Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan dari suatu proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
tingkat kecerdasan atau yang biasa disebut sebagai intelegensi, tingkat kogitif
(kemampuan berpikir), dan tingkat penguasaan emosi. Ketiga faktor tersebut saling
berkaitan satu sama lain.

Intelegensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa


makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi ini diperoleh manusia
sejak lahir, dan sejak itu pula potensi intelegensi ini mulai berfungsi mempengaruhi
tempo dan kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka
fungsinya semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas
penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.

Intelegensi juga dapat mempengaruhi aktifitas berpikir. Berpikir merupakan


kegiatan atau tingkah laku yang menggunakan ide dalam mengambil suatu keputusan
atau dalam memecahkan suatu masalah.

Intelegensi dan kemampuan berpikir tidak bekerja sendiri dalam mementukan


keberhasilan proses belajar, ada satu sisi lagi yang harus diperhatikan, yaitu emosi. Pada
umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu yaitu
perasaan senang dan tidak senang. Perasaan senang dan tidak senang yang selalu
menyertai perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif. Warna efektif ini kadang-
kadang kuat, kadang-kadang lemah , atau samar-samar saja. Dalam hal warna efektif
yang kuat akan perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih
terarah. Perasaanperasaan seperti ini disebut emosi.

Ketiga hal tersebut saling berkaitan dalam menentukan keberhasilan proses


belajar. Dalam makalah ini, kami menguraikan beberapa definisi antara Intelegensi,

1
kemampuan berpikir, emosi dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, serta
hubungan-hubungan antara intelegensi, kemampuan berpikir, dan emosi dengan proses
dan hasil belajar.

A. Rumusan Masalah
1. Apa yag dimaksud intelegasi?
2. Apa itu berpikir ?
3. Apaitu emosi?

B. Tujuan Masalah
1. Hubungan antara Intelegensi, Kemampuan Berpikir dan Emosi dengan Proses
dan Hasil Belajar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Intelegensi
1. Pengertian Intelegensi

Intelegensi merupakan kemampuan atau kecakapan intelektual yang berdaya


guna dan berhasil guna untuk menghadapi atau bertindak / berbuat dalam suatu
situasi atau dalam menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Berikut ini akan
dijelaskan apa yang dimaksud dengan intellegensi:

 Intelligence is a general capacity of behave in an adaptable and


acceptable manner. (David C Edward, General Psychology, 1968).
 Intelligence-term used to describe a person’s general abilities in a
number of different areas, including both verbal and motor skills
(Robert E. Silverman, Psychology, 1971).
 Intelligence is a global capacity of the individual to act
purposefully, to think rationally and to deal effectively with the
environment (Dennis coon, Introduction to Psychology-
Exploration and Application, 1977).

Atau dapat disimpulkan bahwa:

 Intelegensi merupakan kemampuan umum mental individu yang


tampak dalam caranya bertindak / berbuat atau dalam
memecahkan masalah atau dalam melaksanakan suatu tugas.
 Intelegensi merupakan suatu kemampuan umum individu yang
menunjukkan kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya
dalam bertindak / berbuat atau memecahkan masalah atau tugas
yang dihadapi.

3
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
 Pembawaan, ialah kemampuan / potensi yang dibawa sejak lahir.

 Kematangan, ialah kesiapan suatu fungsi atau potensi untuk


dikembangkan.
 Pembentukan, ialah segala faktor luar yang akan mempengaruhi
perkembangan intelegensi. o Minat, ialah sikap senang terhadap
sesuatu hal.
 Kebebasan, ialah kondisi psikologi yang dapat mempengaruhi
sikap, performance / aktivitas seseorang dalam berbuat / mencapai
tujuan dalam mewujudkan dirinya.

3. Intelegensi dan IQ

IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan IQ


(Intelligence Quotient) yang hanya memberikan sedikit indikasi mengenai
taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang
secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, IQ menunjukkan ukuran atau
taraf kemampuan intelegensi / kecerdasan seseorang yang ditentukan
berdasarkan hasil tes intelegensi. Sedangkan intelegensi merupakan suatu
konsep umum tentang kemampuan individu.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur


mental (Mental Age atau MA) dengan umur kronolog (Chronological Age
atau CA), skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar
penghitungan IQ.

MA = Adalah kemampuan lebih yang dimliki individu pada saat itu

CA = Adalah yang seharusnya dimiliki oleh individu pada saat itu

4
Namun kemudian timbul permasalahan karena MA akan mengalami
stograsi dan penurunan pada waktu itu, tetapi CA terus bertambah. Masalah
ini kemudian diatasi dengan membandingkan skor seseorang dengan skor
orang lain dalam kelompok umur yang sama. Cara ini disebut “perhitungan
IQ berdasarkan norma dalam kelompok (Within Group Normal)” dan
hasilnya adalah IQ penyimpangan atau deviation IQ. Dengan cara
perhitungan seperti ini, maka oramg yang IQ sama dengan rata-rata
kelompok akan memeperoleh nilai 100. Nilai yang lebih tinggi atau lebih
rendah dari nilai rata-rata kelompok akan menentukan posisi IQ orang
tersebut dalam kelompok umurnya.

4. Pengukuran Inteligensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak
yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian
direvisi pada tahun 1911.

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan


banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah
menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio
(perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini
disebut Tes Stanford Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan
oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian
dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa
tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman
mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang
umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih
spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes

5
yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult
Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale
for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan
yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut
dibuat. Dari hasil pengukuran tes intelegensi, akan diperoleh tingkatan
intelegensi, diantaranya tingkat jenius, normal, rendah, dan terbelakang. - Jenius,
kemampuan yang luar biasa, dalam ukuran / tingkatan diatas 140 - Normal,
mempunyai tingkatan ukuran yang rata-rat 100-110, atau yang disebut
kecerdasan yang rata-rata - Rendah, kemampuan dibawah rata-rata, tingkat
ukurannya antara 70-90 - Keterbelakangan Anak yang mempunyai kemampuan
sangat rendah dan sangat sulit untuk melakukan tugas atas dirinya. Diantara
keterbelakangan ini disebut dengan:

1. Idiot (IQ 0-29), keterbelakangan yang sangat rendah sekali


kemampuannya seperti anak bayi.

2. Imbecile (IQ 30-40), lebih meningkat dari idiot, biasanya anak yang umur
7 tahun kemampuan kecerdasannya sama dengan anak yang berumur 3
tahun.

3. Debil (IQ 41-90), yaitu orang yang sedikit kekurangan /kelemahan


mentalnya.

B. Berpikir
1. Pengertian Berpikir

Proses belajar pada manusia erat sekali hubungannya dengan proses berpikir.
Berikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide, yaitu proses simbolis.
Misalnya membayangkan sesuatu yang tidak ada, maka kita menggunakan ide
atau simbol-simbol tertentu dan tingkah laku ini disebut berpikir.

6
2. Macam-macam Kegiatan Berpikir
Macam-macam kegiatan berpikir dapat digolongkan sebagai berikut:
Berpikir assosiatif, yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang
timbulnya ide lain. Jalan pikiran dalam proses assosiatif tidak ditentukan atau
diarahkan sebelumnya, jadi ide-ide timbul dengan sendirinya. Adapun jenis-jenis
berpikir assosiatif ada lima, yaitu:
 Assosiasi bebas, suatu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain tanpa
ada batasnya.
 Assosiasi terkontrol, suatu ide tertentu akan menimbulakan ide mengenai
hal lain dalam batas-batas tertentu.
 Melamun, menghayal bebas tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak
realistis.
 Mimpi, ide-ide tentang berbagai hal timbul secara tidak disadari.
 Berpikir artistik, proses berpikir yang subjektif (dipengaruhi oleh pendapat
dan pandangan pribadi).
Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan
biasanya diarahkan pada pemecahan persoalan. Berpikir terarah ada dua, yaitu:
 Berpikir kritis, membuat keputusan atau pemeliharaan terhadap suatu
keadaan.
 Berpikir kreatif, menentukan hubungan-hubungan baru antara berbagai
hal, menemukan pemecahan baru dari suatu soal, menemukan sistem,
menenukan bentuk arsistik baru, dan sebagainya.

C. Emosi
1. Pengertian Emosi

Ada dua macam pendapat mengenai terjadinya emosi. Pendapat nativistik


mengatakan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan
pendapat empiristik mengatakan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses
belajar.

7
Rene Descrates (1596-1650), salah seorang nativisme, mengatakan bahwa sejak
lahir manusia memiliki enam emosi dasar, yaitu: cinta, kegembiraan, keinginan,
benci, sedih, dan kagum. Sedangkan para tokoh empirisme seperti William James
(1842-1910, Amerika Serikat) dan Carl Lange (Denmark) menyusun teori tentang
emosi James-Lange yang manyatakan bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang
terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap
rangsangan yang datang dari luar. Wilhem Wundt (1832-1920) memberikan tiga
pasang kutub emosi, yaitu:

 Lust-Unlust (senang-tidak senang)


 Spannung-Losung (tegang-tidak tegang)
 Erregung-Berubigung (semangat-tenang)

2. Macam-macam Emosi
Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi, diantaranya yaitu:

 Amarah; benci, mengamuk, beringas.

 Kesedihan; muram, pedih, putus asa.

 Takut; cemas, gugup, khawatir.

 Bahagia; gembira, senang, bangga.

 Cinta; persahabatan, kasih sayang, hormat.

 Terkejut; kaget.

 Jengkel; hina, muak, kesal.

 Malu; malu hati

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi

8
Beberapa ahli psokologi menyebutkan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi seseorang (Astuti, 2005), yaitu:

 Pola asuh orang tua


Pengasuhan ini berarti orag tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan
serta melindungi anak sesuai denan nrma-norma yang ada dalam masyarakat
(Tarmuji, 2001). Dimana tugas tersebut berkaitan dengan mengarahkan anak
menjadi mandiri di masa dewasanya, baik secara fisik maupun psikologis
(Andayani dan Koentjoro, 2004).
 Jenis kelamin
Perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran jenis maupun
tuntutan sosial berpengaruuh pada perbedaan karakteristik emosi antara
keduanya.
 Usia
Kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan
fisiologis seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka kadar hormonal
dalam tubuh turut berkurang, sehingga mengakibatkan penurunan
pengeruhnya terhadap kondisi emosi (Moloney, dalam Puspitasari Nuryoto,
2001). Tapi tidak menutup kemungkinan jika seseorang yang sudah tua
kondisi emosionalnya cendrung meledak-ledak . hal ini dapat disebabkan
oleh adanya kalainan di dalam tubuhnya maupun klainan secara fisik.
Kelainan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor makanan yang merangsang
terbentuknya kadar hormone

D. Hubungan antara Intelegensi, Kemampuan Berpikir dan Emosi dengan Proses


dan Hasil Belajar

Intelegensi merupakan suatu kemampuan teringgi dari makhluk hidup yang


hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi adalah kemampuan atau kecakapan
intelektual yang berdaya guna untuk menghadapi atau bertindak dalam suatu situasi
atau dalan menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Adapun antara intelegensi

9
dengan proses dan hasil belajar, yaitu semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang,
maka kecepatan, ketepatan, dan keberhasilannya dalam bertindak atau memecahkan
masalah akan semakin tinggi.

Selain faktor intelegensi, ada hal lain yang dapat mempengaruhi proses dan hasil
belajar peserta didik, yaitu kemampuan berpikir dan emosional. Berpikir adalah
aktifitas jiwa yang mempunyai kecendrungan final (final tendency) yaitu pemecahan
persoalan yang dihadapi. Untuk mencapai suatu akta psikis yang bersifat dinamis.
Dimana individu itu sendiri yang merupakan penggerak prosesnya. Kulpe
menyatakan bahwa berpikir adalah proses kesadaran yang tidak beraga, yang
memperoleh tujuan adanya pikiran.

Motivasi merupakan kunci untuk membantu remaja kurang berprestasi keluar


sari situasi yang membelenggunya, namun motivasi tergantung pada banyak elemen
yang diklasifikasikan sebagai elemen emosional. Setiap elemen berpengaruh pada
pembelajaran. Sebab motivasi berkaitan denngan memahami, mengingat, dan
memecahkan masalah. Emosi dan pembelajaran saling berhubungan dan tak
terpisahkan satu sama lain. Jean Piaget menekankan pentingnya hubungan antara
aspek-aspek emosional dalam pembelajaran dan proses berpikir. Agar anak berhasil
dalam proses pembelajaran di kelas, komponen emosional dalam pembelajaran
harus sejalan dengan proses berpikirnya. Umumnya, emosi yang tidak diinginkan
dapat menghalangi cara belajar yang baik. Kebiasaan remaja di sekoah tidak dapat
dipisahkan secara efektif dari sisi emosional dalam hidupnya. Pengajar tidak hanya
perlu mengenali pentingnya aspek emosional dalam pembelajaran, tapi juga
mengarahkan agar berada dalam kondisi mendukung proses belajar mengajar.
Bagaimanapun emosi memainkan peranana penting dalam proses pembelajaran dan
mempengaruhi keterampilan kognitif seperti menganalisis, menilai, dan mengingat.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam penciptaan emosi positif adalah dengan
penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, (dalam Khodijah, 2009:176),
kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas
belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas

10
yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya minat,
adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna, pemahaman, dan nila yang
membahagiakan pada diri si pelajar.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Intelegensi merupakan suatu kemampuan umum individu yang menunjukkan


kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak / berbuat
atau memecahkan masalah atau tugas yang dihadapi.
2. Berikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide, yaitu proses simbolis.
Misalnya membayangkan sesuatu yang tidak ada, maka kita menggunakan ide
atau simbol-simbol tertentu dan tingkah laku ini disebut berpikir.
3. Ada dua macam pendapat mengenai terjadinya emosi. Pendapat nativistik
mengatakan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir.
Sedangkan pendapat empiristik mengatakan bahwa emosi dibentuk oleh
pengalaman dan proses belajar.
4. Emosi saja tidak akan berarti untuk mendukung proses pembelajaran.
Kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir, komponen-komponen di dalam
pikirannya juga harus dioperasikan pada tingkat optimal.
5. Intelegensi, kemampuan berpikir, dan emosi berpengaruh dalam menentukan
proses dan hasil belajar. Semakin tinggi tingkat intelegensi peserta didik,
semakin tinggi pula kualitasnya dalam belajar. Sehingga kemampuan

11
berpikirnyapun akan semakin meningkat. Tidak hanya itu, semakin mudah
peserta didik dalam menguasai emosinya, semakin mudah pula mereka dalam
memahami dan menyesuaikan diri dengan kondisi belajar yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ahmad. 1997. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia

Sabri, M Alisuf. 2001. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: CV


Pedoman Ilmu Jaya.

___________. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.

Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

http://www.Google.com. Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi.

12

Anda mungkin juga menyukai