Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Istilah pendidikan sering hadir disetiap bahan diskusi kita. Semua elemen
masyarakat tak usang membicarakan perihal pendidikan. Hal ini dikarenakan
pendidikan merupakan tonggak majunya bangsa-bangsa dunia. Sejarah telah
mencatat bahwa majunya bangsa-bangsa di dunia hari ini dikarenakan negara
tersebut memfokuskan untuk melakukan pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM) terlebih dahulu melalui sektor pendidikan sebelum melakukan
pembangunan sektor yang lain. Hal inilah yang dimaksud oleh mantan Presiden
Afrika Selatan Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon which
you can use to change the world”. Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang
dapat digunakan untuk mengubah dunia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014-2016, Anies
Baswedan dalam pidatonya memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2016
mengungkapkan bahwa, memastikan setiap manusia Indonesia mendapatkan
akses pendidikan yang bermutu sepanjang hidupnya sama dengan memastikan
kejayaan dan keberlangsungan bangsa. Sama halnya dengan Kamaluddin
(2014:13), maju mundurnya peradaban suatu bangsa tidak ditentukan oleh letak
geografi apakah barat ataukah timur, tidak juga ditentukan oleh warna kulit atau
agamanya, akan tetapi jatuh bangunnya peradaban suatu bangsa lebih ditentukan
oleh ada atau tidaknya talenta-talenta bibit unggul yang terus dihasilkan oleh
dunia pendidikan dari bangsa tersebut. Kita bisa belajar dari pengalaman negara-
negara maju dunia hari ini, sebut saja Jepang. Melalui restorasi Meiji yang
berlangsung tahun 1866 – 1869, Jepang kini hadir menjadi macan Asia bahkan
menjadi negara yang patut diperhitungkan dunia.
Tujuan pendidikan Indonesia adalah untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang pancasilais dengan dimotori oleh pengembangan

1
afeksi, seperti sikap suka belajar, tahu cara belajar, rasa percaya diri, mencintai
prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan produktif, serta puas akan sukses
yang akan dicapai (Pidarta, 2007: 8). Manusia Indonesia yang pancasilais akan
lahir dengan baik jika generasi muda Indonesia telah mengalami kemerdekaan
lahir maupun kemerdekaan bathin. Menurut Dewantara (1977: 3), pengaruh
pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir,
sedangkan merdekanya hidup batin itu terdapat dari pendidikan. Pengajaran
akan memberikan pemahaman lahiriah berupa keilmuan kepada manusia,
sedangkan pendidikan akan memberikan pemahaman karakter berupa batiniyah
kepada manusia.
Sejarah tentu memberikan kegunaan bagi kita, baik kegunaan edukatif,
inspiratif, Instruktif, maupun rekreatif. Sehingga pendidikan pun mesti ditinjau
pula dari segi historis agar tujuan pendidikan sebagaimana dimaksud diatas dan
termaktub pula dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dapat tercapai sesuai harapan dan keinginan bersama sebagimana
diamantkan dalam alinea keempat UUD 1945. Hal ini pula yang menjadikan
tinjauan historis pendidikan sangat perlu dilakukan untuk menjadi bahan
referensi dan bahan rujukan bagi pendidikan generasi masa kini dan generasi
masa depan. Secara historis, pendidikan merupakan kebudayaan dan kegiatan
universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya suatu
kehidupan masyarakat disekitar itu pasti didalamnya selalu berlangsung suatu
proses pengajaran atau pendidikan, baik berupa pendidikan formal, informal,
maupun nonformal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah landasan historis pendidikan indonesia?
2. Apa saja landasan yuridis pendidikan indonesia?

C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah agar setiap mahasiswa
dapat mengerti dan memahami landasan historis dan landasan yuridis

2
pendidikan indonesia. Dan harapannya makalah ini dapat bermanfaat untuk
semua kalangan dikemudian hari.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN INDONESIA


1. Zaman Realisme
Realisme menghendaki pikiran yang praktis, menurut aliran ini
pengetahuan diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata, tetapi pula
melalui presepsi penginderaan. Paham ini berkembang sejak tahun 1600
masehi melalui dua tokohnya yaitu Francis Bacon (1561-1626) dan Johan
Amos Comenius (1592-1671). Aliran ini lahir dengan tujuan untuk
meninggalkan cara-cara pembentukan secara klasik seperti yang dianjurkan
oleh humanisme dan mengarahkan perhatian kepada dunia nyata, kepada
alam dan benda-benda yang sebenarnya (Saryani, 2014:3)
Sadulloh (2003: 103), pada dasarnya realisme merupakan filsafat
yang memandang realitas secara dualistis. Realisme memandang realitas
menjadi dua bagian, yakni subjek yang menyadari dan mengetahui, serta
adanya realita di luar manusia yang merupakan objek pengetahuan manusia.
Dengan demikian, realisme memandang realitas adalah interaksi yang terjadi
antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Dalam bidang
pendidikan, realisme  terfokus pada tujuan pendidikan untuk membina
kemampuan manusia melakukan interrelasi yang konstruktif. Hal ini
diaplikasikan dalam hubungan manusia sebagai warga masyarakat dan
melakukan penyesuaian diri dengan mengelola tanpa terlalu mengeksploitasi
alam. Dengan demikian, pendidikan harus dilakukan dengan cara-cara yang
membantu siswa untuk memahami dan menerima hukum alam dan
kehidupan nyata dengan apa adanya. Menurut Saryani (2013:3), ada
sejumlah prinsip pendidikan yang berkembang di zaman realisme ini, yaitu :
a. Pendidikan lebih dihargai dari pada pengajaran sebab pendidikan
mengembangkan semua kemampuan manusia

4
b. Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri
c. Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan
d. Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
e. Pelajaran harus diberikan satu persatu, dari yang paling mudah
f. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi (mulai dari menemukan
fakta-fakta khusus, kemudian dianalisa sehingga menimbulkan
kesimpuan) dan anak-anak harus belajar dari realita alam
g. Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.
Dalam arti pendidikan bersifat demokratis.
2. Zaman Rasionalisme
Rasionalisme adalah salah satu paham filsafat yang muncul pada
abad modern. Rasio atau akal merupakan instrumen utama untuk
memperoleh pengetahuan. Driyarkara (1966: 19) menyatakan bahwa istilah
rasionalisme berasal dari kata ratio yang berarti akal budi manusia.
Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan
satu-satunya yang benar adalah rasio atau akal budi. Lebih lanjut, Driyarkara
juga menjelaskan bahwa rasionalisme adalah pendirian dalam cara berpikir
yang menjunjung tinggi rasio atau akal sedemikian rupa. Istilah rasionalisme
menandakan semangat zaman itu mengenai pengutamaan akal budi manusia.
Hal ini memberikan dampak bahwa akal menjadi penentu yang mutlak
terhadap segala sesuatu. Disamping itu, pendekatan rasional atau
rasionalisme ini selalu mendayagunakan pemikiran dalam menfasirkan suatu
objek berdasarkan argumentas-argumentasi yang logis, namun alur
pemikirannya bersifat majemuk, sehingga menimbulkan berbagai pendapat,
teori, mahzab, dan aliran filsafat (Qomar, 2005:13). Huijbers (1993: 68)
menjelaskan bahwa zaman rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad
7 sampai akhir abad 8. Paham ini diawali oleh seorang ilmuwan
berkebangsaan Prancis yang sering dijuluki sebagai bapak filsafat modern,
Rene Descrates (1595-1650).

5
3. Zaman Naturalisme
Nature artinya alam atau yang dibawa sejak lahir. Aliran naturalisme
dapat juga disebut sebagai “Paham Alami”. Maksudnya, bahwa setiap
manusia yang terlahir ke bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan
atau pembawaan yang baik dan tak ada seorangpun terlahir dengan
pembawaan yang buruk. Naturalisme merupakan teori yang menerima
“nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Natura adalah dunia yang
diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah
kebalikan dari istilah supranaturalisme yang mengandung pandangan
dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas
atau di luar alam. Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh
kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan kebenaran didalam dirinya
sendiri (Saryani, 2013: 4). Aliran ini muncul di abad 18 dan merupakan
reaksi atas paham rasionalisme dan menentang kehidupan yang tidak wajar
akibat dari rasionalisme. Tokoh yang paling berpengaruh di aliran ini adalah
J.J Rousseau yang menyatakan ada tiga asas mengajar, yaitu:
a. Asas pertumbuhan, bahwa pengajaran harus memberi kesempatan untuk
anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka
sesuai kebutuhan-kebutuhannya.
b. Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak-anak menjadi aktif yang akan
memberikan pengalaman yang kemudian akan menjadi pengetahuan
mereka.
c. Asas individualitas, maksudnya dengan cara menyiapkan pendidikan
sesuai dengan individu masing-masing anak, sehingga kelak mereka
berkembang menurut alamnya sendiri
4. Zaman Developmentalisme
Developmentalisme mulai berkembang pada abad ke 19. Aliran ini
beranggapan bahwa pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa,
sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan.
Menurut Saryani (2013: 4), tokoh-tokoh aliran ini adalah Pestalozzi, Johan
Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall. Menurut

6
Pestalozzi tujuan pendidikan adalah meningkatkan derajat sosial seluruh
umat manusia, untuk itu dikembangkan semua aspek individualnya yaitu
otak, tangan dan hati mereka. Sehingga bisa dikatakan bahwa paham ini
lebih menekankan pada berkembangnya keilmuan dibarengi dengan
meningkatnya daya kerja dan kreativitas, serta terjadinya perubahan karakter
dalam diri.
5. Zaman Nasionalisme
Aliran ini muncul pada abad 19 dan merupakan upaya dalam
membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankannya dari kaum
imperialis. Tokohnya yang terkenal adalah La Chatolais (Prancis), Fichte
(Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Konsep pendidikan yang ingin
dikembangkan dalam aliran ini adalah, menjaga, mempertinggi, dan
memperkuat maupun mempertahankan kedudukan negara, dan
mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan.
Beberapa materi yang dikembangkan dalam aliran nasionalisme
adalah materi bahasa dan kesustraan sosial, pendidikan kewarganegaraan,
lagu-lagu kebangsaan, sejarah, dan geografi negara, serta pendidikan
jasmani. Aliran ini memiliki dampak negatif dalam penerapannya yakni
munculnya chaufinisme di Jerman, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap
tanah air yang berlebihan sehingga menimbulkan lahirnya perang dunia I
(Pidarta, 2007: 56).

6. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme


Zaman ini lahir pada abad ke 19. Paham liberalisme berpendapat
bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan pemerintah
yang pernah dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith. Pada masa
ini siapa yang memiliki banyak pengetahuanlah yang paling berkuasa
sehingga hal ini akan mengarahkan pada paham individualisme. Sedangkan
positivisme percaya pada kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera
sehingga kepercayaan terhadap agama semakin lemah.

7
Tokoh postivisme yang terkenal adalah August Comte (1798-1857),
ilmuwan berkebangsaan Prancis yang juga dijuluki sebagai Bapak Sosiologi.
Namun, prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali
oleh Francis Bacon seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris yang hidup
disekitar abad 17 (Muhadjir, 2006: 30). Sedangkan tokoh awal
individualisme dipelopori oleh ilmuwan Jerman bernama Martin Luther
(1483-1546), kemudian dikembangkan oleh Jhon Locke, Voltaire,
Montesquieo, J.J Rousseao, dan Immanuel Kant.

7. Zaman Sosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20 sebagai reaksi atas dampak aliran
liberalisme, postivisme, dan individualisme. Sosialisme, seperti telah
dikemukakan, mula-mula muncul sebagai reaksi terhadap kondisi buruk
yang dialami rakyat di bawah sistem kapitalisme liberal. Kondisi buruk
terutama dialami kaum pekerja atau buruh yang bekerja di pabrik-pabrik dan
pusat-pusat sarana produksi dan transportasi. Sejumlah kaum cendekiawan
muncul untuk membela hak-hak kaum buruh dan menyerukan persamaan
hak bagi semua lapisan, golongan dan kelas masyarakat dalam menikmati
kesejahteraan, kekayaan dan kemakmuran. Mereka menginginkan
pembagian keadilan dalam ekonomi. Hal ini menunjukan bahwa paham
sosialisme lebih menekankan pada kepentingan sosial (masyarakat) dari pada
kepentingan individu (pribadi). Sosialisme adalah ajaran kemasyarakatan
(pandangan hidup) tertentu yang berhasrat menguasai sarana-sarana produksi
serta pembagian hasil produksi secara merata.
Mudhofir (2001: 90), awalnya paham sosialisme muncul di Prancis
pada tahun 1830. Diantara tokoh-tokoh awal penganjur sosialisme dapat
disebut antara lain, St. Simon (1769-1873), Fourisee (1770-1837), Robert
Owen (1771-1858) dan Louise Blane (1813-1882). Setelah itu baru muncul
tokoh-tokoh seperti Proudhon, Karl Marx, Engels, Bakunin dan lain
sebagainya. Pembahasan sosialisme tidak dapat terlepas dengan istilah
Marxisme-Leninisme karena sebagai gerakan yang mempunyai arti politik,

8
baru berkembang setelah lahirnya karya Karl Marx, Manifesto Politik
Komunis (1848). Marx memakai istilah “komunisme” sebagai ganti
“sosialisme” agar nampak lebih bersifat revolusioner (Adisusilo, 1991: 127).
B. SEJARAH PENDIDIKAN NASIONAL
1. Zaman Kerajaan Hindu-Budha
Paham hindhuisme dan budhisme datang ke Indonesia sekitar abad
ke 5 masehi. Kerajaan hindu pertama di Indonesia terletak di Kalimantan
Timur yaitu Kerajaan Kutai, kemudian disusul Kerajaan Taruma Negara di
Jawa barat. Sedangkan kerajaan budha tertua di Indonesia adalah Kerajaan
Sriwijaya yang terletak di Sumatra Selatan. Hinduisme dan budhisme adalah
dua paham yang berbeda namun di Indonesia keduanya memiliki
sinkretisme, yakni keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha
sebagai satu sumber yang maha tinggi. Sehingga moto pada lambang negara
Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang secara etimologis berasal dari
keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).
Candi dan prasasti yang dihasilkan dimasa itu merupakan bukti
kemajuan arsitektur. Jika kita telisik pembangunan beberapa candi besar
yang menjadi peninggalan hindu-budha, maka kita akan melihat bagaimana
kehebatan manusia masa itu yang berhasil mendesain dengan sempurna
keindahan candi borobudur, padahal dimasa itu belum memiliki alat ukur
modern yang dapat digunakan untuk pengukuran. Borobudur adalah
peninggalan kerajaan budha yang berukuran 123x123 meter serta terdiri dari
1460 relief dan 504 stupa. Jika ditinjau dari pembuatannya, maka akan
muncul asumsi tentang jumlah tenaga kerja yang digunakan berhubungan
pula dengan arsitekturnya. Padahal dimasa itu sumber belajarnya hanya
berupa orang (penyampaian dari mulut ke mulut), belum ada referensi
berupa buku, TV, radio, tablet, dan komputer seperti masa kini.

2. Zaman Kerajaan Islam


Islam masuk ke Indonesia akibat adanya perdagangan dipelayaran
internasional. Pada saat itu, jalur perdagangan internasional Timur Tengah –

9
India – Malaka – Cina merupakan satu-satunya jalur perdagangan Asia yang
sangat ramai. Bersamaan dengan kesibukan perdagangan antar bangsa yang
melewati Indonesia itulah Islam mulai masuk ke Indonesia. Islam masuk di
Indonesia pada abad ke-13 yang dibawa oleh para pedagang berasal dari
bangsa Arab, Gujarat, dan Persia. Berbeda dengan hindu dan budha, islam
masuk menyebarkan pahamnya di Indonesia dengan tidak membeda-
bedakan kasta, sehingga rakyat jelata dan sang raja bisa duduk
berdampingan disaat sedang melaksanakan ibadah.
Ulama-ulama islam yang datang menyebarkan ajarannya melalui
pesantren, langgar atau masjid, dan madrasah. Tiga tempat inilah yang selalu
dimanfaatkan untuk melangsungkan pendidikan. Menurut Zuhairini (1981:
135), kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai,
yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim
bin Mahdum. Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di
Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal
alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian
sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan
pola hidup yang sederhana. Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik
kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai
berikut:
1. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat adalah Fiqh
mazhab Syafi’i
2. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqoh
3. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
4. Biaya pendidikan bersumber dari negara.
Penyebar agama islam di tanah Jawa masa itu dikenal dengan sebutan
wali songo atau sembilan wali. Merekalah yang sangat berpengaruh dalam
proses penyebaran ajaran islam di tanah Jawa. Model pendidikan yang
diterapkan oleh wali songo adalah model pendidikan pesantren, pertunjukan
seni wayang kulit, dan lain-lain. Untuk menopang proses dakwahnya, Sunan
Giri mendirikan pesantren didaerah perbukitan Desa sidomukti, Gresik.

10
Begitupun Sunan Kalijaga yang menunjukan kesenian dan kebudayaan
dalam menjalankan dakwahnya. Bahkan tak segan, para walisongo untuk
memuluskan langkahnya mereka melewati jalur politis. Ini tercermin dalam
langkah-langkah yang diambil terutama oleh Raden Patah ketika mendirikan
Kerajaan Demak.
3. Zaman Kolonial
Bangsa Portugis dan Spanyol masuk ke Indonesia pada abad ke-16
dengan tujuan Gospel (penyebaran agama nasrani), Glory (kekayaan), dan
Gold (kekayaan). Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan
dengan pasukan pribumi dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun
1605. Portugis berjalan bersama pasukannya dipimpin oleh sang petualang
Bartholomeus Diaz dan Spanyol dipimpin oleh sang penjelajah Christopher
Columbus. Perjalanan ini memantik semangat Cornelis De Houtman
pimpinan armada laut Belanda untuk ke Indonesia dengan pertama kali
mendarat di Banten pada tahun 1596. Kedatangan bangsa Belanda ke
Indonesia dengan tujuan untuk mencari remaph-rempah. Agar terhindar dari
persaingan diantara mereka, Pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi
dagang yang disebut VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau
Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyaharjo, 2008: 245).
Belanda menjajah dan mengeruk kekayaaan alam Indonesia, namun
atas beberapa desakan mereka pun melakukan politi etis atau dikenal dengan
sebutan politik balas budi. Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk
masyarakat pribumi meski masih hanya diperuntukkan anak turunan
kalangan bangsawan. Sejak dijalankannya politik etis ini, Indonesia mulai
mengalami kemajuan bidang pendidikan selama beberapa dekade telah
menghasilkan para intelektual terbaru asal pribumi. Golongan inilah yang
berhasil melanjutkan niatan Gajah Mada dalam sumpah palapa-nya untuk
menyatukan nusantara dengan berdirinya organisasi pemuda pertama di
Indonesia, Budi Utomo tahun 1908. Dan perjuangan ini semakin
menunjukan buktinya ketika para pemuda dari berbagai pelosok nusantara
bersumpah pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Sumpah

11
Pemuda. Selain itu, politik etis Belanda telah melahirkan para pejuang
pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara dengan mendirikan Taman Siswa
pada tahun 1922 dan Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhamadiyah pada
tahun 1912. Taman Siswa didirikan oleh rakyat pribumi dan guru-gurunya
adalah golongan orang-orang bangsa kita sendiri yang rela dan keikhlasan
hatinya bersedia dan menyerahkan diri untuk keperluan rakyat dalam perkara
pengajaran dan pendidikan (Dewantara, 1977:10).
Kamaluddin (2014: 22), Belanda membutuhkan banyak insinyur dan
tenaga ahli untuk memastikan bahwa industri berkembang sesuai dengan
cita-cita sistem kolonial. Belanda perlu memastikan roda ekonomi terus
berputar yang kemudian mampu mencetak semakin banyak uang untuk
dialirkan ke negeri Belanda. Dalam rangka mencetak para insinyur itu,
berdirilah sekolah teknik di Bandung yaitu Technische Hooge School (THS).
Kemudian mendatangkan dokter ahli dari Eropa untuk menangani masalah
kesehatan di Nusantara adalah tidak efisien karena akan memakan biaya
yang sangat besar. Atas dasar itulah Belanda kemudian merintis lahirnya
sekolah tinggi di bidang kedokteran untuk penduduk pribumi yang diberi
nama School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA).
Sekolah hukum di Indonesia beridiri dengan alasan yang hampir
sama. Untuk mengelola program investasi, orang-orang yang memahami
administrasi dan hukum sangat diperlukan. Untuk menjawab kebutuhan
tersebut, Belanda mendirikan sekolah hukum secara formal tahun 1909 yang
diberi nama Rechtsschool. Meskipun demikian, terdapat 3 jalur pendidikan
keluar negeri yang dilewati generasi masa itu, jalur Belanda, jalur Timur
Tengah, dan jalur Rusia. Moh Hatta adalah produk jalur Belanda, Ahmad
Dahlan adalah produk Timur Tengah, dan Tan Malaka adalah produk Rusia.
Politik etis dan 3 jalur inilah yang melahirkan para Founding Father dengan
menghadirkan paham nasionalis (Belanda), komunis (Rusia), dan islam
(Timur Tengah). seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, M Natsir, Sutan
Syahrir, Tan Malaka, H. Agus Salim dan sebagainya yang kemudian berhasil
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

12
4. Zaman Orde Lama
Kemerdekaan yang berhasil diraih bangsa Indonesia pada tahun 1945
ternyata masih menjadikan Belanda ingin kembali bercokol diatas bumi
Nuasantara. Kosentrasi para pemimpin bangsa mesti terpecah, antara
menghadapi penjajah yang mencoba kembali menguasasi Indonesia sebagai
negara berdaulat yang sudah merdeka, atau mengisi kemerdekaan “dalam
bahasa Anies Baswedan, melunasi janji kemerdekaan” dengan pembangunan
Sumber daya Manusia (SDM) dan pembangunan infrastruktur. Kondisi ini
menuntut segenap daya pikir para pemimpin bangsa yang baru lahir untuk
mengerahkan segala upaya untuk membangun dunia pendidikan demi masa
depan bangsa Indonesia (Kamaluddin, 2014: 28).
Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia kemudian muncul
dengan visi cemerlang membawa semangat “Nation and Character
Building” dalam dunia pendidikan. Menurutnya, rakyat Indonesia sebagai
rakyat dari sebuah negara yang baru lahir membutuhkan pembangunan
karakter kebangsaan yang kokoh sebagai prasyarat utama dari kokohnya
bangsa Indonesia dalam jangka panjang. Sehingga pendidikan dimasa itu
lebih ditekankan pada konsep kewarganegaraan dan kebangsaan bagi rakyat
Indonesia. Kala itu bidang-bidang keilmuan masih dalam fase “dianjurkan”
sedangkan pendidikan kewarganegaraan dan kebangsaan adalah yang paling
ditekankan, karena ini sesuai dengan kebutuhan masa awal kemerdekaan.
Pada tanggal 29 Desember 1945, Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada
Kemeterian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan agar segera
mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan
rencana pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran baru (Moestoko,
1986: 145).
Pemerintah maupun rakyat sejak kemerdekaan tidak tinggal diam dan
telah menunjukkan kegiatannya dalam pelbagai usaha mengenai pendidikan
dan pengajaran. Sesudah pemerintah Jepang meniggalkan kantor-kantor
birokrasi, Pemerintah Indonesia mulai menduduki tempat tersebut. Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pertama (Ki Hajar Dewantara) mulai

13
menyiarkan beberapa pedoman tentang penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran. Pengibaran “Sang Merah Putih” tiap hari dihalaman sekolah,
melagukan Indonesia Raya, menghentikan pengibaran bendera Jepang dan
menghapuskan nyanyian “Kimigayo”, memberi semangat kebangsaan
kepada anak-anak sekolah dan meniadakan pelajaran bahasa Jepang serta
segala upacara yang berasal sari pemerintah Jepang, itulah instruksi yang
diberikan kepada kepala Sekolah (Dewantara, 1977: 200).
Semangat melakukan pengajaran dan pendidikan kemudian
dilanjutkan Soewandi dan Ali Sastroamidjojo sebagai menteri pendidikan
yang selanjutnya. Menurut Kamaluddin (2016: 33), beberapa usaha yang
dilakukan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan masa itu
adalah membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan Pengajaran pada tahun
1946 yang bertugas meninjau kembali dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh
usaha pendidikan dan pengajaran. Kemudian pada tahun 1947 diadakan
kongres pendidikan di Solo, dan tahun 1948 membentuk panitia
pembentukan rencana Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran (UUP)
yang bertugas menyusun UUPP. Setelah tahun 1950 rencana UUPP diterima
dan disahkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, maka
dengan itu UU No.04 Tahun 1950 dengan nama “UU tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah”.
Waktu terus berjalan, anak-anak didik di level pendidikan dasar pada
tahun 1950-an yang muncul dari desa-desa tumbuh menjadi mahasiswa dan
berhasil meraih gelar sarjana-sarjana muda pada tahun 1965-an. Kelompok
inilah yang kemudian mendapati dirinya penuh dengan kegelisahan akan
nasib rakyat dan masa depan Indonesia. Mereka mendapati penyimpangan
dan penyelewengan dalam penyelenggaraan negara yang telah melenceng
dari cita-cita kemerdekaan. Salah satu organisasi yang dibuat kala itu adalah
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang diinisiasi oleh Mari’e
Muhammad (wakil ketua PB HMI). Kelompok inilah yang berhasil
menumbangkan rezim Soekarno dan berakhirlah kekuasaan presiden
pertama pada tahun 1966.

14
5. Zaman Orde Baru
Perpindahan kekuasaan orde lama ke orde baru digerakkan
berdasarkan analisis yang menyatakan bahwa banyak kebijakan pemerintah
orde lama yang telah melenceng dari UUD 1945 dan Pancasila. Jika politik
menjadi panglima besar di orde lama, maka ekonomi adalah panglima besar
di orde baru. Sehingga pemerintah masa itu terlihat cukup pragmatis dengan
ditandai kembalinya Indonesia ke anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Pemerintah mulai melakukan rekonsiliasi kepada Singapura,
Malaysia, India, Thailand, dan Australia yang sempat renggang pada masa
orde lama. Hal ini bertujuan sebagai upaya penyelamatan ekonomi nasional,
terutama stabilitasi dan rehabilitasi ekonomi.
Ekonomi adalah panglima besar di orde baru, sehingga ekonom-
ekonom kelas dunia menjadi idola kaum akademisi. Dimasa itu, generasi
Indonesia mulai berdiaspora ke luar negeri untuk belajar berbagai bidang
keilmuan, khususnya ilmu ekonomi dan manajerial (Kamaluddin, 2014: 39).
Negara-negara Barat menjadi tujuan belajar mahaiswa Indonesia, khususnya
Amerika Serikat sebagai kiblat pendidikan dari peradaban Barat modern
yang sedang menguasai dunia. Sehingga presiden Soeharto mempelopori
gerakan “Swasembada Pangan” dengan mengirim ahli pertanian untuk
belajar ke pusat-pusat pendidikan di Amerika Serikat.
Pendidikan agama di orde baru dinilai menjadi pilar penting untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan anak didik. Oleh karena itu, dalam
UU No.02 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional terdapat
beberapa pasal yang melegitimasi pendidikan agama sebagai pilar
pembangunan keimanan dan ketakwaan. Sebelum keluar undang-undang ini
pendidikan agama hanya diwajibkan untuk sekolah negeri, sehingga dengan
terbitnya UU No.02 Tahun 1989 maka semua sekolah baik tingkat dasar,
menengah, maupun perguruan tinggi mewajibkan institusinya
menyelenggarakan pendidikan agama.
Kamaluddin (2014: 42), Indonesia telah membuat peningkatan
kualitas pendidikan yang signifikan dalam 40 tahun terakhir melalui

15
beberapa kebijakan dan program-program bidang pendidikan. Pada 1973,
Indonesia memulai program pembangunan Sekolah Dasar (SD) di setia desa
dan menyelenggarakan program Wajib Belajar 9 tahun pada 1994.
Kemudian periode 1974-1984, Pemerintah membangun 138.940 gedung
sekolah SD tiap desa seluruh wilayah Indonesia. Sehingga keterlibatan anak
Indonesia di SD meningkat drastis dari hanya 2,5 juta pada awalnya menjadi
26,6 juta (Bjork, 2013: 57).

6. Zaman Reformasi
Era reformasi ditandai dengan lengsernya rezim Soeharto pada tahun
1998 dari kursi kepemimpinn setelah 32 tahun memimpin Indonesia,
kemudian digantikan oleh B.J. Habibie. Lahirnya era reformasi disambut
euforia oleh segenap komponen bangsa yang telah lama meninginkan
perubahan (Saridjo, 2011:129). Era reformasi juga ditandai dengan
tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Presiden Habibie menjanjikan akan
menyelenggarakan pemilihan umum lebih cepat dari biasanya. Pasca
reformasi, demokrasi telah mewarnai berbagai bidang kehidupan kebangsaan
di Indonesia.
Pemilihan umum yang diselenggarakan pada tahun 1999
menghasilkan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden keempat.
Gebrakannya dibidang pendidikan yang paling menonjol adalah rencananya
untuk mengubah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi
Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini disebabkan karena madrasah dan
sekolah diketahui ada kesenjangan yang cukup signifikan perihal alokasi
anggaran, madrasah mengalami diskriminasi dalam dunia pendidikan
Indonesia. Diduga kuat alasan inilah ayng menjadi dasar pemikiran Gus Dur
untuk mendesak menterinya, Yahya Muhaimin untuk secepatnya
memindahkan pengelolaan madrasah ke Depdiknas (Kamaluddin, 2014: 47).
Setelah 2 tahun menduduki kursi kepresidenan, dengan berbagai
pertimbangan akhirnya Gus Dur dilengserkan oleh MPR. Sehingga rencana
menyatukan pembinaan dan pengelolaan madrasah dibawah Kementerian

16
Pendidikan Nasional untuk sementara masih sekedar wacana, belum dapat
terealisasikan.
Megawati Soekarno Putri kemudian hadir sebagai presiden dan
Hamzah Haz sebagai wakil presiden telah melahirkan regulasi baru dalam
dunia pendidikan dengan melahirkan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Melalui ini, negara telah memberikan kerangka yang
jelas dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai dengan amanat
Pasal 31 ayat (3) UUD 1945. Gebrakan lain presiden kelima ini adalah
melahirkan UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
mengatur hukum pendidikan, kualitas pendidikan tinggi, akses terhadap
pendidikan tinggi, dan tanggung jawab pemerintah dalam menyelnggarakan
pendidikan tinggi. Menurut Kamaluddin (2014: 53), hal penting yang perlu
dicatat dalam UU No.12 Tahun 2012 adalah pasal 31 tentang Pendidikan
Jarak Jauh. Pasal ini memungkinkan pemerintah dalam mengambil kebijakan
dan langkah strategis untuk mengintegrasikan ICT (Information,
Communication, and Technology) dalam dunia pendidikan secara nasional
dan merata. Sedangkan di era SBY, perubahan kurikulum tiap pergantian
menteri sangat mencolok, terlihat dari perubahan KBK 2004, KTSP 2006,
dan Kurikulum 2013.
Sejarah mencatat hari ini di Era Joko Widodo, kementerian
pendidikan dipisahkan menjadi Kemnterian Pendidikan Tinggi, Riset dan
Tekhnologi dan Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan
Menengah. Karena program Indonesia Mengajarnya, maka nama Anies
Baswedan dilirik dan diangkat menjadi Menteri Pendidikan. Tahun 2015,
pertama kami di Indonesia Ujian Nasional (UN) tidak lagi dijadikan sebagai
penentu kelulusan dan UN berbasis komputer. Kemudian setelah Muhadjir
Efendi naik menggantikan Anies Baswedan, program pendidikan yang
paling menonjol adalah munculnya wacana“Full Day School”.

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan telah mengingatkan
kita tentang urgensi pendidikan dalam perubahan sebuah bangsa, “Education is
the most powerful weapon which you can use to change the world”. Pendidikan
adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia.
Perubahan sebuah bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Meminjam
kalimat Anies Baswedan bahwa memastikan setiap manusia Indonesia
mendapatkan akses pendidikan yang bermutu sepanjang hidupnya sama dengan
memastikan kejayaan dan keberlangsungan bangsa. Prospek masa depan
Indonesia dilihat dari prospek pendidikannya. Namun pendidikan Indonesia
akan baik untuk diformulasikan kembali apabila mengetahui dan memahami
sejarah perjalanan pendidikan dari dari zaman ke zaman, baik sejarah
pendidikan dunia maupun sejarah pendidikan nasional. Karena sejarah akan
mengajak kita untuk mengingat semangat perjuangan pendidikan masa lalu,
maka heroik dan spirit ini mesti direvitalisasi dimasa kini dan masa.
Sejak masa kolonial, dengan politik etis Indonesia berhasil melahirkan
para kelompok intelektual yang berhasil memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia. Regulasi-regulasi pendidikan yang dibuat di orde lama dan orde baru
berhasil membuat mahasiswa kala itu sadar akan ketertindasan, penyelewengan,
dan melenceng dari cita-cita kemerdekaan yang dibangun dengan tetesan darah.
Zaman reformasi telah melahirkan gebrakan baru dalam dunia pendidikan,
meski banyak problema pendidikan yang masih menimpa bangsa ini. Saatnya
generasi muda yang lahir di era digital membuktikan dirinya untuk menjadi
generasi emas 2045 dan bentribusi di bonus demografi Indonesia, menjadikan
Indonesia sebagai negara super power dunia. Semua itu kita awali dengan
memperbaiki dan merevitalisasi pendidikan Indonesia.

18
B. SARAN
Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap pengetahuan
mengenai landasan historis pendidikan Indonesia agar dapat dipelajari oleh
semua mahasiswa supaya setiap mahasiswa mengetahui landasan pendidikan
Indonesia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 1983. Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta:


Yayasan Kanisius.

Bjork, Christopher. 2013. Teacher Training, School, Norms and Teacher Effectivennes
in Indonesia. Singapura: ESEAS Publishing.

Dewantara, Ki Hajar. 1977. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur


Persatuan Taman Siswa.

Driyarkara, Nicolaus. 1966. Pertjikan Filsafat. Jakarta: PT Pembangunan.

Huijbers, Theo. 1993. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Kamaluddin, Laode Masihu. 2014. Reorientasi (Strategi) Pendidikan Nasional


Indonesia (2015-2020). Semarang: Unissula Press.

Moestoko, Soemarsono. 1986. Sejarah Pendidikan dari Zaman ke Zaman. Jakarta:


Balai Pustaka.

Mudhofir, Ali. 2001. Kamus Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-
Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Muhadjir, Neong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Pendekatan Positivistik,


Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks
dan Penelitian Agama. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional hingga
Metode Kritik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

20
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Saridjo, Marwan. 2011. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa. Bogor: Yayasan Ngali
Aksara & Al-Manar Press.

Saryani, Nanik dan Baeti Nirwana Sari. 2014. Landasan Historis Pendidikan. diakses
dari
http://www.academia.edu/9368398/LANDASAN_HISTORIS_PENDIDIKAN
(diakses, 22 Oktober 2016).

Zuhairini, Abdul Ghofir dan Slamet As Yusuf. 1981. Metodik Khusus Pendidikan
Agama. Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.

21

Anda mungkin juga menyukai