairo yang diberi nama Madrasah Ad-Dakwah wal-Irsyad.22 Dari
setting biografi Rasyid Ridha dipahami bahwa pemikirannya dalam bidang
pendidikan Islam lebih dominan dipengaruhi oleh inspirasi para guru,
lingkungan pendidikannya selaku seorang guru, madrasah-madrasah tempat
mengecap ilmu, dan madrasah yang dibangunnya.
Muhammad Rasyid Ridha juga merasa perlu dilaksanakannya ide
pembaharuan dalam bidang pendidikan. untuk itu ia melihat perlu
ditambahkan ke dalam kurikulum mata-mata pelajaran berikut: teologi,
pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu
kesehatan, bahasa-bahasa asing dan ilmu mengatur rumah tangga
(kesejahteraan keluarga), yaitu disamping fiqh, tafsir, hadits dan lain-lain
yang biasa diberikan di Madrasah-madrasah tradisional.23
Pada tahun 1909, ia menerima banyak keluhan mengenai aktivitas
missi Kristen di negara-negara Islam, dan untuk menandingi aktivitas

21
Kurnial Ilahi, “Perkembangan Modern dalam Islam”, (Riau: Lembaga Penelitian dan
Perkembangan Fakultas Usuluddin UIN SUSKA dan Yayasan Pusaka Riau, 2002), 58.
22 Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan pembaharuan dalam

Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1996), 85.


23 Ali, Yunasril Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1988), 121.


10 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

tersebut, ia melihat perlunya diadakan dan dibangun sebuah sekolah missi


Islam. Akhirnya, pada tahun 1912, ia berhasil mendirikan sekolah yang
dimaksud, dengan nama al-Da’wah wa al-Irsyad. Namun sayangnya, sekolah
missi tersebut tidaklah berumur panjang, karena terpaksa harus ditutup
pada tahun 1914, yaitu ketika pecahnya perang dunia.
Erat kaitannya dengan konsep “jihad” yang dikemukakannya, Rasyid
menganjurkan umat Islam memiliki satu kekuatan untuk menghadapi
beratnya tantangan dunia modern. Kekuatan itu hanya dapat dimiliki jika
umat Islam bersedia menerima peradaban Barat. Jalan untuk memperoleh
peradaban Barat itu ialah berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan
teknologi Barat itu sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
berlawanan dengan Islam,24 bahkan umat Islam wajib mempelajari dan
menerima ilmu pengetahuan dan teknologi itu bila mereka ingin maju.25
Dalam berbagai tulisannya, Rasyid mendorong umat Islam untuk
menggunakan kekayaannya dalam pembangunan lembaga-lembaga
pendidikan. Menurut Rasyid, membangun lembaga pendidikan lebih baik
dari membangun masjid. Baginya masjid tidaklah besar nilainya apabila
orang-orang yang shalat di dalamnya hanyalah orang-orang bodoh. Dengan
membangun lembaga pendidikan, kebodohan dapat dihapuskan dan dengan
demikian pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik. Satu-satunya
jalan menuju kemakmuran adalah perluasan pendidikan secara umum.
Di bidang pendidikan ia mendirikan sekolah sebagai misi Islam
dengan nama Madrasah al-dakwah Wa al-Irsyad di Kairo pada tahun 1912 M.
Para alumni madrasah ini disebarkan keberbagai dunia Islam. Muhammad
Rasyid Ridha sebagai penggerak pembaharuan Islam yang masih condong
pada ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah. Ia sebagai penyokong aliran Wahabi,
karena dalam ajaran aliran tersebut dikemukakan pengakuan bermazhab
salaf yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada al-Qur’an dan al-
Hadis.26 Mula-mula beliau mendirikan madrasah tersebut di Konstantinopel
terutama meminta bantuan pemerintah setempat akan tetapi gagal, karena
tidak mendapat dukungan pemerintah, akhirnya beliau mendirikannya di

24
Untuk itu ia melihat perlu ditambahkan ke dalam kurikulum mata pelajaran
berikut: teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu
kesehatan, bahasa-bahasa asing, dan ilmu mengatur rumah tangga (kesejahteraan keluarga)
yaitu di samping fiqih, tafsir, hadis, dan lain-lain yang biasa diberikan di madrasah-
madrasah tradisional. Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam”, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1992), 71.
25
Kelihatannya Rasyid mengikuti jalan pikiran Tahtawi dalam menerima
peradaban Barat. Menurutnya, orang Islam hanya mengambil kembali apa yang pernah
menjadi miliknya. Orang-orang Eropa hanya mengembangkan peradaban itu setelah mereka
memperolehnya melalui Spanyol. Lihat, Kurnia Ilahi, 64.
26
A. Munir, Sudarsono, “Aliran Modern Dalam Islam”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1994), 163.
11 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

Kairo.27 Para lulusan akan di kirim ke berbagai dunia Islam yang


memerlukan bantuan mereka. Umur sekolah misi itu tidak panjang karena
terpaksa ditutup di waktu pecahnya Perang Dunia I.28

a) Muhammad Rasyid Ridha juga merasa perlu dilaksanakannya ide


pembaharuan dalam bidang pendidikan. untuk itu ia melihat perlu
ditambahkan ke dalam kurikulum mata-mata pelajaran berikut:
teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi,
ilmu hitung, ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan ilmu mengatur
rumah tangga (kesejahteraan keluarga), yaitu disamping fiqh, tafsir,
hadits dan lain-lain yang biasa diberikan di Madrasah-madrasah
tradisional29.
b) Pandangan Terhadap Ijtihad. Rasyid Ridha dalam beristimbat
terlebih dahulu melihat nash, bila tidak ditemukan di dalam nash, ia
mencari pendapat sahabat, bila terdapat pertentangan ia memilih
pendapat yang paling dekat dengan dengan Al-Qur’an dan Sunnah
dan bila tidak ditemukan, ia berijtihad atas dasar Al-Qur’an dan
Sunnah.30 Dalam hal ini, Rasyid Ridha melihat perlu diadakah tafsir
modern dari Al-Qur’an yaitu tafsiran yang sesuai dengan ide-ide yang
dicetuskan gurunya, Muhammad Abduh. Ia menganjurkan kepada
Muhammad Abduh supaya menulis tafsir modern.31 Kuliah-kuliah
tafsir itu dimulai pada tahun 1899 dan keterangan-keterangan yang
diberikan oleh Muhammad Abduh dalam kuliahnya inilah yang
kemudian dikenal dengan tafsir al-Manar.32

2. Ide pembaharuan bidang agama


Ada beberapa faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan jauh
ketinggalan oleh orang Barat, di antaranya Islam telah kemasukan ajaran-
ajaran yang nampaknya Islam, tetapi sebenarnya bukan. Hal itu
menyebabkan umat Islam melaksanakan ajaran yang tidak sesuai lagi
dengan ajaran Islam sebenarnya.

27 Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah: Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan
Dalam Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998), 85.
28
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2006), 67.
29
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, 71.
30
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh
Muhammadiyah, (Yogyakarta: Pustaka Dinamika, 2000), 58.
31
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, 70.
32
Keterangan-keterangan yang disampaikan oleh Muhammad Abduh dalam kuliah
tafsir itu ia catat dan seterusnya ia susun dalam bentuk karangan teratur. Apa yang ia tulis
ia serahkan selanjutnya kepada Muhammad Abduh untuk diperiksa. Setelah mendapat
persetujuan, karangan itu ia siarkan dalam al-Manar
12 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

Menurut Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar ketinggalannya


dari bangsa Eropa, jika mereka kembali kepada ajaran Islam sebenarnya
sebagaimana telah diajarkan Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan oleh
sahabat.33 Dengan demikian, Rasyid menganjurkan untuk menggali kembali
teks al-Qur’an.
Ijtihad adalah modal awal demi keberlangsungan syariat Islam yang
memenuhi seluruh kebutuhan pembaruan “karena syariat Islam adalah
syariat penutup dari Tuhan, dan hikmah dari semua itu adalah bahwasanya
Allah swt, telah menyempurnakan agama ini dan menjadikannya agama
yang universal antara ruh dan jasad, dan memberikan kesempatan seluas-
luasnya pada umatnya untuk berijtihad yang benar dan dalam mengambil
istinbat. Kedua sisi ini sangat sesuai dengan kemaslahatan manusia di setiap
tempat dan waktu.34
Masalah aqidah di zaman hidupnya Rasyid Ridha masih belum
tercemar unsur-unsur tradisi maupun pemikiran filosof. Dalam masalah
teologi, Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh pemikiran para tokoh
gerakan salafiyah.35 Dalam hal ini, ada beberapa konsep pembaharuan yang
dikemukakannya, yaitu masalah akal dan wahyu, sifat Tuhan, perbuatan
manusia (af’al al-Ibad) dan konsep iman.

a) Akal dan Wahyu


Menurut Rasyid Ridha, dalam masalah ketuhanan menghendaki agar
urusan keyakinan mengikuti petunjuk dari wahyu. Sungguhpun demikian,
akal tetap diperlukan untuk memberikan penjelasan dan argumentasi
terutama kepada mereka yang masih ragu-ragu.36
Menurut Rasyid Ridha, akal berperan terhadap persoalan-persoalan
yang tidak disebutkan dalam Alquran dan Hadis, dan untuk mengetahui
ajaran-ajaran Islam yang berhubungan dengan muamalat (hidup
kemasyarakatan atau hal-hal yang bersifat duniawi). Adapun dalam bidang
ibadah, akal tidak mampu untuk mengetahuinya.. oleh karena itu, obyek
ijtihad menurutnya hanyalah dalam bidang kemasyarakatan, bukan dalam
bidang ibadah; karena persoalan kemasyarakatan mengalami perubahan;
sedangkan persoalan ibadah tidak mengalami perubahan. Hal ini bukan
berarti ia menganggap akal tidak berfungsi sama sekali. Akal menurut
pandangannya penting dalam memberikan interpretasi terhadap persoalan-

33
Kurnial Ilahi, 60.
34
Imarah Muhammad,“Mencari Format Peradaban Islam”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), 65-66.
35
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh
Muhammadiyah, 18.
36
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh
Muhammadiyah, 23.
13 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

persoalan teologis, memahami ayat-ayat Alquran; dan meneliti hadis nabi


dan pendapat sahabat. Selanjutnya ia menyebutkna bahwa akal manusia
tidak mampu mengetahui Tuhan dan segala kewajiban terhadap-Nya.
Adapun untuk memperoleh hikmah dan hujjah serta kemantapan
pemahaman tentang ketuhanan setelah mengikuti wahyu, akal manusia
mempunyai fungsi yang sangat signifikan dan kedudukan yang tinggi.37
Menurut Rasyid Ridha, hasil temuan akal tidak dapat disejajarkan
dengan wahyu. Baginya, derajat wahyu lebih tinggi daripada temuan akal.
Jika dalam memahami ajaran agama, hasil temuan akal bertentangan dengan
wahyu, maka wahyu harus diutamakan. Apabila dibandingkan wewenang
yang diberikan oleh Rasyid Ridha terhadap akal denga wewenang yang
diberikan oleh aliran-aliran kalam terhadap akal, maka ia memberikan
wewengan yang sangat lemah terhadap akal, bahkan lebih lemah daripada
wewenang yang diberikan al-Asy'aruyah dan Maturidiyah Bukhara. Hal ini
menunjukan bahwa ia ternyata lebih tradisional daripada al-Asy'ariyah dan
Maturidiyah Bukhara.38
Selanjutnya apabila dibandingkan pendapat Rasyid Ridha dengan
kekempat aliran kalam (Mu'tazilah, Maturidiyah Samarkan, al-Asy'ariyah,
dan Maturidiyah Bukhara) dalam memposisikanwahyu untuk mengetahui
persoalan-persoalan pokok dalam teologi, maka Rasyid Ridha memberikan
fungsi terbesar kepada wahyu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan tipologi Harun Nasution, corak teologi Rasyid Ridha ditinjau
dari pemikirannya tentang kekuatan akal dan fungsi wahyu adalah
tradisional.39

b) Sifat Tuhan
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan pakar teologi Islam terjadi
perbedaan pendapat yang sangat signifikan, terutama dari kalangan
Mu’tazilah40 dan Asy’ariyah.41 Mengenai masalah ini, Rasyid Ridha
berpandangan sebagaimana pandangan kaum Salaf, menerima adanya sifat-
sifat Tuhan seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran
maupun takwil.42 Rasyid Ridha berpendapat, Tuhan mempunyai sifat, tetapi
sifat itu tidak sama dengan sifat manusia.43
37
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2006), 72.
38
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, 74-75
39Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, 77.
40
Mu’tazilah beranggapan bahwa Maha melihat dan seterusnya, bukanlah sifat
Tuhan tetapi zat Tuhan. Muhaimin , 32.
41
Muhaimin, 33.
42
Muhaimin, 37.
43 TAFSIR AL-MANAR karya Muhammad Abduh dan M Rasyid Ridha, PUSTAKA

HIDAYAH, 42.
14 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

c) Perbuatan Manusia
Pembahasan teologi tentang perbuatan manusia bertolak dari
pertanyaan apakah manusia memiliki kebebasan atas perbuatannya (freewill)
atau perbuatan manusia hanyalah diciptakan oleh Tuhan (Predistination).44
Perbuatan manusia menurut Rasyid Ridha sudah dipolakan oleh suatu
hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang disebut Sunatullah, yang tidak
mengalami perubahan.45 Rasyid Ridha berpendapat bahwa sesuatu yang
terjadi itu sesuai dengan qadha dan qadar Tuhan dan mempunyai sebab
akibat. Jadi, Rasyid Ridha mengakui sebab akibat, begitu juga sunnatullah,
disamping qadha dan qadar, sehingga manusia tidak bebas sepenuhnya.
Inilah yang menyebabkan Rasyid Ridha dikatakan percaya kepada qadha
dan qadar, tetapi tidak fatalism karena ia mengakui adanya hukum
kausalitas.46
d) Konsep Iman
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran bahwa kemunduran umat
Islam disebabkan keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah
menyimpang dari ajaran Islam.47 Oleh karena itu, upaya pembahasan yang
dilaksanakannya dititik beratkan kepada usaha untuk mengembalikan
keberagamaan ummat kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Pandangan
Rasyid Ridha mengenai keimanan didasarkan atas pembenaran hati (tasdiq)
bukan didasarkan atas pembenaran rasional.
Memberantas Bid'ah
Di antara bid'ah ialah pendapat bahwa dalam Islam terdapat ajaran
kekuatan batin yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala apa
yang dikehendakinya, sedang kebahagiaan di akhirat dan dunia diperoleh,
demikian Rasyid Ridha, melalui huum alam yang diciptakan Tuham. Satu
bid'ah lain yang mendapat tantangan keras dari Rasyid Ridha ialah ajaran
syekh-syekh tarekat tentang tidak pentingnya hidup duniawi, tentang
tawakal, dan tentang pujaan dan kepatuhan berlebihan-berlebihan pada
syekh dan wali.48
Umat harus dibawa kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya,
murni dari segala bid'ah yang mendatang itu. Islam murni itu sederhana
sekali, sederhana dalam ibadah dan sederhana dalam muamalatnya. Ibadah

44
Muhaimin, 38.
45
Muhaimin, 40-43.
46 TAFSIR AL-MANAR karya Muhammad Abduh dan M Rasyid Ridha, PUSTAKA

HIDAYAH, 42
47
Masalah iman dan kufur merupakan kontroversi yang muncul dalam pembahasan
yang bersifat teologis yang berawal dari persoalam politik yang bergeser menjadi persoalan
aqidah. Muhaimin, 43-45.
48
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2001), 63-64
15 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

kelihatan berat dan ruwet karena ke dalam hal-hal yang wajib dalam ibadat
telah ditambahkan hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya sunat.
Mengenai hal-hal yang sunat ini terdapat perbedaan paham dan timbullah
kekacauan. Dalam soal muamalat, hanya dasar-dasar yang diberikan, seperti
keadilan, persamaan, pemerintahan syura. Perinciap dan pelaksanaan dari
dasar-dasar ini diserahkan kepada umat untuk menentukannya. Hukum-
hukum fikih mengenai hidup kemasyarakatan, sungguhpun itu didasarkan
atas Alquran dan Hadis tidak boleh dianggap absolut dan tak dapat diubah.
Hukum-hukum itu timbul sesuai dengan suasana tempat dan zaman ia
timbul.49

3. Ide pembaharuan Bidang Politik dan Hukum


Dalam bidang politik, Muhammad Rasyid Rida juga tidak
ketinggalan, sewaktu beliau masih berada di tanah airnya, ia pernah
berkecimpung dalam bidang ini, demikian pula setelah berada di Mesir,
akan tetapi gurunya Muhammad ‘Abduh memberikan nasihat agar ia
menjauhi lapangan politik. Namun nasihat itu diturutinya hanya ketika
Muhammad ‘Abduh masih hidup, dan setelah ia wafat, Muhammad Rasyid
Rida aktif kembali, terutama melalui majalah al-Manar.50
Walaupun Rasyid Ridha mengakui kemajuan peradaban Barat,
tetapi dia tidak setuju dengan ide kebangsaan yang dibawa bangsa Barat.
Menurut Rasyid, umat Islam tidak perlu meniru ide kebangsaan Barat,
karena dalam Islam rasa kebangsaan itu dibangun atas dasar keagamaan.51
Sejalan dengan konsepnya ini, Rasyid merindukan pulihnya kesatuan dan
persatuan umat. Kesatuan Islam pada hakikatnya adalah kesepakatan hati
diantara mereka yang satu sama lain saling menerima sebagai orang-orang
beriman dan hidup bersama dalam toleransi dan kerja sama aktif semuanya
dalam menjalankan perintah-perintah agama.52 Ia mengajak umat Islam
untuk bersatu kembali di bawah satu sistem hukum dan moral. 53 Untuk
melaksanakan hukum harus ada kekuasaan dalam bentuk negara. Negara
yang dianjurkan Rasyid Ridha ialah negara dalam bentuk kekhalifahan.
Kepala negara dibantu oleh ulama-ulama pembantu. Khalifah hendaklah

49
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, 64.
50
Muhammad Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam, (Surabaya : al-Ikhlas, 1994), 86.
51
Anggota IKAPI, Diterjemahkan dari buku berbahasa Inggris, Faith and Power: The
Politics of Islam, karangan Edward Mortimer, (Bandung: Mizan, 1984), 230.
52
Albert Hourani, Pemikiran Liberal di Dunia Arab, (Bandung: Mizan, 2001), 367.
53
Makhnun Husein, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-masalah, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1994), h. 94
16 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

seorang mujtahid, karena ia mempunyai kekuatan legislatif. Di bawah


kekhalifahan seperti inilah kesatuan dan kemajuan umat dapat tercapai.54
Konsep kekhalifahan yang diajukan Rasyid sebagai yang termuat
dalam buku al-Khalifah, kelihatannya semata-mata hasil renungan dan
pandangannya terhadap sejarah perjalanan khalifah al-Rasyidin. Dia hanya
melihat pada fungsi negara dengan mengenyampingkan persepsi negara
ditinjau dari sudut pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain, Rasyid
kurang menghayati dinamika sejarah pemerintahan Islam pada zaman klasik
dan pertengahan. Secara administrasi, sistem kekhalifahan itu memancing
instabilitas dan perebutan kekuasaan karena secara langsung menutup
kreativitas dan aspirasi rakyat. Tampaknya sistem kekhalifahan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
Pendedahan awalnya terhadap gerakan politik dan islah tercetus
setelah terbaca jurnal al-‘Urwa al-Wuthqa yang diterbitkan pada tahun 1884
(yang dikeluarkan secara berkala selama 8 bulan) di Paris, oleh Jamal al-Din
al-Afghani yang mengungkapkan ide-ide pembaharuan dan mengapungkan
faham anti kolonialisme, pemberdayaan reformasi dan pemacuan ijtihad.
Ridha menjelaskan tentang idealisme pemikiran yang dizahirkan
dalam al-‘Urwa al-Wuthqa dengan katanya: “Aku menemui salinan al-‘Urwa al-
Wuthqa daripada kertas-kertas dalam simpanan ayah. Setelah aku membaca artikel-
artikelnya yang menyeru kepada gagasan Pan-Islamisme, meraih semula kegemilangan,
kekuatan dan keunggulan Islam, penemuan semula ketinggian dan kedudukan yang pernah
dimilikinya, dan pembebasan umatnya daripada dominasi luar, aku sangat teruja
sehingga seperti memasuki fasa baru dalam hidupku. Dan aku sangat tertarik dengan
metodologi yang diketengahkan dalam artikel-artikel ini dalam melakar dan
membuktikan hujahnya dalam perbahasan dengan bersandarkan ayat-ayat al-Qur’an,
dan tentang tafsirnya yang tiada seorang mufassir telah menulis sepertinya.”
Ridha turut menghuraikan kekuatan al-‘Urwa al-Wuthqa sebagai hasil
pemikiran yang penting yang menggariskan manhaj perjuangan yang
berkesan dalam menangani kepincangan budaya dan politik dan
mengangkat harakat pemikiran dan menggarap permasalahan umat yang
mendasar: “antara poin yang terpenting yang menzahirkan keunggulan al-‘Urwa al-
Wuthqa dan kekuatannya yang tersendiri adalah: (1) (penekanannya terhadap) ketentuan
Allah terhadap makhlukNya dan sistem aturan dalam masyarakat manusia, dan sebab
kebangkitan dan kejatuhan sesuatu bangsa sepertimana juga kekuatan dan kelemahan
mereka; (2) penjelasan bahawa Islam adalah agama yang mempunyai kedaulatan dan
kuasa, yang merangkul kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan menegaskan bahawa ia
adalah agama yang menggabungkan nilai spirituil dan sosial, sivil dan militer, dan
bahawa kekuatan militernya adalah untuk melindungi keadilan undang-undang, petunjuk

54
Kurnia Ilahi, 62.
17 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

dan wibawa umat, dan bukan untuk mengerahkan kepercayaan dengan paksa; dan (3) bagi
umat Islam tidak ada faham kebangsaan dan nasionalisme kecuali terhadap agama
mereka, oleh itu mereka semuanya bersaudara di mana perbezaan ras dan darah
keturunan tidak harus memisahkan kesatuan mereka, tidak juga perbezaan bahasa dan
kerajaan mereka.”
Semangat yang dipugar daripada pembacaan al-‘Urwa al-Wuthqa ini
terus menggilap karakter dan mengukuhkan daya perjuangan Ridha, yang
mengilhamkannya untuk berhijrah ke Mesir dan bergabung dengan al-
Afghani dan Abduh bagi melanjutkan perjuangan Pan-Islamisme: “Setelah beliau
[al-Afghani] meninggal, harapanku semakin tinggi untuk menemu wakilnya Shaykh
Muhammad Abduh untuk meraih ilmu dan pandangannya tentang reformasi Islam. Aku
menunggu sehingga terbukanya peluang pada bulan Rajab tahun 1315 (1897) dan itu
adalah sebaik saja aku menamatkan pengajian di Tripoli, memperoleh status ‘alim, dan
tauliah untuk mengajar secara bebas, daripada mentor-ku, Shaikh Husayn al-Jisr.
Kemudian itu aku lansung berhijrah ke Mesir dan melancarkan al-Manar untuk menyeru
kepada pembaharuan.”55

Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan yang dikehendaki oleh Rasyid Ridha adalah
bentuk kekhalifahan yang tidak absolut, khalifah hanya bersifat
koordinator, tidaklah mungkin menyatukan umat Islam ke dalam satu
sistem pemerintahan yang tunggal, karena khalifah hanya menciptakan
Hukum Perundang-undangan dan menjaga pelaksanaannya. Disamping itu
khalifah adalah seorang mujtahid sehingga ia dapat meretapkan prinsip-
prinsip ajaran Islam dan dengan bantuan para ulama mendorong umat maju
sesuai dengan tuntutan zaman.56
Rasyid Ridha menyadari pertentangan yang makin ada di antara
nasionalisme dan kesetiaan kepada persatuan Islam. Dan memecahkan
masalah tersebut dengan menyatakan bahwa kepentingan politik Arab
identik dengan kepentingan politik secara keseluruhan, adanya sebuah
negara Arab merdeka akan menghidupkan kembali bahasa dan hukum
Islam, apabila ada konflik, maka ia akan mengutamakan kewajiban agama
daripada kewajiban nasional. Oleh karena itu Ridha tidak mendukung ide-
ide nasionalisme yang dikembangkan oleh Mustafa Kamil dari Mesir dan
nasionalisme yang dikembangkan oleh Usman Amin, Rasyid Ridha tidak
setuju adanya nasionalismu.57
55
http://id.wikipedia.org/wiki/, Ensiklopedi Bebas
56
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah: Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan
Dalam Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998), 86.
57
Yusran Asmuni, 86.
18 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

Menurut Rasyid Ridha paham nasionalisme bertentangan denga


paham persatuan umat Islam, karena persatuan dalam Islam tidak mengenal
adanya perbedaan bangsa dan bahasa, tetapi tercitanya persaudaraan yang
tunduk di bawah satu undang-undang yang dijalankan oleh seorang khalifah
yang tidak absolut dan mujtahid.58
Selain pendapat Rasyid Ridha dalam masalah-masalah yang telah
disebut di atas, ada pula masalah-masalah lainnya yang tidak dapat
dirangkum dalam kesempatan ini seperti tentang free will dan
predestination,kekuasaan, kehendak mutlak, dan keadilan Tuhan, perbuatan-
perbuatan Tuhan, sifat-sifat Tuhan, ayat-ayat anthropomorphosme, beautific
vision, ru'yat Allah (melihat Tuhan di akhirat), sabda Tuhan, konsep iman, dan
sebagainya.59

Rasyid Ridha menyimpulkan bahwa kelemahan-kelemahan umat


Islam antara lain:
1. Kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid).
Kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan,
disebabkan umat Islammereka tidak lagi melaksanakan ajaran-ajaran Islam
yang sebenarnya. Perilaku mereka juga sudah banyak yang menyimpang dari
ajaran Islam yang benar. Rasyid Ridha menyatakan, bahwa di dalam tubuh
umat Islam terdapat golongan yang berpikiran jumud. Mereka ini
menggangap bahwa ilmu agama adalah ilmu yang hanya terdapat di dalam
kitab-kitab yang telah disusun oleh pemuka madzhab-madzhab dan aliran-
aliran, seperti Ahlu Sunah, Syi’ah Zaydiyyah, dan Syiah Itsna ‘Asy’ariyyah.
Menurut mereka siapa saja yang tidak mengikuti salah satu dari mazhab itu,
dianggap tidak lagi dalam Islam. Produk ulama’ berupa kitab-kitab fiqih,
seolah menjadi sesuatu yang sangat sakral dan tidak bias diganggu gugat.
Sementara kita sama mengetahui, fiqih tidak bias diepaskan dari
pemahaman awal sang ulama’ dan konteks yang melatar belakangi
pemikiran mereka.60
Paham jumud yang terjadi pada masyarakat nampak dengan adanya
pujaan yang berlebihan pada syekh dan wali, kepatuhan yang tidak ada
dasarnya terhadap ulama (taklid), serta penyerahan seluruh apa yang ada
pada qada dan qadar (paham jabariyah, fatalisme).61
2. Minat yang berlebihan terhadap dunia sufi.
Romantisme yang berlebihan terhadap masa kejayaan Islam di masa
lampau dan ketidakpercayaan diri umat Islam dalam persaingan, yang dalam

58
Yusran Asmuni, 87.
59
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, 82
60
http://sugengpriyanto.wordpress.com
61 Modernisasi Islam Dalam Pandangan Abduh, http://boby-ar88.blogspot.com
19 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

hal ini adalah persaingan dengan Barat yang notabene adalah Kristen,
menyebabkan sebagian besar umat Islam mengasingkan diri terhadap
kehidupan dunia. Mereka beranggapan bahwa dunia adalah sesuatu yang
harus dijauhi sebab dapat menyebabkan hati manusia jauh dari Allah Swt.
Maka kemudian muncullah praktik-praktik tasawuf yang sering kali
menjauh dari ajaran serta prinsip ajaran Islam yang sebenarnya. Keenggaan
untuk menguasai ilmu duniawi dengan berbagai aspeknya ini, menyebabkan
umat Islam jauh tertinggal.62
3. Kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi.
Islam menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Sebab akal
dapat membedakan antara baik dan yang buruk, antara yang bermanfaat dan
yang tidak bermanfaat. Islam adalah agama yang rasional, dan menggunakan
akal merupakan salah satu dari dasar-dasar Islam. Kebenaran yang dicapai
akal tidak bertentangan dengan kebenaran yang disampaikan oleh wahyu.63
Akan tetapi di masa Rasyid Ridha, ulama’ yang menjadi pilar pemikiran
Islam justru menutup pintu ijtihad, sehingga umat tidak mengalami
pencerahan.
Rasyid Ridha berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi
dengan kembali kepada prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad
dalam menghadapi realita modern, yaitu dengan membuka seluas-luasnya
cakrawala pemikiran kemudian menggunakan potensi intelektual dengan
semaksimal mungkin untuk menjawab problematika keumatan yang terjadi,
yang tentu tetap dengan merujuk pada al-Qur’an dan as-Sunnah as-Shahihah.64

Kesimpulan:

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah


pemerintahan Tarablus Syam pada tahun 1282 H/1865 M. Dia adalah
Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn
Muhamad Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah. Ayah dan Ibu Sayyid Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan al-Husayn putra Ali bin
Abi Thalib dengan Fatimah, Putri Rasulullah itu sebabnya Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha menyandangg gelar al-sayyid di depan namanya
dan sering menyebut tohoh-tokoh ahl al-bayt seperti Ali ibn Abi Thalib, al-
Husyan dan Ja’far al –Shadiq dengan Jadduna (nenek moyang kami).

62
Dialektika Pemikiran Kaum Muda Muhamamdiyah, (AMM Yogyakarta, SM,
2012)
63
Dialektika Pemikiran Kaum Muda Muhamamdiyah, (AMM Yogyakarta, SM,
2012)
64 http://id.wikipedia.org/wiki/Rasyid_Ridha
20 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

Rasyid Ridha mulai menerbitkan majalah al-Manar (Mercusuar)


dengan persetujuan Muhammad Abduh. Majalah tersebut dipersiapkan
untuk menjadi corong dan media bagi gerakan pembaruan islam dalam
memajukan umat Islam dan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan.
Melalui Tafsirnya, yaitu al-Manar Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
berupaya mengaitkan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan masyarakat dan
kehidupan serta menegaskan bahwa islam adalah agama universal dan abadi,
yang selalu sesuai dengan kebutuhan manusia disegala waktu dan tempat.
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha memiliki visi bahwasannya umat
Islam harus menjadi umat yang merdeka dari belenggu penjajahan dan
menjadi umat yang maju sehingga dapat bersaing dengan umat-umat lain
dan bangsa-bangsa barat diberbagai bidang kehidupan, seperti politik,
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Beberapa ide-ide pembaruan yang dipublikasikan oleh Syekh
Muhammad Rasyid Ridha antara lain: Kemunduran umat Islam dalam
berbagai aspek kehidupan lantaran mereka tidak lagi menganut ajaran-
ajaran Islam yang sebenarnya, Kemunduran umat Islam juga disebabkan
membudayanya paham fatalis (Jabbariyyah), Ilmu pengetahuan modern
tidak bertentangan dengan Islam sudah sepantasnya umat Islam yang
mendambakan kemajuan, siap mempelajarinya, Islam itu sederhana, baik
masalah ibadah maupun masalah muamalah.
Ibadah kelihatan ruwet, karena hal-hal yang sunah dan tidak wajib
dijadikan hal-hal yang wajib, Hukum-hukum fiqih yang berkenaan dengan
kemasyarakatan meski didasarkan pada al-Qur’an dan Hadits, tidak boleh
dianggap absolut dan tidak dapat diubah. Hukum-hukum itu ditetapkan
sesuai dengan suasana tempat dan zaman ia ditetapkan, Dalam masalah
politik, kemunduran umat Islam dalam bidang ini adalah karena
perpecahan, karena itu jika ingin maju maka harus mewujudkan persatuan
dan kesatuan yang didasarkan pada keyakinan, bukan hanya didasarkan
pada bahasa dan ethnis.
Karya – Karya Muhammad Rasyid Ridha yang paling monumental
ialah Majalah al-Manar. Selama al-Manar terbit, sebayak 34 jilid besar dan
setiap jilidnya berisi 1000 halaman telah terkumpul seluruhnya, Tafsir Al-
Qur’an karya Rasyid Ridha itu berjudul Tafsir al-Qur’an al Hakim (Tafsir Al-
Manar).
Pengaruh pemikiran Rasyid Ridha dan juga para pemikir lainnya
berkembang ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Ide-ide
pembaharu yang dikumandangkan banyak mengilhami semangat
pembaruan di berbagai wilayah dunia Islam. Banyak kalangan ulama yang
tertarik untuk membaca majalah Al-Manar dan mengembangkan ide yang
diusungnya.
21 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Moeslim, Islam Transpormatif, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995),


Cet. I
Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1988)
Asmuni, Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan pembaharuan dalam Dunia
Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1996)
Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiah: Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan
Pembaharuan Dalam Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998)
A. Munir, Sudarsono, “Aliran Modern Dalam Islam”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1994)
A. Muchaddam Fahham, KODIFIKASIA Jurnal Penelitian KEAGAMAAN DAN
Sosial-Budaya,(Ponorogo: Pusat Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN
Ponorogo)
Harahap, Syahrin, Islam Dinamis :Menggali Nilai-nilai Ajaran Alquran dalam
Kehidupan modern di Indonesia, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya,
1997)
Hourani, Albert, “Pemikiran Liberal di Dunia Arab”, (Bandung: Mizan, 2001)
Husein, Makhnun, “Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-masalah”,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994)
Ilahi, Kurnial, “Perkembangan Modern dalam Islam”, (Riau: Lembaga Penelitian
dan Perkembangan Fakultas Usuluddin UIN SUSKA dan Yayasan
Pusaka Riau, 2002)
John, M.M. Echols, An English- Indonesia Dictionary, diterjemahkan oleh Hasan
Shadily dengan judul “Kamus Inggris-Indonesia” (Jakarta: Gramedia,
1988)
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh
Muhammadiyah, (Yogyakarta: Pustaka Dinamika, 2000)
Muhammad, Imarah, “Mencari Format Peradaban Islam”, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005)
Mohammad, Herry, “Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20”, (Jakarta:
Gema Insani, Press, 2006)
M. Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik
Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: kencana Prenada Media Group,
2013)
Nasution, Harun, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1998)
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 2001)
22 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A

Nasution, Harun, “Pembaharuan dalam Islam”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,


1992)
Rusli, Ris'an, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah
Press, 2006)
Rusli, Ris'an, Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2014)
Sirojuddin Ar, “Ensiklopedi Islam”, (Jakarta: PT. Ihctiar Baru Van Hoeve, 2001)
Yusran Asmuni, Muhammad, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Surabaya : al-Ikhlas, 1994)
Anggota IKAPI, “Diterjemahkan dari buku berbahasa Inggris, Faith and Power:
The Politics of Islam, karangan Edward Mortimer”, (Bandung: Mizan,
1984)
Dialektika Pemikiran Kaum Muda Muhamamdiyah, (AMM Yogyakarta, SM,
2012)
http://sugengpriyanto.wordpress.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Rasyid_Ridha
http://www. Docstoc.com/docs/18674151/Pembaharuan Islam menurut Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha
Modernisasi Islam Dalam Pandangan Abduh, http://boby-ar88.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/, Ensiklopedi Bebas

Anda mungkin juga menyukai