Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TOKOH PEMBAHARU ISLAM DI MESIR

DISUSUN OLEH:
Mohammad Akbar S (XI-B/05)

Mohammad Nico T (XI-C/08)

Arinda Rahmi (XI-F/11)

Maisya Nur Agustini (XI-F/12)

Zurrotul Imani Shafara (XI-I/16)

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR

SMAN 1 PAMEKASAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Agama Islam merupakan salah satu agama tertua di dunia. Pada
awal kemunculannya tak banyak orang yang percaya dan mau menerima
agama Islam. Namun seiring berjalannya waktu, agama islam mulai
berkembang diiringi dengan penambahan orang orang yang mulai
mengikuti ajaran agama Islam. Dalam proses perkembangan agama Islam
ada saja tantangan tantangan dan halangan yang harus dihadapi, tetapi itu
semua dapat dilalui dengan dasar keimanan, ketakwaan, dan rasa ikhlas
kepada Allah.
Agama islam merupakan agama yang menjunjung tinggi perihal
ilmu dan bidang keilmuan, baik itu ilmu ukhrawi ataupun ilmu duniawi.
Selama periode perkembangan agama Islam, bidang keilmuan dalam islam
juga ikut berkembang hingga melahirkan banyak tokoh ulama dan pemikir
yang karyanya masih digunakan di berbagai bidang kehidupan hingga
sekaran, terutama saat masa keemasan islam sekitar tahun 650 M – 1250
M. Namun sayangnya setelah masa kejayaan islam, Islam mengalami
kemunduran yaitu sekitar tahun 1250 M – 1800 M, periode ini disebut
juga periode abad pertengahan.. Akibatnya terjadi banyak penurunan
kualitas keilmuan dan pengetahuan, terutama di kalangan para ulama saat
itu.
Akhirnya pada abad periode modern yang dimulai sekitar tahun
1800 M, mulai muncul kesadaran di kalangan umat islam. Kesadaran
tersebut muncul saat orang orang eropa berhasil menguasai dunia islam.
Oleh karena itu, muncul para ulama dengan gagasan gagasan yang
bertujuan untuk memajukan umat islam, sehingga dunia islam dapat
mengejar kemajuan bangsa barat. Pemikian para ulama yang muncul pada
abad modern ini bukanlah doktrin mutlak seperti layaknya ayat ayat dalam
Kitab Suci. Akan tetapi hanya sebatas gagasan relatif yang masih
“menerima perubahan dan pengurangan.” Para ulama ini berasal dari
berbagai daerah dan negara di dunia serta mempunyai biografi dan
pemikiran masing masing, salah satu contohnya adalah tokoh pembaru
islam yang berasal dari Mesir. Beberapa tokoh pembaru Islam dari Mesir
contohnya adalah Muhammad Ali Pasya, Rifa’ah Baidawi Rafi’ Al-
Tahtawi, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad
Rasyid Rida.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana biografi mengenai tokoh tokoh pembaru islam yang berasal
dari mesir ?
2. Bagaimanakah pemikiran tokoh tokoh pembaru islam yang berasal dari
Mesir ?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui dan memberikan informasi mengenai biografi tokoh
tokoh pembaru Islam yang berasal dari Mesir
2. Untuk mengetahui dan memberikan informasi mengenai pemikiran
para tokoh pembaru islam yang berasal dari Mesir

BAB II
PEMBAHASAN

A. Muhammad Ali Pasha (1765-1849 M)


1. Biografi
Muhammad Ali Pasha adalah seorang keturunan Turki yang lahir
pada bulan Januari 1765 M, di Kawalla, sebuah kota yang terletak di
bagian utara Yunani, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Negeri
inti telah menjadi bagaian negara Turki Utsmani sejak ditaklukkannya
oleh Sultan Muhammad II al-Fatih (855/886 H - 1451/1481 M) pada
tahun 857 H/1453 M dan baru dapat melepaskan diri dari kekuasaan
Istanbul pada tahun 1245/1829 M. Ayah Muhammad Ali Pasha
bernama Ibrahim Agha, seorang imigran Turki, kelahiran Yunani. Ia
mempunyai 17 orang putera dan salah seorang diantaranya bernama
Muhammad Ali Pasha. Pekerjaan ayahnya disamping sebagai penjual
rokok juga sebagai kepala petugas juga (watchman) pada sebuah kota
di daerahnya.
Muhammad Ali Pasha adalah seorang buta huruf. Ia tidak
memperoleh kesempatan untuk menempuh ilmu di sekolah, maka ia
tidak pandai membaca dan menulis Hal ini dikarenakan ia harus
bekerja keras untuk keperluan hidupnya. Ketika menginjak usia
dewasa, Muhammad Ali Pasha bekerja sebagai pemungut pajak dan
karena keuletan dan rajin bekerja, akhirnya ia menjadi menantu
kesayangan seorang Gubernur Usmani setempat. Sejak saat itu pula
bintangnya (pangkatnya) semakin naik.Kemudian ia masuk dalam
dinas militer dan dalam lapangan ini juga sangat terlihat kecakapan
dan kesanggupan ia dalam menjalankan tugas sehingga pada akhirnya
ia diangkat menjadi seoorang perwira.
Pada awal kehadiran Muhammad Ali Pasha di Mesir, hubungannya
berjalan dengan mudah menyesuaikan diri dengan masyarakatnya.
Hampir setiap masalah yang muncul dapat diselesaikan, karena ia
dikenal sebagai perwira yang luwes dan mempunyai wawasan masa
depan. Tetapi ketika ia mulai menerapkan ide-idenya, maka mulailah
muncul tantangan dari penduduk Mesir terutama dari kaum ulama.
Namun karena kearifannya, Muhammad Ali Pasha dapat meredam
setiap reaksi yang muncul sehingga dalam waktu singkat ia dapat
mewujudkan program pembaharuannya dalam berbagai bidang antara
lain bidang militer, ekonomi, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Pendudukan Mesir oleh Napoleon dengan kemenangan perang
yang amat cepat telah membuka mata Muhammad Ali Pasha tentang
kelemahan umat Islam. Untuk melawan Napoleon Bonaparte yang
telah menguasai Mesir, sultan Hamid III (1789-1807) mengumpulkan
tentara. Salah seorang perwiranya ialah Muhammad Ali Pasha. Dalam
pertempuran dengan tentara Perancis, Muhammad Ali Pasha
menunjukkan keberanian yang luar biasa. Karena itu, ia diangkat
menjadi seorang Kolonel. Hal tersebut diakui oleh rakyat Mesir yang
ketika itu menyaksikan secara langsung bagaimana keberanian dan
kesuksesan yang diraih oleh Muhammad Ali Pasha dengan
mengalahkan Napoleon. Maka rakyat Mesir pun mengangkat ia
sebagai wali Mesir dan mengharapkan Sultan di Turki dapat
merestuinya. Pada akhirnya pengakuan Sultan Turki atas usul rakyat
Mesir tersebut baru mendapatkan persetujuannya setelah dua tahun
kemudian, dimana Turki dapat mematahkan intervensi Inggris di
Mesir.
Kemudian saat Muhammad Ali Pasha telah mendapatkan
kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat di Turki, ia menumpas
semua musuh-musuhnya, terutama golongan Mamluk yang ketika itu
masih berkuasa di daerah-daerah dan pada akhirnya Mamluk
ditumapas habis olehnya. Dengan demikian Muhammad Ali Pasha
menjadi penguasa tunggal di Mesir. Ketika tentara Perancis
meninggalkan Mesir pada tahun 1801 M. Muhammad Ali betul-betul
menjadi penguasa penuh Mesir. Ia menjadi wakil resmi sultan
(Kerajaan Utsmani) di Mesir. Ia menjalankan kekuasaan sebagai
diktator. Pada tahun 1805 M, ia memberinya gelar Pasha pada dirinya
sendiri.
Pada dasarnya Muhammad Ali Pasha adalah seorang yang buta
huruf, namun dengan kecerdasan, keuletan, dan keberaniannya, ia
dapat menguasai umat Islam. Ia adalah seorang yang ambisius, hal ini
tampak dari segala bentuk pembaharuan yang dilaksanakannya untuk
kemajuan umat Islam itu sendiri.

2. Pemikiran
Berikut beberapa pemikiran dan jasa yang telah dilakukan
Muhammad Ali Pasha terhadap pembaharuan islam:
1. Selain itu, terdapat beberapa sisi yang sangat menarik dari
kebijakan Muhammad Ali Pasha adalah pengiriman mahasiswa-
mahasiswa Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria untuk
mempelajari berbagai bidang kajian modern. antara tahun 1813 M
sampai 1849 M, Muhammad Ali Pasya telah mengirimkan 311
mahasiswa yang belajar di Italia, Perancis, Inggris, Austria atas
biaya pemerintah yang mencapai £E. 273.360. Subyek keilmuan
yang dipelajari antara lain militer dan angkatan laut, teknik mesin,
kedokteran, farmasi, kesenian kerajinan dan bahasa Perancis
mempunyai kedudukan khusus dalam kurikulum di Mesir. Para
pelajar yang dikirim ke Eropa pada gilirannya membawa kembali
ide-ide baru, kemungkinan besar, lebih banyak dari yang semula
dikehendaki Muhammad Ali Pasha.
Walaupun para pelajar atau mahasiswa-mahasiswa tersebut
dibawah pengawasan yang ketat, akan tetapi dengan mengetahui
bahasa-bahasa Eropa terutama Perancis dan ditambah dengan
membaca buku-buku Barat seperti karangan-karangan Voltaire,
Rousseau, Montesquieu dan lainnya. Dengan demikian maka
begitu banyak yang dikuasai oleh para pelajar, seperti pemikiran
tentang demokrasi, parlemen, pemilihan wakil rakyat, paham
pemerintahan republik, konstitusi, kemerdekaan berpikir,
dinamisme Barat yang dibandingkan dengan sikap statis Timur,
patriotisme, keadilan sosial, dan sebagainya. Selain ilmu-ilmu
teknik, falsafat, pendidikan, alam (faham evolusi Darwin),
kemasyarakatan dan sebagainya.
2. Untuk memajukan Mesir, Muhammad Ali Pasha melakukan
pembenahan ekonomi dan militer. Atas saran para penasihatnya, ia
juga melakukan program pengiriman tentara untuk belajar di
Eropa.
3. Selain itu, ia juga mengadakan pembaharuan dalam bidang
administrasi dan birokrasi yang dianggap sangat penting
pengaruhnya bagi masyarakat Mesir, karena dikelompokkan dalam
suatu pola budaya, tipe, dan organisasi. Sedang dalam bidang
pertanian, Muahammad Ali Pasha menyuplai para petani dengan
bibit-bibit pertanian, alat-alat pertanian dan pupuk untuk
dikembangkan oleh para petani. Hasil pertanian kemudian
diperdagangkan dengan keuntungan yang banyak. Adapun
berbagai pabrik yang didirikannya, seperti pabrik besi, pabrik gula,
pabrik kertas, pabrik sabun dan pabrik kaca.

B. Rifa’ah Baidawi Rafi’ Al-Tahtawi (1801-1873 M)


1. Biografi
Rifa’ah Badawi Rafi’ Al-Tahtawi adalah salah satu pencetus
pembaharuan Mesir yang mempunyai kontribusi signifikan
dipertengahan pertama abad ke-19. Al-Tahtawi banyak memainkan
perannya dalam aktifitas pembaharuan yang dibawa oleh Muhammad
Ali Pasya.
Al-Tahtawi dilahirkan di daerah Tahta tanggal 15 Oktober 1801 M,
sebuah kota yang terletak di tepi barat sungai Nil, Mesir bagian
Selatan. Rifa‟ah bin Badawi bin Ali bin Muhamma bin Ali bin Rafi’
Al-Tahtawi adalah nama lengkapnya. Beliau biasa dikenal dengan
nama Al-Tahtawi. Al-Tahtawi berasal dari keluarga terpandang karena
masih keturunan Rosulullah dari Husayn r. a., namun hal itu tidak
berpengaruh terhadap kehidupan keluarga Al-Tahtawi yang
kekurangan akibat beban pajak yang menghimpit mereka. Meskipun
Al-Tahtawi hidup dalam kemiskinan, semangatnya dalam menuntut
ilmu tidak pernah sirna.
Beliau memiliki dua orang putra yakni Ali Pasha Rifa’ah dan
Badawi Bik Rifa’ah. Keduanya mengikuti jejak orang tuanya untuk
belajar di Al-Azhar. Setelah menyelesaikan studinya, Ali Pasha
Rifa’ah tetap tinggal di Kairo dan bekerja di Departemen Pendidikan
Mesir, sedangkan Badawi Bik Rifa’ah tinggal di Tahta dan
menghabiskan waktunya untuk mengkaji dan menulis buku.
Rifa’ah Al-Tahtawi pertama kali mengenyam pendidikan di desa
kelahirannya, Tahta. Ia memulai studinya dengan memperdalam
bacaan Al-Qur’an dan menghapalkannya dalam bimbingan ayah
kandungnya. Ketika beranjak remaja pada waktu umur 16 tahun beliau
berangkat merantau ke Kairo, Mesir untuk belajar di Al-Azhar, dalam
pengawasan dan bimbingan Syekh Hassan Al-Attar dan Rifa’at
Badawi Rafi’al Thathawi menjadi murid kesayangan. Dalam lima
tahun Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi menyelesaikan studinya di Al-
Azhar (1822 M), setelah itu Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi di
percaya untuk mengajar di Universitas tersebut selama 2 tahun dan
pada tahun 1824 M Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi mendapat gelar
“Master” pada Egyptian Army di Mesir serta diangkat menjadi imam
bagi mahasiswa-mahasiswa yang dikirim oleh Muhammad Ali ke
Jormard di Paris.
Selama di Paris Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi kursus bahasa
Perancis dan dalam kurun waktu 5 tahun dapat menerjemahkan sekitar
12 buku dan risalahnya, diantaranya buku-buku mengenai
pertambangan, ilmu bumi, akhlaq dan adat istiadat berbagai bangsa,
risalahtentang sejarah Alexander Macedonia dan lain sebagainya.
Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi menghabiskan waktunya di Paris
untuk membaca berbagai macam buku ilmu pengetahuan. Tahun 1832
M Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi kembali ke Mesir lalu diangkat
menjadi penerjemah dan sebagai guru besar pada sekolah kedokteran
Perancis di Kairo. Dua tahun kemudian Rifa’at Badawi Rafi’al
Thathawi pindah ke sekolah Artelery sebagai direktur penerjemah
buku-buku ilmu teknik dan kemiliteran. Tahun 1836 M menjadi
direktur dan penanggung jawab harian sekolah penerjemah bahasa-
bahasa asing. Tahun 1848 M Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi dikirim
ke Sudan sebagai kepala sekolah di Kartoum oleh Abbas sebagai
pengganti Muhammad Ali yang telah wafat. Enam tahun kemudian
Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi kembali ke Mesir dan diangkat
menjadi direktur Sekolah Militer atas perintah Said Pasya pengganti
Abbas yang wafat pada tahun 1854 M.
Pada tahun 1863 M di Mesir dibentuk suatu badan yang bertugas
menerjemahkan undang-undang Perancis dan bermarkas di kantor
yang diberi nama “Translation Office” dan Rifa’at Badawi Rafi’al
Thathawi menerbitkan majalah “Raudatul Madris” untuk “Munistry of
Education”. Kembali dari Mesir Rifa’at Badawi Rafi’al Thathawi telah
menerjemahkan buku-buku di antaranya buku-buku tentang geografi,
sejarah (Raja-Raja Perancis, Raja-Raja Charles XI, Charles V, Filsafat
Yunani) dan Montesque. Rifa’at Badawi Rafi’Al-Tahtawi wafat di
Kairo pada tanggal 27 Mei 1873.

2. Pemikiran
Beberapa pemikiran tentang pembaruan Islam yang diusungnya
adalah sebagai berikut :
a. Ajaran Islam bukan hanya mementingkan kesejahteraan hidup di
akhirat belaka, tetapi juga hidup di dunia.
b. Kekuasaan raja yang cenderung absolut harus dibatasi dengan
syariat. Oleh karena itu, raja harus bermusyawarah dengan ulama
dan kaum intelektual.
c. Syariat harus diartikan sesuai dengan perkembangan modern.
d. Para ulama harus mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan
modern agar syariat dapat tegak di tengah kehidupan masyarakat
modern.
e. Pendidikan harus bersifat universal, misalnya wanita harus
memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria. Istri harus
menjadi teman dalam kehidupan intelektual dan sosial.
f. Umat Islam harus dinamis dan meninggalkan sifat statisnya.
Pemikiran Rifa'ah Al-Tahtawi tentang pembaharuan pendidikan
Islam yakni :
a. Perlunya penambahan ilmu-ilmu modern dalam kurikulum belajar
di Mesir, diantaranya Al-Azhar dan beberapa sekolah yang mulai
menerapkan pelajaran wajib, seperti penerjemahan bahasa asing,
ilmu teknik, ilmu bumi, dan sejarah
b. Pendidikan harus bersifat universal, merata, dan menyeluruh baik
wanita maupun lakilaki. Pendidikan bagi wanita bertujuan untuk
memperbaiki pergaulan suami dan istri, baik cara bicara maupun
cara mengajukan ide atau cara berpendapat secara benar dan
rasional

C. Jamaludin Al-Afghani (1839-1897 M)


1. Biografi
Nama lengkap Jamaluddin Al-Afghani adalah Muhammad jamal
al-Din bin Safdar yang mempunyai silsilah sampai Al-Husain bin Ali
ra. Jamaludin lahir di Afghanistan pada tahun 1839. Pada umur 12
tahun Jamaluddin Al-Afghani telah menghafal Al-Qur‟an, kemudian
diusia 18 tahun. Ia sudah mendalami berbagai bidang ilmu keislaman
dan ilmu umum. Ia dikenal sebagai orang yang menghabiskan
hidupnya demi kemajuan Islam. Jamaluddin Al-Afghani seorang yang
sangat cerdas, jauh melampaui remaja- remaja seusianya.
Setelah menguasai berbagai disiplin ilmu, ia berkelana ke India. Ia
orator yang tangguh, mendorong rakyat India untuk bangkit melawan
kekuasaan Inggris. Pada usia 22 tahun dan menjadi pembantu pangeran
Dost Muhammad Khan di Afghanistan, tahun 1864 M ia menjadi
penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh
Muhammad Azam Khan menjadi perdana menteri. Namun karena
adanya campur tangan Inggris dan kekalahannya atas golongan yang
disokong Inggris, Jamaluddin Al-afghani akhirnya meninggalkan
Kabul ke Mekkah. Ia tidak diperkenankan berpergian melalui jalan
darat, juga tidak diperkenankan bertemu dengan pemimpin-pemimpin
India. Melalui jalan laut, Jamaluddin melanjutkan perjalanan ke Kairo
dan menetap untuk beberapa waktu di sana.Jalamaluddin Al-Afghani
pernah menetap di Mesir dari tahun 1871-1879 dengan bantuan Riyad
Pasha, di Mesir ia mengajar di universitas Al-Azhar dan
memperkenakan penafsiran filsafat kalam. Pada tahun 1870 kondisi
Mesir mengalami krisis politik dan keuangan, kemudian Jamaluddin
Al-Afghani mendorong para pengikutnya untuk menerbitkan surat
kabar politik. Ia banyak memberikan ceramah dan aktivitas politik
sebagai pemimpin gerakan bawah tanah.
Jamaluddin Al-Afghani masih terus melakukan jihad dalam
bidangnya yaitu, pembaruan pemikiran, kebangkitan Islam,
menghadapi imperialisme dan memecah belenggu otoriterianisme
sampai Jamaluddin Al-Afghani meninggal. Perjuangan dan
pengembaraan Jamaluddin Al-Afghani berhenti sampai
menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1897 M. Ia
dimakamkan di Nishanta di Istanbul, pada tahun 1945 M, jenazahnya
dipindahkan ke Afghanistan dan dimakamkan berdekatan dengan Ai
Abad di Kabul
Pendidikan pertama Jamaluddin Al-Afghani dapatkan di kampung
halamannya, kemudian ia melanjutkan di Kabul dan Iran, dalam
mempelajari ilmu pengetahuan ia tidak hanya mempelajari ilmu agama
tetapi ilmu umum juga ia pelajarinya. Ketika di Kabul pada tahun ia
mempelajari berbagai ilmu keislaman selain ilmu filsafat dan eksakta.
Ia pernah tinggal di India selama lebih dari satu tahun, di India ia
mendapatkan ilmu yang lebih modern, setelah ke India ia oergi ke
Mekkah pada tahun 1857 M untuk menunaikan ibadah haji.
Pada tahun 1883 M Jamaluddin Al-Afghani berada di Paris dan
mendirikan suatu perkumpulan yang diberi nama Al-‘Urwah Al-Wutqa
(ikatan yang kuat), anggotanya terdiri atas orang-orang Islam dari
India, Mesir, Suriah, Afrika Utara, dan lain-lain. Tujuan dari
perkumpulan tersebut ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam,
membela Islam, dan membawa umat Islam kepada kemajuan. Untuk
memajukan ide-idenya Jamaluddin dan Muhammad Abduh
menerbitkan majalah yang diberi nama Al-‘Urwah Al-Wutqa. Majalah
ini tidak bertahan lama hanya delapan bulan karena bangsa Barat
melarang pengedaran majalah tersebut di negeri Islam, karena majalah
ini dapat menimbulkan semangat dan mempersatukan umat Islam.

2. Pemikiran
Berikut pemikiran Jamaludin Al Afghani tentang pembaruan Islam.
a. Penyebab kemunduran Islam disebabkan beberapa hal, yaitu:
akhlak buruk dan acuh terhadap ilmu pengetahuan, kelemahan
umat Islam dalam segala sektor, dan kurangnya usaha dalam
mencerdaskan umat, baik untuk menekuni dasar dasar ilmu agama
maupun upaya transformasi ilmu pengetahuan, interpretasi tentang
makna qadha dan qadar yang salah sehingga memalingkan dari
usaha dan kerja keras, kekeliruan dalam memahami hadits Nabi
Muhammad SAW bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran
pada akhir zaman. Kesalahan ini menyebabkan umat Islam tidak
mau berusaha untuk memperbaiki nasib, dan lemahnya ukhuwah
Islam;
b. Menggulirkan pan-Islamisme, yaitu paham yang bertujuan
mempersatukan seluruh umat alam di dunia. Hal yang
melatarbelakangi pemikiran tersebut adalah dominasi kolonial
barat di dunia Islam pada masa itu;
c. Antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama.
Keduanya memiliki akal untuk berpikir. Ide pembaruannya tentang
kesetaraan gender ini pun berdampak emansipasi wanita;
d. Untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu dan sekaligus
menghadapi dunia modern, maka umat Islam harus kembali kepada
ajaran alam yang murni. Islam juga harus dipahami dengan akal
serta kebebasan berpikir.
e. Corak pemerintahan otoraksi dan absolut harus diganti dengan
pemerintahan demokratis. Kepala negara harus bermusyawarah
dengan pemuka masyarakat yang berpengalaman.
D. Muhammad Abduh (1849-1905 M)
1. Biografi
Muhammad Abduh memiliki nama lengkap Muhammad Abduh
ibn Hasan Khayr lahir di desa Mahallat Nasr, Delta Nil, Mesir pada
tahun 1849 dan wafat pada tanggal 11 Juli 1905. Ketika kecil ayahnya,
Abduh ibn Hasan Khaurallah mendatangkan guru mengaji ke
rumahnya.  Abduh belajar Al-Quran dan mampu menyelesaikan
hafalan alquran dalam waktu 2 tahun. Ketika menginjak usia 13 tahun
atau tepatnya tahun 1862, ia memutuskan belajar di masjid-akademi
Ahmadi di kota provinsi Tanta (kota asal ibunya). Namun Abduh
kurang begitu betah di Tanta karena sistem pendidikan yang ia anggap
kaku, oleh sebab itu ia memutuskan untuk kembali ke desa asalnya. Di
Mahallat Nasr ia menjadi petani sama seperti ayahnya. Memasuki usia
16 tahun ia memutuskan untuk menikah.
Setelah 40 hari berbulan madu Muhammad Abduh memutuskan
kembali ke Tanta. Dalam perjalanannya ia berhenti untuk tinggal
sementara dengan pamannya bernama Darwish yang seorang sufi.
Paman Abduh merupakan  penganut Tarekat Maddaniya, sebuah
tarekat yang aktif dalam pergerakan revitalisasi dan reformasi Islam.
Berkat hubungan dengan pamannya itu, benih-benih reformis mulai
berkembang di pikiran Abduh. Abduh kembali ke Tanta sebagai
seorang yang berbeda, tidak hanya karena telah menikah tetapi juga
sebagai seorang Sufi.
Pada 1866 atau di usianya yang ke-17 tahun, Abduh meninggalkan
Tanta untuk melanjutkan studi di Kairo. Ia melanjutkan studinya ke
Universitas Al-Azhar. Di sekolah ini Muhammad Abduh masih
melanjutkan mendalami sufinya. Di lembaga ini juga Muhammad
Abduh untuk pertama kalinya bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani
yang datang ke Mesir dalam perjalanannya ke Istanbul. Dalam
pertemuan ini, Jamaludin Al-Afghani mengajukan pertanyaan-
pertanyaan mengenai arti beberapa ayat al-Qur’an, kemudian Al-
Afghani memberikan tafsirnya. Perjumpaan itu menorehkan kesan
yang baik dalam diri Muhammad Abduh. Ketika Jamaludin Al-
Afghani datang ke Mesir lagi untuk menetap di tahun 1871,
Muhammad Abduh menjadi murid setianya. Ia mulai belajar filsafat di
bawah pimpinan Jamaludin Al-Afghani. Di masa ini ia telah mulai
menulis karangan-karangan untuk harian Al-Ahram.
Setelah menyelesaikan studinya pada 1877 dengan mendapat gelar
Alim, ia mulai mengajar. Pertama ia mengajar di Al-Azhar, kemudian
di Dar Al-Ulum dan di rumahnya sendiri. Diantara sumber bahan
ajarannya adalah buku akhlak karangan Ibn Miskawaih, Mukaddimah
karya Ibn Khaldun, dan kemudayaan Eropa karangan Guizot. Ketiga
buku tersebut diterjemahkan Al-Tahtawi kedalam bahasa Arab pada
tahun 1857.
Tulisan-tulisan atau karya-karya Muhammad Abduh cukup
banyak. Di antara kitab-kitab religius ada beberapa judul yang sangat
dikenal seperti Risalat al-Tauhid terbitan tahun 1897, sebuah karya
yang merangkum pandangan-pandangan teologinya; Al-Islam wa-al-
Nasraniyah maal-Ilm wa-al-Madaniyah (Islam dan Kristen dalam
kaitannya dengan Sains dan Peradaban) terbitan tahun 1902; dan Al-
Islam wa-al-Radd ala Muntaqidih (Islam dan Bantahan terhadap
Kritiknya)  tahun 1909.
Di bidang bahasa dan sastra Abduh menulis komentar-komentar
yang luas tentang beberapa karya sastra Arab klasik dan
menyalurkannya pada sebuah karya 17 volume pada filologi Arab; di
bidang duniawi ia menuliskan Taqrir fi Islah al-Mahakim al-
Shariyah (Laporan tentang Reformasi Pengadilan Syariah).
Di antara karya-karya itu, karya Abduh yang paling ambisius
adalah Tafsir al-Quran al-Hakim. Sayangnya proyek besar tidak
pernah selesai, tetapi 12 volume yang ia tulis adalah ekspresi paling
penting dalam pandangan modernis tentang kitab suci Islam. Setelah
kematiannya pada tahun 1905, pemikiran Abduh disebarluaskan oleh
muridnya Rasid Ridha.
2. Pemikiran
Berikut adalah pemikiran ide-ide pembaharuan oleh Muhammad Abduh:
1. Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi umat islam. Ijtihad merupakan
dasar penting dalam menafsirkan kembali ajaran islam..
2. Islam adalah ajaran rasional yang sejalan dengan akal. Dengan akal,
maka ilmu pengetahuan menjadi maju.
3. Kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang dibuat oleh
Negara yang bersangkutan.
4. Khusus dalam lembaga Al-azhar, Muhammad Abduh telah
menanamkan langkah-langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan
Islam walaupun hasilnya belum sampai pada yang diharapkan akan
tetapi nafas pembaharunya dapat ditiru oleh pemikir-pemikir
sesudahnya.
Tidak dapat dipungkiri Ide-ide Muhammad Abduh dipenuhi
dengan antusiasme yang besar, tetapi juga harus menghadapi tantangan
besar. Bahkan ide-ide modernisme yang diusungnya masih menjadi
perdebatan khususnya dalam modernisme dunia Islam sekarang.

E. Muhammad Rasyid Rida (1865-1935 M)


1. Biografi
Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalamun wilayah
pemerintahan Tarablus Syam pada tahun 1282 H/1865 M. Qalamun
adalah sebuah desa yang terletak di pantai Laut Tengah, sekitar tiga
mil dari Kota Libanon. Saat itu Libanon merupakan bagian dari
wilayah Kerajaan Turki Utsmani. Perlu dipahami saat itu pada
pertengahan abad ke 19, Turki Ustmani atau Ottoman merupakan
Daulah Islamiyah sekaligus masih merupakan salah satu negara
adikuasa di Dunia.
Nama lengkap Rasyid Ridha adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali
Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn Muhammad Bahauddin Ibn
Manla Ali Khalifah. Keluarganya dari keturunan terhormat berhijrah
dari Bagdad dan menetap di Qalamun. Kelahirannya tepat pada 27
Jumadil Tsani tahun 1282 H/18 Oktober tahun 1865 M. Kota
kelahirannya adalah daerah dengan tradisi kesalehan Sunni yang kuat,
tempat tarekat-tarekat memainkan peran aktifnya. Melalui hal ini dapat
terlihat bahwa setting sosial daerah tarekat sangatlah kental terhadap
dasar keagamaan seorang Ridha.
Ayah dan Ibu Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan al-
Husayn putra Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah, Putri Rasulullah. Itu
sebabnya Muhammad Rasyid Ridha menyandang gelar al-sayyid di
depan namanya dan sering menyebut tokoh-tokoh ahl al-bayt seperti
Ali ibn Abi Thalib, al-Husyan dan Ja’far al-Shadiq dengan Jadduna
(nenek moyang kami). Hal ini mungkin karena ayahnya yang bernama
al-Sayyid Ali-Ridha adalah seorang Sunni yang bermahzab Syafi’i.

2. Pemikiran
Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dimajukan Rasyid
Rida,tidak banyak beda dengan ide-ide gurunya, Muhamad Abduh dan
Jamaludin Al-Afghani. Ia juga berpendapat bahwa umat Islam mudur
karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran islam sebenarnya. Pengertian
umat Islam tentang ajaran-ajaran agama salah dan perbuatan-perbuatan
mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam sebenarnya.
Kedalam Islam telah banyak masuk bid‟ah yang merugikan bagi
perkembangan dan kemajuan umat. Diantara bid‟ah itu pendapat
bahwa dalam Islam terdapat ajaran kekuatan bathin yang membuat
pemiliknya dapat memperoleh segala apa yang dikehendakinya,
sedang kebahagian di akhirat dan di dunia diperoleh melalui hukum
alam yang diciptakan tuhan, demikian Rasyid Rida berpendapat. Satu
bid‟ah lain yang mendapatkan tantangan keras dari Rasyid Rida ialah
ajaran syeihk terikat tentang tidak pentingnya hidup duniawi, tentang
tawakal dan tentang pujaan dan kepatuhan berlebih-lebihan pada
syeikh dan wali.
Rasyid Rida sebagaimana Muhamad Abduh menghargai akal
manusia. Sungguh pun penghargaanya terdapat akal tidak setinggi
penghargaan yang diberikan gurunya. Menurutnya akal dapat dipakai
terhadap ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan, tetapi tidak
untuk ibadah, ijtihad diperlukan hanya untuk soal-soal ibadah tidak di
berikan lagi. Ijtihad diperlukan hanya untuk soal-soal hidup
masyarakat terhadap ayat dan hadist yang mengandung arti tegas.
Ijtihad tidak dipakai lagi. Akal dapat dipergunakan terhadap ayat-ayat
dan hadist yang tidak mengandung arti yang tegas. Dan terhadap
persoalan persoalan yang tidak tersebut dalam Al-Quran dan hadist.
Menurutnya, umat Islam harus dibawa kembali kepada ajaran-
ajaran Islam yang sebenarnya. Yaitu ajaran yang murni dari segala
bid’ah yang menggerogoti ajaran Islam itu, Islam murni itu sederhana
sekali menurutnya, kesederhanaan itu terletak dalam ibadah dan
muamalat. Ibadah kelihatan berat dan ruwet karena dalam hal-hal yang
wajib pada ibadah telah ditambahkan sesuatu yang bukan wajib.
Padahal yang sebenarnya hanya sunnah mengenai hal-hal yang sunah
inilah terdapat perbedaan paham yang akibatnya timbulah kekacauan
dan bahkan pertentangan. Dalam soal muamalat juga amat simpel,
hanya dasar-dasar yang diberikan, seperti keadilan, persamaan,
pemerintah syura. Perincian dan pelaksanaan dari dasar-dasar ini
diserahkan kepada umat untuk menentukannya. Hukum-hukum fiqh
mengenai hidup kemasyarakatan, sungguh pun itu didasarkan atas
Al-Quran dan Al-hadist tidak boleh dianggap absolut dan tak dapat
diubah. Hukum-hukum itu timbul sesuai dengan suasana tempat dan
zaman ia timbul.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan penjelasan mengenai biografi dan
pemikiran tokoh tokoh pembaru islam dari Mesir. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa setiap tokoh pembaru islam dari Mesir memiliki latar
belakang kehidupan, sifat, dan pemikiran yang berbeda beda. Namun
setiap hal dan pemikiran revolusioner yang mereka berikan memiliki satu
tujuan yang sama, yaitu untuk kemajuan Islam dan umat Islam, terutama
bagi umat Islam yang berasal dari negaranya sendiri.

B. Saran
Para tokoh pembaharu islam pastinya tidak lahir dan secara instan
menjadi tokoh tokoh yang berjasa dalam proses kebangkitan islam di era
modern seperti sekarang. Mereka memiliki dasar iman dan ketaqwaan
yang kuat serta rasa selalu haus akan ilmu pengetahuan. Segala sesuatu
yang mereka lakukan, pemikiran yang mereka hasilkan, tak lain dan tak
bukan dilakukan atas dasar ikhlas kepada Allah SWT dan dengan niat
untuk membangkitkan kembali masa kejayaan islam seperti sediakala.
Penyusun makalah sangat berharap agar makalah ini dapat menjadi
inspirasi bagi para pembaca untuk selalu istiqamah serta ikhlas membela
dan memajukan agama islam juga umat islam. Sehingga terlahir para
generasi pemikir serta ulama baru yang berilmu, revolusioner, serta
memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT. Sehingga islam
dapat mengalami masa kejayaannya lagi seperti masa keemasan islam
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Samsul. (2018). PERANAN MUHAMMAD ALI PASHA


DALAM PENGEMBANGAN ISLAM DI MESIR [Skripsi, UIN
Alauddin Makassar] dari http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/14044/1/SAMSUL%20AHMAD.pdf

digilib.uinsby.ac.id, BAB III (RIWAYAT HIDUP MUHAMMAD ALI


PASHA DAN PEMIKIRAN PEMBAHARUANNYA
TERHADAP PERADABAN MODERN), diakses pada 9
September 16, 2021, dari http://digilib.uinsby.ac.id/1790/6/Bab
%203.pdf

Fathoni Shodiq Rifai (23 Agustus 2018). Biografi Muhammad Abduh


(1849-1905 M.) Diakses pada 16 September 2021, dari
https://wawasansejarah.com/biografi-muhammad-abduh/

Mustahdi, Mustakim. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.


Klaten, Jawa Tengah: Intan Pariwara.

Mukhibatul Khoiro_A92215107.pdf (2019, 18 Desember). SEJARAH


PERJUANGAN RIFAAH AL-TAHTAWI DAN MUHAMMAD
ABDUH DI MESIR TAHUN 1831-1905 M. Diakses pada 16
September 2021, dari
http://digilib.uinsby.ac.id/38224/2/Mukhibatul
%20Khoiro_A92215107.pdf

Manijo Jojo. Rethinking Gagasan dan Pembaharuan Muhammad Abduh di


Mesir Relevensinya dengan Masa Depan Pendidikan Islam.
Diakses pada 16 September 2021, dari
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Quality/article/download/
199/1685

syekhnurjati.ac.id. Biografi Jamaludin Al Afghani. Diakses pada 15


September 2021, dari
http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214113110045.p
df

Syah, Irvan. (2018). Pemikiran Muhammad Rasyid Ridha tentang


pembaharuan pendidikan Islam. [Thesis, UIN Raden Intan
Lampung]. Raden intan.

Sanusi, Ahmad. (2018). Pemikiran Rasyid Ridha tentang pembaharuan


hukum Islam. Jurnal UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten,
19(02), 34-35.

Anda mungkin juga menyukai