PEMBAHARUAN PEMIKIRAN
RASYID RIDHA
Oleh :
NADA HIJIRIAH
Abstrak : Muhammad Rasyid Ridho bernama Muhammad Rasyid ibn Ali Ridha ibn
Muhammad Syamsuddin al-Qalamuni. Dia seorang jurnalis, yang mana banyak tulisan
maupun karya yang telah memberikan wawasan intelektual untuk dunia Islam. Yang
cukup menarik dari sosok Rasyid Ridho, justru dalam pemikiran teologisnya. Sebab satu
sisi sebagai pengagum dan murid Abduh yang dalam bidang teologi terkenal sangat
rasional, melebihi Mu’tazilah justru dalam aspek tertentu pemikirannya lebih condong ke
pemikiran “Salaf” / Hanbali. Disisi lain, sebagai penganut faham Hanbali yang terkenal
sangat gigih menyerang ulama kalam (teolog) justru Ridha bukan hanya interest terhadap
teologi melainkan juga boleh dikata telah berhasil membangun teologi yang memiliki
karakter tersendiri.
Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu,
dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan
tersebut antara lain cenderung umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat
yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan
teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip
dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern.
mencapai Eropa Timur yang meluas sampai ke gerbang kota Wina. Tetapi
sejak abad ke-18, Kerajaan Tukri Ustmani mulai mengalami kekalahan dari
kerajaan-kerajaan Eropa. Kekalahan oleh Eropa –yang pada abad-abad
sebelumnya masih dalam keadaan mundur– inilah yang menjadi pemicu
adanya pembaharuan di Kerajaan Turki.3
Sementara pembaharuan yang terjadi di Mesir terjadi sejak
terjadinya kontak dengan Eropa yang dimulai dari datangnya ekspedisi
Napoleon Bonaparte yang mendarat di Aleksandria pada tahun 1798 M.
Kedatangan Napoleon ini juga membawa banyak oleh-oleh dari Eropa yang
berupa ilmu pengetahuan, kebudayaan dan teknologi, hingga ia mampu
mendirikan lembaga ilmiah Institut d’Egypte.4 Di samping itu Napoleon juga
mempunyai hubungan baik dengan ulama-ulama Al-Azhar. Hal inilah yang
menjadi salah satu pemicu terjadinya pembaharuan dalam Islam di Mesir.5
Berbicara tentang proses pembaharuan di Mesir, di kenal beberapa
orang tokoh pembaharu yaitu Rifa’i al-Thahthawi (1803-1873 M),
Jamaluddin al-Afghani (1839-1877 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M)
dan Rasyid Ridha (1864-1935 M).
Dalam sejarah pemikiran Islam modern, Muhammad Abduh dikenal
sebagai tokoh pembaharuan yang paling berhasil. Gagasan pembaharuannya
tidak hanya berpengaruh di negerinya sendiri, Mesir dan di negeri-negeri
Arab lainnya di Timur Tengah, tetapi juga di negeri-negeri Islam lainnya,
seperti Indonesia.6
3
Sultan-sultan Kerajaan ‘Utsmani pun mengirim duta-duta ke Eropa untuk
mengetahui rahasia kekuatan raja-raja Eropa yang pada abad-abad sebelumnya masih
berada dalam keadaan yang mundur. Atas dasar laporan dari para duta itu, mulailah
diadakan pembaharuan di Kerajaan ‘Utsmani, terutama mulai dari abad ke-19. Harun
Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1998), Cet. VII, 147.
4
Di Kairo ia mendirikan lembaga ilmiah institut d’Egypte yang mempunyai empat
bagian: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonmi politik dan sastra seni. Perpustakaan dari
lembaga ini besar sekali dan bukan hanya berisi buku-buku dalam bahasa Eropa, tetapi juga
buku-buku ilmiah dalam bahasa Arab, Persia dan Turki. Lembaga ini melakukan penelitian
ilmiah di Mesir dan hasilnya diterbitkan dalam majalah La Decade Egyptienne. Napoleon juga
membawa percetakan yang disamping berhuruf latin, juga berhuruf Arab. Ia juga membawa
serta ahli-ahli ketimuran yang mahir berbahasa Arab. Harun Nasution, 148.
5 Di sinilah bertemunya ulama-ulama abad ke-19 dengan ilmuan-ilmuan Barat
modern yang menyadarkan mereka bahwa dalam bidang pemikiran dan bidang ilmiah,
ulama Islam sudah jauh tertinggal. Persentuhan antara Barat dengan Islam di Mesir ini,
hanya melahirkan sedikit ulama Islam pada saat itu yang berpendapat bahwa pemikiran
dan ilmu yang berkembang di Barat itu perlu dipelajari dan diambil alih. Harun Nasotiun,
148.
6 A. Muchaddam Fahham, KODIFIKASIA Jurnal Penelitian KEAGAMAAN DAN
2006), 63.
10 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
HIDAYAH, 59.
4|PEMIKIRAN RASYID RIDHA
Ayah Rasyid Ridha ialah al-Sayyid Ali Ridha, keturunan Husain ibn
Ali ibn Abi Thalib. Ia dilahirkan di Qalamun. Di desa ini ia mulai belajar
membaca dan menulis serta selanjutnya menuntut ilmu di Tripoli pada al-
Syaikh Mahmud Nasyabat. Ia berhenti sebagai pelajar sebelum memperoleh
ijazah keguruan, karena orang tuanya berkeinginan keras agar ia bekerja di
kantor pemerintahan dan membantunya dalam penyelesaian berbagai
pekerjaan yang berkaitan dengan pemerintahan dan orang banyak. Akan
tetapi ia belajar secara otodidak dengan menelaah berbagai buku. Ia
merupakan orang yang memiliki daya ingatan yang sangat kuat, kefasihan,
keberanian dan pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan
politik negara-negara Barat.13
Ayahnya, adalah salah seorang ulama dan ahli Tarekat Syadzaliyah.14
Karena itu Rasyid Ridha pada waktu kecilnya selalu mengenakan jubah dan
sorban. Tekun dalam pengajian dan wirid sebagaimana kebiasaan pengikut
Tarekat Syadzaliyah.
17
Sirojuddin Ar, “Ensiklopedi Islam” , 162.
18
Herry Mohammad , Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, 313.
6|PEMIKIRAN RASYID RIDHA
19
http://www. Docstoc.com/docs/18674151/Pembaharuan Islam menurut Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha
20
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, 317.
7|PEMIKIRAN RASYID RIDHA
dari surah al-Hajj, dan tafsir ayat 37 dari surah al-Ahzab yang kemudiannya
digazetkan dalam Tafsir al-Manar.
Manhaj yang digariskan oleh Imam Muhammad Abduh dalam
tafsirannya adalah berteraskan metode al-adabi al-ijtima‘i (sosial dan budaya)
yang menekankan hubungan ayat dengan kondisi sosial dan upaya meraih
hidayahnya dan kritikan yang keras terhadap budaya taqlid yang
membengkak dalam masyarakat.Tekanan yang penting diberikan terhadap
tradisi aqliah dan ijtihad, seperti dinyatakan dalam huraiannya terhadap ayat
38-42 daripada surah ‘Abasa:“Muka (orang-orang yang beriman) pada hari
itu berseri-seri, tertawa, lagi bersuka ria, dan muka (orang-orang yang
ingkar) pada hari itu penuh debu, diliputi oleh kesuraman dan kegelapan.
Mereka itulah orang yang kafir, yang derhaka.”
Imam Muhammad Abduh mengulas: “Sesiapa yang ketika hidup di dunia
berusaha mencari kebenaran dengan akal fikiran yang dianugerahkan kepadanya tanpa
terikat dengan titik bengek adat, kebiasaan atau pandangan sesiapa kecuali Rasulullah,
serta tidak angkuh dalam menerima kebenaran apabila dihadapkan padanya, akan
bergembira di akhirat kelak, kerana hasil usaha mereka dapat dilihat di hadapan mata.”
“Manakala sesiapa yang ketika hidup di dunia tidak menghargai aqalnya, reda dengan
kejahilan, enggan terima kebenaran, sekalipun telah terbukti jelas kerana taksub dengan
pendapat pimpinannya, malah sedaya upaya mempertahankannya dengan takwil dan
penaka helah yang batil, kelak di akhirat akan mendapati segala amalan yang disangka
akan menguntungkan sebenarnya menjadi punca kecelakaan dan sengsara, lalu wajah
menjadi hitam dan gelap kerana kecewa dan dukacita yang amat.”
Perjuangan Shaykh Muhammad Rashid Ridha untuk memimpin
perubahan telah memperlihatkan kesan yang dramatik di negara-negara
umat Islam. Peranan jurnal al-Manar dalam mengangkat martabat dan
harakah perjuangan cukup dirasai di seluruh rantau Islam, khasnya di
Nusantara.
Kemantapan fikiran dan idealisme yang dicetuskan oleh Ridha telah
berhasil memperkasa umat dan melahirkan golongan pembaharu yang
meneruskan perjuangannya membanteras taqlid, membebaskan fikiran
daripada kepercayaan jelek, tahyul dan khurafat, dan memperbaharui tekad
ke arah memantapkan solidaritas dan merapatkan perselisihan mazhab.
Peranan kita di bumi kita adalah untuk melanjutkan perjuangan dan
meneruskan iltizam Ridha untuk mengembangkan pengaruh Madrasah
Imam Muhammad Abduh dan menyalakan obor perjuangannya ke seluruh
dunia.
21
Kurnial Ilahi, “Perkembangan Modern dalam Islam”, (Riau: Lembaga Penelitian dan
Perkembangan Fakultas Usuluddin UIN SUSKA dan Yayasan Pusaka Riau, 2002), 58.
22 Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan pembaharuan dalam
24
Untuk itu ia melihat perlu ditambahkan ke dalam kurikulum mata pelajaran
berikut: teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu
kesehatan, bahasa-bahasa asing, dan ilmu mengatur rumah tangga (kesejahteraan keluarga)
yaitu di samping fiqih, tafsir, hadis, dan lain-lain yang biasa diberikan di madrasah-
madrasah tradisional. Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam”, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1992), 71.
25
Kelihatannya Rasyid mengikuti jalan pikiran Tahtawi dalam menerima
peradaban Barat. Menurutnya, orang Islam hanya mengambil kembali apa yang pernah
menjadi miliknya. Orang-orang Eropa hanya mengembangkan peradaban itu setelah mereka
memperolehnya melalui Spanyol. Lihat, Kurnia Ilahi, 64.
26
A. Munir, Sudarsono, “Aliran Modern Dalam Islam”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1994), 163.
11 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
27 Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah: Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan
Dalam Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998), 85.
28
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2006), 67.
29
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, 71.
30
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh
Muhammadiyah, (Yogyakarta: Pustaka Dinamika, 2000), 58.
31
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, 70.
32
Keterangan-keterangan yang disampaikan oleh Muhammad Abduh dalam kuliah
tafsir itu ia catat dan seterusnya ia susun dalam bentuk karangan teratur. Apa yang ia tulis
ia serahkan selanjutnya kepada Muhammad Abduh untuk diperiksa. Setelah mendapat
persetujuan, karangan itu ia siarkan dalam al-Manar
12 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
33
Kurnial Ilahi, 60.
34
Imarah Muhammad,“Mencari Format Peradaban Islam”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), 65-66.
35
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh
Muhammadiyah, 18.
36
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh
Muhammadiyah, 23.
13 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
b) Sifat Tuhan
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan pakar teologi Islam terjadi
perbedaan pendapat yang sangat signifikan, terutama dari kalangan
Mu’tazilah40 dan Asy’ariyah.41 Mengenai masalah ini, Rasyid Ridha
berpandangan sebagaimana pandangan kaum Salaf, menerima adanya sifat-
sifat Tuhan seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran
maupun takwil.42 Rasyid Ridha berpendapat, Tuhan mempunyai sifat, tetapi
sifat itu tidak sama dengan sifat manusia.43
37
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2006), 72.
38
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, 74-75
39Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, 77.
40
Mu’tazilah beranggapan bahwa Maha melihat dan seterusnya, bukanlah sifat
Tuhan tetapi zat Tuhan. Muhaimin , 32.
41
Muhaimin, 33.
42
Muhaimin, 37.
43 TAFSIR AL-MANAR karya Muhammad Abduh dan M Rasyid Ridha, PUSTAKA
HIDAYAH, 42.
14 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
c) Perbuatan Manusia
Pembahasan teologi tentang perbuatan manusia bertolak dari
pertanyaan apakah manusia memiliki kebebasan atas perbuatannya (freewill)
atau perbuatan manusia hanyalah diciptakan oleh Tuhan (Predistination).44
Perbuatan manusia menurut Rasyid Ridha sudah dipolakan oleh suatu
hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang disebut Sunatullah, yang tidak
mengalami perubahan.45 Rasyid Ridha berpendapat bahwa sesuatu yang
terjadi itu sesuai dengan qadha dan qadar Tuhan dan mempunyai sebab
akibat. Jadi, Rasyid Ridha mengakui sebab akibat, begitu juga sunnatullah,
disamping qadha dan qadar, sehingga manusia tidak bebas sepenuhnya.
Inilah yang menyebabkan Rasyid Ridha dikatakan percaya kepada qadha
dan qadar, tetapi tidak fatalism karena ia mengakui adanya hukum
kausalitas.46
d) Konsep Iman
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran bahwa kemunduran umat
Islam disebabkan keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah
menyimpang dari ajaran Islam.47 Oleh karena itu, upaya pembahasan yang
dilaksanakannya dititik beratkan kepada usaha untuk mengembalikan
keberagamaan ummat kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Pandangan
Rasyid Ridha mengenai keimanan didasarkan atas pembenaran hati (tasdiq)
bukan didasarkan atas pembenaran rasional.
Memberantas Bid'ah
Di antara bid'ah ialah pendapat bahwa dalam Islam terdapat ajaran
kekuatan batin yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala apa
yang dikehendakinya, sedang kebahagiaan di akhirat dan dunia diperoleh,
demikian Rasyid Ridha, melalui huum alam yang diciptakan Tuham. Satu
bid'ah lain yang mendapat tantangan keras dari Rasyid Ridha ialah ajaran
syekh-syekh tarekat tentang tidak pentingnya hidup duniawi, tentang
tawakal, dan tentang pujaan dan kepatuhan berlebihan-berlebihan pada
syekh dan wali.48
Umat harus dibawa kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya,
murni dari segala bid'ah yang mendatang itu. Islam murni itu sederhana
sekali, sederhana dalam ibadah dan sederhana dalam muamalatnya. Ibadah
44
Muhaimin, 38.
45
Muhaimin, 40-43.
46 TAFSIR AL-MANAR karya Muhammad Abduh dan M Rasyid Ridha, PUSTAKA
HIDAYAH, 42
47
Masalah iman dan kufur merupakan kontroversi yang muncul dalam pembahasan
yang bersifat teologis yang berawal dari persoalam politik yang bergeser menjadi persoalan
aqidah. Muhaimin, 43-45.
48
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2001), 63-64
15 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
kelihatan berat dan ruwet karena ke dalam hal-hal yang wajib dalam ibadat
telah ditambahkan hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya sunat.
Mengenai hal-hal yang sunat ini terdapat perbedaan paham dan timbullah
kekacauan. Dalam soal muamalat, hanya dasar-dasar yang diberikan, seperti
keadilan, persamaan, pemerintahan syura. Perinciap dan pelaksanaan dari
dasar-dasar ini diserahkan kepada umat untuk menentukannya. Hukum-
hukum fikih mengenai hidup kemasyarakatan, sungguhpun itu didasarkan
atas Alquran dan Hadis tidak boleh dianggap absolut dan tak dapat diubah.
Hukum-hukum itu timbul sesuai dengan suasana tempat dan zaman ia
timbul.49
49
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, 64.
50
Muhammad Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam, (Surabaya : al-Ikhlas, 1994), 86.
51
Anggota IKAPI, Diterjemahkan dari buku berbahasa Inggris, Faith and Power: The
Politics of Islam, karangan Edward Mortimer, (Bandung: Mizan, 1984), 230.
52
Albert Hourani, Pemikiran Liberal di Dunia Arab, (Bandung: Mizan, 2001), 367.
53
Makhnun Husein, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-masalah, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1994), h. 94
16 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
54
Kurnia Ilahi, 62.
17 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
dan wibawa umat, dan bukan untuk mengerahkan kepercayaan dengan paksa; dan (3) bagi
umat Islam tidak ada faham kebangsaan dan nasionalisme kecuali terhadap agama
mereka, oleh itu mereka semuanya bersaudara di mana perbezaan ras dan darah
keturunan tidak harus memisahkan kesatuan mereka, tidak juga perbezaan bahasa dan
kerajaan mereka.”
Semangat yang dipugar daripada pembacaan al-‘Urwa al-Wuthqa ini
terus menggilap karakter dan mengukuhkan daya perjuangan Ridha, yang
mengilhamkannya untuk berhijrah ke Mesir dan bergabung dengan al-
Afghani dan Abduh bagi melanjutkan perjuangan Pan-Islamisme: “Setelah beliau
[al-Afghani] meninggal, harapanku semakin tinggi untuk menemu wakilnya Shaykh
Muhammad Abduh untuk meraih ilmu dan pandangannya tentang reformasi Islam. Aku
menunggu sehingga terbukanya peluang pada bulan Rajab tahun 1315 (1897) dan itu
adalah sebaik saja aku menamatkan pengajian di Tripoli, memperoleh status ‘alim, dan
tauliah untuk mengajar secara bebas, daripada mentor-ku, Shaikh Husayn al-Jisr.
Kemudian itu aku lansung berhijrah ke Mesir dan melancarkan al-Manar untuk menyeru
kepada pembaharuan.”55
Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan yang dikehendaki oleh Rasyid Ridha adalah
bentuk kekhalifahan yang tidak absolut, khalifah hanya bersifat
koordinator, tidaklah mungkin menyatukan umat Islam ke dalam satu
sistem pemerintahan yang tunggal, karena khalifah hanya menciptakan
Hukum Perundang-undangan dan menjaga pelaksanaannya. Disamping itu
khalifah adalah seorang mujtahid sehingga ia dapat meretapkan prinsip-
prinsip ajaran Islam dan dengan bantuan para ulama mendorong umat maju
sesuai dengan tuntutan zaman.56
Rasyid Ridha menyadari pertentangan yang makin ada di antara
nasionalisme dan kesetiaan kepada persatuan Islam. Dan memecahkan
masalah tersebut dengan menyatakan bahwa kepentingan politik Arab
identik dengan kepentingan politik secara keseluruhan, adanya sebuah
negara Arab merdeka akan menghidupkan kembali bahasa dan hukum
Islam, apabila ada konflik, maka ia akan mengutamakan kewajiban agama
daripada kewajiban nasional. Oleh karena itu Ridha tidak mendukung ide-
ide nasionalisme yang dikembangkan oleh Mustafa Kamil dari Mesir dan
nasionalisme yang dikembangkan oleh Usman Amin, Rasyid Ridha tidak
setuju adanya nasionalismu.57
55
http://id.wikipedia.org/wiki/, Ensiklopedi Bebas
56
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah: Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan
Dalam Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998), 86.
57
Yusran Asmuni, 86.
18 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
58
Yusran Asmuni, 87.
59
Ris'an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, 82
60
http://sugengpriyanto.wordpress.com
61 Modernisasi Islam Dalam Pandangan Abduh, http://boby-ar88.blogspot.com
19 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
hal ini adalah persaingan dengan Barat yang notabene adalah Kristen,
menyebabkan sebagian besar umat Islam mengasingkan diri terhadap
kehidupan dunia. Mereka beranggapan bahwa dunia adalah sesuatu yang
harus dijauhi sebab dapat menyebabkan hati manusia jauh dari Allah Swt.
Maka kemudian muncullah praktik-praktik tasawuf yang sering kali
menjauh dari ajaran serta prinsip ajaran Islam yang sebenarnya. Keenggaan
untuk menguasai ilmu duniawi dengan berbagai aspeknya ini, menyebabkan
umat Islam jauh tertinggal.62
3. Kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi.
Islam menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Sebab akal
dapat membedakan antara baik dan yang buruk, antara yang bermanfaat dan
yang tidak bermanfaat. Islam adalah agama yang rasional, dan menggunakan
akal merupakan salah satu dari dasar-dasar Islam. Kebenaran yang dicapai
akal tidak bertentangan dengan kebenaran yang disampaikan oleh wahyu.63
Akan tetapi di masa Rasyid Ridha, ulama’ yang menjadi pilar pemikiran
Islam justru menutup pintu ijtihad, sehingga umat tidak mengalami
pencerahan.
Rasyid Ridha berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi
dengan kembali kepada prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad
dalam menghadapi realita modern, yaitu dengan membuka seluas-luasnya
cakrawala pemikiran kemudian menggunakan potensi intelektual dengan
semaksimal mungkin untuk menjawab problematika keumatan yang terjadi,
yang tentu tetap dengan merujuk pada al-Qur’an dan as-Sunnah as-Shahihah.64
Kesimpulan:
62
Dialektika Pemikiran Kaum Muda Muhamamdiyah, (AMM Yogyakarta, SM,
2012)
63
Dialektika Pemikiran Kaum Muda Muhamamdiyah, (AMM Yogyakarta, SM,
2012)
64 http://id.wikipedia.org/wiki/Rasyid_Ridha
20 | P E M I K I R A N R A S Y I D R I D H A
DAFTAR PUSTAKA