Pendahuluan
Munculnya renaisance di Barat, yang ditandai dengan
ditemukannya Benua Afrika pada tahun 1492 M oleh Colombus, dan
Tanjung Harapan pada tahun 1478 oleh Vasco Da Gama, telah memicu
penemuan lainnya di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.1 Hal ini,
menjadikan Barat mulai “bergeliat” memasuki dunia baru yang lebih
modern, yang kemudian dibarengi dengan invasi kedunia Islam. 2 Pada
saat yang sama, negara-negara Islam telah mengalami kemunduran.3
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Rajawali Press. 1997) hlm 174.
2
Oleh beberapa ahli disebutkan bahwa motif dari adanya invasi ini adalah
sebagai salah satu bentuk balas dendam Barat atas kekalahan mereka pada perang Salib.
Lihat Muhammad Sayyid, Lamnatun min Tarikh al-Dakwah, (trj), (Jarta : Pustaka al-
Kautsar. 1998), hlm. 303 – 305.
3
Kerajaan Usmani, yang saat itu menjadi icon kebesaran Islam, setelah
mengalami kekalahan pada perang di Wina tahun 1683 perlahan-lahan mulai
mengalami kemunduran. Meskipun kemudian Sultan Ahmad III (1703 – 1730 M),
mulai menyadari kelemahan dan kemunduran itu, dengan mendatangkan beberapa ahli
militer ke kerajaannya,. Misalnya pada tahun 1717 M seorang perwira Perancis, De
Rochefort, datang ke Istambul untuk membentuk Korp Artileri dan melatih tentara
Usmani dalam ilmu militer Modern, lalu pada tahun 1729, Comte de Bonneval dari
perancis, dibantu oleh Macharthy dari Irlandia, Ramsay dari Skotlandia, dan Mornai
dari Perancis untuk memberi latihan penggunaan meriam modern. Sampai pada tahun
1734, berdirilah sekolah teknik militer. Lihat Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam
; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang. 1988), hlm 15 – 16. Akan
tetapi, setelah perang Dunia ke-I pada tahun 1915, Usmani yang bergabung dengan
Jerman mengalami kekalahan, sehingga kebesaran Usmani benar-benar tenggelam. Dan
akhir dari perang inilah merupakan babak baru dari proses kolonialisasi Eropa atau
Barat atas Islam.
4
Menurut Philip K. Hitti, pada saat itu Perancis ingin melakukan pemutusan
hubungan komunikasi dengan Inggris, maka Perancis memotong gerak Inggris ini dengan
menguasai Mesir, yang merupakan pintu gerbang menuju India. Lihat Philip K. Hitti,
History of The Arabs, (London : The MacMilan, 1974), hlm 722.
5
Lihat G. H. Jansen, Islam Militan, (Bandung : Pustaka. 1980), hlm. 82 – 84.
6
Neal Robinson, Pengantar Islam Komprehensip, (Yogyakarta : Adipura. 2001), hlm
70.
7
Ahmad Amid, Yaum al-Islam, (trj), (Bandung : Remaja Rosdakarya. 1993), hlm.
24.
8
Al-Azhar didirikan oleh Jauhar al-Katib al-Siqilli, seorang panglima perang
dinasti Fatimiyyah pada tahun 970 M.. lihat Azumardi Azra (Ed), Sejarah Perkembangan
Madrasah, (Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depag RI. 1999), hlm. 39.
9
Pada masa ini, Mesir dibawah kekuasaan kerajaan Fatimiyyah, yang menganut
paham Syi‟ah. Lihat Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta
: Al-Husna. 1988), hlm. 45 – 46.
10
Ibid.
11
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam ; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta : Bulan Bintang. 1975), hlm. 28.
12
Muhammad Ali Pasya sering disebut-sebut sebagai salah satu tokoh perubahan
di Mesir, tetapi ia dengan “tangan dinginnya” juga telah memusnahkan pihak-pihak
yang mungkin akan menentang kekuasaannya, terutama kaum Mamluk. Kisah yang
cukup “mengerikan” adalah ketika 470 kaum Mamluk yang dibantai habis di bukit
Mukattam. Lihat Harun Nasution, Ibid, hlm. 35 – 36.
13
Al-Tahtawi adalah seorang Ulama‟ Al-Azhar yang pernah belajar di Mesir dan
Abbas adalah pengganti M. Ali Pasya. Karena hal-hal yang tidak jelas, ia tidak senang
dengan al-Tahtawi lalu “memindahkan” al-Tahtawi ke Sudan. Lihat Ibid, hlm. 44.
14
http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=318
15
Ibid.
16
Mansur & Mahfudz Junaidi, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam. 2005), hlm 30.
17
Abd. Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam, (Jakarta
: PT. RajaGrafindo Persada. 1998), hlm 25.
18
Sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution, op cit, hlm. 31.
19
Abdul Sani, op cit, hlm. 30.
20
Ibid, hlm. 32.
21
Juwariyah Dahlan, “Kontraversi Pemikiran al-Tahtawi” dalam
http://islamlib.com/id
22
http://sau-jana.tripod.com/id3.html
23
Bahkan pada masa Kepemimpinan Muhammad ali Pasha di Mesir pada tahap
berikutnya telah membentuk sistem pendidikan yang paralel tapi terpisah, yaitu
pendidikan tradisional dan pendidikan modern sekuler, ia juga berusaha menciutkan
peranan Al Azhar sebagai lembaga yang berpengaruh sepanjang sejarah, antara lain
dengan menguasai badan Wakaf Al Azhar yang merupakan urat nadinya. Seterusnya
pada masa pemerintahan Khedive Isma‟il Pasha (1863-1879 M.) mulai diusahakan
reorganisasi pendidikan, dan dari sini pendidikan tradisional mulai bersaing dengan
pendidikan modern sekuler. Serangan terhadap pendidikan tradisional sering tampak
dari usaha yang menginginkan perbaikan Al Azhar sebagai pusat pendidikan islam
terpenting. Lihat Ibid.
24
http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=318
25
Bandingan dengan beberapa bagian dalam buku H. Kahar Masyhur, Pemikiran
dan Modernisme dalam Islam. (Jakarta : Kalam Mulia. 1989), hlm 126.
26
http://sau-jana.tripod.com/id3.html
27
Ibid.
28
Ibid
29
Ibid.
30
Bahkan Menurut as-Syaukani, Puncakn dari gerakan reformasi Islam di Arab
ada dalam diri Muhammad 'Abduh. 'Abduh adalah cikal-bakal gerakan reformis yang
ada sekarang ini. Hanya, kecenderungan dikotomis untuk menjadi "kiri" atau "kanan"
dalam madzhab 'Abduh semakin intens. Kelompok kiri penerus 'Abduh semakin lama
semakin kiri (menjadi sekular), dan kelompok kanan juga terus semakin kanan, atau
memutuskan diri sama sekali dari kerangka ajaran sang imam --menjadi fundamentalis.
Lihat A. Luthfi Assyaukanie, “Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab Kontemporer”,
dalam www.paramadina.com.