Anda di halaman 1dari 10

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU)

Mata Kuliah Dasar Umum berfungsi membantu perkembangan pendidikan untuk


memperoleh ciri-ciri kepribadian yang diharapkan sehingga mendapat pengetahuan
keterampilan dan menunjukkan kepribadian yang sesusai dengan nilai-nilai hukum.
MKDU dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1) Mata kuliah intra kurikuler, diwajibkan
kepada semua mahasiswa agar menjadi warga negara yang terpelajar yang meliputi mata
kuliah agama, pancasila, dan kewiraan. 2) Mata kuliah yang membantu kepekaan
mahasiswa berkenaan dengan lingkungan alamiah, sosial dan budaya, meliputi mata
kuliah Ilmu Sosial Dasar (ISD), Ilmu Budaya Dasar (IBD) dan Ilmu Alamiah Dasar (IAD).

2. Pengertian Ilmu Alamiah Dasar (IAD), Ilmu Sosial Dasar (ISD) dan Ilmu Budaya
Dasar (IBD)

Istilah IAD, ISD dan IBD membatasi disiplin-disiplin yang membentuk masing-masing
kelompok itu. Disiplin-disiplin yang tergolong IAD adalah ilmu-ilmu fisis (fisika, kimia,
astronomi, geologi dan metereologi) dan ilmu-ilmu biotis (biologi dengan rincian utama
zoologi, fitologi dan fisiologi manusia). Disiplin-disiplin yang tergolong ISD adalah studi
manusia dan masyarakat (psikologi, sosiologi dan antropologi) dan studi lembaga-lembaga
sosial (ekonomi dan politik). Disiplin-disiplin yang tergolong IBD adalah seni (sastra,
musik, seni rupa, seni tari dan berpidato), sejarah dan agama filsafat.

3. Ilmu Budaya Dasar sebagai Komponen Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU)

Ilmu Budaya Dasar lebih tepat disebut sebagai “ilmu gabungan” yang secara bersama-
sama atau sendiri-sendiri dapat dipakai sebagai alat untuk memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi manusia sebagai makhluk yang berbudaya, baik dalam kedudukannya
sebaga makhluk individu, makhluk sosial, maupun makhluk ciptaan Tuhan. Komponen
utama dalam membentuk Ilmu Budaya Dasar ada 4, yaitu: a) filsafat (induk ilmu), yaitu
ilmu yang berusaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sangat esensial
sehingga orang akan mengetahui mengenai hakikat sesuatu. b) teologi (ilmu agama)
mengajarkan tentang sejarahnya, tujuannya, tugas dan tanggungjawab manusia di dunia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Teologi juga membekali manusia untuk mengerti apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai pelaku kebudayaan dan memperkenalkan
tentang nilai-nilai yang patut didambakan demi kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia

1
maupun di akhirat. Hanya teologi yang mampu menuntun manusia menjadi “insan kamil”
atau manusia yang utuh (sempurna). c) sejarah, menceritakan bagaimana adat istiadatnya,
pandangan hidup bahkan asal usul orang zaman dulu sehingga memiliki andil bagi
manusia untuk mengerti siapa “dia” sebenarnya. d) seni, yaitu perwujudan kekaguman
manusia terhadap keindahan dan nilai-nilai yang ditemui dalam kehidupan dan sebagai
bukti keunggulan manusia sebagai ciptaan Tuhan. Ilmu Budaya Dasar sebagai mata kuliah
wajib adalah terjemahan istilah Basic Humanities atau pendidikan humaniora, humanior
(Latin) berarti manusiawi. Humaniora menyajikan bahan pendidikan yang mencerminkan
keutuhan manusia dan membantu manusia untuk menjadi lebih manusiawi. Menurut filsuf
Indonesia, Mardiatmodjo, humaniora bagi pendidikan berarti menempatkan manusia di
tengah-tengah proses pendidikan.

4. Tujuan Ilmu Budaya Dasar (IBD)

Adapun tujuan dari Ilmu Budaya Dasar adalah: a) agar lebih peka, terbuka dan
bertanggung jawab terhadap masalah kemanusiaan dan budaya. b) menyadarkan
mahasiswa untuk saling menghormati dan simpati terhadap nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. c) Mengembangkan daya kritis terhadap persoalan kemanusiaan dan daya
kebudayaan. d) Menambah kemampuan mahasiswa untuk menanggapi masalah nilai-nilai
budaya dalam masyarakat Indonesia dan dunia tanpa terpikat oleh disiplin mereka. e) agar
mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun. f) agar mampu
memenuhi tuntutan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya Dharma pendidikan.

5. Ilmu Budaya Dasar sebagai Ilmu Kemanusiaan

Sasaran ilmu budaya adalah masalah-masalah manusia dan budayanya, mencakup filsafat,
teologi, sejarah, seni dan cabang-cabangnya, termasuk seni sastra, seni musik, seni lukis,
dan sebagainya. Ilmu budaya dasar lebih tepat dipandang sebagai sistem pendekatan yang
memanfaatkan ilmu tersebut untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi manusia
dalam kedudukannya sebagai makhluk berbudaya. Ilmu Budaya Dasar di negara-negara
Barat dikenal dengan istilah “humaniora”, istilah lain dari “the humanities” yang berasal
dari bahasa Atin “humanus” yang berarti kurang lebih semakna dengan istilah bahasa
Indonesia manusiawi, berbudaya dan halus. Ilmu Budaya Dasar disebut juga dengan
“Ilmu-ilmu Kemanusiaan”. Dengan adanya ilmu budaya dasar, diharapkan semua masalah
dapat diselesaikan secara manusiawi sehingga tidak merugikan semua pihak yang terlibat
dan mampu menjadikan manusia yang lebih berbudaya atau manusiawi.

2
BAB 2 Latar Belakang Pendidikan Humaniora

1. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan (Belanda=cultuur, Inggris=culture, Latin=colere, Sansekerta=buddhayah)


adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia yang meliputi: a)
kebudayaan material (bersifat jasmaniah), yaitu benda-benda ciptaan manusia. b)
kebudayaan non-material (bersifat rohaniah), yaitu hal yang tidak dapat dilihat dan diraba.
Kebudayaan hanya mungkin diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat dengan cara
belajar. Kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia karena hampir semua yang dilakukan
manusia adalah kebudayaan, misalnya instink dan gerak reflek. Oleh karena itu, kita perlu
mengetahui perbedaan tingkah laku manusia dengan makhluk lainnya, khususnya hewan.
Ada 7 pokok perbedaan, yaitu: a) kekuatan manusia dikuasai oleh akalnya sedangkan pada
hewan oleh nalurinya. b) sebagian besar kehidupan manusia dapat berlangsung dengan
bantuan peralatan sebagai hasil kerja akalnya. Namun hewan tidak mampu membuat alat
sehingga bagaimanapun lemahnya manusia dengan akalnya itu masih bisa menguasainya.
c) kelakuan manusia didapat dan dibiasakan melalui proses belajar, sedangkan pada hewan
melalui proses nalurinya. d) manusia memiliki bahasa baik lisan maupun tertulis,
sedangkan hewan tidak memilikinya. e) pengetahuan manusia bersifat akumulatif. f)
sistem pembagian kerja dala masyarakat manusia jauh lebih kompleks daripada hewan. g)
masyarakat manusia sangat beraneka ragam sedangkan hewan tetap saja.

2. Manusia sebagai Makhluk Berbudaya

Manusia sebagai makhluk berbudaya artinya makhluk yang senantiasa mendayagunakan


akal budinya untuk menciptakan kebahagian. Hanya manusia yang selalu berusaha
menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar
manusia berbudaya.

3. Budaya, Alam dan Manusia

Budaya itu terdapat pada suatu makhluk apabila ia mampu mengambil jarak dari alam.
Setiap manusia itu berbudaya, tetapi hewan tidak. Diantara alam dan dirinya, manusia
menyisipkan sesuatu dan dengan sarana itulah ia mengambil jarak dari alam sehingga ia
mampu menelaah dan mengertinya. Sarana-sarana tersebut antara lain: bahasa, mitos dan
agama yang oleh Cassirer dinamakan lambang.

3
Faktor-faktor pendorong lahirnya budaya

Alam dapat digarap menjadi berbagai alat kerja manusia. Inilah budaya yang bertujuan
manfaat. Tetapi alam juga dapat ditelaah oleh budi manusia dan digali dasar-dasarnya
yang dalam ini, budaya bertujuan memperoleh pengetahuan. Selain faktor manfaat dan
pengetahuan, budaya juga dapat diusahakan demi keindahan dan permainan, juga demi
nilai-nilai dari realitas yang dikandung olehnya.

4. Manusia sebagai Makhluk Pengemban Nilai-Nilai Moral

Seseorang belum dikatakan bermoral jika dia melihat perbuatan jahat tetapi tidak berusaha
memberantasnya dengan alasan amal perbuatan atau kejahatan tersebut tidak merugikan
dirinya. Sebagai pengemban nilai-nilai moral, tiap orang harus merasa terpanggil untuk
mengadakan reaksi, kapan dan dimana saja melihat perbuatan yang menginjak-injak nilai-
nilai moral tersebut.

5. Manusia sebagai Makhluk Termulia

Disebut sebagai makhluk termulia karena kehidupan manusia lebih beragam dan lebih
“sempurna” daripada kehidupan makhluk lain. Banyak bukti sebagai tanda kemuliaan atau
keistimewaan manusia di antara makhluk-makhluk ciptaan-Nya, misalnya: 1) semua unsur
alam dikuasai manusia dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya. 2) manusia dapat
mengatur perkembangan hidup makhluk lain dan menghindarkannya dari kepunahan. 3)
manusia dapat mengusahakan agar apa yang ada di alam ini tidak saling meniadakan.

6. Budaya sebagai Sarana Kemajuan dan sebagai Ancaman bagi Manusia

Dalam berbudaya, manusia tidak menerima begitu saja apa yang disediakan oleh alam
tetapi mengubah dan mengembangkannya lebih lanjut sehingga menyebabkan terjadinya
jurang antara manusia dengan dirinya. Itulah yang dimaksud dengan keterlepasan atau
keterasingan dan sebagi akibatnya, terjadilah aneka ketegangan yang terusmenerus
mendorong kemajuan budaya itu.

Budaya membutuhkan etika

Filosuf Perancis, Albert Schweitzer, pernah mengatakan bahwa mengembangkan budaya


tanpa pakai etika pasti membawa kehancuran. Sebab itu, dianjurkannya agar kira
memperjuangkan mati-matian unsur etika di dalam mendasari budaya.

4
BAB 3 Manusia dan Cinta Kasih

1. Hakikat Cinta Kasih

Secara sederhana cinta bisa dikatakan sebagai paduan rasa simpati antara dua makhluk.
Rasa simpati ini tidak hanya berkembang di antara pria dan wanita, akan tetapi bisa juga di
antara pria dengan pria maupun di antara wanita dengan wanita. Frich Fromn menganggap
cinta sebagai suatu seni. Cinta adalah suatu kegiatan dan bukan merupakan pengaruh yang
pasif. Secara demikian bisa pula dikatakan bahwa salah satu esensi dari cinta adalah
adanya kreativitas dalam diri seseorang. Secara tegas dapat dikatakan bahwa cinta terletak
pada aspek memberi dan bukan menerima.

2. Cinta Kasih dalam Pelbagi Dimensi

Cinta mempunyai hubungan pengertian dengan konstruk lain, misalnya kasih sayang,
kemesraan, belas kasihan ataupun aktivitas pemujaan. Dengan bertitik tolak pada kasus
hubungan antara orang tua dan anaknya, kita bisa membedakan bentuk kasih sayang
seperti berikut: Pertama, kasih sayang dimana orang tua bersikap aktif sedangkan anaknya
bersikap pasif. Kedua, kasih sayang dimana orang tua bersikap pasif sedangkan anaknya
bersikap aktif. Ketiga, kasih sayang dimana orang tua dan anaknya sama-sama bersikap
pasif. Keempat, kasih sayang dimana orang tua dan anaknya sama-sama bersikap aktif.
Kasih sayang adalah kondisi pertumbuhan lebih lanjut dari cinta. Kasih sayang menuntut
tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran, saling percaya, saling pengertian dan saling
terbuka sehingga kedua belah pihak seperti merupakan satu kesatuan yang bulat utuh.

3. Kasih Sayang

Kasih sayang merupakan bagian hidup manusia sehingga dialami oleh setiap manusia.
Sejak lahir, anak telah mengenal kasih sayang meskipun adapula kelahiran anak yang
tidak diharapkan, namun hal itu adalah pengecualian. Kelahiran anak yang tidak
diharapkan tersebut umumnya bukan lahir karena hasil kasih sayang. Kasih sayang yang
berlebihan cenderung merupakan pemanjaan. Pemanjaan anak berakibat kurang baik
karena anak menjadi sombong, boros, tidak shaleh dan tidak menghormati orang tua.

4. Kemesraan

Kemesraan ialah hubungan akrab baik antara pria-wanita atau suami-isteri yang
merupakan bagian hidup manusia. Kemesraan dapat membangkitkan daya kreativitas

5
manusia untuk menciptakan atau menikmati seni budaya, seni sastra, seni musik, seni tari,
seni lukis, dan lain-lain

5. Pemujaan

Pemujaan adalah perwujudan cinta manusia kepada Tuhan. Kecintaan manusia pada
Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena pemujaan kepada Tuhan
adalah inti, nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya. Pemujaan terhadap Tuhan pada
hakikatnya merupakan manifestasi cinta kepada Tuhan. Cinta membangkitkan daya
kreativitas. Pengertian dasar kreativitas adalah mencipta, menemukan, berkarya, mencari
bentuk-bentuk yang dapat mewujudkan hubungan yang misterius. Dalam mencari bentuk-
bentuk ini, pemujaan dapat berupa sembahyang sebagai media berkomunikasi,
membangun tempat beribadah, mencipta lagu, puisi, novel, film, dan sebagainya.

6. Belas Kasihan

Cinta sesama diberi istilah “belas kasihan” untuk membedakan antara cinta kepada orang
tua, pria-wanita, dan cinta kepada Tuhan. Berbagai macam cara orang memberikan belas
kasihan bergantung pada situasi dan kondisi. Ada yang memberi uang, barang, pakaian
atau makanan. Belas kasihan terhadap sesama pada hakikatnya adalah cinta kasih terhadap
sesama, yang berarti melaksanakan ajaran agama. Belas kasihan dapat menimbulkan daya
kreativitas, yang berarti orang dapat berbuat,berkarya, mencipta, mencari dan menemukan.

7. Manusia dan Cinta Kasih

Cinta kasih atau cinta sejati adalah rasa cinta yang tulus dan tidak memerlukan atau tidak
menuntut balasan. Ia lebih banyak memberi daripada menerima. Demikianlah wujud cinta
terhadap sesama manusia yang harus kita tumbuhkan dalam hati nurani. Cinta kasih atau
cinta sejati adalah cinta kemanusiaan; yang tumbuh dan berkembang dalam lubuk sanubari
setiap manusia bukan karena dorongan suatu kepentingan; melainkan atas dasar kesadaran
bahwa pada hakikatnya kemanusiaan itu satu. Cinta kasih tidak mengenal rasa iri,
cemburu, persaingan dan sebangsanya. Yang ada adalah perasaan yang sama dengan
perasaan yang ada pada orang yang dicintai. Ini karena kita menganggap bahwa dirinya
adalah diri kita. Dukanya adalah duka kita, gembiranya adalah gembira kita. Bagi cinta
kasih, pengorbanan adalah suatu kebahagiaan. Sebaliknya, ketidakmampuan
membahagiakan atau paling tidak meringankan beban yang dicintai atau dikasihi adalah
suatu penderitaan.

6
BAB 4 Manusia dan Keindahan

1. Pengertian Keindahan

Keindahan berasal dari kata indah yang berarti bagus, permai, cantik, molek, dan
sebagainya. Benda yang mengandung keindahan ialah segala hasil seni dan alam semesta
ciptaan Tuhan. Bagi manusia, kawasan keindahan sangat luas. Sehingga kapanpun,
dimanapun dan siapapun dapat menikmati keindahan. Keindahan identik dengan
kebenaran karena keduanya mempunyai nilai yang sama; abadi dan mempunyai daya tarik
yang selalu bertambah. Ciri-ciri keindahan menyangkut kualitas hakiki dari segala benda
yang mengandung kesatuan (unity), keseimbangan (balance), keselarasan (harmony),
kesetangkupan (symetry), dan pertentangan (contrast). Dari ciri-ciri itu, dapat diambil
kesimpulan bahwa keindahan tersusun dari keselarasan dan pertentangan dari garis, warna,
bentuk, nada dan kata-kata..

2. Makna Keindahan

Dari definisi-definisi keindahan yang ada, pendefinisan keindahan tersebut dapat


dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1) pengelompokan pengertian keindahan berdasarkan
pada titik pijak atau landasannya. 2) pengelompokan pengertian keindahan berdasarkan
pada cakupannya. 3) pengelompokan pengertian keindahan berdasarkan pada luas-
sempitnya. Dari hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa makna keindahan ada dua,
yaitu: 1) keindahan menyangkut persoalan filsafati sehingga jawaban terhadap apa itu
keindahan sudah pasti bermacam-macam. 2) keindahan sebagai pengertian mempunyai
makna yang relatif, yaitu sangat tergantung pada subyeknya.

3. Renungan

Renungan berasal dari kata renung, merenung yang artinya dengan diamdiam memikirkan
sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung.
Setiap kegiatan untuk merenungkan atau mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah
dimiliki dapat disebut berfilsafat. Pemikiran kefilsafatan memiliki 3 macam ciri, yaitu:
menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Renungan yang berhubungan dengan keindahan
atau penciptaan keindahan didasarkan atas 3 macam teori, yaitu teori pengungkapan, teori
metafisika dan teori psikologis.

4. Keserasian

7
Keserasian berasal dari kata serasi yang kata dasarnya adalah rasi, artinya cocok, sesuai,
atau kena benar. Kata cocok sesuai atau kena mengandung unsur pengertian perpaduan,
ukuran dan seimbang. Keserasian berhubungan dengan keindahan sebab sesuatu yang
serasi tentu tampak indah, dan sebaliknya, sesuatu yang tidak serasi tentu tampak tidak
indah. Keserasian tidak berhubungan dengan kemewaha karena keserasian merupakan
perpaduan antara warna, bentuk dan ukuran; atau keserasian merupakan pertentangan
antara nada-nada tinggi-rendah, keras-lembut, dan panjang-pendek. Terkadang
kemewahan menunjang keserasian, tetapi tidak selalu.

5. Kehalusan

Kehalusan berasal dari kata halus yang artinya tidak kasar (perbuatan), lembut, sopan, baik
(budi bahasa), dan beradab. Kehalusan berarti sifat-sifat yang halus, kesopanan, dan atau
keadaban. Sikap halus yang ada pada manusia adalah sikap lembut dalam menghadapi
orang-orang, lembut dalam mengucapkan kata-kata, lembut dalam roman muka, lembut
dalam sikap anggota badan lainnya. Sikap halus atau lembut merupakan gambaran hati
yang tulus serta cinta kasih terhadap sesama. Oleh karena itu, orang yang bersikap halus
atau lembut biasanya suka memperhatikan kepentingan orang lain dan suka menolong
orang lain. Sikap lembut merupakan perwujudan dari sifat-sifat ramah, sopan, sederhana
dalam pergaulan. Selain itu, sikap halus juga dimiliki oleh orang yang rendah hati. Karena
orang yang rendah hati adalah ornag yang halus tutur bahasanya, bertingkah laku yang
sopan, tidak sombong, tidak membedakan pangkat dan derajat dalam pergaulannya.

6. Manusia dan Keindahan

Sesuatu yang mampu menyenangkan atau meuaskan hati manusia adalah sesuatu yang
baik atau indah. “Keindahan” bagi manusia sebenarnya bukan sekedar sesuatu yang
menjadi “harapannya”, melainkan merupakan sesuatu yang “harus diusahakan adanya”.
Pad ahakikatnya, manusia dituntut untuk menciptakan keindahan itu sebagai kata John
Kets (Andy Zoeltom, 1984), “a thing of beauty, is a joy forever.” Persepsi tiap orang
mengenai keindahan pasti berbeda karena persepsi manusia sangat ditentukan oleh daya
penggerak yang menjadi sumber timbulnya kehendak atau keinginan terhadap keindahan
itu sendiri. Persepsi keindahan yang muncul dari akal dan budi dapat disebut keindahan
dalam arti yang sebenarnya; sedangkan keindahan yang muncul dari dorongan nafsu
merupakan keindahan semu.

8
BAB 5: Manusia dan Penderitaan

1. Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata derita (Sansekerta: dhra) yang artinya menahan atau
menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahit atau batin atau lahir batin. Yang termasuk
penderitaan adalah keluh kesah, kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan
sebagainya. Dengan mempelajari berbagai kasus penderitaan manusia, berarti banyak
mempelajari sikap, nilai, harga diri, ketamakan, kesombongan orang dan sebagainya.
Semua itu bermanfaat untuk memperdalam dan memperluas persepsi, tanggapan, wawasan
dan penalaran bagi yang mempelajarinya.

2. Penderitaan Sebuah Fenomen Universal

Penderitaan dapat dikatakan sebagai sebuah fenomen universal karena penderitaan tidak
mengenal ruang dan waktu. Ini berarti bahwa penderitaan tidak hanya dialami oleh
manusia zaman sekarang dimana kebutuhan dan tuntutan hidup semakin meningkat yang
pada instansi berikut bisa menimbulkan penderitaan bagi yang tidak mampu
memenuhinya. Penderitaan telah dikenal sejak kelahiran manusia pertama, yaitu pada saat
Adam dan Hawa harus menderita terlompat dari surga karena tidakan mereka yang
mengesampingkan perintah Tuhan dan lebih menuruti nafsu dan bujukan syaitan. Sebagai
fenomen universal, penderitaan tidak mengenal perbedaan manusia. Artinya, penderitaan
bisa pula dialami oleh manusia-manusia yang dianggap suci, termasuk nabi ataupun rasul.

3. Penderitaan sebagai Anak Penguasaan

Penderitaan manusia yang satu tidak bisa dilepaskan dari ulah manusia lainnya mengingat
penderitaan itu pada dasarnya merupakan anak penguasaan, dan jarang sebagai anak
kebebasan. Penderitaan manusia sebagai buah dari praktek penguasaan, tidak lepas dari
pengamatan para sastrawan maupun seniman karena umumnya mereka lebih mudah
menangkap fenomena tersebut dan sekaligus lebih vokal dalam menyuarakannya
dibandingkan kelompok profesi lainnya.

4. Siksaan

Yang terbayang oleh kita apabila berbicara tentang siksaan adalah sesuatu yang sangat
mengertikan, neraka, dosa, dan akhirnya firman Tuhan. Siksaan dapat berupa penyakit,

9
siksaan hati, siksaan badan oleh orang lain, dan lain-lain. Siksaan manusia menimbulkan
kreativitas baik bagi yang pernah mengalami siksaan atau orang lain yang menyaksikan
baik langsung maupun tidak langsung. Dengan membaca hasil karya senin yang berupa
siksaan, kita akan dapat mengambil hikmahnya.

5. Rasa Sakit

Rasa sakit adalah rasa yang tidak enak bagi si penderita akibat menderita penyakit atau
sakit. Rasa sakit/penyakit tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Menderita
sakit tidak dapat direncanakan. Manusia hanya dapat berikhtiar menyembuhkan atau
mengurangi rasa sakit. Karena siksaan, orang merasa sakit sehingga ia menderita. Atau
sebaliknya, karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh, ia merasa tersiksa dan mengalami
penderitaan. Rasa sakit dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa sakit: hati, syaraf, jiwa
dan fisik. Setiap rasa sakit atau penyakit pasti ada obatnya. Tergantung penderita apakah
memiliki usaha atau tidak. Bagi yang berusaha sungguh-sungguh, mendekatkan diri
kepada Tuhan dan pasrah kepada-Nya, Tuhan akan mengabulkan doa dan usahanya.

6. Neraka

Manusia yang masuk neraka adalah karena dosanya itu sendiri. Jadi, apabila berbicara
tentang neraka, tentu yang terlintas dalam benak kita adalah dosa, suatu rasa sakit dan
penderitaan yang hebat. Sehingga jelaslah bahwa antara neraka, siksaan, rasa sakit dan
penderitaan terdapat hubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Empat
rangkaian tersebut merupakan rangkaian sebab-akibat.

7. Manusia dan Penderitaan

Penderitaan dapat berasal dari dalam (faktor internal) dan dari luar diri manusia (faktor
eksternal). Faktor eksternal terbagi menjadi dua, yaitu: 1) eksternal murni, yaitu penyebab
yang benar-benar berasal dari luar diri manusia. 2) eksternal tidak murni, yaitu penyebab
yang tampak dari luar diri manusia tetapi sebenarnya dari dalam diri manusia yang
berangkutan. Dalam diri manusia, terdapat cipta, rasa dan karsa. Karsa adalah sumber
penggerak aktivitas manusia. Cipta adalah realisasi dari adanya karsa dan rasa. Apabila
karsa da rasa tidak terpenuhu apa yang dimaksudkan, manusia akan merasa menderita.
Jelaslah bahwa karsa dan rasa merupakan sumber penderitaan manusia. Penderitaan
seseorang menurut pandangan agama Islam disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama,
karena ujian Allah. Kedua, karena bala’ atau siksa Allah.

10

Anda mungkin juga menyukai