MAN 2 TUBAN
JL.RAYA BERON 728 RENGEL, TUBAN, Punggulrejo,
Kec.Rengel, Kan.Tuban, Prov.Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan
kepada penulis dan penulisan dapat menyelesaikan tepat waktu. Karya tulis ini di susun
berdasarkan keputusan dari Bu Tanti selaku guru mapel Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
sebagai paduan belajar pendidikan agama Islam untuk Madrasah Aliyah (MA) dan yang
sederajat.Karya tulis dengan judul "Gerakan Pembaruan Islam Oleh Al-Tahtawi" dipersiapkan
dalam wujud partisipasi mengikuti pembelajaran materi Bab 6 semester genap yaitu Gerakan
Pembaruan Islam.Berkat kerja sama dan kekompakan kelompok 4, karya tulis ini dapat
terselesaikan dengan baik.Penulis sadari sebagai seorang pelajar yang masih banyak kekurangan.
Penulis sangat mengharap adanya kritik dan dan saran yang bersifat positif guna penulisan karya
tulis yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga karya tulis yang sederhana ini dapat
memberikan manfaat.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah mesir di latar belakangi ketika Mesir berada pada kekuasaan Romawi di Timur
dengan Bizantium sebagai ibu kotanya merupakan awal kebangkitan Mesir. Mesir menjadi
sangat menarik pada masa kekuasaan Romawi karena mempunyai potensi yang berakar di
Mesir. Kerajaan Romawi Timur dengan ibu kota Bizantium merupakan rival berat
pengembangan Islam yang keberadaannya berlangsung sampai pada masa pemerintahan
Kholifah Umar Bin Khatab. Pada saat Umar menjadi Khalifah, Romawi Timur merupakan target
pengembangan misi keislaman dan akhirnya kekuatan militer Romawi tidak dapat menghambat
laju kemenangan Islam di Mesir,keberadaan Islam sebagai agama baru memberikan keluasaan
dan kebebasan untuk hidup, yang selama itu tidak diperoleh dari pemerintahan Romawi Timur,
termasuk didalamnya kondisi yang labil karena berkembangnya konflik keagamaan. Mesir
menjadi wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin Khattab pada 640 M, Mesir ditaklukkan
oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan gubernur di sana. Kemudian diganti
oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu
sebab terbunuhnya Usman ra. Mesir menjadi salah satu pusat peradaban Islam dan pernah
dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah ( sampai tahun 567 H)
yang mendirikan AlAzhar, dinasti Ayubiyah (567-648 H) yang terkenal dengan perang salib dan
1 Harun Nasution. perjanjian ramalan mengenai Palestina, dinasti Mamluk (648-922 H)i
ditaklukan oleh Napoleon. Mesir adalah sebuah tempat dengan peran politik dan kesejarahan.
Dari segi ekonomi dan politik memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor
perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam,
Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama dengan
kehadiran Imam Syafi‟i, Setelah kehancuran kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan
format perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulat Fatimiyah. Kerajaan
Daulah Bani Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam.
Setelah Dinasti Fatimiyah dan penerus-penerusnya dilanjutkan lagi oleh Sultan Mamluk
sampai tahun 1517 M, mereka inilah yang sanggup membebaskan Mesir dan Suriah dari
peperangan Salib serta yang membendung kedahsyatan tentara Mogol di bawah pimpinan
Hulagu dan Timur Lenk. Pada tanggal 2 Juni 1798 M, ekspedisi Napoleon mendarat di
Alexandria ( Mesir) dan berhasil mengalahkan Mamluk dan berhasil menguasai Kairo. Setelah
ditinggal Napoleon digantikan oleh Jenderal Kleber dan kalah ketika bertempur melawan
Inggris. Dan pada saat bersamaan datanglah pasukan Sultan Salim III ( Turki Usmani) pada
tahun 1789-1807 M dalam rangka mengusir Prancis dari Mesir. Salah satu tentara Turki Usmani
adalah Muhammad Ali yang kemudian menjadi gubernur Mesir di bawah Turki Usmani.
Walaupun Napoleon menguasai Mesir hanya dalam waktu sekitar tiga tahun, namun pengaruh
yang ditinggalkannya sangat besar dalam kehidupan bangsa Mesir. Napoleon Bonaparte
menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Kehadiran Napoleon Bonaparte membawa para ilmuwan
dengan seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian.
Harun Nasution menggambarkan ketika Napoleon datang ke Mesir tidak hanya membawa
tentara, akan tetapi terdapat 500 orang sipil 500 orang wanita. Diantara jumlah tersebut terdapat
167 orang ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan membawa 2 unit percetakan dengan
huruf Latin, Arab dan Yunani, tujuannya untuk kepentingan ilmiah yang pada akhirnya dibentuk
sebuah lembaga ilmiah dinamai Institut d‟Egypte yautu ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi politik,
dan sastra seni. Sedangkan peralatan modern pada Institut ini seperti mikroskop, teleskop, dan
alat-alat percobaan lainnya. Abdurrahman al-Jabarti, ulama al-Azhar dan penulis sejarah, pada
tahun 1799 berkunjung ke Institut d‟Egypte; sebuah lembaga riset yang didirikan oleh Napoleon
di Mesir. Napoleon membawa ide-ide baru yang dihasilkan Revolusi Prancis seperti: 1) sistem
pemerintahan republik yang didalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk
kepada undang-undang dasar . Sementara yang belaku pada saat itu sistem pemerintahan raja
absolut yang menjadi raja selama ia hidup dan digantikan anaknya, serta tidak tunduk kepada
konstitusi , karena keduanya tidak ada. 2) Ide persamaan ( egaliter) dalam arti sama kedudukan
dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan, cara mendirikan suatu badan kenegaraan
yang terdiri dari ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dagang dari Kairo dan daerah-
daerah lain. 3) Ide kebangsaan dengan menyebutkan orang Prancis merupakan suatu bangsa
(nastion) dan kaum Mamluk merupakan orang asing yang datang ke Mesir walaupun beragama
Islam. Diantara keberhasilan yang telah dicapai oleh orang sipil Prancis di Mesir sebagai berikut:
a. Membuat saluran air di lembah Sungai Nil. b. Di bidang sejarah, ditemukan batu berukir yang
terkenal dengan Rossetta Stone. c. Di Bidang pemerintahan, merambahnya ide sistem
pemerintahan yang kepala negaranya dipilih dalam waktu tertentu dan tunduk pada perundang-
undangan. Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan
perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang khususnya
bidang pendidikan. Pelarian kepada dunia akhirat membuat umat Islam tidak mempunyai
semangat perjuangan melawan dominasi kezaliman disekitarnya, termasuk kezaliman penguasa.
Guru-guru menjadi top figur dalam kepemimpinan agama.
Pembaharuan Islam di Mesir menurut John L. Esposito dilatar belakangi oleh ortodoksi
sunni yang mengalami proses kristalisasi setelah bergulat dengan aliran muktazilah, aliran syiah
dan kelompok khawarij yang kemudian disusul dengan sufisme yang pada tahapan selanjutnya
mengalami degenerasi. Degenerasi dan dekadensi aqidah dan politik nepotisme dan absolutis
yang bertentangan semangat egaliterianisme yang diajarkan Islam setelah merajalelanya bid’ah,
kurafat, fabrikasi dan supertisi di kalangan umat Islam dan membuat buta terhadap ajaran-ajaran
Islam yang orisinal. Pada abad peralihan 13 ke-14 seorang tokoh Ibnu Taimiyah yang melakukan
kritik tajam sebagai reformis ( Tajdid) dengan seruannya agar umat Islam kembali kepada Al-
Quran, Sunnah serta memahami kembali ijtihad. . Al-Azhar yang selama ini berkembang
menjadi simbol kajian keilmuan, juga terjangkit penyakit kejumudan dengan mengajarkan ilmu
agama dan melarang segala bentuk kajian keilmuan sistematik dan ilmiyah. Keterbukaan dalam
melakukan pemikiran keislaman dan pendidikan dengan orientasi pada sikap rasionalitas
merupakan barang baru, yang sama sekali tidak berkembang di kalangan umat Islam Mesir, dan
tawaran-tawaran semacam itu akan menimbulkan reaksi yang keras, yang berkembang dari
mereka yang tidak mau menggunakan rasionalitas dan pembahasan sistematis terhadap ajaran
Islam. Kehadiran Napoleon ini sangat berarti bagi timbulnya pola pendidikan dan pengajaran
Barat, yang sedikit demi sedikit akan mengubah persepsi dan pola pemikiran umat Islam, dan ini
sudah barang tentu akan melahirkan semangat pengkajian dan pembaharuan dalam Islam. Maka
pada tahap perkembangannya pola pembaharuan Islam Kontemporer di Mesir lebih mengarah
kepada hal-hal berikut: Pertama,embaharuan sistem berfikir artinya tata cara berfikir umat Islam
yang harus meninggalkan pola pikir tradisional yang dogmatik. Kedua, upaya membangun
semangat kolegial umat, agar memperoleh kesempatan melakukan aktualiasai ajaran terutama
partisipasi aktif dalam peraturan politik, ekonomi dan hukum di dunia, sebab selama ini, umat
Islam secara aktif tidak mampu memberikan partisipasinya dalam perturan dunia.
Ahli-ahli yang mempunyai ilmu pengetahuan modern seperti dokter dam insinyur harus
diajak bermusyawarah dalam menentukan siasat Negara. Masyarakat suatu negara, menurut
pendapatnya tersusun dari empat golongan: raja, kaum ulama, ahli-ahli, tentara dan kaum
produsen. Raja bertanggung jawab hanya pada Allah , raja tak boleh melupakan kepentingan
rakyat. Perasaan takut pada Allah akan membuat raja bertindak baik bagi rakyatnya. Selain dari
takut kepada Tuhan, tindak tanduk seorang raja di kontrol pula oleh “pendapat umum”, Oleh
sebab itu antara yang memerintah dan yang diperintah harus ada hubungan yang baik. Dijelaskan
dalam buku Al-Mursyidul Amin il Banati wal Banin (Petunjuk bagi Pendidikan Putra dan Putri).
Pendidikan dasar mesti bersifat universal dan sama bentuknya untuk segala golongan. Orang
yang mengatakan menyekolahkan anak wanita adalah makruh, demikian al-Tahtawi lupa bahwa
istri Nabi, Hafsah dan Aisyah, pandai membaca dan menulis. Sebelum Qasim Amin muncul, al-
Tahtawi telah menganjurkan: tahrir al-mar’ah (emansipasi wanita). Dalam buku lain, Amvaru
Taufiq al-Jalil fi Akhbari Misra, wa Tausiqi Bani Ismail (Cahaya Taufiq yang Agung pada
Berita-berita Mesir dan Pengukuhan Anak Keturunan Khedewi Ismail), yang mengandung
sejarah Mesir dari mulai zaman Fir’aun, ia memperlihatkan kebanggaannya akan peradaban dan
kemajuan ekonomi Mesir di zaman Fir’aun. Mesir Modern adalah lanjutan dari Mesir zaman
Fir’aun, dan karena itu ia tak enggan menulis syair-syair yang memuji Fir’aun. Mesir modern
betul Islam, tetapi bukan semua putra Mesir beragama Islam. Orang-orang yang bukan beragama
Islam harus diberi kemerdekaan beragama, dan Mesir Islam dan Mesir bukan Islam adalah
saudara.
Tadi telah disebutkan bahwa al-Tahtawi berpendapat bahwa kaum ulama harus
mengetahui ilmu-ilmu modern agar mereka dapat menyesuaikan syariat dengan kebutuhan
kebutuhan modern. Ini mengandung arti bahwa ijtihad yang telah tertutup pintunya semenjak
abad ke-11 Maschi, bagi al-Tahtawi adalah terbuka tetapi ia kelihatannya belum berani
menyatakan pendapat ini dengan jelas dan terang-terangan. Dalam bukunya tentang ijtihad dan
taklid, Al-Qaul as-Sadid fil jihadi wat Taglid (Perkataan yang Benar tentang Ijtihad dan Taklid),
al-Tahtawi hanya menerangkan syarat- syarat dan rupa-rupa ijtihad yang ada dalam Islam. Ijtihad
mutlak, ijtihad dalam mazhab. Ijtihad dalam fatwa. Tetapi bagaimanapun penjelasan-penjelasan
al-Tahtawi ini menarik perhatian orang pada ijtihad. Dan akhirnya membawa pada pendapat
bahwa pintu ijtihad adalah terbuka dan bukan tertutup.Mengenai soul fatalisme ia mencela orang
Paris karena mereka tak percaya padu Qadhu’ dan Qadar, sedang pendapat yang semestinya
menurut al-Tahtawi ialah orang harus percaya pada Qadha” dan Qadar Tuhan, tetapi d samping
itu harus berusaha. Orang tak boleh berserah kepada Qadha dan Qadar tetapi harus dalam segala
hal berusaha terlebih dahulu dan kemudian baru berserah kepada kehendak Tuhan. Orang Eropa
berkepercayaan bahwa manusia dapat memperoleh apa yang di kehendakinya dengan kemauan
dan usahanya sendiri dan bila ia gagal dalam usahanya, itu bukan karena Qadha’ dan Qadar
Tuhan tetapi karena salah perkiraan atau kurang dalam berfikir atau kurang kuat berusaha.
2.2 Konsep Pemikiran
1. Tentang Negara
Al- tahtawi dalam bukunya manahij al-Albab' mengatakan bahwa stabilnya kemakmuran itu
memerlukan adanya dua kekuatan, kekuatan yang memerintah yang sanggup menjamin
kemaslahatan umum dan menghapus hal-hal yang merusak dan kekuatan yang diperintah yaitu
kekuasaan yang terdiri dari pribumi yang merasa aman karena terjaminnya kebebasan dan dapat
menikmati apa yang dibutuhkan dalam hidupnya baik yang berupa lapangan kerja maupun
kesempatan mengenyam kebahagiaan.
Jelaslah bahwa Al-Tahtawi tahu menggunakan teori Montesquieu dalam membagi kekuasaan
2.Tentang Masyarakat
Menurut Al tahtawi masyarakat tersusun dari 4 golongan Raja kaum ulama dan ahli-ahli tentara
dan kaum produsen 2 golongan yang pertama adalah golongan yang memerintah dan dua
golongan lainnya adalah yang diperintah setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban dan
dipandang dengan sama menurut hukum Raja meskipun hanya mempunyai tanggung jawab
kepada Allah saja ia tak boleh melupakan kepentingan rakyat Raja harus selalu ingat kepada
Allah dan siksaan yang disediakan bagi orang yang zalim perasaan takut kepada Allah akan
membuat Raja bertindak baik bagi rakyatnya.
Hukum positif demikian al-tahtawi sebagai produk akal manusia dapat mencapai hasil yang dianjurkan
oleh agama Hal ini dapat terjadi oleh karena aktivitas setiap makhluk bahkan kerja dari anggota tubuh
makhluk hidup tunduk kepada hukum alam hukum alam merupakan kode Tuhan yang mengikat seluruh
makhluk hukum alam ini diciptakan Tuhan bersama manusia dan selalu bersama di alam wujud ini
kemudian datanglah nama hukum syaraf yang dibawa oleh nabi-nabi dengan kitab suci masing-masing
yang Tidak diragukan kebenaran dengan demikian hukum alam hukum syarat dan akal manusia Selaras
adanya.
4.Tentang pendidikan
Salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan menurut altawi ialah berpegang teguh pada agama
dan budi pekerti yang baik kunci untuk itu adalah pendidikan Oleh karena itu tujuan pendidikan
banyak diarahkan kepada pendidikan kepribadian dan bukan semata-mata memompakan
pengetahuan.
- untuk keselarasan rumah tangga yang dapat mengasuh anak keturunannya dengan baik
- dapat memperoleh pekerjaan sebagaimana laki-laki dalam batas-batas kemampuannya
- menghindarkan mereka dari kesepian dan dari kebiasaan berbicara yang bukan bukan dengan
tetangga
Buku itu sebenarnya ditulis dalam rangka sebagai syarat untuk kelulusan ujiannya.[38] Di
dalam buku tersebut, Rifa'ah menuliskan dinamika kehidupannya selama lima tahun belajar di
Paris. Dia menjumpai yang namanya sendok dan garpu, kebebasan berpendapat, demokrasi, serta
konstitusi. Semua hal tentang Paris seperti budaya, politik, dan pendidikan yang dia ketahui, dia
tulis dalam buku ini. Di Paris juga dia mencatat mengenai beberapa karya yang dia pernah baca
seperti dari Condillac, Voltaire, Rousseau, Montesquieu dan Bézout.[39] Meski buku ini ditulis
pada saat dia berada di Prancis, buku ini dicetak pertama kali pada tahun 1834, tiga tahun setelah
kepulangannya dari Prancis. Hal tersebut dikarenakan ditambahnya beberapa bagian oleh Rifa'ah
ketika dia kembali ke Mesir. Buku ini merupakan buku Rifa'ah yang dicetak sebanyak tiga kali.
Cetakan kedua diterbitkan pada tahun 1849 dan cetakan ketiga dicetak pada tahun 1905 selepas
dia meninggal.[38] Humaniora Rifa'ah juga pernah membuat beberapa karya yang berkaitan
dengan ilmu humaniora. Karya-karya tersebut berkaitan dengan ilmu kebahasaan, sejarah,
teologi Islam, dan kependidikan. Seumur hidupnya, Rifa'ah setidaknya diketahui telah menulis
dua buku yang bertemakan tentang kebahasaan, hal yang dirasa wajar mengingat latar
belakangnya sebagai seorang penerjemah. Buku-bukunya yang berkaitan tentang kebahasaan
semuanya berkisar mengenai bahasa Arab, bukan pada bahasa lainnya. Buku pertamanya
mengenai kebahasaan adalah Jamal Al-Ajrūmiyah. Terbit pada tahun 1863, buku ini berisi
tentang uraian perihal syair-syair bahasa Arab dari sisi gramatikal.[40]
Buku kebahasaan lainnya yang pernah dia terbitkan adalah al-Tuhfat al-Maktabiyah li
Taqrib al-Lughah al-‘Arabiyah (dalam bahasa Indonesia berarti Mahakarya Perpustakaan Untuk
Mempermudah Pembelajaran Bahasa Arab). Buku ini terbit enam tahun setelah buku bertema
kebahasaan pertamanya, yaitu pada tahun 1869, oleh percetakan Hajar. Tidak seperti
sebelumnya, buku ini lebih menjabarkan mengenai cara-cara untuk menyederhanakan kalimat
dalam bahasa Arab yang dengan penyederhanaan tersebut, diharapkan dapat mempermudah
pemula untuk belajar bahasa Arab dengan lebih baik.[40]Dikarenakan sebagian besar hidupnya
dia habiskan untuk menjadi guru, maka Rifa'ah pun juga pernah menulis satu buku mengenai hal
yang bersifat pedagogis. Judul buku tersebut ialah Al-Murshid al-Amīn fi Tarbiyat al-Banāt wa
al-Banīn (Petunjuk Pendidikan Bagi Putra dan Putri). Di dalam buku tersebut, dia
mengemukakan pendapatnya bahwa tidak hanya laki-laki, para perempuan juga berhak
mendapatkan pendidikan yang setara dengan rekan mereka. Buku ini menerangkan perbedaan
karakter antara laki-laki dan perempuan sehingga dalam menghadapi keduanya, diperlukan gaya
pendidikan yang tidak sama. Selain itu, buku tersebut juga menegaskan pentingnya mengarahkan
pendidikan untuk tujuan nasional. Buku ini diketahui pertama kali dicetak ketika Rifa'ah
meninggal dunia pada tahun 1873.[21]
Selain dari ketiga buku tersebut, Rifa'ah menulis buku bertemakan sejarah dengan judul
Anwār Taufiq al-Jalīl fi Akhbar Misra wa Tauthiqi Bani 'Ismā'il (Cahaya Kedamaian Agung
Mengenai Berita-berita Mesir dan Pengukuhan Keturunan Ismail). Buku tersebut sebenarnya
adalah sebuah ensiklopedia yang berisi dua jilid yang jilid kedua dari buku tersebut memiliki
judul yang berbeda. Jilid pertama dari buku tersebut diterbitkan pada tahun 1868, berisi tentang
sejarah negeri Mesir dari zaman Firaun, Makedonia, Romawi, hingga pada kelahiran Nabi
Muhammad yang kemudian dengan para sahabat beliau membuat ekspansi Arab berlanjut ke
Mesir.[41] Sedangkan jilid kedua dari buku itu diberi judul Nihāyat al-Ijāz fi Sirah Sākin al-
Hijāz (Akhir Sejarah Singkat Penduduk Hijaz) dan diterbitkan pada tahun 1873 ketika ia
meninggal. Jilid kedua berisi tentang penjabaran sejarah Nabi Muhammad serta struktur politik,
peradilan, dan sistem administrasi yang ada pada kota Madinah di zaman Rasul.[40] Dia juga
menulis buku mengenai teologi pembaharuan yang berjudul Manāhij al-Albāb al-Misriyah fi
Mabāhij al-Adāb al-Asriyah (Metode Bagi Orang Mesir untuk Mengetahui Literatur Modern).
Diterbitkan pada tahun 1869, buku dengan tebal 450 halaman tersebut berisi tentang pendapat
Rifa'ah mengenai modernisasi. Dalam buku itu dia mencoba untuk menjelaskan tentang
pentingnya modernisasi untuk kemajuan dalam seluruh bidang, utamanya di bidang ekonomi
dengan harapan supaya umat Islam dan khususnya bangsa Mesir dapat merasakan kesejahteraan
hidup.
[41]Dalam hal keislaman, dia menulis sebuah buku berjudul Al-Qaul al-Sadīd fi al-Ijtihad
wa al-Taqlid (Perkataan yang Benar Mengenai Ijtihad dan Taklid). Buku ini menjelaskan tentang
pemikiran Rifa'ah perihal macam-macam Ijtihad beserta syarat-syarat yang harus dijalani seperti
ijtihad mutlak, ijtihad fatwa, serta ijtihad dalam rangka mazhab. Buku ini sebenarnya merupakan
buku yang dipersiapkan untuk memperkuat argumentasinya pada bukunya yang berjudul
Manāhij al-Albāb.[41]
Puisi
Sunting
Selain membuat buku, Rifa'ah juga kedapatan membuat beberapa puisi yang biasanya dia
persembahkan kepada para Khedive Mesir saat itu. Berbagai puisinya tergabung ke dalam tema
nasionalisme yang dia beri judul Qasidah Wataniyah Misriyah (bahasa Indonesia: Puisi
Kebangsaan Mesir) yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Egyptian patriotic lyrics.
Beberapa puisi tersebut digunakan sebagai persembahan Rifa'ah kepada gubernur Muhammad
Sa'id Pasya pada tahun 1855.[40] Salah satu puisinya yang terkenal adalah Ya ṣāḥi ḥubbul waṭan
dan berikut ini adalah liriknya:[42]
فط ِن
ِ الوطن ِحلية كل
ِ ُّصاح حُب
ِ يا
اإليمان
ِ األوطان من ُش َعب
ِ َمحبة
مؤمن
ِ في أفخر األديا ِن آية كل,
للنفوس
ِ الرءوس تلذ
ِ َمساقط
ِ تُذ ِهب كل ب
ُوس عنا وك َّل حزَ ِن
ومصر أبهى َمول ِد لنا وأزهى َمحت ِد
للبدن
ِ ربع ومعه ِد للروح أو
ٍ و َم
ُش َّدت بها العزائ ُم نِيطَت بها التمائ ُم
العلن
ِ لطبعنا تُالئ ُم في السر أو في
مص ُر لَها أيا ِد عُليا على البال ِد
وفخرها يُنادي ما المجد إال ديدني
ْالكون من مصر اقتبسْ نورًا وما عنه احتبس
فخ ٌر قدي ٌم يُؤثَ ُر عن سادة ويُن َش ُر
زهور َمجد تُنثَ ُر منها العقول تجتني
دار نعيم زاهيه ومعدن الرفاهيه
آمرة وناهيه قِد ًما لكل المد ِن
قوة مصر القاهره على سواها ظاهره
سن ٍ وبالعمار زاهره ُخصَّت ب ِذ
ِ كر َح
أبناؤها رجا ُل لم يُثنِهم ُمحا ُل
وجُندُهم صندي ُد وقلبه حدي ُد
3.1 Kesimpulan
Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi adalah pembawa pemikiran pembaharuan yang besar
pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan
Muhammad Ali Pasya, al-Tahtawi turut memainkan peranan. Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta,
suatu kota yang terletak di Mesir bagian Selatan, dan meninggal di Kairo pada tahun 1873.
Pemikiran pembaharuan Al-Tahtawi meliputi:
1. Bidang pendidikan
2. Bidang ekonomi
3. Bidang kesejahteraan
4. Bidang pemerintahan
5. Patriotisme
6. Ijtihad dan Sains Modern
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik
dari segi penulisan maupun cara penyampaiannya. Karena itu penulis sangat mengharapkan
sekali kritik dan saran yang bersifat positif, khususnya dari Bu Tanti selaku guru mapel SKI dan
umumnya dari para pembaca demi penyempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Muhamad, Fazlurrahman. "Rifa'ah Al- Thahtawi: sang Pembaharu Pendidikan Islam"
Surabaya: UM
Supardjo. "Selintas tentang Situasi Mesir Pada Masa al-Tahtawi". Diakses tanggal 25 Januari