Fakultas Teknik dan Informatika Kampus Kota Sukabumi Universitas Bina Sarana Informatika 2022 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Munculnya pemikiran islam sebagai cikal bakal kelahiran peradaban islam pada dasarnya sudah ada pada awal pertumbuhan islam, yakni sejak pertengahan abad ke- 7 M, ketika masyarakat islam dipimpin oleh Khulafa’ Al-Rasyidin. Kemudian mulai berkembang pada masa Dinasti Umayyah, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah merupakan dampak positif dari aktifitas “Kebebasan berpikir” umat islam kala itu yang tumbuh subur ibarat cendawan di musim hujan. Setelah jatuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 1258 M, peradaban islam mulai mundur. Hal ini terjadi akibat dari merosotnya aktifitas pemikiran umat islam yang cenderung kepada ke-jumud-an (stagnan). Setelah berabadabad umat islam terlena dalam “tidur panjang”, maka pada abad ke-18 M mereka mulai tersadar dan bangkit dari stagnasi pemikiran untuk mengejar ketertinggalannya dari dunia luar (Barat/Eropa). Perkembangan pemikiran dan peradaban islam ini karena didukung oleh para khilafah yang cinta ilmu pengetahuan dengan fasilitas dan dana secara maksimal, stabilitas politik dan ekonomi yang mapan. Hal ini seiring dengan tingginya semangat para ulama dan intelektual muslim dalam melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan agama, humaniora dan eksakta melalui gerakan penelitian, penerjemahan dan penulisan karya ilmiah di berbagai bidang keilmuan. Kemudian gerakan karya nyata mereka di bidang peradaban artefak. Melalui gerakan pemikiran islam, berkembang disiplin ilmu-ilmu agama atau ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu qira’at, ilmu hadits, ilmu kalam/teologi, ilmi fiqih, ilmu tarikh, ilmu bahasa dan sastra. Di samping itu berkembang juga ilmu-ilmu sosial dan eksakta, seperti filsafat, logika, metafisika, bahasa, sejarah, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu eksakta melahirkan teknologi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang peradaban umat islam. Hasil dari perkembangan pemikiran yang sudah dirilis dari periode klasik awal adalah kemajua peradaban islam yang mencapai puncak kejayaannya terutama pada masa dua khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu Kahlifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya al-Makmun (813-833 M). Ketika keduanya memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin, walaupun ada juga pemberontakan tapi tidak terlalu mempengaruhi stabilitas politik negara, dan luas wilayah kekuasaan. Dinasti Abbasiyah ini mulai dari Afrika Utara sampai ke India (Samsul Munir Amin, 2010: 144). Demikian islam telah menorehkan tinta emas pada sejarah kehidupan umat manusia. Dan sebagaimana islam yang datang seagai rahmatan lil ‘alamin, sehingga islam mampu berdiri tegak pada setiap masa dan kurun waktu. Realitas spiritual dan metahistorikal yang mentransformasi kehidupan lahir dan batin dari beragam manusia di dalam situasi temporal maupun ruang yang berbeda. Dan secara historis, sosiologi, fisiologis dan teologis islam telah memainkan peran yang signifikan dalam perkembangan beberapa aspek pada peradaban dunia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan peradaban islam? 2. Apa faktor penyebab kemajuan dan kemunduran peradaban islam? 3. Apa sumber-sumber kontribusi islam terhadap perkembangan dunia? 4. Apa saja bentuk kontribusi islam terhadap perkembangan peradaban dunia? 5. Apa bentuk kontribusi islam bagi pemecahan masalah-masalah kontemporer pada saat ini?
1.3. Tujuan Tugas
1. Mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan peradaban islam. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kemajuan dan kemunduran peradaban islam. 3. Mengetahui sumber-sumber kontribusi islam terhadap perkembangan dunia 4. Mengetahui bentuk kontribusi islam terhadap perkembangan peradaban dunia. 5. Mengetahui bentuk kontribusi islam bagi pemecahan masalah-masalah kontemporer pada saat ini. BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban Islam
Dalam sejarah perkembangan pemikiran islam, pada mulanya tumbuh dan berkembang pemikiran rasional, namun kemudian berkembang pula pola pemikiran tradisional, yaitu pola pemahaman yang mengandalkan pemahaman para ulama masa lalu untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi pada masanya. Pola pemikiran rasional berkembang pada zaman klasik islam, terutama pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Sedangkan pola pemikiran tradisional berkembang pada zaman pertengahan islam, yaitu setelah habisnya masa Dinasti Abbasiyah hingga abad 18 M. Pola pemikiran rasional berkembang dipengaruhi oleh persepsi tentang tingginya kedudukan akal manusia di kalangan umat islam pada saat itu. Persepsi ini sejalan dengan persepsi yang sama dalam peradaban yunani yang ada di daerah-daerah islam zaman klasik. Daerah-daerah tersebut antara lain kota Aleksandria di Mesir, Yundisyapur di Irak, Anthakia di Syiria dan Bactra di Persia. Di kota-kota tersebut memang telah berkembang pola pemikiran rasional dari peradaban Yunani (Syaiful Muzani (ed), 1995:7). Menurut Muhammad al-Bahi, seorang pemikir islam dari mesir, bahwa aktifitas pemikiran ini belum kelihatan dalam sejarah permulaan islam pada zaman Rasulullah Saw dan Khulfa’ al-Rasyidin, kerana pada saat itu umat islam memfokuskan perhatiannya untuk berdakwah menyeru penduduk makkah dan sekitarnya agar menganut islam, menyemaikan akidah, menanamkan unsur- unsur iman dan akhlak yang mulia di kalangan mereka berdasarkan bimbingan dan petunjuk langsung dari Rasulullah Saw.Pada xaman Rasulullah Saw masih hidup dan wahyu masih diturunkan, umat islam mengembalikan semua persoalan kepada wahyu dan mendapatkan penjelasan langsung dari Rasulullah Saw. Karenanya umat islam belum memerlukan ijtihad pemikiran dari mereka sendiri, terlebih lagi dalam masalah akidah dan persoalan-persoalan dalam persoalan akidah dan tidak membiasakan perdebatan di kalangan orang-orang islam. Setelah Rasulullah Saw wafat, memang ada sedikir kekacauan pada awalnya tetapi dapat diselesaikan dengan baik oleh Abu Bakar setelah ia dilantik menjadi khalifah. Pada era dua khalifah pertama, Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khaththab, tidak banyak masalah. Namun pada masa khalifah ketiga, Usman bin Affan mulai timbul bibit-bibit pertikaian dalam bidang politik yang kemudian menjalar pada isu-isu akidah. Setelah Usaman wafat dan Ali bin Abi Thalib dilantik sebagai khalifah, keadaan menjadi semakin serius dan bahkan terjadi perang saudara antara sesama muslim, seperti terjadinya perang Jamal antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Zubair, Thalhah dan Aisyah dari Makkah serta perang Shiffin antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyah bin Abi Shufyan dari Damaskus. Ini titik awal berkembangnya perbedaan pandangan khilafiyah dan politik lalu membawa kepada munculnya aliran akidah. Sejarah mencatat bahwa keadaan seperti ini terjadi pada paruh akhir abad pertama Hijrah atau abad ketujuh Masehi. Dari masa inilah dimulainya perkembangan pemikiran islam secara drastis yang hampir merambah dalam semua bidang. Kondisi ini berlangsung pada masa Dinasti Abbasiyah. Aktifitas pemikiran islam pada masa Dinasti Abbasiyah mencapai kemajuan peradaban pada masa tujuh khalifah, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Makmun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Popularitas dinasti ini mencapai puncaknya pada zaman Khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al- Makmun. Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk membiayai gerakan intelektual, berupa penerjemah, penelitian, penulisan, pendirian lembaga pendidikan dan perpustakaan. Selain itu, kekayaan negara juga digunakan untuk keperluan sosial, seperti mendirikan rumah sakit, membangun tempat pemandian umum, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat sekitar 800 orang dokter. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesusasteraan dan kebudayaan berada pada zaman keemasan. Pada masa ini negara islam menempatkan dirinya sebagai negata terkuat di dunia. Al-makmun, pengganti Harun al-Rasyid, adalah khalifah yang sangat mencintai ilmu filsafat. Pada masanya, gerakan intelektual berkembang pesat, penerjemah buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji para penerjemah dari penganut agama lain yang ahli. Dia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah atau al-Maktabah al-Syultaniyah (Ahmad Syafii Ma’arif, dalam M.Abdul Karim, 2009:8) pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Bait al-Hikmah ini merupakan salah satu warisan bangsa Persia yang tetap dipelihara. Selama pemerintahan Dinasti Sasaniyah (Kerajaan Persia), Bait al-Hikmah dipandang sebagai arsip negara (Ali Akbar Velayati, 2010: 83). Menurut M.Abdul Karim (2009: 172), kemajuan peradaban dan kultur pada masa Dinasti Abbasiyah bukan hanya identik dengan masa keemasan islam, namun juga merupakan masa kegemilangan kemajuan peradaban dunia (M.Abdul Karim, 2009: 172). Salah satu indikator kemajuan peradaban adalah adanya capaian tingkat ilmu pengetahuan yang sangat tinggi. Diantara pusat- pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal adalah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Mada’in, Jundeshahpur dan lainnya. Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa pucak gerakan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah. Namun tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal berdirinya islam. Misalnya, Perkembangan lembaga pendidikan pada awal islam terdiri dari dua tingkat: Tingkat pertama, yaitu Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak- anak mengenal dasar-dasar baca, tulis dan hitung, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa. Tingkat kedua, yaitu pendalaman dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi ke luar daerah menuntut ilmu kepada para ahli dalam bidangnya masing-masing, umumnya ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan atau di istana bagi anak-anak penguasa dengan memanggil ulama ahlinya ke istana. Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan juga berfungsi sebagai universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa Khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini banyak diterjemahkan karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua, pada masa Khalifah al-Makmun hingga tahun 300 H. Penerjemahannya lebih banyak dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Setelah meredupnya gerakan pemikiran islam pada abad pertengahan, gerakan tersebut muncul kembali setelah terjadinya kebangkitan umat islam di bidang tersebut muncul kembali setelah terjadinya kebangkitan umat islam di bidang pemikiran dan gerakan pembebasan umat islam dari penjajahan kolonial barat pada awal abad modern.
2.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemajuan dan Kemunduran Peradaban Islam
Faktor yang mendorong kemajuan peradaban islam : 1. Faktor yang pertama Adalah ketika khalifah pertama Dinasti Umayyah yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan (setelah para khalifah Rashidun: Abu Bakar, Umar, Usman, Ali’) melakukan invasi ke daerah Transjordania dan Syiria sampai dia menemukan banyak manuskrip-manuskrip kuno di Kota Damaskus yang diwariskan dari perkembangan ilmu pengerahuan Yunani dan Romawi (Sokrates, Plato, Aristoteles, Galen, Euclid, dan sebagainya). Berdasarkan penemuannya itu, Mu’awiyah terinspirasi untuk membuat pondasi peradaban islam yang berdasarkan ilmu pengetahuan. 2. Faktor yang kedua Adalah pada saat yang bersamaan kekhalifahan Umayyah sedang mengadopsi teknologi penulisan naskah di atas kertas yang awalnya berkembang di Tiongkok. Dengan perkembangan teknologi penulisan itu, Mu’awiyah juga menyewa tenaga ilmuwan-ilmuwan dari Yunani dan Romawi untuk melakukan terjemahan terhadap nasakah-naskah kuno tersbut ke dalam bahasa arab. 3. Faktor yang ketiga Adalah ketika Dinasti Umayyah beralih menjadi Dinasti Abbasiyah yang ditandai perpindahan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad di mesopotamia. Dengan perpindahan pusat pemerintahan itu, yang dulunya (waktu di Damaskus) peradaban islam mendapat pengaruh kebudayaan dan ilmu pengetahuan dari Yunani dan Romawi, ketika di Baghdad mendapat tambahan pengaruh dari kebudayaan Persia dan India. 4. Faktor yang keempat Adalah pengaruh 2 orang khalifah besar, yaitu Harun al-Rasyid dan anaknya, al-Makmun yang punya cita-cita mulia untuk membangun peradaban islam yang menjunjung tinggi perkembangan sains, logika, rasionalitas, serta menjaga kemajuan ilmu pengetahuan serta meneruskan perkembangan ilmu yang telah diraih oleh bangsa India, Persia, dan Byzantium. Tanpa adanya peran mereka berdua yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, Zaman keemasan islam kemungkinan tidak akan pernah muncul pada saat itu.
Faktor-faktor penyebab kemunduran peradaban islam :
1. Faktor yang pertama Adalah kritik dari Al-Ghazali yang menentang pengaruh filsafat yunani yang menjungjung tinggi logika dalam penalaran ilmu dalam peradaban dunia islam. Kendati Ibnu Rushd bersikeras bahwa tidak ada kontradiksi antara filsafat Avicenna dan Al-Farabi dengan ajaran agama. Al-Ghazali tetap menyatakan perang terhadap pengaruh filsafat yunani dan menginginkan pemurnian ajaran agama islam sejak perubahan filosofi pemurnian itulah, zaman keemasan islam mengalami kemunduran drastis, sehingga jarang sekali menghasilkan ilmuan-ilmuan besar seperti pada abad 9-11 silam. 2. Faktor yang kedua Faktor lain yang turut mendorong runtuhnya era emas ini adalah serbuan dari bangsa Mongol yang akhirnya meluluhlantakan baghdad bersama dengan perpustakaan sekaligus pusat ilmu pengetahuan paling lengkap saat itu, Bayt Al-Hikmah. Penghancuran ini sering di anggap sebagai titik balik penurunan dunia islam di bidang pengetahuan. Untungnya, ratusan ribu manuskrip dari Bayt Al-Hikmah sempat diselamatkan oleh Al-Tusi ke observatorium maragheh, Azerbaijan yang kemuudian menjadi sumber referensi dan inspirasi para ilmuan eropa pada zaman Renaissance dan Enlightenment.
2.3. Sumber-Sumber Kontribusi Islam Terhadap Perkembangan dunia
1. Menggali sumber Historis Peradaban islam tumbuh berkembang dan dapat tersebar dengan cepat dikarenakan peradaban Islam memiliki kekuatan spiritualitas. Aspek spiritual memainkan peran sentral dalam mempertahankan eksistensi peradaban islam. Para khalifah dari Bani Umayyah seperti Abu Hasyim Khalid Ibn Yazid merintis penerjemahan karya-karya Yunani di Syria juga ketika masa Bani Abbasiyah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kegiatan intelektual yang menjadikan proses transformasi intelektual bergerak cepat. Khalifah Al- Ma’mun mendirikan pusat riset dan penerjemahan di Baghdad, yang ia beri nama Bait Al-Hikmah pada tahun 830 M. banyak penerjemah handal yang ahli menerjemahkan dan banyak dari mereka adalah non-muslim, seperti Tsabit Ibn Qurrah Al-Harrani yang berasal dari sabean di Harran. Menurut Margaret Smith adanya kepercayaan (agama) yang berbeda ternyata tidak menghalangi mereka untuk bekerja sama, karena para penguasa Islam memiliki visi yang maju ke depan dan lebih mengutamakan profesionalisme. 2. Menggali sumber filosofis dan teologis Dari peradaban islam yang ada di spanyol, islam mampu memberikan pengaruh besar kepada dunia barat yang turut serta mempelajari ilmu pengetahuan yang ada di dunia islam. Islam juga berkembang melalui karya-karya ilmuan islam seperti Al-Farabi dengan karya nya astrolab di bidang astronomi. Di bidang kedokteran muncul, seperti Ar-Razi dan Ibnu Sina, yang salah satu karyanya berjudul Al-Qanun Fi Al-Thibb. Melalui berbagai tokoh islam yang lain, yang juga dikenal di dunia barat dan timur, muncul seperti Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dan Ibnu Zuhr yang juga filsuf islam. Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan, “bahwa orang eropa belajar filsafat dari filsuf yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang di salin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus.” Pendapat kedua menyatakan, “bahwa orang eropa belajar filsafat orang-orang yunani dari buku-buku filsafat yunani yang telah diterjemahkan ke bahasa arab oleh filsuf islam Al-Kindi dan Al-Farabi. 3. Menulusuri Sumber Filosofis dan Teologis Semangat para filsuf dan ilmuan islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tidak lepas dari semangat ajaran islam, yang menganjurkan para pemeluknya belajar segala hal, sebagaimana perintah Allah Swt. Dalam Al- Qur’an dan hadist Nabi Muhammad. Ini menjadi dasar teologis yakni dengan melakukan pengkajian yang lebih sistematis akan sumber-sumber ajaran agama dan penghargaan yang lebih baik, namun tetap kritis kepada warisan kultural umat, dan pemahaman yang lebih tepat akan tuntutan jaman yang semakin berkembang dengan secara cepat. Secara filosofis, Islam memiliki semangat membangun peradaban yang oleh Nabi Muhammad diterjemahkan dalam bentuk “Masyarakat Madani” atau “Masyarakat Medinah” sebagai civil society kala Rasul hidup dan terus membangun kerjasama dengan masyarakat Medinah yang majemuk, dan berhasil membentuk “common platform” atau kalimat pemersatu (kalimantan sawa).
2.4. Bentuk Kontribusi Islam Bagi Peradaban Dunia
Kontribusi umat islam bagi peradaban dunia dapat dilakukan dengan mengenali potensi dirinya sendiri. Optimalisasi potensi akal merupakan salah satu kata kunci yang memungkinkan islam memberikan kontribusinya bagi peradaban dunia. Tuhan telah menganugrahi manusia dengan potensi akal dan hati/kalbu. Kedua potensi itu bisa dimiliki oleh seseorang dalam kadar tyang seimbang, namun dapat pula salah satu potensi lebih berkembang dari pada lainnya. Orang yang sangat berkembang potensi akalnya, sangat senang menggunakan akalnya itu untuk memecahkan sesuatu. Orang demikian berbakat menjadi pemikir atau filsuf. Sementara itu orang yang sangat berkembang potensi hati atau kalbunya, sangat senang mengeksplorasi perasaannya untuk memecahkan suatu masalah. Orang demikian berbakat menjadi seniman atau ahli tasawuf. 2.5. Bentuk Kontribusi Islam Bagi Pemecahan Masalah-Masalah Kontemporer Pada Saat Ini 1. Pencegahan Korupsi Berbicara tentang agama, setidaknya ada dua hal yang patut di perhatikan, yaitu: pertama adalah mengenai nilai-nilai moralitas yang terkandung dalam ajaran-ajaran yang disampaikan agama. Kedua, mengenai institusi sosial keagamaan sebagai penyokong berjalannya kehidupan beragama. Dalam konteks perlawanan terhadap tindakan korupsi yang semakin akut di Indonesia, peranan institusi sosial keagamaan menjadi sangat penting sebagai pendorong, dari segi ini, institusi sosial keagamaan mestinya dapat dipertimbangkan sebagai salah satu garda depan dalam upaya pemberantasan korupsi, bergandengan tangan dengan gerakan anti korupsi dari kalangan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama strategis sesuai dengan perannya masisng-masing dalam upaya pemberantasan korupsi. Dari sini, institusi sosial keagamaan dengan agamawan perlu mendapatkan penekanan mengingat posisi strategisnya di dalam kehidupan masyarakat. 2. Penghormatan Terhadap Hak Asasi Manusia Bahwa sejak awal islam telah mengakui eksistensi hak asasi manusia (HAM), karena Allah Swt telah menjadikan manusia sebagai khalifah di atas bumi ini dan menganugrahinya dengan martabat yang tinggi di atas makhluk- makhluk lain. Islam pun memerintahkan kepada umatnya untuk menghormati dan melindungi harkat dan martabat manusia itu. Para ulama pun kemudian merumuskannya dengan konsep Maqshid Al-Syari’ah (tujuan syariah), yakni untuk mewejudkan kemaslahatan manusia yang meliputi keniscayaan (dhaririyyat) dan kebutuhan (hajiyyat) manusia yang eksistensinya harus diwujudkan dan dilindungi. 3. Kontribusi Islam Dalam Membangun Kesetaraan Gender Pada zaman pra islam dalam budaya masyarakat Arab Jahiliyyah, perempuan mendapat perlakuan yang tidak baik, dianggap sebagai sosok yang tidak berdaya, tidak dihargai, tidak setara dengan laki-laki, ditindas dan dianggap tidak berguna bahkan aib keluarga. Tidak menunjukan adanya kesetaraan gender. Setelah islam datang, kedudukan perempuan diangkat, dihargai, dilindungi, dan disetarakan dengan laki-laki. Pada periode klasik, zaman Nabi, utamanya perempuan termasuk istri-istri Nabi memiliki peran penting dalam kehidupan pada masa itu, dalam bidang periwayatan hadist, perang, bisnis, dll bahkan perempuan mampu menjadi pemimpin dalam perang seperti yang pernah dilakukan istri Nabi yaitu Aisyah. Pada periode pertengahan, zaman dinasty-dinasty islam, perempuan juga memiliki peran penting dalam kehidupan politik bahkan mampu bersaing delam perlombaan syair yang kala itu menjadi tren dan bergengsi walaupun pada akhirnya mengalami kemunduran. Pada periode modern, masa kemerdekaan, di Indonesia peran perempuan terlihat dalam berbagai sektor kehidupan. Salah satu organisasi yang mendukung perempuan adalah NU yang membolehkan perempuan untuk menjadi kepala desa bahkan menjadi kepala negara. Di Indonesia pernah mempunyai kepala negara seorang perempuan yakni Megawati Soekarno Putri. 4. Kontribusi islam dalam membangun kerukunan agama Islam memiliki ajaran tentang kerukunan yang merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari doktrin islam tentang tasamuh (toleransi). Sehubungan kerukunan hidup umat beragama merupakan salah satu bentuk dari sikap toleransi/tasamuh yang diajarkan islam, maka harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks masyarakat indonesia plural, baik suku, budaya, maupun agama, maka prinsip dan sikap hidup saling menghormati, saling memahami dan mengerti, kerjasama, keadilan, kejujuran, akuntabilitas (memiliki tanggung jawab dan kesediaan menerima akibat perbuatannya), integritas (ketulusan moral dan tingkah laku etis), serta kebenaran bahwa manusia sebagai makhluk beragama yang masing-masing orang berhak untuk memiliki keyakinan berbeda, menjadi modal dasar dalam membangun masyarakat yang bersatu, rukun, dan beradab. Toleransi dan kerukunan dalam islam, maka nilai-nilai kerukunan itu dapar dikelompokan pada 3 (tiga) aspek, yaitu kesadaran adanya Allah, persaudaraan, dan sikap hidup yang mencerminkan kerukunan. Kesadaran adanya Allah menunjukan pada ketauhidan yang harus menjadi dasar dalam pengembangan kerukunan hidup umat beragama; Aspek persaudaraan menunjukan bahwa islam sangat mengedepankan kemanusiaan yang bernilai universal; Sedangkan sikap hidup rukun merupakan nilai praktis dan penjabaran dari dua aspek sebelumnya. 5. Kontribusi islam dalam membangun lingkungan hidup secara berkelanjutan Sesungguhnya agama (islam) dan lingkungan hidup tidak terpisahkan. Karena di dalam konsep islam, lingkungan hidup diperkenalkan oleh al- Quran dengan berbagai macam. Diantaranya adalah al-Bi’ah (menempati wilayah, ruang kehidupan dan lingkungan) yaitu lingkungan sebagai ruang kehidupan khususnya bagi spesies manusia. Islam menempatkan ekosistem hutan sebagai wilayah bebas (al-mubahat) dengan status bumi mati (al- mawat) dalam hutan-hutan liar, serta berstatus bui pinggiran (marafiq al- balad) dalam hutan yang secara geografis berada di sekitar wilayah pemukiman. Bahkan menurut Yusuf al-Qardhawi, terdapat beberapa teori dalam agama islam yang dapat dikaitkan dengan pemeliharaan lingkungan hidup diantaranya adalah: 1). Teori al-istishlah (kemaslahatan), 2). Pendekatan lima tujuan dasar islam (maqashid al-syari’ah) dan 3). Sunnah dari Rasulullah Saw. Al-istishlah adalah memberikan parawatan terhadap lingkungan, termasuk manusia namun mencakup pula kemashlahatan spesies-spesies yang ada dibumi. Menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya Ri’ayah al-Bi’ah fi Syari’yah al-Islam (2001), menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara agama dan lingkungan hidup. Agama secara signifikan dapat memberikan kontribusi terhadap menjaga kualitas lingkungan alam sekitar. Beliau menjelaskan bahwa memelihara lingkungan sama hal nya dengan menjaga lima tujuan dasar islam (Maqasid al-syari’ah). Karena itu, memelihara lingkungan sama hukumnya dengan maqasid al-Syari’ah. Menurut Yusuf Qardhawi larangan penebangan pohon telah ada sejak zaman Rasulullah Saw berawal dari larangan penebangan pohon sidrah yang merupakan pohon yang terkenal dengan sebutan al-sidr. Pohon ini tumbuh di padang pasir, tahan terhadap panas dan tidak memerlukan air. Pohon tersebut digunakan sebagai tempat berteduh oleh para musafir, orang yang mencari makan ternak, tempat pengembalaan. Ancaman neraka bagi orang yang memotong pohon sidrah menunjukan perlunya menjaga kelestarian lingkungan hidup. 6. Kontribusi Islam Dalam Menghentikan Berbagai Bentuk Dekadensi Moral Degradasi moral ataupun kadang disebut sebagai kenakalan remaja (juvenile delinquency), bukanlah murni kesalahan remaja secara tersendiri. Mereka membangun dirinya dalam konteks lingkungan masing-masing yang bisa saja menstimuli menguatkan, bahkan mendorongnya dalam mencapai jati dirinya. Ada yang berhasil namun juga tidak jarang ada yang gagal. Berbeda dengan moralitas sosial yang mengalami pergeseran walaupun zaman globalisasi teknologi terus berkembang. Aturan dan dalil-nya tetap, dengan prinsip bahwa islam akan tegak dengan dibangunnya lima hal dalam rangka menghargai dan melindungi kehidupan manusia. Isi pesan islam sebagai ruh spiritualitas tidak boleh redup apaagi berubah. Namun disini lebih tepat untuk mengemas pendidikan islam dengan suatu strategi pembelajaran yang diajarkan pada remaja di era global ini dengan istilah integral progresif dan fungsional. BAB III PEUTUP 3.1 Kesimpulan Islam agalah agama rahmatan lil ‘alamin karena Allah Swt ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, Muhammad Saw. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Islam juga memberikan kontribusi kepada peradaban dunia mulai dari munculnya para tokoh ilmuan islam dan para filsuf islam yang mengubah cara pandang dunia terhadap ilmu pengetahuan pada masa keemasan islam walaupun pernah mengalami masa kemunduran. Islam juga memberikan kontribusi terhadap berbagai acam permasalahan kontemporer yang ada pada masa sekarang yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadist sehingga manusia dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan kontemporer sehingga dapat hidup dengan sejahtera. DAFTAR PUSTAKA https://id.scribd.com/doc/306570343/Makalah-Peran-Agama-Dan-Perilaku-Korupsi- Bab-1-2-3 https://id.scribd.com/presentation/344467413/Kontribusi-Islam-dalam-Peradaban-Dunia http://digilib.uin- suka.ac.id/id/eprint/347/1/KONTRIBUSI%20ISLAM%20ATAS%20PERKEMBANGA N%20PERADABAN.pdf https://www.zenius.net/blog/sejarah-peradaban-islam-ilmu-pengetahuan https://media.neliti.com/media/publications/98384-ID-perkembangan-pemikiran-dan- peradaban-isl.pdf https://media.neliti.com/media/publications/154011-ID-islam-dan-hak-asasi-manusia- penegakan-da.pdf http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/download/639/578 https://media.neliti.com/media/publications/57393-ID-teologi-kerukunan-beragama- dalam-islam-s.pdf https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/substantia/article/download/4918/3240 http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nadwa/article/download/5