Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SKI

LAHIRNYA GERAKAN PEMBARUAN DALAM ISLAM


PARA TOKOH PEMBARUAN DALAM ISLAM

Nama: Fahrul Gunawan


Absen: 08
Kelas: XI IPA 2
Mapel: Sejarah Kebudayaan Islam
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembaruan islam mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan


hidup umat islam agar sejalan dengan semangat Al-Qu’an dan sunah Nabi Muhammad
saw. Sebagaimana dicontohkan ulama terdahulu.
Dalam hal ini, istilah pembaruan dengan modernisme. Istilah ini dalam
masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha mengubah paham-
paham, adat istiadat, institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana
baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Gagasan
ini muncul di Barat dengan tujuan menyeseuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam
agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan modern.
Karena konotasi dan perkembangan yang seperti itu, Harun Nasution keberatan
menggunakan istilah modernisasi islam dalam pengartian di atas. Revatilisasi menurut
paham ini, pembaruan adalah membangkitkan kembali islam yang murni sebagaimana
pernah di praktikkan Nabi Muhammad saw..
Para tokoh gerakan pembaruan dalam islam muncul karena banyak umat islam
yang telah melenceng dari jalur, yaitu Al-Qur’an dan sunah. Oleh karena itu, satu per satu
para tokoh gerakan pembaru ini mengajak umat islam untuk kembali kepada Allah Swt.
Dan Rasulullah saw..

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi para tokoh gerakan pembaruan?
2. Apa saja pemikiran tokoh gerakan pembaruan?

C. Tujuan
1. Agar mengetahui dan memahami biografi masing-masing tokoh gerakan pemabaruan.
2. Agar mengetahui dan memahami pemikiran dari tokoh gerakan pembaruan.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………. 1

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………..
2
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………
2
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………..
2
1.3 Tujuan Masalah…………………………………………………………………………..
2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..
3

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………
4
2.1 Biografi Gerakan Pembaruan………………………………………………………...
4
2.2 Pemikiran Tokoh Gerakan Pembaruan……………………………………………….
9

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………… 14


3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….
14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………
16
BAB II
PEMBAHASAN

Biografi Tokoh Gerakan Pembaruan dalam Islam

1. Muhammad Ali Pasha (1765-1849 M)


Muhammad Ali Pasha adalah tokoh pembaru islam keturunan Turki yang penting
di era modernisasi dunia islam abad 19 sampai abad 20 M. Ia lahir di Karwalla pada
bulan Januari tahun 1765 M dan meninggal di Mesir pada tahun 1849 M. Ayahnya
brnama Ibrahim Agha atau lebih dikenal dengan nama Ibrahim Pasha, seorang imigran
Turki kelahiran Yunani. Beliau mempunyai 17 orang putra dan salah satunya bernama
Muhammad Ali Pasha. Ibrahim Pasha bekerja sebagai kepala petugas (watchman) pada
sebuah kota di daerahnya.
Dalam pendidi
Beranjak dewasa. Muhammad Ali Pasha bekerja sebagai pemungut pajak yang
rajin dan ulat. Karena hal tersebutlah, ia di jadikan menantu kesayangan oleh seorang
Gubernur Utsmani setempat. Sejak saat itu pula pangkatnya semakin anik. Setelah itu, ia
masuk dinas militer. Muhammad Ali Pasha sangat menunjukkan kecakapan dan
kesanggupannya dalam menjalankan tugas. Akhirnya, ia di angkat menjadi seorang
perwira.
Saat pertama kali Muhammad Ali Pasha berada dan bertugas di Mesir, ia dapat
mudah menyesuaikan diri dengan masyarakatnya. Bahkan hampir setiap permasalah yang
datang kepadanya dapat diselesaikan dengan mudah. Hal tersebutlah yang membuat ia
dikenal sebagai perwira yang memiliki keluwesan dan mempunyai wawasan jauh ke
masa depan.
Ketika ia mulai menerapkan ide idenya, muncul pertentangan dari penduduk
Mesir terutama dari kaum ulama. Meski demikian, dengan kearifan nya dapat meredam
setiap reaksi atau pertentangan yang muncul. Dalam waktu singkat ia dapat mewujudkan
program pembaruan nya dalam berbagai bidang, seperti bidang militer, ekonomi,
Pendidikan, dan ilmu pengetahuan.
Di bidang militer, Muhammad Ali Pasha melakukan rekonstruksi terhadap
kekuatan militer. Ia yakin bahwa kekuasaan hanya dapat dipertahankan dan diperbesar
dengan kekuatan militer. Selain itu juga ia mengerti bahwa dibelakang kekuatan militer
itu harus ada kekuatan ekonomi yang sanggup membiayai pembaruan dalam bidang
militer dan bidang-bidang lain yang berhubungan dengan urusan militer.
Kemenangan pertempuran oleh Napoleon atas perebutan dan penguasaan Mesir
dalam waktu yang singkat telah membuka mata Muhammad Ali Pasha tentang lemahnya
kekuatan umat Islam. Untuk melawan Napoleon Bonaparte yang telah menguasai Mesir,
sultan Hamid III (1789-1807 M) mengumpullkan tentara yang salah seorang perwira nya
adalah Muhammad Ali Pasha.
Dalam pertempuran nya dengan tentara Perancis yang dipimpin oleh Napoleon
Bonaparte Muhammad Ali Pasha menunjukkan keberanian yang luar biasa. Akibatnya, ia
diangkat menjadi seorang kolonel. Peristiwa tersebut diakui oleh rakyat Mesir yang
ketika itu menyaksikan secara langsung keberanian dan kesuksesan yang diraih oleh
Muhammad Ali Pasha dengan mengalahkan Napoleon. Setelah itu, rakyat Mesir
mengangkat ia sebagai wali Mesir dan mengharapkan sultan di Turki dapat merestuinya.
Akhirnya pengakuan sultan Turki atas usul rakyat Mesir tersebut mendapatkan
persetujuan setelah dua tahun kemudian, tepatnya Turki dapat mematahkan intervensi
Inggris di Mesir.
Kepercayaan yang telah diberikan rakyat Mesir kepada Muhammad Ali Pasha
tidak disia-sia kan oleh nya dengan bukti bahwa ia mampu menumpas semua musuhnya,
pertama golongan Mamluk yang ketika itu masih berkuasa di daerah-daerah dan Mmluk
ditumpas habis olehnya. Dengan demikian Muhammad Ali Pasha menjadi penguasa
tunggal di Mesir.

2. Jamaluddin al Al-Afghani (1838-1897 M)


Jamaluddin al-Afghani dilahirkan pada tahun 1838 M di Asadha abad, Afganistan
dan meninggal dunia pada 9 Maret 1879 M di Istambul dalam usia 59 tahun. Jamaluddin
al- Afghani memiliki nama lengkap Muhammad Jamal al-Din bin Safdar yang
mempunyai Silsilah sampai al Husain bin Ali ra. Ayahnya bernama Sayyid safdar al-
Husainiyyah, berasal dari mazhab Hanafi. Ia berkebangsaan Afghanistan sehingga di
belakang namanya dicantumkan nisbah negeri tersebut “al-Afghani”. Ia dikenal sebagai
reformis dalam dunia Islam, sekaligus pejuang yang terus menerus mengobarkan api
semangat menegakkan “kalimatulhaq” kepada siapa pun termasuk penguasa yang zalim.
Jamaluddin al-Afghani belajar pendidikan agama sejak kecil. Pada usia 12 tahun
Jamaluddin al-Afghani telah menghafal Al-Quran. Setelah remaja, ia belajar filsafat,
hukum, sejarah, Tasawuf, kedokteran, astronomi, matematika, dan metafisika. Ia mahir
dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Arab, Persia, Rusia, Turki, Inggris, dan Prancis. Ia
juga dikenal sebagai orang yang menghabiskan hidupnya demi kemajuan Islam.
Jamaluddin al-Afghani bersama keluarganya pernah meninggalkan kota
kelahirannya dan menetap di Taheran untuk menuntut ilmu pada seorang alim Syiah,
yaitu Aqashid Shadiq. Kemudian ia belajar ke an-Najaf di Irak, pusat perguruan Syiah,
dan selama beberapa tahun menjadi murid seorang sarjana syiah yang bernama Murthada
al Anshori. Jamaluddin al-Afghani adalah seorang yang sangat cerdas, jauh melampui
remaja-remaja seusia nya. Setelah menguasai berbagai disiplin ilmu, ia berkelana ke
India. Kemampuan nya berbicara dan pengetahuannya yang dalam membuatnya
memukau banyak orang. Ia orator yang tangguh mendorong rakyat India untuk bangkit
melawan kekuasaan Inggris. Hasilnya, pada tahun 1857 M muncul kesadaran baru di
kalangan pribumi India dalam melawan penjajah.
Jamaluddin al-Afghani tidak hanya pandai dalam berbicara. Didorong dengan
keyakinannya, yang menjelajahi ke berbagai negara. Dari India, Jamaluddin al-Afghani
melanjutkan perjalanan nya ke Mekah untuk melakukan ibadah Haji. Pada usia 22 tahun
ia telah menjadi pembantu pangeran Muhammad Khan di Afganistan. tahun 1864 M, ia
menjadi penasihat Sher Ali Khan. beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad
‘Azam Khan menjadi perdana menteri. Karena adanya campur tangan Inggris dan
kekalahan nya atas golongan yang di Sokong Inggris, Jamaluddin al-Afghani akhirnya
meninggalkan kabul ke Mekah. Ia tidak diperkenankan berpergian melalui jalan darat
serta tidak diperkenankan bertemu pemimpin pemimpin India. Melalui jalan laut,
Jamaluddin melanjutkan perjalanannya ke Kairo dan menetap untuk beberapa waktu di
sana.
Jamaluddin al-Afghani pernah menetap di Mesir dari tahun 1871-1879 M dengan
bantuan Riyad Pasha. di Mesir ia mengajar universitas al-Azhar dan memperkenalkan
penafsiran filsafat Kalam.Pada tahun 1870 kondisi Mesir mengalami krisis politik dan
keuangan. Kemudian Jamaluddin mendorong para pengikutnya untuk menerbitkan surat
kabar politik. Dalam hal ini ia banyak memberikan ceramah sekaligus menjadi aktivitas
politik sebagai pemimpin gerakan bawah tanah. Pada pengikutnya, antara lain
Muhammad Abduh, Abdullah Nadim, Sa’ad Zaghlul, dan Ya’kub Sannu. Akhirnya,
Jamaluddin berhasil menggulingkan raja Mesir Khedewi Ismail, namun ia diusir oleh
penguasa baru. Jamaluddin al-Afghani pergi ke Paris bersama muridnya yang bernama
Muhammad Abduh dan di sana ia menerbitkan majalah al-‘Urwah al Wutsqa.
Jamaluddin al-Afghani masih terus melakukan jihad dalam bidang nya, yaitu
pembaruan pemikiran, kebangkitan Islam, menghadapi imperialisme, dan memecah
belenggu otoriterianisme sampai Jamaluddin meninggal. Salah satu muridnya,
Muhammad Abduh orang yang tahu tentang Jamaluddin al-Afghani. Kemudian menulis
sebuah buku tentang riwayat dan geografi Jamaluddin al-Afghani.
Perjuangan dan Pengembaraan Jamaluddin al-Afghani berhenti sampai
menghembuskan nafas terakhir nya pada tahun 1897 M. Ia dimakamkan di Nishanta di
Istanbul, pada tahun 1945 M, jenazahnya dipindahkan ke Afghanistan dan dimakamkan
berdekatan dengan Asadabad abad di Kabul.
Secara garis besar, kehidupan Jamaluddin al-Afghani dimulai dengan pendidikan
pertamanya di kampung halamannya, kemudian ia melanjutkan di Kabul dan Iran. Dalam
mempelajari ilmu pengetahuan ia tidak hanya mempelajari ilmu agama, tetapi ilmu
umum juga ia pelajari. Ketika di Kabul ia mempelajari berbagai ilmu keislaman selain
ilmu filsafat dan Eksakta. Ia pernah tinggal di India selama lebih dari satu tahun. Di India
ia mendapatkan ilmu yang lebih modern. Setelah ke India ia pergi ke Mekah pada tahun
1857 M untuk menunaikan ibadah Haji. pada tahun 1883 M Jamaluddin al-Afghani
berada di Paris dan mendirikan suatu Perkumpulan yang diberi nama Al-‘Urwah Al-
Wutsqa (ikatan yang kuat), Anggotanya terdiri atas orang orang Islam yang berasal dari
India, Mesir, Suriah, Afrika utara, dan lain lain. Tujuan dari Perkumpulan tersebut ialah
memperkuat rasa Persaudaraan Islam, membela Islam, dan membawa umat Islam kepada
kemajuan. Untuk memajukan ide idenya, Jamaluddin dan Muhammad Abduh
menerbitkan majalah yang diberi nama Al-‘Urwah Al-Wutsqa, majalah ini tidak bertahan
lama hanya delapan bulan karena bangsa barat melarang pengedaran majalah tersebut di
negara Islam. Karena masalah ini dapat menimbulkan semangat dan mempersatukan
umat Islam.

3. Muhammad Abduh (1849-1905 M)


Muhammad Abduh merupakan tokoh pembaru Islam yang lahir pada akhir masa
kekuasaan Muhammad Ali tahun 1805-1849 M. Muhammad Abduh terlahir di Desa
Mahallat Nashr dekat delta Sungai Nil, Provinsi Gharbiyah di Mesir Hilir pada tahun
1265 H/1849 M dan wafat pada tahun 1905 M yang dimakamkan di Iskandariah., Mesir.
Nama lengkap Muhammad Abduh adalah Muhammad Abduh bin Hasan Khairullah.
Ayahnya bernama Abduh Hassan Khairullah yang memiliki silsilah keturunan dari
bangsa Turki. Ibunya bernama Junaidah Uthman yang mempunyai garis keturunan
dengan Umar bin Khattab, khalifah kedua (Khulafaurrasyidin). Kedua orang tua tinggal
di desa Mahallat Nashr setelah berpindah-pindah ke berbagai tempat.
Muhammad Abduh Ketika kecil mendapatkan Pendidikan agama dari orang
tuanya. Ayahnya menagjarkan Abduh baca tulis dan menghafal Al-Qur’an. Berkat
kecerdasan ayahnya dalam pengajaran, Abduh mampu menghafalkan semua isi Al-
Qur’an dalam jangka waktu kurang dari tiga tahun mempelajari Al-Qur’an.
Pada usia 14 tahun, Abduh kemudian dikirim untuk belajar ke Thanta, yaitu
sebuah Lembaga Pendidikan Masjid Al-Ahmad, milik Al-Azhar. Ditempat ini Abduh
mempelajari Bahasa arab, al-Qur’an, dan fikih. Dalam jangka waktu 2 tahun belajar
ditempat tersebut, Abduh sudah merasa bosan. Hal ini karena system pendidikannya
menurut Abduh hanya mengandalkan hafalan dan tidak memberi kebebasan para
muridnya untuk mengembangkan pikirannya. Sehingga Abduh pun mengundurkan diri
dan pulang ke Mahallat Nashr.
Abduh pun menikah pada tahun 1866 M yang Ketika itu berusia 17 tahun. Tapi,
ayahnya tak rela jika Abduh berhenti menuntut ilmu. Sehingga 40 hari setelah menikah,
Abduh diminta oleh ayahnya untuk kembali ke Thanta untuk melanjutkan menuntut ilmu.
Namun, Abduh tak langsung ke Thanta, melainkan mampir terlbeih dahulu ke rumah
pamannya yang bernama Syekh Darwisi Khadr. Syekh Darwisi merupakan seorang
pengikut tarekat as-Syadziliah, kemudian mengajarkan ilmu tawasuf yang dapay
membimbing dan mengantarkan Abduh menuju kehidupan Sufi. Setelah beberapa bulan
belajar kepada pamannya, Abduh melanjutkan menuntut ilmu di Masjid Al-Ahmad.
Tak lebih dari 3 bulan berselang menuntut ilmu, Abduh meninggalkan Thanta dan
melanjutkan pendidikannya di Al-Azhar, Kairo. Di tempat ini pun Abduh kembali
kecewa karena metode pembelajarannya sama dengan yang Abduh dapatkan di Thanta.
Kemudia Abduh mencari guru di luar Al-Azhar dan dari sinilah Abduh belajar ilmu-ilmu
nonagama yang tidak Abduh dapatkan dari Al-Azhar. Ilmu-ilmu tersebut, antara lain
filsafat, matematika, dan logika. Guru yang mengajarkan ilmu-ilmu tersebut kepada
Abduh, yaitu Syekh Hasan at-Tawil. Walaupun belajar di luar Al-Azhar, Abduh tetap
menamatkan kuliahnya pada tahun 1877 dengan hasil yang baik.
Pada tahun 1869 M, datanglah ke Mesir seorang alim besar, yaitu Jamaluddin Al-
Afghani yang terkenal dalam dunisa islam sebagai mujahid (pejuang), mujaddid
(pembaru, reformer), dan ulama yang sangat alim. Ketika itu Abduh masih menjadi
mahasiswa di perguruan tinggi Al-Azhar. Abduh bertemu Jamaluddin Al-Afghani untuk
pertama kalinya, Ketika Abduh datang ke rumah Jamaluddin A-Afghani Bersama Syekh
Hasan at-Tawil. Dalam pertemuan itu, mereka berdiskusi mengenai ilmu tasawuf dan
tafsir.
Sejak saat itulah Abduh mulai tertarik kepada Jamaluddin Al-Afghani karena
ilmunya yang dalam serta cara berpikirnya yang modern. Hal ini yang membuat Abdun
benar-benar mengaguminya dan selalu berada di sampingnya sambil belajar juga di A-
Azhar.Selain-itu, Abduh juga banyak mengajak mahasiswa A-Azhar lainnya untuk
belajar kepada Jamaluddin Al-Afghani.
Pertemuan tersebut tidak hanya mendiskusikan mengenai ilmu-ilmu agama saja,
namun mereka juga belajar kepada Jamaluddin Al-Afghani mengenai pengetahuan-
pengetahuan modern, filsafat, sejarah, hukum dan ketatanegaraan, dan lain-lain.
Jamaluddin Al-Afghani memberikan suatu hal yang istimewa berupa semangat berbakti
kepada masyarakat dan berjihad memutus rantai-rantai kekolotan dan cara-cara berpikir
yang fanatik dan merombaknya dengan berpikir yang lebih maju.
Pemikiran Jamaluddin A-Afghani tersebut berkembang dengan pesat di Mesir,
terutama di kalangan mahasiswa-mahasiswa, Al-Azhar yang dipelopori oleh Abduh.
Karena Abduh telah memiliki cara berpikir yang lebih maju, banyak membaca buku
filsafat, banyak mempelajari perkembangan jalan pikiran kaum rasional Islam
(mu'tazilah), sehingga guru-guru Al-Azhar pernah menuduhnya sebagai orang yang telah
meninggalkan Madzhab Asy'ary.
Setelah Abduh menamatkan kuliahnya pada tahun 1877 M, atas usaha Perdana
Menteri Mesir Riyad Pasya, ia diangkat menjadi dosen pada Al-Azhar. Di dalam
memangku jabatannya itu, ia terus mengadakan perubahan-perubahan yang radikal sesuai
dengan cita-citanya, yaitu memasukkan udara baru yang segar ke dalam perguruan-
perguruan tinggi lslam itu, menghidupkan Islam dengan metode-metode baru sesuai
dengan kemajuan zaman, mengembangkan kesastraan Arab sehingga menjadi Bahasa
yang hidup dan kaya raya, serta melenyapkan cara-cara lama yang kolot dan fanatik.
Selain itu, ia juga mengkritik politik pemerintahan pada umumnya, terutama sekali pada
politik pengajarannya, yang menyebabkan para mahasiswa Mesir tidak mempunyai roh
kebangsaan yang hidup. Sehingga rela dipermainkan oleh politik penjajahan asing.
Selama kurang lebih dua tahun Abduh melaksanakan tugasnya sebagai dosen dengan
cita-cita yang murni dan semangat yang penuh. Kemudian pada tahun 1879, pemerintah
Mesir berganti dengan lebih kolot dan reaksioner, yaitu keturunannya Khadevi Ismail
bernama Taufiq Pasya yang merupakan putranya. Pemerintahan baru ini segera memecat
Abduh dari jabatannya dan mengusir Jamaluddin Al-Afghani dari Mesir.
Pada tahun berikutnya Abduh diberi tugas oleh pemerintahan untuk kembali
menjadi pemimpin majalah AI-Waka'l al-Mishriyah dan' sebagai pembantunya diangkat
Sa'ad Zaglul Pasya, yang nantinya akan menjadi pemimpin Mesir termasyhur. Dengan
majalah ini Abduh mendapat kesempatan yang lebih luas lagi untuk menyampaikan isi
hatinya, serta dapat menulis artikel-artikel hangat dan tinggi nilainya tentang ilmu-ilmu
agama, filsafat, kesustraan dan lain-lain. la mendapatkan kesempatan untuk mengkritik
pemerintahan tentang nasib rakyat, pendidikan, dan pengajaran di Mesir.
Pada tahun 1882 M di Mesir terjadi suatu pemberontakan, dimana perwira-
perwira tinggi yang tadinya dipercaya setia kepada pemerintahan, malah ikut serta
memimpin pemberontakan. Pemberontakan itu didahului oleh suatu gerakan yang
dipimpin oleh Uraby Pasya, di mana Abduh diangkatnya menjadi penasihat. Setelah
pemberontakan dapat dipadamkan, Abduh dibuang keluar negeri dan ia memilih Syiria
(Beirut). Di sinilah ia mendapatkan kesempatan mengajar pada perguruan tinggi
Sulthaniyah, kurang lebih satu tahun lamanya. Pada permulaan tahun 1884 M ia pergi ke
Paris atas panggilan Jamaluddin Al-Afghani, yang waktu itu telah berada di sana.

4. Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M)


Muhammad Rasyid Ridha memiliki nama lengkap Muhammad Rasyid bin Ali
Ridha bin Muhammad Syam Al-Din A-Qalamuny. la merupakan seorang tokoh pembaru
di dunia Islam þada masa modern yang lahir pada tanggal 27 Jumadil ula tahun 1282
H/1865 M. la lahir di Desa Qalamun Libanon yang letaknya sekitar 4 km dari Tripoli
(Suria). Rasyid Ridha merupakan seorang bangsawan Arab yang mempunyai garis
keturunan langsung dari Husain, putra Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah putri
Rasulullah saw.
Rasyid Ridha menuntut imu dari ayahnya yang seorang ulama dan penganut
tareka Syadzilliah, serta kepada beberapa guru. Saat kecil Rasyid Ridha dimasukkan oleh
orang tuanya ke madrasah tradisional di Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan
mengenal huruf serta membaca Al-Qur'an. Setelah tamat sekolah di madrasah tradisional,
pada tahun 1882 M Rasyid Ridha dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pelajaran
ke Al-Madrasah A-Wataniah A-lslamiah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli, Libanon.
Ketika belajar di sekolah tersebut, Rasyid Ridha diajarkan pelajaran nahwu,
sharaf, akidah. fikih, ilmu hitung, dan ilmu bumi. Di madrasah tersebut juga diajarkan
mata pelajaran bahasa Arab, bahasa Turki dan bahasa Prancis, termasuk pengetahuan
agama dan modern. Mereka yang belajar disana dididik dan dipersiapkan untuk meniadi
pegawai-pegawai pemerintah.
Rasyid Ridha belajar di sekolah tersebut tidaklah lama karena Sekolah Nasional
Islam yang didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr ini tidak memiliki dukungan dari
Kerajaan Utsmani. Setelah itu, Rasyid Ridha pun meninggalkan bangku Pendidikan
tersebut dengan pindah ke sekolah agama lain yang ada di Tripoli. Walaupun demikian,
hubungan Rasyid Ridha dengan Al-Syaikh Husain Al-Jisr yang beraliran modern itu
selalu tetap terjaga dengan baik. Karena hibungan baik tersebutlah, Rasyid Ridha lebih
jauh berkelana dengan ide-ide pembaruan dikarenakan Al-Syaikh Husain Al-Jisr selalu
memompa semangat muda Rasyid Ridha yang memang sangat meminati alur pemikiran
modern.
Pada bulan Januari tahun 1898 M Rasyid Ridha pindah ke Mesir untuk
memperdalam pengetahuan, sekaligus menggali langsung inti gerakan-gerakan
pembaruan di Mesir. Berbeda dengan keadaan mahasiwa Al-Azhar lainnya yang pada
umumnya lebih banyak patuh d bidang keilmuwan, sedangkan Rsyid Ridha mempunyai
jiwa yang kritis dan suka mengadakan perbincangan yang mendalam terdapat suatu
bidang ilmu. Hal ini secara ridak langsung merupakan pengaruh dari pemikiran
Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Bagi Rasyid Ridha jelas bahwa sikap
kritis intelektual perlu seklai dipupuk secara dini.
Ketika Rasyid Ridha di Mesir, ia selalu menyempatkan diri bertemu Muhammad
Abduh. Pertemuan ini dijadikan waktu yang penting bagi Rasyid Ridha untuk mem
-perdalam pengetahuannya dalam pembaruan Islam. Sebulan setelah bertemu
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha menyampaikan keinginannya untuk menerbitkan
majalah yang nantinya diberi nama Al-Manar. Tujuan Rasyid Ridha dalam menerbitkan
majalah Al-Manar untuk mengadakan pembaruan melalui media cetak yang di dalamnya
berisikan bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas takhayul dan paham-paham
bid'ah yang masuk ke dalam kalangan umat Islam. Serta menghilangkan paham fatalism
paham-paham salah yang dibawa oleh tarekat tasawuf), meningkatkan mutu Pendidikan,
dan membela umat Islam terhadap permainan politik negara Barat.
Pada mulanya Muhammad Abduh tidak menyetujui gagasan ini, dikarenakan pada
saat itu di Mesir sudah cukup banyak media massa, apalagi persoalan yang akan diolah
diduga kurang menarik perhatian umum. Namun Rasyid Ridha menyatakan tekadnya
walaupun harus menanggung kerugian material selama satu sampai dua tahun setelah
penerbitan itu. Akhirnya Muhammad Abduh merestui dan memilih nama Al-Manar dari
sekian banyak nama yang diusulkan oleh Rasyid Ridha. Kemudian majalah Al-Manar
erbit untuk pertama kalinya pada tanggal 22 Syawal 1315 H/17 Maret 1898 M.
Sewaktu masih di tanah airnya, Rasyid Ridha pernah memasuki lapangan politik
dan setelah pindah ke Mesir ia ingin meneruskan kegiatan politiknya. Namun, atas
nasihat Muhammad Abduh, ia menjauhi lapangan politik. Setelah Muhammad Abduh
meninggal dunia, barulah ia kembali ke ranah politik dan memulai menulis dan membuat
karangan- karangan yang menentang pemerintah absolut Kerajaan Utsmani. Kritik
terhadap para imperium terutama Inggris dan Prancis yang saat itu ingin membagi-bagi
dunia Arab dibawah kekuasaan mereka masing-masing.
Untuk menggagalkan politik Inggris dan Prancis itu, ia mengunjungi beberapa
negara Arab guna menjelaskan bahaya politik kerajaan Arab dengan Inggris dan Prancis
dalam usaha mereka menjatuhkan Kerajaan Utsmani. Selanjutnya ia turut memainkan
peranan dalam kongres Suria dan perundingan Arab dengan Inggris.
Rasyid Ridha juga dapat disebut sebagai seorang aktivis politik. Pada tahun 1920
M, ia pernah menjabat sebagai ketua Presiden Kongres. Pada tahun 1921 M, menjadi
anggota delegasi Suria-Palestina di Jenewa. Ia juga menjadi anggota Komite Politik
Mesir di Kairo selama masa pemberontakan Suria tahun 1925–1926 M dan menghadiri
Konferensi Islam di Makkah tahun 1926 M. Pada masa tuanya, walaupun kesehatannya
selalu mengalami gangguan, ia tidak mau tinggal diam. la selalu dan masih aktif dalam
menjalankan kegiatannya. Akhirnya Rasyid Ridha meninggal dunia di bulan Agustus
1935 M. setelah kembali dari mengantarkan Pangeran Su'ud ke kapal di Suez.

5. Muhammad Iqbal (1877-1938 M)


Muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh abad 20 yang menjadi kebanggaan
dunia Islam. Pemikiran dan perjuangannya telah memberikan sumbangan besar bagi
dunia Islam secara internasional. Ia dikenal sebagai seorang pejuang, pemikir, ahli
hukum, reformis, politikus, ahli kebudayaan, dan penyair. Muhammad Iqbal mendapat
julukan The Founding Father of Pakistan yang berarti Bapak Pendiri Pakistan.
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India tanggal 9 November 1877 M dan
meninggal di Lahore, Pakistan 21 April 1938 M. Ia berasal dari keluarga kasta Brahmana
Kashmir yang telah masuk Islam sekitar tiga abad sebelumnya. Muhammad Iqbal
dibimbing ayahnya sendiri yang bernama Nur Muhammad untuk menghafalkan Al-
Qur'an.
Muhammad Iqbal merupakan seorang Muslim pertama di anak Benua India yang
sempat mendalami pemikiran Barat modern dan mempunyai latar belakang Pendidikan
yang bercorak tradisional Islam. Kedua hal ini muncul dari karya utamanya di tahun 1930
M yang berjudul The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Pembangunan
Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam). Melalui penggunaan istilah reconstruction,
ia mengungkapkan kembali pemikiran keagamaan Islam dalam bahasa modern untuk
dikonsumsi generasi baru Muslim yang telah berkenalan dengan perkembangan mutakhir
ilmu pengetahuan dan filsafat Barat abad ke-20.
Muhammad Iqbal menyelesaikan Pendidikan dasar dan menengahnya di Sialkot.
Ia belajar di Scottish Mission School, Sialkot, di bawah bimbingan Mir Hasan, seorang
guru yang ahli sastra Arab dan Persia. Setelah menyelesaikan Pendidikan menengah
dengan prestasi yang mengagumkan, Muhammad Iqbal mendapatkan beasiswa untuk
melanjutkan pendidikannya ke Government College, di Lahore. Di sini ia lulus dan
mendapat gelar Master of Arts (MA). Di kota Lahore, ia berkenalan dengan Thomas
Arnold, seorang orientalis yang memotivasi Muhammad Iqbal untuk meneruskan belajar
ke Eropa. Setelah selesai menempuh Pendidikan di Lahora. Muhammad Iqbal pun
diangkat menjadi staf dosen di Government College.
Muhammad Iqbal mengajar di Government College dalam waktu yang sangat
singkat. Pada tahun 1905 M di atas saran dan dorongan Thomas Arnold, Muhammad
Iqbal berangkat ke Eropa untuk melanjutkan studi di Trinity College, Unuversitas
Cambridge, London. Di London, Muhammad Iqbal juga mengikuti kursus advokasi di
Licoln Inn. Di lembaga tersebut ia banyak belajar dari James Wird dan James McTaggart,
ilmuwan bermazhab neohegelian.

Pemikiran Tokoh Gerakan Pembaruan

1. Muhammad Ali Pasha


Muhammad Ali Pasha mulai melakukan pembaruan Islam di Mesir pada tahun
1765–1848 M. Sejak menguasai Mesir, Muhammad Ali Pasha telah melakukan berbagai
pembaruan, baik di bidang politik, militer, ekonomi, pemerintahan, maupun pendidikan.
Pembaruan ini dipengaruhi oleh proses transformasi serta kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, baik dalam kehidupan sosial maupun perkembangan intelektual yang lahir
dari sebuah gerakan yang bertujuan untuk mengubah kondisi ke arah yang lebih baik.
Kemajuan di bidang teknologi militer menurut Ali Pasha adalah kunci utama
men-ciptakan langgengnya kekuasaan adalah mengubah sistem militer. Kemudian Ali
Pasha mengundang seorang kolonel Prancis bernama Seve, yang telah memeluk Islam
dan mengganti namanya menjadi Sulaiman Pasha. Ia ditugaskan untuk melatih dan
memodernisasi angkatan bersenjata di Mesir. Kemajuan di bidang ekonomi juga sangat
diperhatikan oleh Muhammad Ali Pasha. Ia ingin memajukan sistem ekonomi menjadi
baik maka ia mempelajari ilmu ekonomi yang telah berkembang di Eropa.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, Muhammad Ali Pasha mendirikan beberapa
sekolah modern seperti Kementerian Pendidikan (1815 M), Sekolah Militer (1815 M)
yang didirikan untuk memperkuat kekuasaannya di Mesir, Sekolah Teknik (1816 M)
yang didirikan agar rakyat Mesir dapat memproduksi persenjataan dan memiliki keahlian
dalam bertempur, Sekolah Kedokteran (1827 M), Sekolah Apoteker (1829M), Sekolah
Pertambangan (1834 M), pertanian (1836 M), dan sekolah penerjemahan (1836 M).
Berbagai Lembaga pendidikan tersebut didirikan untuk memajukan rakyat Mesir. Adapun
untuk tenaga pengajarnya, Muhammad Ali Pasha mengambil guru dari Eropa terutama
Prancis, Inggris, dan Italia. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan Barat, Muhammad Ali
Pasha mengirimkan beberapa pelajar ke luar negeri.
Selain itu dalam bidang administrasi dan birokrasi, Muhammad Ali Pasha
mengelompokkan masyarakat dalam suatu pola yang meliputi budaya, tipe, dan
organisasi. Dalam bidang pertanian, Muhammad Ali Pasha menyuplai para petani dengan
bibit-bibit tanaman, alat-alat pertanian, serta pupuk untuk dikembangkan oleh para
petani. Adapun pabrik yang berhasil didirikan oleh Ali Pasha, antara lain pabrik besi,
pabrik gula, pabrik kertas, pabrik sabun, dan pabrik kaca.
Kesimpulannya adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada akhirnya
akan merasuki kehidupan keagamaan yang terimplementasikan dalam bentuk
sekularisasi. Dalam hal ini, sekularisasi mengarah pada pelaksana antara kenegaraan dan
pemerintahan. Masuknya pembaruan dalam bidang keagamaan ini, mulanya terjadi di
negara Barat, yaitu terjadinya renaissance yang kemudian diperkuat dengan adanya
Revolusi Industri pada tahun 1789 M. Pembaruan tersebut bertujuan untuk menyesuaikan
ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama dengan ilmu pengetahuan dan filsafat modern.
Implikasi dari proses tersebut di negara-negara Barat adalah dilakukannya praktik
sekularisasi, yang ditandai dengan dicabutnya penguasa keagamaan dari keterlibatannya
dalam wilayah pemerintahan.
Tegasnya, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap kehidupan umat Islam. Ini, terjadi pada abad ke 19 M, tepatnya
Ketika terjadi persinggungan kekuasaan antara pemerintahan Islam dan negara-negara
Barat. Ini terjadi karena adanya perubahan corak serta taraf berpikir umat Islam yang
cenderung dogmatis, menuju pada arah berpikir yang rasional serta inovatif.

2. Jamaluddin al-Afghani (1838-1897 M)


Jamaluddin Al-Afghani merupakan seseorang yang memiliki pengamatan yang
tajam dan kritis. Hal itu membuatnya dapat mengamati dan menganalisis situasi dunia
islam yang lemah secara politik dan militer. Analisis-analisis politik yang ditulis
Jamaluddin Al-Afghani dipublikasi, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Eropa.
Kemudian ia memublikasikan karya dan tulisan-tulisannya dalam majalah mingguan
berbahasa Arab yang ia terbitkan bersama muridnya dan sahabatnya Muhammad Abduh,
yaitu Al-'Urwah Al-Wutsga. Pemberian nama ini terinspirasi dari Surah al-Baqarah ayat
256. Melalui majalah mingguan inilah Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh
menyuarakan perlawanan terhadap imperialisme Barat, khususnya Inggris. Majalah
Mingguan Al-'Urwah Allyutsqa memajukan misi persatuan menanamkan ajaran Islam
demi kesejahteraan seluruh manusia. Selain tema keagamaan, pemikiran politik Majalah
Al-'Urwah Al-Wutsqa beredar menggunakan jalur organisasi kaum terpelajar yang
meliputi Mesir, Iran, Afghanistan, Turki, dan India. Surat kabar Islam modernis
pertamamini juga dibaca oleh masyarakat di London. Di ibu kota Inggris, Al-'Urwah Al-
Wutsqa begitu populer sehingga sebuah penerbit lokal terinspirasi untuk menerbitkan
surat kabar sejenisnya. Jamaluddin Al-Afghani sempat diajak oleh sebuah penerbit di
London untuk menerbitkan majalah bulanan Dliyaul Khaifain. Karena menerbitkan
majalah mingguan dengan mengandalkan idealisme dan berperan sebagai organ
perjuangan politik Islam, Al-'Urwah Al-Wutsqa tidak mampu bertahan setelah
Jamaluddin Al-Afghani meninggal dunia (5 Syawal 1314 H/9 Maret 1897 M).
Al-'Urwah Al-Wutsqa mempunyai pengaruh yang luas di kalangan bangsa-bangsa
beragama Islam. Penerbitan majalah Al-'Urwah Al-Wutsqa sampai ke sebagian besar
muslim, terutama Mesir dan India, selain itu untuk mengumpulkan para ulama pembaru
dan para mujahidin. Organisasi ini merupakan hal yang penting bagi nasionalisme Islam
dan kebangkitan peradaban Islam.
Jamaluddin Al-Afghani membangkitkan hasrat mereka untuk merdeka
mengilhami mereka dengan patriotisme, menghidupkan kembali semangat mereka untuk
berjuang melawan kaum penjajah, dan memperkuat kualitas moral perjuangan mereka.
Untuk memberikan suatu ilustrasi tentang semangat moral dan patriotisme perjuangan
yang dilakukan oleh majalah Al-'Urwah Al-Wutsqa. Berikut ini ada dua kutipan dalam
menyuarakan pentingnya pembelaan negara bagi suatu bangsa, Al-'Urwah Al-Wutsqa
menyatakan bahwa mempertahankan tanah air merupakan hukum alam dan prinsip hidup
yang terikat oleh tuntutan-tuntutan yang diciptakan oleh alam melalui insting makan dan
minum. Tak seorang pun yang patut dicela karena mematuhi insting semacam ini.
Selanjutnya, Al-'Urwah Al-Wutsqa sangat mencela dan mengecam segala bentuk
pengkhianatan yang dilakukan kaum pengkhianatan kepada tanah airnya. Al-'Urwah Al-
Wutsqa menegaskan bahwa yang dinamakan pengkhianatan adalah orang yang
mengizinkan musuh-musuh Islam menancapkan kekuasaannya di atas wilayah tanah
airnya.
Beberapa pemikiran yang pernah dikeluarkan oleh Jamaluddin al-Afghani sebagai
berikut.
a. Islam adalah agama yang sesuai dengan segala keadaan dan waktu. Islam
mengajarkan dinamika dalam berpikir dan berperilaku sesuai ajaran Islam.
b. Islam bukanlah agama yang mengajarkan paham fatalis dan statis.
c. Qada dan qadar Allah Swt. merupakan sesuatu yang terjadi sebab musabab, bukan
semata-mata langsung dari Tuhan. Artinya, manusia bisa menentukan takdirnya
sendiri melalui usaha yang maksimal.
d. Lemahnya persaudaraan di kalangan umat Islam sebagai penyebab kemunduran
Islam. Rasa persaudaraan di kalangan rakyat biasa sampai raja tidak ada lagi sehingga
umat Islam lemah tidak memiliki kekuatan untuk maju bersama.
e. Sistem pemerintahan autokrasi harus diganti dengan demokrasi yang berdasarkan
musyawarah.
f. Umat Islam di setiap negara harus membangun semangat nasionalisme dan
internasionalisme agar dapat bersatu. Islam dapat berkembang dan maju karena
adanya persatuan antarsesama umat Islam.

Jamaluddin al-Afghani merupakan pengarang buku yang termasyhur. Beberapa


buku karangannya sebagai berikut.
a. Babma Ya’ulu Illahi Amr al-Muslimin, membahas tentang sesuatu yang
melemahkan orang-orang Islam.
b. Makidah asy-Syarkiyah, membahas tentang tipu muslihat orientalis.
c. Risalah fi ar-Radd 'Ala al-Masihiyyin, membahas tentang risalah untuk menjawab
golongan Kristen.
d. Diya al-Khafiqain, cahaya dari penjuru yang isinya mengecam pemerintah Iran
yang lalim.
e. Haqiqah al-Insan wa Haqiqah al-Watan, membahas tentang hakikat manusia dan
hakikat tanah air.
f. Ar-Radd 'Ala al-Dahriyin, membahas tentang tangkisan terhadap kaum materialis
(komunis)

3. Muhammad Abduh (1849-1905 M)


Pembaruan yang pertama kali dilakukan oleh Muhammad Abduh ketika ia
mengusulkan perubahan terhadap Al-Azhar. Muhammad Abduh yakin apabila Al-Azhar
diperbaiki, kondisi kaum muslimin akan membaik. Dalam pandangan Muhammad Abduh
Al-Azhar sudah saatnya untuk berbenah. Hal yang perlu diperbaiki, terutama dalam
masalah administrasi dan pendidikan di dalamnya. Termasuk perluasan kurikulum dan
mencakup ilmu-ilmu modern. Sehingga Al-Azhar dapat berdiri sejajar dengan
universitas- universitas lain serta menjadi mercusuar dan pelita bagi kaum muslimin
zaman modern.
Selanjutnya bersama Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh menerbitkan
majalah Al-'Urwah Al-Wutsqa. Majalah tersebut berisi tentang gerakan-gerakan yang
memberikan semangat dalam rangka membangkitkan Islam untuk melawan bangsa Barat.
Namun, majalah ini tidak lama beredar. Hal ini disebabkan pemerintah Barat melarang
majalah ini masuk ke daerah-daerah yang dikuasainya. Setelah penerbitannya dihentikan,
Muhammad Abduh pergi ke Tunis, kemudian kembali ke Beirut. Di sinilah Muhammad
Abduh menyelesaikan karyanya yang berjudul Risalah at-Tauhid dan menulis beberapa
buku. Berikut beberapa buku karya Muhammad Abduh.
a. Risalah at-Tauhid (risalah tauhid).
b. Al-Islam wan Nashraniyah Ma'al 'Ilmi Madaniyah (Islam dan Nasrani bersama
ilmu-ilmu peradaban).
c. Durus min Al-Qur'an (berbagai pelajaran dari Al-Qur'an).
d. Tafsir al-Manar yang belum selesai, kemudian diselesaikan oleh muridnya, yakni
Rasyid Ridha.

Adapun beberapa pemikiran Muhammad Abduh dalam berbagai bidang sebagai berikut

a. Bidang Agama
1. Penghapusan paham jumud, yaitu paham yang berpendapat bahwa dalam ajaran
Islam tidak perlu diadakan perubahan-perubahan lagi sebab ajaran tersebut sudah
menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun.
2. Terbukanya pintu ijtihad sebagai dasar yang penting dalam mengintensifkan dan
menginterpretasikan kembali ajaran Islam.
3. Penghargaan terhadap akal. Muhammad Abduh mengatakan bahwa Islam adalah
agama yang rasional dan sejalan dengan akal sebab dengan akallah pengetahuan
maju.
4. Masalah wakaf, yakni memasukkan masjid sebagai salah satu sasaran rutin
penggunaan dana wakaf.
5. Memperbaiki perangkat masjid, mulai dari pengurus sampai para khatib.

b. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan


Menurut Muhammad Abduh, ilmu pengetahuan modern sebagian besar.
berdasarkan hukum alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan dengan Islam yang
sebenarnya). Sunnatullah adalah ciptaan Allah Swt.. Wahyu juga berasal dari Allah Swt..
Keduanya tidak bertentangan satu dengan yang lain karena datang dari Allah Swt.. Islam
mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern, sebaliknya ilmu pengetahuan modern
mesti sesuai dengan Islam. Pada zaman keemasan Islam, ilmu pengetahuan begitu
terlindungi.
Penggalian sains harus selalu dilakukan. Eropa mengalami kemajuan yang pesat
karena mereka berhasil mengambil yang terbaik dari ajaran Islam. Sudah seharusnya
Islam juga mampu beradaptasi dengan dunia modern. Bagi Muhammad Abduh, hal itu
adalah pembuktian bahwa Islam adalah agama rasional yang mendasari kehidupan
modern.
Muhammad Abduh juga berusaha melakukan pembaharuan dunia Pendidikan dan
pelajaran modern. Hal itu karena pendidikan adalah elemen sangat penting dalam
kehidupan dan dapat membawa perubahan di berbagai sektor.
Sistem pendidikan fungsional yang mencakup pendidikan universal bagi semua
anak harus disediakan dan senantiasa dikembangkan. Semua anak harus memiliki
kemampuan dasar seperti menulis, membaca, dan berhitung. Semua anak harus
mendapatkan pendidikan agama, yang mengabaikan perbedaan sektarian dan menyoroti
perbedaan antara Islam dan Kristen.
Adapun kurikulum sekolah harus meliputi beberapa hal berikut.
1. khtisar doktrin Islam berdasarkan ajaran Sunni dan tidak membahas perbedaan
sektarian.
2. Teks tentang fondasi kehidupan etika dan moral serta menunjukkan mana yang benar
dan yang salah.
3. Teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad saw., kehidupan sahabat nabi, dan
sebab-sebab kejayaan Islam.
Sekolah menengah diperuntukkan bagi mereka yang ingin mempelajari syariat militer,
kedokteran, atau ingin bekerja di pemerintahan. Hal-hal yang termuat dalam kurikulum
antara lain sebagai berikut.
1. Pengantar pengetahuan, seni logika, dan prinsip penalaran.
2. Teks doktrin, yang menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi
tengah dalam upaya menghindari konflik, pembahasan rinci tentang perbedaan antara
Islam dan Kristen, dan keefektifan doktrin Islam dalam kehidupan dunia dan akherat.
3. Teks tentang benar dan salah, penggunaan nalar dan prinsip-prinsip doktrin.
4. Teks sejarah tentang penyebaran Islam.
Sedangkan pendidikan yang lebih tinggi lagi yang diperuntukkan bagi guru dan kepala
sekolah memiliki kurikulum yang mencakup beberapa hal berikut.
1. Tafsir al-Qur'an.
2. Ilmu bahasa dan bahasa Arab.
3. Ilmu hadis.
4. Studi moralitas (etika).
5. Prinsip-prinsip fikih. Isole sprit
6. Seni berbicara dan meyakinkan.
7. Teologi dan pemahaman doktrin secara rasional.

c. Bidang Politik
1. Membangkitkan semangat umat Islam melawan bangsa Barat.
2. Kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang telah dibuat oleh negara yang
bersangkutan.

d. Bidang Hukum
Memperbaiki persepsi masyarakat dan mufti mengenai kedudukan dan tugas
hakim. Tugas hakim dan mufti tidak hanya sebagai penasihat hukum bagi negara, tetapi
memberikan bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan.
4 Muhammad Rasyid Ridha (1865–1935 M)
Rasyid Ridha digambarkan sebagai pejuang muslim yang tidak jauh beda dengan
Muhammad Abduh. Muhammad Abduh menilai bahwa tidak ada jalan yang paling
ampuh bagi tercapainya pembaruan di dunia Islam. Hanya ada dua jalan, yaitu
pembaruan melalui politik yang merupakan jalan terpendek serta pembaruan melalui
Pendidikan dan pengajaran yang merupakan jalan terpanjang, namun hasilnya
memuaskan.
Menurut Rasyid Ridha pembaruan mutlak harus dilakukan agar umat Islam tidak
berada dalam kejumudan. Ia melihat bahwa kemunduran umat Islam dan kelemahan
mereka karena mereka tidak lagi memegang dan menjalankan ajaran Islam yang
sebenarnya. Lebih lanjut, pemikiran pembaruan Islam oleh Muhammad Rasyid Ridha
dapat dibagi menjadi beberapa bidang, antara lain sebagai berikut.

a. Bidang Keagamaan
Pemikiran Rasyid Ridha dalam bidang keagamaan bisa dikatakan seperti
pemikiran Muhammad Abduh, yaitu umat Islam mengalami kemunduran karena tidak
menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Menurut Rasyid Ridha ajaran slam
yang murni akan membawa kemajuan umat Islam. Itulah sebabnya segala macam
khurafat, takhayul, bid'ah, jumud, taklid, ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran
Islam harus dikikis dan disingkirkan.
Rasyid Ridha mengatakan Islam murni itu sederhana sekali, sesederhana dalam
ibadah dan sederhana dalam muamalahnya. Ibadah kelihatannya berat dan ruwet
karena dalam ibadah telah ditambahkan hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya
hanya sunah. Mengenai hal-hal yang sunah ini nantinya akan muncul perbedaan
paham dan akan memicu munculnya kekacauan. Soal muamalah, hanya dasar-dasar
yang diberikan, seperti keadilan, persamaan, pemerintahan onsyura. Perincian dan
pelaksanaan dari dasar-dasar ini semua diserahkan kepada umat untuk
menentukannya. Hukum-hukum fikih mengenai hidup kemasyarakatan, didasarkan
atas Al-Qur'an dan hadis tidak boleh dianggap absolut dan tidak dapat berubah.
Hukum-hukum itu timbul sesuai situasi tempat dan zaman.
Rasyid Ridha juga menganjurkan supaya toleransi bermazhab untuk dihidupkan.
Dalam hal-hal dasarlah yang perlu dipertahankan kesamaan paham bagi umat Islam,
tetapi dalam hal perincian dan bukan dasar diberikan kemerdekaan bagi tiap orang
untuk menjelaskan yang disetujuinya. Selanjutnya ia menganjurkan pembaruan dalam
bidang hukum dan penyatuan mazhab hukum. Paham dinamika yang terdapat
dikalangan mereka. Agar umat Islam tidak lemah, mutlak membuang jauh-jauh
paham fatalisme, kemudian menggantikannya dengan paham dinamisme (progres,
kemajuan).

b. Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan


Menurut Rasyid Ridha mempelajari ilmu pengefahuan dan teknologi tidaklah
bertentangan dengan Islam. Agar mencapai kemajuan, umat Islam harus mau
menerima peradaban Barat yang ada (ilmu pengetahuan dan teknologi). Bahkan,
Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam mempelajari ilmu pengetahuan dan
teknologi modern hukumnya wajib asalkan dimanfaatkan dalam hal kebaikan: Hal ini
menurut Rasyid Ridha seperti mengambil ilmu pengetahuan Barat modern berarti
mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam.
Rasyid Ridha merupakan seorang pembaru yang memiliki semangat juang yang
luar biasa dalam hal memompa ide-ide pembaruan. Hal tersebut terlihat dari berbagai
karya-karya ilmiahnya. Berikut karya-karya ilmiah yang menyertai gagasan Rasyid
Ridha.
a. Al-Hikmah Asy-Syar’iyah fi Muhakamat Al-Dadiriyah wa Al-Rifa'iyah. Buku ini
adalah karya pertamanya waktu masih belajar, isinya tentang bantahan kepada
Abdul Hadyi Ash-Shayyad yang mengecilkan tokoh sufi besar, Abdul Qadir Al-
Jailani. Buku ini juga menjelaskan kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh
para penganut tasawuf, tentang busana Muslim, sikap meniru nonmuslim, Imam
Mahdi, masalah dakwah dan kekeramatan.
b. Al-Azhar dan Al-Manar. Berisi sejarah Al-Azhar, perkembangan dan misinya,
serta
bantahan terhadap ulama Al-Azhar yang menentang pendapat-pendapatnya.
c. Tarikh Al-Ustadz Al-Imam. Berisikan tentang riwayat hidup Muhammad Abduh
dan perkembangan masyarakat Mesir pada masanya.
d. Nida' li Al-Jins Al-Lathif. Berisi hak dan kewajiban-kewajiban wanita.
e. Zikra Al-Maulid An-Nabawi
f. Al-Sunnah wa Al-Syi'ah
g. Al-Wahdah Al-Islamiyah
h. Haqiqah Al-Riba
i. Majalah Al-Manar. Majalah ini terbit setiap minggu sebanyak delapan halaman.
Majalah ini banyak menyiarkan ide Muhammad Abduh. Muhammad Abduh 3
memberikan ide-ide dan gagasannya kepada Rasyid Ridha yang kemudian
diuraikan dan disiarkan kepada masyarakat umum melalui lembaran-lembaran
majalah Al-Manar. Walaupun demikian, ide-ide Al-Manar juga berisikan artikel-
artikel yang dikarang Muhammad Abduh sendiri dan ditulis oleh rekan-rekan
pengarang lain.
j. Tafsir Al-Manar. Berisikan mengenai tafsiran oleh Muhammad Abduh yang
dilakukan pada kuliah-kuliah tafsir hingga ia meninggal tahun 1905 M. Setelah
gurunya meninggal, Rasyid Ridha meneruskan penulisan sesuai jiwa dan ide yang
dicetuskan oleh Muhammad Abduh. Muhammad Abduh sempat memberikan
tafsiran sampai ayat 125 dari Surah an-Nisā’ (Jilid III dari Tafsir Al-Manar),

5. Muhammad Iqbal (1877-1938 M)


Berikut pemikiran-pemikiran yang pernah disampaikan oleh Muhammad Iqbal
sebagai berikut.
a. Bidang agama
1. Ajaran Islam bersifat dinamis, tidak statis. Dalam Islam ada ungkapan, "Al-
Islam salih li kulli zaman wa makan” (Islam itu fleksibel dalam situasi dan
kondisi apapun).
2. Barat maju karena pemikirannya selalu dinamis, tidak pernah berhenti. Barat
sangat cinta ilmu pengetahuan dan senantiasa berijtihad (mengadakan
penelitian)
3. Umat Islam harus selalu menciptakan ide-ide baru dalam dunia baru, tidak
boleh pasrah pada keadaan dan tidak boleh berlama-lama tidur. Umat Islam
harus bangkit dari tidurnya.

b. Bidang politik
1. Umat Islam harus hidup dalam satu ikatan yang disebut ummatan wāḥidah.
2. Iqbal menolak nasionalisme Barat yang membuat umat Islam terpecah pecah
menjadi negara-negara kecil.
3. Iqbal menolak kapitalisme dan imperialisme Barat yang menyengsarakan
bangsa-bangsa. Sebaliknya, Iqbal lebih tertarik sosialisme yang berkembang
di Barat sebab sosialisme identik dengan sebagian ajaran Islam.
4. Nasionalisme yang berkembang di India yang terdiri atas dua kekuatan
(Islam dan Hindu) ia setuju, tetapi sulit untuk diwujudkan.
Tiga buah gagasan Muhammad Iqbal sebagai kontribusinya dalam gerakan
pembaruan Islam modern sebagai berikut.
a. Pan Islamisme. Iqbal menyatakan bahwa Islam bukan nasionalisme dan bukan
pula imperialisme, melainkan sebuah lembaga bangsa-bangsa yang mengakui
adanya, batasan-batasan perbedaan rasial.
b. A Free Personal Causality. Iqbal mengemukakan bahwa adanya kebebasan
manusia sebagai dasar adanya pertanggungjawaban. Ia memandang kehendak
sebagai “a free personal causality" atau hukum sebab akibat dari kehendak
pribadi. Manusia bebas melakukan kehendaknya, namun ia memerlukan
pertanggungjawaban dari pelakunya.
c. Paham Dinamisme. Paham inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan
penting dalam pembaruan Islam di India.
Setelah mengetahui biografi dan pemikiran para tokoh pembaru Islam, dapat
disimpulkan bahwa di dalam gerakan pembaruan dalam Islam memiliki nilai-nilai
perjuangan yang harus ditanamkan dalam diri seorang muslim. Adapun beberapa
nilai perjuangan gerakan perbaruan dalam Islam sebagai berikut.
1. Nilai pembaruan, yaitu gerakan pembaruan dunia Islam yang mempunyai
nilai-nilai tajdid yang meliputi aspek agama agar terbebas dari bid'ah,
takhayul, dan khurafat. Gerakan tajdid juga meliputi aspek ekonomi dan
politik.
2. Nilai solidaritas, yaitu gerakan pembaruan dunia Islam yang mengandung
nilai ukhuwah islamiah, persaudaraan berdasarkan rasa senasib seperjuangan
untuk membela Islam dalam berbagai kondisi.
3. Nilai persatuan, yaitu gerakan pembaruan dunia Islam memiliki nilai dasar
untuk menjalin persatuan dan kesatuan umat Islam yang selama ini terpecah
karena perbedaan paham dan aliran.
4. Nilai perjuangan, yaitu gerakan pembaruan dunia Islam yang mengandung
nilai perjuangan karena ingin menemukan kembali ajaran yang penuh
dinamika perjuangan.

BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan

Setelah menkaji pembahasan diatas , dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Muhammad Ali Pasha adalah seorang pembaharu dalam Islam pada abad 19, ia adalah
orang yang pertama kali meletakkan landasan kebangkitan modern di Mesir. Ia seorang
yang buta huruf, namun dengan kecerdasan, keuletan, dan keberaniannya, ia dapat
menguasai umat Islam. Muhammad Ali Pasha mulai melakukan pembaharuan terhadap
Mesir pada tahun 1765-1848 M. Ia masuk dalam dinas militer dan menunjukkan
kecakapan serta kesanggupannya dalam bekerja hingga menjadi perwira. Ia adalah
seorang perwira yang berhasil merebut kekuasaan di Mesir setelah tentara Perancis
kembali ke Eropa tahun 1801 M. Sejak Muhammad Ali Pasha menguasai Mesir telah
banyak yang ia lakukan dalam pembaharuan, baik dalam bidang politik, militer, ekonomi,
pemerintahan dan pendidikan.
2. Jamaluddin Al-Afghani adalah tokoh terkemuka pada abad 19. Keluarganya keturunan
dari Husain bin Ali bin Abi Thalib silsilahnya bertemu dengan keturunan ahli sunnah
yang termasyhur yaitu Ali At-Tirmidzi. Sejak umur 12 tahun jamaluddin Al-Afghani
sudah menghafal Al-Qur’an dan diusia 18 tahun ia sudah mulai belajar ilmu pengetahuan.
Jamaluddin Al-Afghani dikenal sebagai yang suka mengembara dari suatu negara ke
negara lainnya, dan karya yang dihasilkannya diantaranya yaitu, Bab ma Ya’ulu llayhi
Amr Al Muslimin, Makidah Asy-Syarqiyah dan lain sebagainya. Ada dua unsur utama
dalam pemikiran politik Jamaluddin Al-Afghani yaitu kesatuan dunia Islam (Pan
Islamisme) dan Populisme (Demokrasi). Di antara ide atau gagasan tentang pemikiran
beliau yang mendapat tempat utama di dalam hati masyarakat ialah ide dan seruannya
mengenai Pan Islamisme yang menuntut umat Islam bersatu-padu dan menentang
terhadap bentuk apapun dari penjajahan pihak luar. Gagasan ini telah diyakini dapat
menaikkan semangat masyarakat Islam untuk bertindak melawan bangsa asing
terutamanya bangsa Eropa yang telah memporak-porandakan negara Islam pada zaman
itu.
3. Muhammad Abduh adalah tokoh pergerakan pembaharuan Islam di Mesir pada abad 19
M. Muhammad Abduh sebagai guru dari Rasyid Ridha adalah sosok yang sederhana, hal
ini karena ia terlahir dari keluarga petani. Akan tetapi sejak dari kecil ia sudah diberikan
pendidikan oleh kedua orang tuanya dengan menyekolahkannya di madrasah Islam di
Thanta yaitu di Masjid Syaikh Ahmadi. Hingga ia melanjutkan studinya di Al-Azhar.
Dari pengalamannya semasa muda, ia meresa bahwa pada saat itu umat Islam terlihat
sangat terbelakang baik dalam segi pendidikan, ilmu pengetahuan, kemajuan
peradabannya, perekonomian dan lain sebagainya. Ia bertekad untuk membawa umat
Islam kembali Berjaya seperti pada zaman klasik. Sehingga ia melakukan perubahan-
perubahan dalam bidang keagamaan yaitu dengan memberatas faham-faham sesat yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dalam bidang 123 pendidikan yaitu dengan
memperbarui system dan metode cara belajar, dan menambahkan ilmu pengetahuan
umam kepada sekolah-sekolah Islam, dan menambahkan memperdalam pengetahuan
agama kepada sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Dan yang terakhir dalam
bidang politik dan sosial kemasyarakatan, dalam masalah model bentuk Negara
Muhammad Abduh tidak menargetkan bentuk Negara yang eksklusif, yang terp penting
pemerintah mampu membawa masyarakat pada kemajuan dengan menyesuaikan
tuntunan zaman. Selain itu ia juga menegakkan kesetaraan gender.
4. Muhammad Rasyid Ridha juga salah satu tokoh pembaharu dari Mesir yang hidupnya
juga pada abad 19 M. Ia adalah salah satu murid Muhammad Abduh yang setia
melanjutkan pemikiran pembaharuan dari Muhammad Abduh. Rasyid Ridha terlahir dari
keluarga yang silsilahnya hingga ke sayyidina Husain, putra Ali bin Abi Thalib dan
Fatimah, sekaligus cucu dari Rasulullah saw. Rasyid Ridha semasa kecilnya juga sudah
diberikan pendidikan agama yang kuat oleh kedua orang tuanya, selain itu ia juga sudah
mempelajari ilmu hitung, bahasa Turki, Prancis, Arab dan pengetahuan modern lainnya.
Pertemuannya dengan Muhammad Abduh di Beirut membuka jalan awal baginya untuk
lebih aktif berfikir, yang bertujuan untuk memajukan umat Islam agar dapat mengejar
ketertinggalannya dari peradaban Barat. Sehingga ia pun turut melakukan pembaharuan
yang serupa dilakukan oleh Muhammad Abduh yaitu dalam bidang keagamaan, bidang
pendidikan dan bidang politik dan social kemasyarakatan.
5. Iqbal adalah seorang intelektualis asal Pakistan telah melahirkan pemikiran dan
peradaban besar bagi generasi setelahnya. Muhammad Iqbal merupakan sosok pemikir
multi disiplin. Ia adalah seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, filosof, pendidik dan
kritikus seni. Jiwanya yang piawai tidak saja menakjubkan tetapi juga jarang ditemui.
Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia, ditantang untuk
bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak perubahan tersebut agar sesuai dengan
kehendak-Nya. Dari pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal diatas, sudah saatnya kita
bergerak dan tidak terpaku dengan keadaan sekarang didalam kejumudan. Kita berharap
umat Islam untuk bisa kreatif dan dinamis dalam menghadapi hidup serta menciptakan
perubahan-perubahan dibawah tuntunan ajaran-ajaran al-Qur’an. Nilai-nilai dasar ajaran
al-Qur’an harus dapat dikembangkan dan digali secara serius untuk dijadikan pedoman
dalam menciptakan perubahan itu. Kuncinya adalah dengan mengadakan pendekatan
rasional al-Qur’an dan mendalami semangat yang terkandung didalamnya, bukan
menjadikannya sebagai buku Undang-undang yang berisi kumpulan peraturan-peraturan
yang mati dan kaku.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Waqil, Muhammad Sayyid. 1998. Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
As-Suyuthi, Imam. 2010. Tarikh Khulafa'; Sejarah Para Penguasa Islam. Penerjemah: Samson
Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ali, K. 2000. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Cet. 3. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Buchori, Didin Saefuddin. 2009. Sejarah Politik Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa.
Departemen Agama. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah. Jakarta: Dirjen
Bimbaga Islam.
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Depdikbud. 1995. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Balai Pustaka.
Fachruddin, Fuad Mohammad. 1985. Perkembangan Kebudayaan Islam. Cet. 1. Jakarta: Bulan
Bintang.
Hasan., Hasan Ibrahim. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Hasjmy. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Karim, Abdul. M. 2006. Islam di Asia Tengah Sejarah Dinasti Mongol Islam. Yogyakarta:
Bagaskara
Karim, Abdul. M. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam cet.l. Yogyakarta: Pustaka
Book
Publisher.
Mansyur, Amin, Muhammad. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Indonesia Sprit
Foundation.
Maryam, Siti. 2004. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta:
LESFI
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Cet. 5. Jakarta: UI Press.
Natta, Abudin. 2010. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah.
Nizar, Samsul. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Rofiq, Choirul. 2009. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern. Ponorogo:
STAIN Press.
Shaban, M.A.. 1995. Sejarah Islam (Penafsiran Baru) 600–750 M. Cet. 1. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Syalabi, A. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru.
Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana.
Supriyadi, edi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Syalabi, Ahmad. 2008. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo
Persada.
Wahid, N, Abbas dan Suratno. 2009. Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam. Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai