Anda di halaman 1dari 7

TEORI

ANALISIS
WACANA
KRITIS
SASTRA

KELOMPOK 3:
Dwi Anggriani Abas
Tri Utari Suaib
A. ANALISIS WACANA KRITIS
(CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS
Analisis Wacana Kritik Sastra (AWK)/Critical Discourse Analysis (CDA) merupakan suatu pendekatan
teoritis dan lintas disiplin yang penerapannya bertujuan untuk membantu kita memahami bahasa dalam
penggunaannya. Sebagai sebuah metode baru dalam penelitian ilmu ilmu soisal dan budaya, AWK
diresmikan oleh T. Van Dijik, N. Fairclough, G. Kress, T. Van Leeuwen dan R. Wodak (R. Wodak & M.
Meyer, 2009 dalam Haryatmoko, 2016:1) dalam sebuah simposium yang di selenggarakan do Amsterdam
tahun 1991. mereka bersepakat bahwa AWK harus berorientasi ke masalah sosial yang menuntut
pendekataan lintas ilmu, mendemistifikasi ideologi dan kekuasaan, dan relektif dalam penelitian.
Melalui pendekatan AWK, kita di ajak untuk melihat bahasa sebagai bentuk praksis3 sosial dan
membongkar ketidakberesan sosial dalam masyarakat seperti ketidakadilan, kesenjangan, pembatasan
kebebasan, atau diskriminasi. Hal ini di karenakan AWK memiliki ketertarikan khusus tentang keterkaitan
antara bahasa dan kekuasaan. Dengan menganalisis penggunaan bahasa, peran ideologi dalam praksis
sosial akan di ungkap karena bahasa mempresentasikan aspek aspek dunia untuk
menetapkan,memelihara,atau mengubah hubungan kekuasaan atau eksploitasi. Hal ini di karenakan
struktur mental subjek berkelindan dengan ideologi melalui bahasa sehingga AWK tertarik untuk
menyingkap bagaimana ideologi di bekukan dalam bahasa.
Dari segi karakteristik ,pendekatan AWK sejalan dan cenderung mirip dengan pendekatan
Cultural Studies. Sebagai sebuah praktik akademik dan piranti teoritis, keduanya sama
sama berdialog secara bebas dengan disiplin ilmu lain dan tertarik pada bagaimana
kekuasaan di bentuk sekaligus membentuk praktik praktik sosial (Sardar & Van Loon,
2001, dalam Lubis, 2015). Chouliaraki dan Fiarclough (1999) mengatakan bahwa AWK
mendialogkan beragam teori, khususnya teori teori linguistik dan teori teori sosial (Weiss
& Wodak, 2003). Oleh karena itu, dalam analisis AWK akan terdapat konsep an teori dari
berbagai disiplin ilmu yang relevan dan mendukung satu sama lain.
Dalam perkembangannya, AWK banyak di pengaruhi oleh berbagai arus pemikiran kritis.
Salah satunya dalah pengaruh Marxime yang di gunakan untuk menyoroti aspek aspek
budaya dalam kehidupan sosial, yaitu ketika dominasi dan eksploitasi di pertahankan
melalui budaya dan ideologi. Selain itu, konsep hegemoni Gramsci juga di gunakan dalam
pendekatan AWK untuk melihat bagaimana kekuasaandan perjuangan kekuasaan
dilakukan tanpa bersifat koesif dengan memanfaatkan bahasa. Dengan kata lain, bentuk
pengorganisasian konsensus merupakan proses subordinasi kesadaran yang dibangun
tanpa kekerasan, melainkan dengan budaya dan persuasi intelektual. Konsep ideologi
Althusser juga merupakan salah satu kata kunci dalam pengembangan AWK. Konsep ini
digunakan untuk melihat bahwa ideologi bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan bagian
dari kegiatan kongkret atau praksis sosial.
Salah satu gagasan yangsangat berpengaruh dalam AWK, adalah konsep wacanaa
Michael Foucault, seorang filsuf postrukturalis. Dalam pandangan Foucault, wacana
merupakan sistem pengetahuan yang memberi informasi tentang teknologi sosial dan
memerintah yang merupakan karakteristikkekuasaan dalam masyarakat modern.
Michael Foucault (1926-1984) merupakan salah satu pemikir terkemuka dalam ilmu
sosial dan filsafat. Karya karya hsail pemikirannya di kemudian hari bahkan sempat
menjadi teori yang mendunia dalam lingkup teori sosial.
Foucault beragumen bahwa konsep tentang kekuasaan dan pengetahuan merupakan
hubungan yang saling berkelindan. Dengan kata llain, produksi pengetahuan tidak dapat
di llepaskan dari rezim kekuasaan tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan di bentuk dan di
mapankan dalam konteks relasi dan praktik kekuasaan sehingga hal ini berdampak pada
bagaimana teknik teknik kekuasaan di sebarluaskan, di kembangkan, dan sekaligus di
pertahankan.
B. PERMAINAN KEKUASAAN DAN KONTRUKSI
WACANA SASTRA

Bahasa menjadi salah satu aspek sentral yang akan di sooroti untuk mengungkap strategi-strategi
kekuasaan karena bahasa merupakan instrumen utama dari pembenntukan wacana kekuasaan.
Fairclough beragumen bahwa bahasa berfungsi untuk mendeskripsikan realitas yang di kehendaki.
Dalam pemahaman lain, penggunnaan bahasa perlu di sikapi dan di tafsirkan secara kritis untuk
menguak kepentingan, nilai, maksud, dan tujuan tertentu dari yang memproduksinya. Hal ini di
karenakan penggunaan bahasa cenderung tidak transparan.
Sejalan dengan hal ini, van Dijk mengatakan bahwa bahasa dikontruksi dan sekaligus
mengkonstruksi. Bahasa di kontruksi untuk menghasilkan makna yang di kehendaki. Di sisi lain,
bahasa mengkontruksi ketika subjek yang mengkehendaki berusaha memberikan makna kepada
fenomena atau terlibat dalam aktivitas soial,, yaitu ketika bahasa di gunakan sebagai strategi
kekuasaan dan ketika suatu konsep bisa menciptakan realitas. Oleh karena itu, melalui penggunaan
bahasa (wacana) kita bisa dengan mudah mengidentifikasi darimana seseorang atau kelompok
berasal. Dengan demikian, bahasa sekalgus dapat berfungsi sebagai alat identifikasi dan sarana
untuk kontrol sosial. Hal ini yang menyebabkan bahasa menjadi prasyarat unntuk
mengembangkan praktik-praktik sosial dan persetujuan-persetujuan sosial.
Wacana yang dominan di kontruksi oleh individu atau kelompok ttertentu melalui
penggunaan bahasa harus di tanggapi secara kritis karena wacana bisa saja dapat di
katakan berhasil apabila wacana tersebut sudah menjadi hegemoni atau di lakukan secara
suka rela. Hal inilah yang dalam pemikiran Bordieu (1998) dikatakan sebagai dominasi
simbolis, artinya dominasi atau hegemoni tersebut di paksakan dan di derita sebagai
kepatuhan, efek dari kekerasan simbolik, kekerasan halus, tidakk di rasakan, bahkan
oleh korbannya sendiri. Jika demikian, alih-alih mengkritisnya sebagai entitas yang cair
(fluid), wacana sudah menjelma menjadi dogmatis dan seakan akan asumsinya bahwa
kebenaran adalah entitas yang di cari. Dampaknya adalah daya kritis subjek di tekan dan
subjek tidak terlatih untuk mempertanyakan apa yang di anggap sebagai kebenaran dan
tidak memeriksa prosedur yang menentukannya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai