Pengertian analisis wacana yang bersifat kritis yaitu suatu pengkajian secara
mendalam yang berusaha mengungkap kegiatan, pandangan, dan identitas berdasarkan
bahasa yang digunakan dalam wacana tersebut.
Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana sebagai
bentuk dan praktik sosial. Wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan
dialektis di antara peristiwa wacana tertentu dan situasi, institusi, dan struktur sosial yang
membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan ideologi: ia dapat memproduksi dan
mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak berimbang anatar kelas sosial, laki-laki dan
perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas. Melalui perbedaan itu direpresentasikan
dalam posisi sosial yang ditampilkan. Melalui wacana, sebagai contoh, dalam sebuah wacana
keadaan yang rasis, seksis, atau ketimpangan kehidupan sosial dipandang sebagai suatu
common sense, suatu kewajaran atau alamiah, dan memang seperti kenyataannya.
Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana
bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi dalam masyarakat.
Berikut ini disajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis yang disajikannya oleh
Eriyanto dari tulisan Van Dujik, Fairclough, Wodak.
1. Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Dengan pemahaman semacam itu,
wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam
ruang tertutup dan internal. Orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan seperti ia
menulis atau berbicara untuk dirinya sendiri, seperti orang yang sedang mengigau di bawah
hipnotis. Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan
berhubungan dengan orang lain.
2. Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar, situasi,
peristiwa, dan kondisi. Wacana dalam hal ini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada
suatu konteks tertentu. Merujuk pada pandangan cook, analisis wacana juga memeriksa
konteks dari komunikasi: siapa yang mengomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam
jenis khalayak dan situasu apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari
perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak.
Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memengaruhi
pemakaina bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi,
fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Adapun wacana di sini, kemudian dimaknai
sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik perhatian analisis wacana ialah
menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi di
sini dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi gambaran juga spesifik
dari budaya yang dibawa. Studi mengenai bahasa di sini memasukkan konteks, karena
bahasa selalu berada dalam konteks dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan,
interteks, situasi, dan sebagainya.
Wacana tidak dianggap sebagai wilayah yang konstan, terjadi di mana saja dan dalam
situasi apa saja. Wacana dibentuk sehingga harus ditafisrkan dalam kondisi dan situasi yang
khusus. Tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan
berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan ke dalam analisis. Beberapa
konteks yang penting karena bepengaruh terhadap produksi wacana. Pertama, jenis kelamin,
umur, pendidikan, kelas sosial, etnik, agama, dalam banyak hal relevan dalam
menggambarkan wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi
pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengeti
suatu wacana. Setting, seperti tempat privat atau publik, dalam suasana formal atau informal,
atau pada ruangan tertentu akan memberikan wacana tertentu pula.
3. Histori
Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu berarti wacana diproduksi dalam
konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya.
Saah satu aspek yang penting untuk bisa mengerti suatu teks ialah dengan menempatkan
wacana tersebut dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita melakukan analisis wacana
teks selebaran mahasiswa yang menentang Suharto. Pemahaman mengenai wacana teks
tersebut hanya
dapat dapat diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis di mana teks tersebut
dibuat. Misalnya, situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu
melakukan analisis diperlukan suatu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang
berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti, dan
seterusnya.
4. Kekuasaan
Analisis wacana kritis juga dipertimbangkan elemen ekuasaan (power) di dalam
analisisnya. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan
masyarakat. Misalnya, kekuasaan lai-laki dalam wacana mengenai seksisme atau kekuasaan
perusahaan yang berbentuk dominasi pengsaha kelas atas kepada bawaha, dan sebagainya.
Pemakai bahasa bukan hanya pembicara. Penulis, pendengar, atau pembaca., ia juga bagian
dari anggota sosial tertentu, bagian dari kelompok profesional, agama, komunitas atau
masyarakat tertentu.
Kekuasaan, hubungannya dengan wacana ialah sebagai suatu kontrol. Satu orang atau
kelompok mengontrol orang atau kelompok lain melalui wacana. Kontrol yang dimaksud
dalam konteks ini tidak harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung, tetapi juga kontrol
secara mental atau psikis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain
bertindak sesuai dengan yang diinginkannya.
Kelompok dominan lebih mempunyai akses seperti pengetahuan, uang, dan pendidikan
dibandingkan dengan kelompok yang tidak dominan. Bentuk kontrol terhadap wacana
tersebut dapat bermacam-macam, dapat berupa kontrol atas konteks yang secara mudah
dapat dilihat dari siapakah yang boleh dan harus berbicara, sementara siapa pula yang hanya
bisa mendengar dan mengiyakan.
5. Ideologi
Sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk
memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. Kaitannya dengan budaya kritis, ideologi
menjadi salah satu perhatian selain kesadaran dan hegemoni. Menurut Lull dalam Sobur,
ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkapkan di dalam komunikasi.
Ideologi merupakan suatu konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat
kritis. Hal tersebut karena tek percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari suatu praktik
ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Analisis wacana tidak dapat menempatkan
bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari
kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Dalam teks
berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul tersebut merupakan pencerminan
dari ideologi seseorang apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis, dan sebagainya.
Sumber:
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana
adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan
lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa
tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang
mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang
mengartikan sebagai pembicaraan. Di dalam wacana juga terdapat sejarah,prinsip-prinsip, dan
pondasi yang disampaikan penulis. Seperti yang dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi
bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana
maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang
berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan
pengembangan tema (monolog dan paragraf).
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal.
Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan
struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada
wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna).
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media
komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan
penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks,
sebuah alinea, dan sebuah wacana.
Berdasarkan uraian di atas ,betapa pentingnya apa itu wacana dan memahaminya supaya tidak
terjadinya kesalah pahaman dalam pengertian wacana , maka dari itu kami membahas tentang
hakikat wacana.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 2 KAREKTERISTIK WACANA
Wacana merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan adanya penyapa
(pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
1. Ciri-ciri Wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri
wacana adalah sebagai berikut.
Satuan gramatikal
Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
Untaian kalimat-kalimat
Memiliki hubungan proposisi
Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
Memiliki hubungan koherensi
Memiliki hubungan kohesi
Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
Bisa transaksional juga interaksional
Medium bisa lisan maupun tulis
Sesuai dengan konteks
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut.
Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental
2. Unsur Pembentuk Wacana
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang
berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan
pengembangan tema (monolog dan paragraf).
Konteks dan Ko-teks
Wacana merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan semantis antarsatuan
bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada bermacam-macam konteks dalam wacana.
Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks situasi penuturnya.
Konteks bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah kalimat lain yang sebelum dan
sesudahnya, yang sering disebut ko-teks.
Teks
Fairdough (dalam Eriyanto, 2008:289) melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan
hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan
antarobjek didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough dapat diuraikan dan
dianalisis dari ketiga unsur tersebut.
Unsur
Yang ingin dilihat
Representasi
Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
Relasi
Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
Identitas
Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan
dalam teks.
2.3 .JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat yaitu sbb: 1.Wacana
Narasi Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa.
Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif.Unsur-unsur penting dalam
sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu,
tempat, dan suasana. 2.Wacana Deskripsi Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu
objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya.Untuk mencapai
kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan
citraan.Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi
Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
3.Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci
(memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan
kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti
artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis
karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian
eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan
kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat
berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
4.Wacana Argumentasi Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau
penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan
yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran
pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik
permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-
bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan
mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi
dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
Sesungguhnya tidak ada anak yang pandai secara tiba-tiba atau dalam waktu yang sangat
pendek.Semua keberhasilan biasanya dicapai secara bertahap melalui kerja keras yang dibina
sejak kecil dan berkelanjutan terus-menerus. Tidak ada salahnya apabila kita membiasakan diri
untuk bekerja keras sejak usia dini dan menghargai waktu serta menggunakannya dengan
baik.latihan ini akan bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana
adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan
lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa
tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang
mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang
mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan
mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi
dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat
berbentuk lisan atau tulis .
a. Diksi
Analisis yang dilakukan terhadap kata-kata kunci yang dipilih dan digunakan dalam teks. Selain
itu dilihat juga metafora yang digunakan dalam teks tersebut.
2. Dimensi Kewacanan (Mesostruktural)
Dimensi kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough ialah dimensi ke-
wacanaan (discourse practice). Dalam analisis dimensi ini, penafsiran dilakukan terhadap pe-
mrosesan wacana yang meliputi aspek penghasilan, penyebaran, dan penggunaan teks.
ketiga tahapan tersebut mesti dilakukan dalam menganalisis dimensi kewacanan.
a. Produksi Teks
Pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi teks itu sendiri (siapa
yang memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak pada level terkecil hingga bahkan
dapat juga pada level kelembagaan pemilik modal.
b. Penyebaran Teks
Pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa yang digunakan dalam penyebaran teks yang
diproduksi sebelumnya. Apakah menggunakan media cetak atau elektronik, apakah media cetak
koran, dan lain-lain.
c. Konsumsi Teks
Dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran penerima/pengonsumsi teks.
3. Dimensi Praktis Sosial-Budaya (Makrostruktural)
Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosiobudaya media dalam analisis wacana kritis Norman
Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang didasarkan pada pendapat bahwa konteks
sosial yang ada di luar media sesungguhnya memengaruhi bagaimana wacana yang ada ada
dalam media.
Tiga level analisis sosiocultural practice ini antara lain:
a. Situasional
Setiap teks yang lahir pada umumnya lahir pada sebuah kondisi (lebih mengacu pada waktu) atau
suasana khas dan unik.
b. Institusional
Level ini melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi organisasi pada praktik
ketika sebuah wacana diproduksi.
c. Sosial
Aspek sosial melihat lebih pada aspek mikro seperti sistem ekonomi, sistem politik, atau sistem
budaya masyarakat keseluruhan.
AWK IDEOLOGI
BAB. I
A. Latar Belakang
Analisis wacana sebagai salah satu disiplin ilmu dengan metodologi yang eksplisit dapat
dikatakan sebagai ilmu baru karena perkembangannya baru dilihat pada awal tahun 70-an dan
bersumber pada tradisi keilmuan Barat. Istilah analisis wacana muncul sebagai upaya untuk
menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih lengkap sebab terdapat unsur-unsur bahasa yang tidak
cukup bila dianalisis dengan menggunakan aspek struktur dan maknanya saja. Sehingga memalui
analisis wacana dapat diperoleh penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang
dimaksud dan apa yang dipahami dalam konteks tertentu.
Analisis wacana Kritis (AWK) adalah analisis bahasa dalam penggunaannya dengan
menggunakan bahasa kritis. Analisis ini dipandang sebagai oposisi terhadap analisis wacana
deskriptif yang memandang wacana sebagai fenomena teks bahasa semata, karena analisis jenis ini
selain berupaya memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga menghubungkannya
dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan domain-domain kekuasaan yang
menggunakan bahasa sebagai alatnya.
Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki sudut pandang dan cara
analisis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing pandangan tersebut hanya
ditujukan pada satu pokok permasalahan yaitu Analisis wacana Kritis (Critical Discourse Analysis).
Dari sudut pandang para tokoh Analisis Wacana Kritis, terdapat pandangan bahwa wacana
adalah alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Untuk
itu, dalam menganalisis wacana juga harus memperhatikan masalah ideologi dan sosio kultural
yang melatarbelakangi penulisan suatu wacana.
B. Target pembahasan makalah :
1. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Analisis wacana kritis dan bagaimana pandangan-
pandangannya.
2. Untuk memahami bagaimana menganalisis wacana ideologi.
3. Untuk menjelaskan bagaimana menganalisis wacana berdasarkan konteks sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler dkk)
Fowler, Hodge, Kress dan Trew adalah sekelompok pengajar di Universitas Eart Anglia (aliran
Linguistik Eropa Kontinental). Karya mereka adalah sebuah buku yang berjudul Language and
Central (1979) dengan pendekatan Critical Linguistic yang memandang bahwa bahasa dikenal
sebagai praktik sosial. Pendekatan ini dikembangkan dari teori linguistik para peneliti yang melihat
bagaimana tata bahasa (grammar) tertentu menjadikan kata tertentu (diksi) membawa implikasi
dan ideologi tertentu (Darma
Dalam membangun model analisisinya, mereka mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenai
struktur dan fungsi bahasa yang menjadi struktur tata bahasa.
Dalam praktik penggunaan tata bahasa, maka kosa kata merupakan pilihan kata (diksi) untuk
mengetahui praktik ideologi. Adapun fungsi kosa kata diantaranya sebagai berikut :
1. Kosakata
Karena bahasa merupakan sistem klasifikasi, maka bahasa yang berbeda itu akan menimbulkan
realitas yang berbeda pula ketika diterima oleh khalayak.
2. Kosakata : membuat klasifikasi
Bahasa pada dasarnya menyediakan klasifikasi, sehingga dapat dibedakan antara realitas yang satu
dengan yang lainnya. Klasifikasi ini bermakna bagaimana suatu peristiwa itu dilihat dari suatu sisi
sehingga memaksa kita untuk bagaimana memahami realitas.
3. Kosakata : Membatasi Pandangan
Menurut Fowler dkk, bahasa pada dasarnya bersifat membatasi. Kosakata berpengaruh terhadap
bagaimana kita memahami dan memaknai suatu peristiwa. Sehingga ketika suatu kosakata
tertentu, akan dihubungkan dengan realitas tertentu.
4. Kosakata : Pertarungan wacana
Kosakata haruslah dipahami dalam konteks pertarungan wacana. Setiap pihak memiliki pendapat
sendiri-sendiri dalam suatu masalah, sehingga selalu berusaha supaya hanya pendapatnya saja
yang paling benar. Dalam upaya memenangkan opini publik, masing-masing pihak menggunakan
kosakata sendiri-sendiri dan berusaha memaksakan agar kosakata itulah yang lebih diterima oleh
publik.
5. Kosakata : marginalisasi
Kosakata membawa nilai ideologis, kata bukan sesuatu yang netral, tetapi membawa ideologi
tertentu.
6. Tata Bahasa
Fowler dkk menyatakan bahwa minimal ada dua hal yang harus diperhatikan yakni efek bentuk
kalimat pasif dan efek nominalisasi. Kedua efek ini cenderung menghilangkan pelaku dalam sebuah
teks.
1. Ideologi sebagai kesadaran palsu; menurut Magnis-Suseno : ideologi dianggap sebagai sistem
berpikir yang sudah terkena distorsi entah disadari atau tidak. Ideoologi dilihat sebagai sarana
kelas atau kelompok yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya secara tidak wajar.
Contohnya pada zaman Soeharto media massa diposisikan secara sistematis sebagai aparatus
ideologis negara meskipun posisinya diluar kekuasaan. Fungsinya adalah untuk menciptakan
kesadaran palsu bagi masyarakat agar kepentingan-kepentingan (penguasa) negara bisa berjalan.
2. Ideologi dalam arti netral
Nilai ideologi dalam hal ini terganting dari isinya, kalau isinya baik, ideologi itu baik, kalau isinya
buruk, dia buruk. Ideologi ini dianut oleh negara-negara.
3. Ideologi : keyakinan yang tidak ilmiah
Ideologi menurut ilmu filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang berhaluan positivistik adalah segala
pemikiran yang tidak dapat tites secara matematis-logis atau empiris. Ideologi itu tidak rasional, di
luar nalar, jadi merupakan kepercayaan dan keyakinan subyektif semata-mata tanpa kemungkinan
untuk mempertanggungjawabkannya secara obyektif.
C. Ideologi dalam Kerangka Multidisiplin : Wacana, Kognisi dan Masyarakat
Kognisi sosial
Grup pengetahuan
Sikap kelompok
Ideologi grup
AWK mempelajari tentang dominasi suatu ideologi serta ketidakadilan dijalankan dan dioperasikan
melalui wacana. Fairclough mengemukakan bahwa AWK melihat wacana sebagai bentuk dan
praktik sosial. Praktik wacana menampilkan efek ideologi.
Ideologi merupakan konsep sentral dalam AWK, misalnya wacana sastra adalah bentuk ideologi
atau pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi ini dikontruksikan oleh kelompok yang dominan
dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strateginya
adalah membuat kesadaran khalayak, bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted.
Ideologi dalam hal ini secara inheren bersifat sosial dan AWK melihat wacana sebagai bentuk dari
praktik sosial.
Studi kritis terhadap bahasa menyoroti bagaimana konvensi dan praktik berbahasa terkait dengan
hubungan kekuasaan dan proses ideologis yang sering tidak disadari oleh masyarakat. Beberapa
pokok pikiran tentang studi kritis terhadap bahasa adalah:
Ada dua konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana :
Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Jenis kelamin, umur,
pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana.
Misalnya, seseorang berbicara dalam pandangan tertentu karena ia laki-laki, atau karena ia
berpendidikan.
Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau
lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana. Misalnya
pembicaraan di tempat kuliah berbeda dengan di jalan. Setting, seperti
tempat itu privat atau publik, dalam suasana formal atau informal, atau pada ruang tertentu
memberikan wacana tertentu pula. Berbicara di ruang kelas berbeda dengan berbicara di rumah,
dan juga di pasar, karena situasi sosial atau aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan
partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Oleh karena itu,
wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya.
Analisis wacana berarti menganalisis kaidah, perpindahan, dan strategi tuturan berbahasa sehari-
hari dengan konteks sosial yang amat terbatas. Para analis wacana semakin menyadari akan
beragamnya pilihan dan keluasan objek penelitian linguistik, yaitu penggunaan bahasa yang aktual
dalam konteks sosialnya. Paradigma psikologi dan intelektual disangsikan keakuratannya dalam
menganalisis wacana yang sarat dengan berbagai fitur konteks sosial yang luas, seperti gender,
kekuasaan, status, etnis, peran, dan latar institusi.
Baik teks maupun wacana secara bergantian digunakan dalam analisis wacana. Kress mengungkap
tentang istilah teks dan wacana cenderung digunakan tanpa perbedaan yang jelas. Kajian wacana
lebih menekankan pada persoalan isi, fungsi, dan makna sosial dalam penggunaan bahasa.
Sedangkan diskusi-diskusi dengan dasar dan tujuan yang lebih linguistis cenderung menggunakan
istilah teks. Kajian teks lebih menekankan pada persoalan matrialitas, bentuk, dan struktur bahasa.
Brunner dan Grafaen (Wodak, 1996:13) mengemukakan bahwa istilah wacana berakar pada
sosiologi, sementara istilah teks berakar pada filologi dan sastra.
Wacana dipahami sebagai unit-unit dan bentuk-bentuk tuturan dari interaksi yang menjadi bagian
dari perilaku linguistis sehari-hari, tetapi dapat muncul secara sama dalam lingkungan
institusional. Wacana memerlukan kehadiran bersama dari penutur dan pendengar (interaksi face
to face), tetapi dapat dikurangi ke arah kehadiran bersama yang temporal (misalnya dalam
telepon).
Dalam konteks teori perilaku linguistis, adalah penting untuk menentukan “teks”, perilaku linguistis
itu yang materinya dibuat dalam teks dipisahkan dari situasi tuturan umum yang hanya sebagai
perilaku reseptif pembaca, dasar umumnya dipahami dalam makna sistematis, bukan makna
historis. Dalam teks, perilaku ujaran memiliki kualitas pengetahuan dalam melayani transmisi serta
disimpan untuk penggunaan sesudahnya dalam bentuk tertulis yang konstitutif untuk penggunaan
istilah sehari-hari.
Oleh karena itu, teks lebih dipandang sebagai fenomena linguistis yang berdiri sendiri dan terpisah
dari situasi tuturan. Sementara itu, wacana merupakan teks yang berada dalam situasi tuturan
menurut van Dijk wacana adalah teks “dalam konteks”. Dalam wacana terkandung makna konteks
yang lebih luas. Wodak merumuskan wacana sebagai totalitas interaksi dalam ranah tertentu
(misalnya wacana gender). Wacana itu dikuasai secara sosial dan dikondisikan secara sosial. Untuk
tujuan analisis wacana harus dilihat dari tiga dimensi secara simultan (Fairclough, 1995: 98), yaitu
teks-teks bahasa, praktis kewacanaan, praktis sosialkultural. Menganalisis sebuah wacana secara
kritis pada hakikatnya adalah menganalisis tiga dimensi wacana tersebut sebagai aplikasi dialektis.
Bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna, seperti tradisi, mata pencaharian, dan
sistem sopan santun, secara bersama-sama membentuk budaya manusia. Dalam proses sosial ini,
konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis, di tempat realitas itu
dikerjakan. Dalam tingkatan yang sangat konkret, bahasa tidak berisi kata-kata, klausa-klausa atau
kalimat-kalimat, tetapi bahasa berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna. Dalam konteks
interpersonal, konteks tempat makna itu dipertahankan, sama sekali bukan tanpa nilai sosial.
Melalui tindakan makna sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial, menegaskan status
dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan mendefinisikan sistem nilai dan pengetahuan.
Teks
Teks berkaitan dengan apa yang secara aktual dilakukan, dimaknai, dan dikatakan oleh masyarakat
dalam situasi yang nyata. Halliday (1978:40) menyatakan bahwa teks adalah suatu pilihan semantis
data konteks sosial, yaitu suatu cara pengungkapan makna melalui bahasa lisan atau tulis. Semua
bahasa hidup yang mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi dapat disebut teks. Dalam hal
ini ada empat catatan mengenai teks yang perlu dikemukakan sebagai berikut:
Konteks Situasi
Halliday menyebutkan bahwa situasi merupakan lingkungan tempat teks datang pada kehidupan.
Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi
dan konteks budaya. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu medan
wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Jones memandang medan wacana sebagai konteks
situasi yang mengacu pada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusional tempat
satuan-satuan bahan itu muncul. Dalam medan wacana terdapat tiga hal yang perlu diungkap, yaitu
ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang.
Jones melihat bahwa pelibatan wacana sebagai konteks situasi yang mengacu pada hakikat
hubungan timbal balik antarpartisipan termasuk pemahaman dan statusnya dalam konteks sosial
dan linguistik. Ada tiga hal yang perlu diungkap dalam pelibat wacana, yaitu peran agen atau
masyarakat, status sosial, dan jarak sosial. Ada tiga wacana tentang realitas sosial, yaitu:
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Tokoh-tokoh Analisis Wacana yaitu Michel Foucault, Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress,
dan Tony Trew, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Teun A. Van Dijk, dan Norman Fairclough. Masing-
masing dari mereka memiliki cara pendekatan tersendiri dalam menganalisis suatu wacana.
Terdapat empat tokoh yang memiliki pandangan dan pendekatan yang sama yaitu Roger Fowler,
Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler dkk).
2. Karena wacana sangat kompleks, dan karena struktur ideologis dapat dinyatakan dalam berbagai
cara, sangat berguna untuk memiliki metode praktis ‘heuristic’ untuk menemukan ideologi dalam
teks dan pembicaraan. Setelah diketahui ide dasarnya, maka wacana dapat dianalisis melalui : arti
(konten ideologis), struktur proposisional, struktur formal, struktur kalimat, retotika, argumentasi,
aksi dan reaksi.
3. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan
konteks budaya. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu medan
wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.
II. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu masukan-masukan
dan kritik yang konstruktif sangat kami perlukan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan ke
depan. Namun demikian, kami sangat mengharapkan bahwa makalah ini nantinya bermanfaat bagi
para pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Badara, Aris. 2012. Analisis wacana Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta
: Kencana Prenada Media Group.
Darma, Yoce, A. 2014. Analisis Wacana Kritis. Bandung : PT. Refika Aditama.