Anda di halaman 1dari 10

SINTESA PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN

DI DUNIA ISLAM KLASIK, PERTENGAHAN, MODERN DAN KONTEMPORER

Ahmad Rofida ‘Azis (234120600008), Muliya Maulidina (234120600011)

Magister Pendidikan Agama Islam


Pascasarjana UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri

A. Pendahuluan
B. Dinamika Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam
1. Era Klasik
Menurut Harun Nasution, periode klasik adalah periode peradaban islam dalam
rentang (650 M-1250 M), dari sejak kedatangannya Islam yaitu pada 610 M sampai
dengan jatuhnya kota Baghdad ke tangan pasukan Mongol pada tahun 1258 M.
Kekhususan periode ini terletak pada kemajuan yang dicapai umat Islam dalam
berbagai bidang. Namun secara politis, periode ini dibagi lagi menjadi dua tahap,
yaitu periode kemajuan dan periode disintegrasi.1
a. Masa integrasi
Pada masa integrasi atau kemajuan Islam terjadi pada 650 M-1000 M.
Pada masa ini merupakan masa ekspansi dan kemajuan serta keemasan Islam.
Secara geografis wilayah kekuasaan Islam meliputi tiga benua, yaitu benua
Eropa (Andalusia dan wilayah sekitarnya), Afrika (Mesir dan wilayah
sekitarnya), Asia (Jazirah Arab, Persia, Syiria, India dan wilayah sekitarnya).
Puncak kemajuan yang paling terkenal adalah pada masa kepemimpinan
khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Makmun.
Adapun kemajuan Islam pada masa integrasi, yaitu:
1) Perluasan daerah yang sangat signifikan, sampai ke Afrika Utara, Spanyol,
Persia, dan India,.
2) Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, baik di bidang agama
ataupun non agama.

b. Masa disentegrasi (perpecahan wilayah/kelompok)

1
Yayat Suryatna, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Era Islam Klasik, Tamaddun: Jurnal Sejarah
kebudayaan Islam Vol. 1 No. 1 2013. h. 2
Masa ini dimulai pada masa kekuasaan bani Abassiyah (1000 M -1250 M)
mulai melemah. Pada masa disentegrasi ini sebenarnya telah terjadi
kemunduran pada akhir zaman bani Umayyah, tetapi memuncak pada zaman
bani Abassiyah. Pada masa ini adalah masa kemunduran Islam yang ditandai
dengan perpecahan politik umat Islam Islam hingga berpuncak pada
terenggutnya Baghdad oleh tentara Hulagu Khan di tahun 1258 M.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada era klasik mencakup berbagai bidang,
baik bidang agama seperti tafsir, hadits, kalam, fiqh dan tasawuf, dan bidang non
agama seperti, kedokteran, matematika, kimia, astronomi, fisika, dan lain-lain.
Perkembangan ilmu yang begitu pesat dalam berbagai bidang tidak lepas dari
kebijakan khalifah yang membuat pusat keilmuan baitul hikmah dan gerakan
penerjemahan buku warisan peradaban Yunani dan Arab pra-Islam. Demikian dengan
gerakan pembukuan (tasnīf) dan kodifikasi (tadwīn) ilmu tafsir, hadis, fikih, sastra
serta sejarah mengalami perkembangan cukup signifikan. 2 Karena itu pada era ini
muncul begitu banyak tokoh cendekiawan yang berpengaruh hingga saat ini,
diantaranya, al-Razi, Ibnu Sina, al-Khawarizmi, al-Kindi, Ibnu Rusyd, al-Ghazali, al-
Farabi, Ibnu Maskawaih, dan lain-lain
2. Era Pertengahan
Periode pertengahan berlangsung antara tahun 1250-1800 M. Awal kemunduran
peradaban Islam dimulai saat Baghdad yang merupakan ibu kota Bani Abbasiyah dan
pusat peradaban Islam diserang dan dihancurkan oleh tentara Mongol pimpinan
Hulagu Khan pada 1258 M. Tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan menyerang
Baghdad setelah khalifah Bani Abasiyah saat itu, Al Mu’tashim menolak menyerah.
Tindakan brutal ini menghancurkan peradaban Islam baik secara fisik, psikis, sosial,
politik dan kultural. Jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri kekhalifahan Abbasiyah, tetapi juga menjadi awal kemunduran peradaban
Islam karena pusat keilmuan Islam telah hancur.
Setelah menguasai Baghdad dan Persia tentara Mongol kemudian bergerak ke
Mesir untuk menakklukkan dinasti Mamluk atau Mamalik yang saat itu berkuasa.
Namun usaha tentara Mongol gagal dalam pertempuran di Ain Jalut. Setelah itu, 85

2
Agus Tabrani, dkk, Perkembangan Islam Pasca Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Dirjen Pendis Kemenag, 2019). h. 36
tahun kemudian dunia Arab dikuasai oleh bangsa Mongol dibawah pemerintahan
dinasti Ilkhan yang kehadirannya semakin membawa kehancuran dan kemunduran
dunia Islam.3
Pada masa ini kegiatan keilmuan tidak signifikan, hal ini ditandai dengan
pudarnya rasionalisme serta disingkirkannya filsafat sebagai metode untuk memahami
teks dan ilmu keagamaan, umat Islam hanya melakukan taklid kepada imam-imam
besar yang lahir pada masa klasik Islam. Sehingga tidak nampak adanya ijtihad
mutlak, dalam artian hasil pemikiran yang bebas mandiri dan kalaupun ada mujtahid.
maka, ijtihadnya berada dalam bias batas mazhab tertentu (ijtihad fil al mazhab).
3. Era Modern
Periode modern terjadi antara tahun 1800 hingga sekarang. Masa ini lahir sebagai
imbas dari kolonialisasi yang melanda dihampir seluruh dunia Islam. Ketika itu umat
Islam mulai banyak belajar dari Barat dalam rangka mengembalikan balance of
power.4 Periode Modern merupakan periode kebangkitan umat Islam yang ditandai
dengan munculnya para pembaharu Islam. Periode modern merupakan zaman
kebangkitan umat Islam yang sadar bahwa di Barat telah timbul peradaban baru yang
lebih tinggi. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir pada tahun 1801 M
membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan
kelemahan umat Islam. Para pemuka Islam mulai memikirkan cara meningkatkan
mutu dan kekuatan umat Islam kembali.
Dengan kesadaran tersebut memicu munculnya pemikiran dan aliran pembaharuan
atau modernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikiran-
pemikiran dan cara agar umat Islam maju kembali, sebagaimana yang terjadi pada
periode klasik. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke
dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya, yang
kemudian menyebabkan berkembangnya pemikiran-pemikiran filosofis dan
metodologis yang dengan itu kemudian menciptakan transformasi sosial kultural
termasuk dalam kehidupan agama.

3
Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: Intrans Publishing, 2018). h. 134
4
Abd Lathif, Fragmen Peradaban Islam Dalam Potret Historis Periodesasi Teologi Islam, Tajdid Vol. 17 No. 2 Juli
2018, h. 192
Perbincangan tentang Islam dan ilmu pengetahuan pada masa ini memiliki dua
aspek penting yaitu: Pertama, ditandai dengan perkembangan baru dalam pemikiran
Islam. Penyebab utamanya adalah kontak yang semakin intensif antara dunia Islam
dan peradaban Barat. Gagasan seperti modernisme, westernisasi, dan sekularisme
menjadi objek utama perhatian para pemikir Muslim. Kedua, sejak awal
perkembangan Islam, ilmu berdasarkan pengamatan, wahyu, atau renungan para sufi
sebagai induk ilmu pengetahuan selalu mendapatkan perhatian para pemikir Muslim.
Bertemu dengan kecenderungan di atas, perhatian tersebut berusaha menanggapi
perkembangan pesat ilmu pengetahuan modern di dunia Barat, yang dianggap tidak
berinduk pada suatu ilmu yang benar.5
Beberapa tokoh pembaharu atau modernisasi dikalangan dunia Islam, yaitu
Muhammad bin Abdul Wahab di Arab; Muhamammad Ali Pasya, Rifa'ah Baidawi
Rafi'at at-Tahtawi, Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Rasyid
Ridha di Mesir; Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah dan Muhammad Iqbal di India.
4. Kontemporer
Secara historis dapat ditelusuri narasi munculnya era kontemporer yaitu dari
periode runtuhnya Kerajaan Ottoman (1922) pasca Perang Dunia I (1914-1918). Ada
yang menyebutkan garis pemisahan antara masa pemikiran modern dengan era
kontemporer yaitu ketika bangsa Arab mengalami kekalahan oleh Israel pada perang
tahun 1967. Secara umum, era kontemporer dunia Islam bersamaan dengan semangat
antikolonialisme yang melanda dunia pasca Perang Dunia II (1939-1945).6
Pasca perang dunia II gerakan kemerdekaan negara-negara Islam mulai mencuat
dengan basis etos agama Islam dan nasionalisme yang mulai menembus dunia Islam.
Pada akhir Perang Dunia II, dengan semangat antikolonialisme yang melanda dunia,
gerakan kemerdekaan mulai terjadi di seluruh dunia Islam. Pada 1970-an hampir
seluruh dunia Islam setidaknya secara nominal merdeka kecuali untuk wilayah yang
masih berada dalam kekaisaran Soviet dan Turkistan Timur.
Dengan latar belakang tersebut ternyata memicu munculnya banyak gerakan-
gerakan, seperti Islam liberal, kultural, struktural, post-tradisionalism, dan radikal.
Masing-masing gerakan tersebut memiliki ideologi dan pemikiran yang berbeda-beda.
5
Baso Hasyim, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Jurnal Dakwah dan Tabligh Vol. 14 No. 1, Juni 2013, h. 135
6
Sokhi Huda, Struktur Pemikiran dan Gerakan Islam Kontemporer, Al-Tahir, vol. 18, no.1, h. 158
Terdapat tiga topik kajian menonjol yang banyak dibicarakan oleh para ilmuwan
Muslim kontemporer, diantaranya, kritik epistemologi, model pembacaan
menggunakan hermeneutika, kritik dan dekonstruksi, dan Islamisasi Ilmu.
C. Sintesa Paradigama Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam
1. Ontologi Ilmu di Dunia Islam
Dalam Islam seluruh ilmu pengetahuan bersumber pada Allah Swt. Yang diketahui
melalui wahyunya yang tercantum dalam al-Qur’an. Persoalan hakikat ilmu
pengetahuan (ontologi) telah menjadi perdebatan antara kaum materialis dan kaum
idealis. Kaum materialis hanya mengenal pengetahuan yang bersifat empiris, dengan
pengertian bahwa pengetahuan hanya diperoleh dengan menggunakan akal atau indra
yang bersifat empiris dan terdapat di alam materi yang ada di dunia ini. Sedangkan
menurut kaum idealis, termasuk Islam ilmu pengetahuan bukan hanya diperoleh
dengan perantara akal dan indera yang bersifat empiris saja tetapi juga ada
pengetahuan yang bersifat immateri yaitu ilmu pengetahuan yang berasal dari Allah
sebagai Khaliq atau pencipta pengetahuan tersebut.7
Menurut para ahli filsafat Islam seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali,
dan Ibnu Khaldun, klasifikasi dan hierarki ilmu berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis
yakni dalam pemilihan antara ilmu yang pokok atau utama dengan ilmu yang tidak
pokok atau tidak utama.
Sifat ilmu pengetahuan perspektif Islam yaitu holistik atau Rabbani. Artinya
sejalan dengan falsafah Islam mengenai persoalan alam dan manusia, khususnya
mengenai persoalan ilmu pengetahuan alam serta pengetahuan sosial dan
kemanusiaan. Ilmu pengetahuan bersifat menyeluruh dan terpadu dalam upaya
menjelaskan persoalan antara alam natural dan supernatural yakni antara alam fisik
dan metafisik, atau antara persoalan dunia dan akhirat (agama). Sehingga dalam
perspektif Islam, sifat ilmu memperhatikan peranan agama atau peranan Tuhan.8
2. Epistemologi Ilmu di Dunia Islam
Epistemologi ilmu dalam pandangan Islam adalah ilmu yang membahas tentang
hakekat sumber pengetahuan serta metode yang digunakan untuk memperoleh

7
Miftahul Ulum, Ilmu Dalam Perspektif Islam dan Barat: Tinjauan Ontologi dan Epistemologi, Muallim: Jurnal
Pendidikan Islam Vol. 4 No. 1 Juni 2023, h. 86
8
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filosofi Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015) h. 103
pengetahuan dengan sudut pandang keIslaman. Dr. Mulyadi Kartanegara
mendefinisikan sumber pengetahuan adalah alat atau sesuatu dari mana manusia bisa
memperoleh informasi tentang objek ilmu yang berbeda-beda sifat dasarnya. Karena
sumber pengetahuan adalah alat maka ia menyebut indra, akal, dan hati sebagai
sumber pengetahuan. Amsal Bakhtiar berpendapat tidak jauh berbeda. Menurutnya,
sumber pengetahuan merupakan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan
istilah yang berbeda, ia menyebutkan empat macam sumber pengetahuan, yaitu
emperisme, rasionalisme, intuisi, dan wahyu.9
Adapun sumber-sumber dalam epistemologi ilmu Islam yang diwakili oleh
epistemologi ilmu Al-Ghazali adalah;

a. Wahyu; Para ilmuan muslim sepakat bahwa wahyu berupa al-Quran dan hadits
merupakan sumber utama ilmu pengetahuan. Al-Qur’an menempati urutan
pertama dan hadits urutan kedua dalam hierarki sumber ilmu dalam epistemologi
Islam. Wahyu mampu memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai segi
kehidupan, baik rohani, jasmani, masalah sosial, ekonomi, dan lainnya. Wahyu
pada zaman Rasulullah menjawab segenap problematika kehidupan yang
dihadapi umat Islam. Wahyu merupakan sumber ilmu pengetahuan sepanjang
masa, sehingga para ulama menyebutnya sebagai mukjizat sepanjang masa.
Keilmuan inilah yang menjadikan wahyu sangat relevan dengan kondisi umat
dan zaman saat ini.
b. Pancaindera; Ilmu yang diperoleh melalui indera disebut sebagai ilmu inderawi
atau ilmu empiris. Ilmu indrawi ini dihasilkan dengan cara persentuhan indera-
indera manusia dengan rangsangan yang datang. Namun sebagai sumber ilmu
pengetahuan, indra tidak cukup memadai untuk dijadikan sebagai patokan
sumber ilmu, karena indera manusia memiliki keterbatasan. Al-Ghazali
mengakui bahwa ilmu dapat diperoleh melalui indera, tetapi ilmu yang dihasilkan
bukan ilmu yang meyakinkan. Ilmu seperti ini masih bersifat sederhana, penuh
keraguan dan belum sampai pada ilmu yang hakiki.

9
Warto, Abdul Jamil, Ilmu Dalam Perspektif Filsafat Islam (Science in Perspective of Islamic Philosophy), Ewha
Journal of Social Sciences, Vol. 35, No. 1, 2019, h. 4
c. Akal; Pada dasarnya akal merupakan syarat bagi manusia untuk memproses dan
mengembangkan ilmu. Dalam kaitannya dengan ilmu, akal dan indera tidak
dapat dipisahkan secara tajam karena keduanya saling berhubungan dalam proses
pengolahan ilmu. Dengan demikian, aktivitas akal dalam mengolah rangsangan
inderawi merupakan jalan untuk memperoleh ilmu. Namun akal pada
perkembangannya juga belum mampu untuk menjelaskan seluruh fenomena
alam, akal hanya mampu menjelaskan hal yang sifatnya nyata sedangkan hal
yang gaib atau metafisika tidak mampu dijangkau oleh akal.
d. Hati (Qalb); Qalbu dalam pandangan Al-Ghazali sebagai penunjukan
esensi manusia serta sebagai salah satu alat dalam jiwa manusia yang berfungsi
untuk memperoleh ilmu. Ilmu yang diperoleh dengan alat qalbu lebih mendekati
ilmu tentang hakikat-hakikat melalui perolehan ilham. Kemampuan menangkap
hakikat dengan jalan ilham digantikan oleh intuisi, yang pada buku-buku filsafat
diperoleh dengan “aql al-mustafad”.

Secara historis ada empat macam metode yang dipakai dalam kajian-kajian
Islam untuk menemukan jawaban atau menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapi umat:10
a. Metode Bayani; Metode bayani adalah metode penelitian untuk menemukan
ilmu, melalui usaha membaca, memahami, mempelajari dan mengkaji
penjelasan- penjelasan dari nash-nash Al-Qur'an dan Sunah untuk menangkap
pesan-pesan yang terdapat di dalamnya. Metode bayani ini diperlukan untuk
memahami pesan-pesan yang terdapat dalam wahyu. Di era modern dan
kontemporer, metode bayani ini telah dikembangkan oleh para pemikir Islam
yaitu dengan menghubungkan kaidah-kaidah yang ada dengan kondisi kekinian
yang dihadapi oleh masyarakat muslim.
b. Metode Burhani; Metode burhani adalah metode penemuan ilmu dengan
mengandalkan kemampuan berpikir logis, dengan kaidah-kaidah tertentu yang
disusun secara runtut dan sistematis. Metode ini telah dirumuskan dan disusun
oleh para filosof Yunani, terutama oleh Aristoteles, yang diikuti dan

10
Warto, Abdul Jamil, Ilmu Dalam Perspektif Filsafat Islam (Science in Perspective of Islamic Philosophy). Ewha
Journal of Social Sciences, Vol. 35, No. 1, 2019, h. 7-9
dimanfaatkan oleh para filosof Muslim, Aristoteles menyusun metode berpikir
ini dalam bentuk silogisme. Mengikuti para filosof Yunani, para ahli logika
Muslim telah menyusun ‘Ilm al-Mantiq, yang bermuatan kaidah-kaidah berpikir
yang benar.
c. Metode ‘Irfani; Metode ‘Irfani adalah metode penelitian ilmu yang
mengandalkan at-taqarrub ilallah dengan melakukan langkah-langkah tertentu,
dalam bentuk membersihkan diri dari segala kekotoran jiwa untuk menyambut
sinar kebenaran ke dalam hati, tanpa melalui simbol. Langkah-langkah dalam
metode ‘irfani melalui: Pembersihan diri dari sifat-sifat dan akhlak tercela. Lalu
dilanjutkan dengan menghiasi jiwa dengan sifat-sifat dan akhlak terpuji. Sampai
kepada tahap mendapatkan kejelasan dan jawaban terhadap persoalan-persoalan
yang dihadapi secara langsung. Metodologi semacam ini dikenal sebagai metode
‘irfaniyah, yang biasa digunakan oleh para sufi. Dalam rangka menumbuh-
kembangkan kembali aspek spiritual kaum muslimin yang sudah semakin
menjauh dan terpengaruh dengan duniawi.
3. Aksiologi Ilmu di Dunia Islam
Aksoilogi berasal dari Bahasa Yunani ‘’axios’’ yang artinya bermanfaat dan
‘’logos’’ artinya ilmu pengetahuan atau ajaran. Secara istilah aksiologis adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut filsafatan.
Menurut KBBI adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagikehidupan manusia,
kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam hal ini aksiologi ilmu pengetahuan
di dunia islam akan dibahas dengan kebermanfaatan/kegunaan ilmu pengetahuan di
dunia islam secara umum.
Berbagai ilmu pengetahuan yang ada hingga saat ini secara umum berfungsi
sebagai alat untuk membuat eksplanasi (penjelasan mengenai sesuatu fenomena).
Karena ilmu pengetahuan merupakan system yang paling diandalkan untuk
memahami masa lampau, masa kini, serta mengubah masa depan.
Kemudian ilmu pengetahuan membantu manusia untuk mencapai tujuan hidup,
yaitu kehidupan yang lebih baik. Membantu dalam urusan dunia dan akhirat.
Contohnya dalam beribada, manusia menjalankan ibadah dengan baik karena
berdasarkan ilmu. Sesuai sabda nabi Muhammad SAW “Tidaklah Allah itu disembah
dengan lebih baik, kecuali dengan mendalami ilmu agama”, contoh lainnya seperti
membangun iman, tidaklah iman manusia lebih baik jika ditopang dengan ilmu.
Kemudian dalam ber-etika, tidaklah manusia memiliik etika yang lebih tinggi karena
ia memiliki ilmu, dalam islam sendiri misi nabi Muhammad adalah membangun etika
(akhlak) yang mana akhlak tersebut berasal dari akhlak nabi Muhammad yang
sumbernya dari Allah swt.
Selain dalan hal beribadatan, ilmu juga menghasilkan teknologi yang
memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak secara cermat, tepat, karen
ilmu itu merupakan hasil dari kerja pengalaman, observasi, eksperimen dan verifikasi.
Jadi pada intinya ilmu sangat berguna untuk menciptakan teknologi.
Dengan ilmu dan teknologi, mampu mengubah cara berfikir manusia, cara
manusia bekerja dan lain sebagainya. Dengan ilmu mampu menjawab persoalan-
persoalan yang sedang dialami oleh manusia jika manusia benar-benar mau berfikir.
Karena ilmu dan teknologi dituntut manusia untuk mengadakan perubahan, perbaikan
dan penemuan-penemuan baru secara terus menerus. Perkembangan secara terus
menerus ilmu pengetahuan bisa ditinjau dari perkembangan industry, sosial budaya,
dan lainnya. Dengan ilmu dan teknologi, memungkinkan manusia untuk mengurangi
rintangan-rintangan ruang dan waktu, misalnya dengan sistem komunikasi modern, di
mana suatu peristiwa yang terjadi di suatu titik dunia ini, dalam waktu yang relative
singkat, dengan segera dapat diketahui ke seluruh pelosok dunia.
D. Kesimpulan
DAFTAR PUSATAKA

Suryatna, Yayat. 2013. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Era Islam Klasik.
Tamaddun: Jurnal Sejarah kebudayaan Islam Vol. 1 No. 1.
Tabrani, Agus, dkk. 2019. Perkembangan Islam Pasca Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Dirjen
Pendis Kemenag.
Zakariya, Din Muhammad. 2018. Sejarah Peradaban Islam. Malang: Intrans Publishing.
Lathif, Abd. 2018. Fragmen Peradaban Islam Dalam Potret Historis Periodesasi Teologi Islam.
Tajdid Vol. 17 No. 2.
Baso Hasyim. 2013. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Dakwah dan Tabligh Vol. 14 No. 1.
Huda, Sokhi. Struktur Pemikiran dan Gerakan Islam Kontemporer. Al-Tahir. vol. 18.
Ulum, Miftahul. 2023. Ilmu Dalam Perspektif Islam dan Barat: Tinjauan Ontologi dan
Epistemologi. Muallim: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 4 No. 1
Ramayulis. 2015. Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filosofi Sistem Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia.
Warto. Abdul Jamil. 2019. Ilmu Dalam Perspektif Filsafat Islam (Science in Perspective of
Islamic Philosophy). Ewha Journal of Social Sciences. Vol. 35. No. 1.

Anda mungkin juga menyukai