Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian Filsafat Pancasila

Fisafat berasal dari kata Philosopy yang secara epistimologis berasal dari philos atau philein
yang artinya cinta dan shopia yang berarti hikmat atau kebijaksanaan. Sehingga secara etimologi
fisafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamanya. Filsafat
pendidikan merupakan penggunaan nilai-nilai pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup
bernegara. Dalam prinsipnya, Pancasila sebagai Filsafat merupakan perluasan manfaat dari yang
bermula sebagai dasar dan ideologi, merambah hingga produk filsafat. Pancasila sebagai produk
filsafat berarti digunakan sebagai pandangan hidup dalm kegiatan praktis. Ini berarti filsafat
pancasila mempunyai fungsi dan peranaan sebai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah
laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia. Pancasila sebagai filsafat juga berarti bahwa pancasila
mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan
ideologi pancasila.

B. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia

Kodrat manusia merupakan keseluruhan sifat-sifat asli, kemampuan-kemampuan atau


bakat-bakat alami, kekuasaan, bekal disposisi yang melekat pada kebaradaan/eksistensi manusia
sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial ciptaan Tuhan YME. Harkat manusia adalah
nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan-kemampuan yang disebut
cipta, rasa dan karsa. Derajat manusia adalah tingkat kedudukan atau martabat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki bakat, kodrat, kebebasan hak, dan kewajiban asusi.

1. Sifat dan Hakekat Manusia


a. Pengertian dan Sifat Hakekat Manusia
Ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan.
b. Pendidikan Bersifat Filosofis
Filosofis berarti berdasarkan pengetahuan dan penyelidian dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukum, termasuk termasuk teori
yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan (berintikan logika, estetika,
metafisika, epistemology dan falsafah) Untuk mendapatkan landasan pendidikan yang
kukuh diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar,sistematis dan Universal
tentang ciri hakiki manusia
c. Pendidikan Bersifat Normatif
Normatif berarti bersifat norma atau mempunyai tujuan/aturan Pendidikan
mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia sebagai
sesuatu yang bemilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan.
2. Wujud Sifat Hakekat Manusia
a) Kemampuan Menyadari Diri
Kemampuan Mengeksplorasi potensi yang ada, dan mengembangkannya kearah
kesempurnaan dan menyadarinya sebagai kekuatan.
b) Kemampuan Bereksistensi
Manusia bersifat aktif dan manusia dapat menjadi manejer terhadap
lingkungannya.
c) Pemilikan Kata Hati
Kemampuan membuat keputusan tentang baik/benar dengan yang buruk salah
bagi manusia. Cara meningkatkannya yaitu dengan melatih akal kecerdasan dan
kepekaan emosi.
d) Moral (etika)
Perbuatan yang dilakukan/nilai-nilai kemanusiaan. Bermoral sesuai dengan kata
hati yang baik bagi manusia, dan sebaliknya. Etiket hanya sekedar kemampuan
bersikap mengenai sopan santun.
e) Kemampuan Bertanggung Jawab
Suatu perbuatan harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
f) Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)
Kebebasan yang terikat bertanggung jawab). Tugas pendidikan membuat pesreta
didik merasa merdeka dalam menjalankan tuntutan kodrat manusia.
g) Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak Dapat ditempuh dengan
pendidikan disiplin, yaitu:
 Disiplin Rasional dilanggar → rasa Salah.
 Disiplin Afektif dilanggar → rasa Gelisah.
 Disiplin Sosial dilanggar → rasa Malu.
 Disiplin Agama dilanggar → rasa Berdosa.
h) Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kesanggupan menghayati kebahagiaan berkaitan dengan 3 hal, yaitu:
 Usaha.
 Norma-norma, dan
 Takdir.
3. Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia
a) Keindividualan (pribadi yang berbeda dari yang lain).
b) Kesosialan (ketergantungan kebutuhan pada orang lain).
c) Kesusilaan (menyangkut etika dan etiket).
d) Keberagaman (keyakinan ada kekutan yang mengendalikan seluruh aspek kehidupan
di luar kemampuan makhlup hidup di dunia).
e) Intelektual(mengembangkan wawasan dan iptek, terampil mengkomunikasikan
pengetahuan dan memecahkan masalah).
f) Produktivitas (Kesanggupan memilih pekerjaan sesuai dengan kemampuan,
keserasian hidup bekeluarga, pandai menempatkan diri sebagai konsumen dan
produsen, serta kreatif dan berkarya).

Pancasila sebagai dasar dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia memandang bahwa manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan Yang
Maha Kuasa dan Maha Mulia yang dianugerahi kemampuan atau potensi untuk tumbuh dan
berkembang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial. Kedudukan
manusia dihadapan Tuhan adalah sama dan sama-sama memiliki harkat dan martabat sebagai
manusia mulia. Paulus Wahana (dalam H.A.R. Tilaar. 2002: 191) mengemukakan gambaran
manusia pancasila sebagai berikut:

1. Manusia adalah makhluk monopluralitas yang memungkinkan manusia itu dapat


melaksanakan sila-sila yang tercantum di dalam pancasila.
2. Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang tertinggi yang dikaruniakan memiliki
kesadaran dan kebebasan dalam menentukan pilihannya.
3. Dengan kebebasannya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dapat menentukan
sikapnya dalam hubungannya dengan pencipta Nya.
4. Sila pertama menunjukkan bahwa manusia perlu menyadari akan kedudukannya sebagai
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan oleh sebab itu harus mampu menentukan sikapnya
terhadap hubungannya dengan pencipta Nya.
5. Manusia adalah otonom dan memiliki harkat dan martabat yang luhur.
6. Sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab menuntut akan kesadaran keluhuran
harkat dan martabatnya yaitu dengan menghargai akan martabat sesama manusia.
7. Sila persatuan Indonesia berarti manusia adalah makhluk sosial yang berada di dalam
dunia Indonesia bersama-sama dengan manusia Indonesia lainnya.
8. Manusia haruslah dapat hidup bersama, menghargai satu dengan yang lain dan tetap
membina rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh.
9. Manusia adalah makhluk yang dinamis yang melakukan kegiatannya bersama-sama
dengan manusia yang lain.
10. Sila keempat atau sila demokrasi dituntut manusia Indonesia yang saling menghargai,
memiliki kebutuhan bersama di dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya.
11. Dalam sila kelima manusia Indonesia dituntut saling memiliki kewajiban menghargai
orang lain dalam memanfaatkan sarana yang diperlukan bagi peningkatan taraf
kehidupan yang lebih baik.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia Pancasila adalah manusia yang
bebas dan bertanggung jawab terhadap perkembangan dirinya sebagai individu dan
perkembangan masyarakat (sosial) Indonesia Manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa
dianugerahi kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan berkembang sepanjang hayat.

C. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Masyarakat


1. Nilai yang terkandung dalam Pancasila

Nilai nilai itulah sebagai ciri kepribadian masyarakat-bangsa dan negara


Indonesia. Rakyat Indonesia adalah keseluruhan jumlah semua orang, warga dalam
lingkungan negara Indonesia. Hakekat rakyat Indonesia adalah pilar negara dan yang
berdaulat . Segala sesuatu yang merupakan hak dalam hubungan hidup kemanusiaan yang
mencakup hubungan antara negara dengan warga negara, hubungan negara dengan
negara , dan hubungan antar sesama warga negara yang dinamakan adil (Surajiyo , 2008).
Untuk menghindarkan masalah etno-nasionalisme yang dapat berakibat
disintegrasi ) bangsa , Hamdi Huruk ( dalam H.A.R. Tilaar . 2002 : 76 ) mengemukakan
program sebagai berikut:

1) Didalam menyikapi dorongan etno - nasionalisme yang negatif maka dihindarkan


cara - cara pemecahan koersif ( militeristk ) , tetapi dengan menggunakan metode
persuasive dan dialogis , serta mengikut sertakan masyarakat setempat.
2) Perlu diakui identitas etnis dalam arti kultural bukan dalam arti politik
3) Menyadarkan kelompok - kelompok yang berkeinginan kepada separatisme
bahwa berpisah dengan negara dan bangsa Indonesia akan merugikan.
4) Menghindari berbagai pelanggaran HAM dan menghormati HAM . Oleh karena
itu , budaya etnis masing - masing suku harus diberi kesempatan yang seluas
luasnya untuk diperkembangkan sebagai modal dasar mengembangkan demokrasi
atau sikap demokratis , saling menghargai , dan menghormati bagi setiap warga
negara . Itulah yang menjadi nilai - nilai dasar Pancasila terhadap masyarakat
Indonesia .

D. Pandangan Filsafat Pancasila tentang Nilai

Menurut Kaelan, pada tahun 2000, (dalam Surajiyo, 2008) menjelaskan bahwa pancasila
merupakan suatu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir
serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, sila-sila
dalam Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek. Isi dari Nilai/kandungan
Pancasila sebagai Berikut:

1. Ketuhanan yang Maha Esa


a) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
b) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
c) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f) f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaanya masing masing.
g) g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab


a) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h) Berani membela kebenaran dan keadilan.
i) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
a) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
b) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara diperlukan.
c) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
f) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. f.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /


perwakilan
a) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
d) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
f) Dengan i'tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
g) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
h) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.

5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia


a) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d) Menghormati hak orang lain.
e) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain
g) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
h) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
i) Suka bekerja keras.
j) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
k) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

E. Pandangan Filsafat Pancasila Sebagai Sumber Norma


1. Norma Hukum

Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai dasar
menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar
pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum
di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem
hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar
bernegara.

Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm


(norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia. Nilai - nilai pancasila
selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada. Perundang - undangan,
ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan
- peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai
dasar pancasila.
2. Norma Etik

Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah dengan
menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma etik (norma moral) dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral.
Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat diwujudkan kedalam norma - norma moral (etik).
Norma - norma etik tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa Indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma - norma etik sebagai
pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma - norma etik tersebut bersumber pada
pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma etik tersebut tercantum dalam ketetapan
MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, Bernegara, dan Bermasyarakat.
Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam berpikir,
bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai - nilai keagamaan dan
kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat.

a) Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan


Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu
pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika
ini etika ini ditampilkan secara pribadi dan ataupun kolektif dalam perilaku gemar
membaca, belajar, meneliti, menulis, membahas, dan kreatif dalam menciptakan karya -
karya baru, serta secara bersama-sama menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan adanya etika maka nilai-nilai pancasila yang tercermin dalam norma -
norma etik kehidupan berbangsa dan bernegara dapat kita amalkan. Untuk berhasilnya
perilaku bersandarkan pada norma-norma etik kehidupan berbangsa dan bernegara, ada
beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai berikut:
1) Proses penanaman dan pembudayaan etika tersebut hendaknya menggunakan
bahasa agama dan bahasa budaya sehingga menyentuh hati nurani dan
mengundang simpati dan dukungan seluruh masyarakat. Apabila sanksi moral
tidak lagi efektif, langkah - langkah penegakan hukum harus dilakukan secara
tegas dan konsisten.
2) Proses penanaman dan pembudayaan etika dilakukan melalui pendekatan
komunikatif, dialogis, dan persuasif, tidak melalui pendekatan cara indoktrinasi.
3) Pelaksanaan gerakan nasional etika berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat
secara sinergik dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh potensi bangsa,
pemerintah ataupun masyarakat.
4) Perlu dikembangkan etika - etika profesi, seperti etika profesi hukum, profesi
kedokteran, profesi ekonomi, dan profesi politik yang dilandasi oleh pokok -
pokok etika ini yang perlu ditaati oleh segenap anggotanya melalui kode etik
profesi masing-masing.

F. Pandangan Filsafat Pancasila terhadap Pendidikan


1. Pendidikan di indonesia

Pendidikan dapat di artikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha
sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan
mengarahkan peserta didik dengan berbagai problema atau persoalan dan pertannyaan yang
mungkin timbul dalam pelaksanaannya.

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai hasil, dimana pendidik itu merupakan wahana
untuk membawa peserta didik mencapai tingkat perkembangan optimal sesuai dengan potensi
pribadinya sehingga menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas
hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya.

Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-cabangnya merupakan landasan ilmiah


bagi pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang secara dinamis. Sedangkan filsafat
pendidikan sesuai dengan perannya, merupakan landasan filososfi yang menjiwai seluruh
kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan.

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No


20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasaan,akhlak mulia,sereta keterampilan yang diperlukan
dirinya,masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk aktif mengembangkan


dirinya sendiri yang aktif adalah peserta didik. Sedangkan pendidik berperan sebagai fasilitator,
organisator, dan motivator; memfalisitasi pelajaran, mengarahkan atau menuntun dan mendorong
peserta didik dalam aktifitas belajarnya agar berlangsung efektif dan efisien.

Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 bab 2 pasal 3 dijelaskan tujuan pendidikan sebagai
berikut; pendiddikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan utuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap TYME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan berlangsung di keluarga, di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.


Pendidikan harus berlangsung dengan keteladanan dan komunikasi. Orang tua adalah
pendidik di keluarga, di rumah; guru dan tenaga kependidikan lainnya adalah pendidik di
sekolah; tokoh atau pemuka masyarakat, alim ulama, pejabat, mulai dari jabatan paling rendah
sampai pada jabatan yang paling tinggi yang ada di masyarakat dan negara adalah pendidik
sekaligus sebagai teladan bagi peserta didik.

2. Pendidikan Nasional

Tata cara bernegara di Indonesia di atur dalam UUd 1945 yang selama ini belum pernah
mengalami amandemen kecuali setelah berukir reformasi tahun 1998. Dengan tidak adanya
perubahan terhadap pembukaan UUD 1945, menunjukan bahwa bangsa Indonesia tetap
memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan upaya sebagai langkah mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata
dunia Internasional.
Acuan penyelenggaran sistem penidikan nasional,UUD 1945 Pasal 31 hasil amandemen
2002 yaitu:

1) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.yang diatur dengan undang-undang.
3) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya pendidikan adalah suatu proses sosial
budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian pendidikan secara
nyata merupakan proses sosialisasi antar warga melalui interaksi insani menuju masyarakat yang
berbudaya. Nana Sudjana (1989) menyebutkan tiga gejala yang diwujudkan dalam kebudayaan
umat manusia yaitu berupa:

1) Ide dan gagasan seperti: konsep, nilai, norma, peraturan sebagi hasil ciptaan dan karya
manusia.
2) Kegiatan seperti tindakan yang berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
3) Hasil karya cipta manusia.

Pendidikan merupakan suatu proses budaya, maka senantiasa dalam upaya membina dan
mengembangkan cipta, rasa dan karsa ke dalam tiga wujud di atas. Wujud pertama, yaitu ide dan
gagasan sifatnya cenderung abstrak. Adanya dalam pikiran manusia dan warga masyarakat di
tempat kebudayaan itu berada. Gagasan itu menjadi motivasi, pendorong, serta memberi jiwa
dan makna bagi kehidupan manusia dalam bermasyarakat sehingga pola pikir tersebut menjadi
suatu sistem yang dianut. Wujud yang kedua adalah kegiatan yang berpola dari manusia, yaitu
aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Dalam pemahaman yang hampir sama, Daoed Joesoef dalam Raka Joni (1983: 40)
menyebutkan bahwa Sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan
melalu proses pendidikan ada tiga hal yaitu:
1) Pikiran atau logika
2) Perasaan atau estetika
3) Kemauan (etika)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik


perkembangan sosial budaya masyarakat akan memberi corak dan warna terhadap perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan pendidikan. Sebab Pendidikan adalah sebagai sutu investasi bagi
pengembangan sumber daya manusia sebagai individu dan anggota masyarakat. Hafid Abbas
(2002) menyebutkan sisdiknas belum dapat berfungsi untuk mempersatukan manusia Indonesia.
Agar dapat berfungsi, maka :

1) Pendidikan harus dikelola dengan prinsip keadilan


2) Pengelolaan pendidikan harus terbuka dalam rangka mengakomodir partisipasi
masyarakat banyak
3) Pengelolaan pendidikan harus bersifat inklusif dan hindari jauh-jauh eklusif berlebihan
4) Pengelolaan pendidikan di semua tingkatan harus secara profesional
5) Pengelolaan pendidikan dengan melibatkan semua stakeholder dalam rangka pengayaan
dan demokratisasi pendidikan
6) Pendidikan nasional hendaknya benar-benar mendorong tercapainya pemerataan
pendidikan.

Pendidikan telah menjadi watak dan karakter budaya bangsa, namun sejauh ini hasilnya
belum seperti yang diharapkan. Walaupun demikian dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
akan pendidikan, dilihat dari aspek kuantitatif secara nasional pemerintah telah mengambil
berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan seperti :

1) Perubahan kurikulum pendidikan nasional.


2) Undang-undang dan peraturan mengenai pendidikan, termasuk undang-undang guru dan
dosen dan standarisasi pendidikann dan undang-undang lainnya.
3) Peningkatan angka partisipasi belajar anak usia sekolah pada semua jenjang sekolah.
4) Penambahan anggaran pendidikan oleh daerah, sesuai dengan amanat pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
5) Konsep manajemen pendidikan berbasis sekolah, standarisasi pendidikan dsb.
Pendidikan di Indonesia bersipat multikuktural. (Furnivall, 1944: 468-469). Dia juga
menyebutkan bahwa masyarakat plural Asia Tenggara terutama Indonesia setelah PD II dapat
dapat menyatu dalam satu kesatuan unit politik tunggal. Lebih lanjut Furnivall menyatakan
bahwa masyarakat prular Asia Tenggara akan terjerumus ke dalam anarki jika gagal menemukan
formula federasi pluralis yang memadai (Furnivall, 1944:468-469). Dia juga menyebutkan
bahwa masyarakat plural Asia Tenggara terutama Indonesia setelah PD II dapat menyatu dalam
satu kesatuan unit politik tungggal.

Sistem pendidikan nasional indonesia yang berlatar belakang plural harus dapat
memahamkan bahwa manusia itu beraneka ragam, hendaknya saling memahami, mengargai,
menerima, dan kerja sama dengan peraturan yang adil dan propesional, mengambangkan
kerjasama demi kejayaan bnagsa. Dengan model pendidikan seperti ini diakui adanya
keberagaman budaya, dan setiap sub-budaya diberikan kesempaan seluas-luasnya untuk
berkembang dan dipelihara. Model pendidikan multikultural semakin di perkuat lagi dengan
adanya otonomi daerah, sehingga masing-masing budaya etnis yang ada di dalam masyarakat
dapat berkembang dan dikembangkan dengan seluas-luasnya.

Anda mungkin juga menyukai