Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Berbicara mengenai studi analisi wacana, bukan hanya sekedar mengenai pertanyaan,
akan tetapi juga struktur dan tata aturan wacana. Munculnya suatu pondasi wacana dan
struktur analisis waca tentunya tidak terlepas dari keterkaitan atau hubungan antara wacana
dan kenyataan atau realita. Realita atau kenyataan dapat dipahami sebagai segenap konstruksi
sosial yang terbentuk melalui wacana. Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari
analisis isi, selain analisis isi kuantitatif yang mayoritas banyak digunakan. Melalui jalur
analisis wacana, tidak hanya mengetahui apa isi teks, tetapi juga bagaimana isi dalam teks
yang diamanatkan melalui frase, kalimat, dan metafora macam apa teks tersebut disampaikan.
Wacana sendiri merupakan istilah yang dipakai oleh berbagai disiplin ilmu, mulai dari
politik, sosiologi, linguistik, psikologi, komunikasi dan lain sebagainya. Wacana yang telah
dibuat dapat dikritisi serta dianalisis oleh orang lain yang biasa disebut analisis wacana
kritis/critical discourse analysis (CDA).1
Analisis wacana kritis adalah telaah yang dilakukan oleh seseorang untuk mengkaji
lebih dalam makna sebenarnya yang akan disampaikan oleh penulis atau pembicara dalam
tulisan mereka. Analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dari Michel Focault
merupakan salah satu metode analisis teks media untuk mengupas bagaimana cara media
mengkosntruksi sebuah wacana. Focault mengatakan bahwa wacana tidak mungkin jika
hanya dipahami sebagai serangkaian kata dalam teks, akan tetapi wacana dapat digambarkan
sebagai sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Wacana
dapat diteliti secara sistematis sebagai suatu ide, opini, konsep dan pandangan hidup dibentuk
dalam suatu konteks tertentu yang akhirnya mempengaruhi cara berpikir maupun bertindak.
Oleh karena itu, wacana bisa saja dapat berupa satu kata, satu kalimat, satu paragraf, satu
artikel, satu buku, atau bahkan beberapa buku dan beberapa bidang ilmu.2
Maka jika berbicara mengenai analisis wacana kritis/critical discourse analysis (CDA)
adalah bagaimana dapat memahami hakikat bahasa juga untuk memahami proses belajar
bahasa dan perilaku bahasa. Selain itu juga bahwa suatu hal yang dianalisis dalam analisis
wacana kritis bukan hanya menggambarkan unsur bahasa saja, melainkan mengkaitkannya
dengan konteks. Karena dalam hal ini tujuan utama dan yang paling vital dari analisis wacana
kritis adalah membuka samarnya sesuatu hal yang termuat dalam sebuah wacana yang tidak

1
Silaswati, D. (2019). Analisis wacana kritis dalam pengkajian wacana. METAMORFOSIS Jurnal Bahasa,
Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 12(1), 1-10.
2
Abadi, H.S. (2017). Kekuasaan seksualitas dalam novel: Perspektif analisis wacana kritis Michel Foucault.
Belajar Bahasa: Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(2).
seimbang antarpartisipan.1 Maka artikel ini akan menguraikan mengenai analisis wacana
kritis/critical discourse analysis (CDA) khususnya dalam pandangan Michel Focault.

A. PENGERTIAN ANALISIS WACANA KRITIS/CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS


(CDA)
Bahasa merupakan salah satu dari sekian banyak alat komunikasi yang digunakan
manusia. Satuan terkecil dari bahasa adalah bunyi yang dikaji dalam fonologi. Kemudian
merujuk masuk pada kajian morfologi yang membahas proses terbentuk sebuah kata. Kajian
selanjutnya adalah membahas kajian semantik yang membahas tentang makna. Sedangkan
yang terakhir adalah kajian tentang wacana. Menurut Alwi, dkk (2003) wacana adalah
kalimat yang berkaitan hingga akhirnya terbentuklah makna yang cocok dengan kalimat
tersebut. Sejalan dengan pendapat diatas, Hamad (2007) menyatakan wacana adalah bahasa
yang bermakna dan bisa saja berbentuk lisan, tulisan maupun simbol. Wujud dari bentuk
wacana dapat berupa: (teks) pengumuman, karangan, makalah, (ucapan) percakapan, tanya
jawab, wawancara, (lakon) drama, sinetron, puisi, (artefak) bangunan, logam, puing.
Apa yang ada dalam wacana nantinya akan dikritisi dan menghasilkan sesuatu yang
dinamakan Analisis Wacana Kritis/Critical Discourse Anlysis (CDA). Menurut Darma (2009)
analisis wacana kritis adalah studi linguistik yang membahas wacana bukan dari unsur
kebahasaan, melainkan mengkaitkannya dengan konteks. Dasar teoretis yang menjadi
pondasi dari analisis wacana didasarkan pada beberapa perkembangan sejarah dalam filsafat
pengetahuan dan teori sosial. Oleh karena itu, faktor histori, sosial, dan ideologi adalah
sumber utama dalam kerangka analisis wacana kritis. Tugas utama analisis wacana kritis
menurut Van Dijk adalah menguraikan relasi kuasa, dominasi dan ketimpangan yang
diproduksi dalam wacana.2

B. KARAKTERISTIK ANALISIS WACANA KRITIS


Dalam lapangan sosiologi, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis
wacana dalam studi linguistic merupakan reaksi dari bentuk linguistic formal yang lebih
memperhatikan pada unit kata, frasa atau kalimat tanpa melihat keterkaitan diantara unsure tersebut.
Analisis wacana dalam lapangan psikologi social diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang
dimaksud di sini mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya.
Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktek pemakaian bahasa, karena bahasa

1
Fauzan, U. (2014). Analisis wacana kritis dari model Faiclough hingga Mills. Jurnal Pendidik, 6(1).
2
Masitoh, M. (2020). Pendekatan dalam Analisis Wacana Kritis. Edukasi Lingua Sastra, 18(1), 66-76.
adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subjek, dan lewat bahasa ideology terserap di
dalamnya.1
Adapun karakteristik penting dari analisis wacana kritis menurut Van Dijk yang
dikutip Fauzan (2014) berupa tindakan, konteks, histori, kekuasaan, dan ideologi yang akan
dijabarkan sebagai berikut:
1. Tindakan
Karakter utama dalam analisis wacana kritis yaitu wacana sebagai sebuah tindakan.
Artinya, saat berwacana, seseorang akan mengungkap maksudnya lewat bahasa dengan
tujuan untuk memberitahukan, memerintah, mempengaruhi, membujuk, dan mengikuti apa
yang menjadi keinginannya. Saat seseorang membuat tulisan yang sifatnya menguraikan, dia
akan mendeskripsikan wacana tersebut dengan detail sehingga yang membaca
akanmendapatkan keterangan yang jelas akan objek yang dideskripsikan. Dari penjelasan di
atas, analisis wacana kritis memiliki beberapa konsekuensi. Konsekuensi pertama, wacana
memiliki tujuan untuk memberitahukan, memerintah, mempengaruhi, membujuk, mengikuti
apa yang menjadi keinginannya,dan sebagainya. Kedua, wacana adalah sesuatu yang
dilakukansecara sadar, terencana, dan tertib bukan sesuatu dilakukan dengan tidak sadar dan
diluar kontrol.
2. Konteks
Analisis wacana kritis selain mempelajari bahasa (teks) itu sendiri, unsur di luar
bahasa pun (konteks) harus dipelajari. Menurut Sobur yang dikutip Fauzan (2014) wacana
terdiri atas teks dan konteks. Teks bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas,
melainkan juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra,
dan sebagainya. Konteks merupakan semua situasi dan hal yang berada di luar teks, seperti
partisipan dalam bahasa, situasi saat teks diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan lain
sebagainya. Titik perhatian analisis wacana ialah menggambarkan teks dan konteks secara
bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Berdasarkan penjelasan di atas, wacana dapat
dibentuk berdasarkan konteks dan dapat ditafsirkan dalam kondisi dan situasi tertentu.
Selanjutnya Eriyanto (2001) menjelaskan bahwa konteks terbagi menjadi dua, yaitu: (1)
berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnik, dan agama; (2) setting sosial
tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik.
Konteks latar dan situasi dalam analisis wacana kritis dapat disamakan dengan konteks
situasi, konteks latar belakang pengetahuan, latar belakang pengetahuan apa pun dalam

1
Halwati, U. (2013). Analisis Foucault Dalam Membedah Wacana Teks Dakwah Di Media Massa. AT-TABSYIR:
Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 1(1).
analisis wacana pragmatis.Dengan demikian, para linguis dapat menjelaskan makna yang
tersirat dari percakapan yang tersurat.
3. Historis
Selain aspek tindakan dan konteks, adalah aspek historis yang perlu diperhitungkan
karena wacana tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan aspek ini. untuk dapat memahami
suatu teks, salah satu cara yang digunakan adalah dengan memanfaatkan aspek historis. Teks
dapat dipahami apabila kita dapat memberikan aspek historis apa, mengapa, di mana, dan bila
mana teks tersebut dibuat, misalnya: di era orde atau waktu perang merebut kemerdekaan,
dan sebagainya.
4. Kekuasaan
Aspek yang yang tidak kalah penting untuk membedakan antara analisis wacana dan
analisis wacana kritis, adalah aspek kekuasaan. Eriyanto (2001) mengatakan bahwa wacana
yang dibuat dalam bentuk tulisan, ujaran, dan lainnya, tidak terwujud dengan begitu saja
secara natural, tetapi hal itu wujud dari pertarungan kekuasaan karena aspek kekuasaan
merupakan salah satu bentuk keterkaitan wacana dengan masyarakat. Wacana memandang
aspek kekuasaan sebagai suatu kontrol. Kekuasaan berhubungan erat dengan kelompok
dominan. Kelompok dominan biasanya akan menguasai kelompok yang lemah atau
kelompok yang termarjinalkan. Hal ini dapat terjadi, menurut Van Dijk (dalam
Eriyanto,2001) karena biasanya relasi, ilmu pengetahuan, dan pengalaman kelompok
dominan lebih baik dan lebih banyak dari pada kelompok yang lemah atau yang
termarjinalkan.
5. Ideologi
Dalam analisis wacana kritis, aspek ideologi merupakan kajian utama. Eriyanto
(2001) mengatakan bahwa tulisan, ujaran, dan lainnya adalah wujud dari ideologi tertentu.
Ideologi dibentuk oleh kelompok dominan yang bertujuan untuk memproduksi ulang dan
mengesahkan keberadaan kelompok tersebut. Artinya, kelompok dominan mempengaruhi
dan menginformasikan kekhalayak ramai bahwa keberadaan dankekuatan mereka sudah sah.
Dengan adanya ideologi akan terbentuk jati diri kelompok yang tidak sama dengan kelompok
lain. Wacana bukanlah sesuatu yang netral disajikan secara apa adanya karena setiap wacana
akan muncul ideologi seseorang untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Misalnya dalam
wacana argumentasi, dapat dipastikan bahwa teks yang ada merupakan pencerminan dari
ideologi seseorang, apakah ideologi orang tersebut kapitalisme, antikapitalisme,
individualisme, sosialisme, dan sebagainya.1
1
Masitoh, M. (2020). Pendekatan dalam Analisis Wacana Kritis. Edukasi Lingua Sastra, 18(1), 66-76.
C. ANALISIS WACANA KRITIS MENURUT MICHEL FOUCAULT
Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) dari Michel Foucault merupakan
salah satu metode analisis teks media untuk membongkar bagaimana cara media
mengkonstruksi sebuah wacana. Analisis wacana menekankan pada konstelasi kekuatan yang
terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Analisis wacana kritis melihat pemakaian
bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai praktek sosial. Bahasa dianalisis bukan dengan
menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks.
Knteks di sini berarti bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk di dalamnya
praktik kekuasaan (Eryanto, 2005: 11).
Kekuasaan (power) merupakan elemen yang dipertimbangkan dalam analisis wacana
kritis. Di sini, setiap wacana yang muncul dalam suatu teks, percakapan atau apapun tidak
dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral, tetapi merupakan bentuk
pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana
dengan masyarakat. Pemakai bahasa bukan hanya pembicara, penulis, pendengar atau
pembaca, ia juga bagian dari kategori sosial tertentu, bagian dari kelompok profesional,
agama, komunitas atau masyarakat tertentu (Eryanto, 2005:11).Menurut Foucault, wacana
tidak dipahami sebagai serangkaian kata atau proposisi dalam teks, tetapi wacana merupakan
sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Wacana dapat
dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep dan pandangan hidup dibentuk
dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak tertentu
(Eryanto, 2005:11).
Dalam analisis wacana pendekatan Foucault, kuasa tidak dimaknai dalam term
“kepemilikan”, di mana seseorang mempunyai sumber kekuasaan tertentu. Kuasa menurut
Foucault tidak dimiliki tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup di mana ada banyak
posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain. Bagi Foucault, kekuasaan selalu
terakulasikan lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa.
Penyelenggara kekuasaan menurut Foucault, selalu memproduksi pengetahuan sebagai basis
kekuasaannya. Pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi kuasa,
tetapi pengetahuan berada di dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri. Tidak ada pengetahuan
tanpa kuasa, dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa pengetahuan (eryanto, 2005:65-66). Untuk
mengetahui relasi kuasa/pengetahuan dikonstruksi, dapat dilakukan analisis wacana menurut
Faucault yang meliputi analisis arkeologi pengetahuan yang memungkinkan penyelidikan
peristiwa-peristiwa wacana, pernyataan yang dibincangkan dan dituliskan.
Faucult melengkap perangkat analisis dengan genealogi kuasa untuk mengungkap
keterkaitan antara pengetahuan dan kuasa.Analisis wacana mengacu pada pemikiran Michel
Foucault meliputi metode analisis genealogi kuasa dan analisis arkeologi pengetahuan.
Dalam analisis genealogi kuasa, tugas geneolog adalah memeriksa rangkaian wacana
terbentuk; analisis hubungan kesejarahan antara kuasa dengan wacana (Foucault, 1994:387).
Proses genealogi adalah memeriksa serangkaian wacana terbentuk, analisis hubungan
kesejarahan antara kuasa dengan wacana dan bukan menyelidiki suatu konspirasi melalui
kesadaran aktor-aktornya (Ritzer, 2003: 78-80).
Suatu teks di media massa dapat dilihat adanya keterjalinan antar teks dengan teks
sebelumnya. Teks berfungsi dalam kaitannya dengan situasi awalnya. Teks yang terlibat di
media massa meninggalkan jejak-jejak di belakang yang menentukan kaitannya dengan teks
sebelumnya. Arkeologi pengetahuan memungkinkan penyelidikan peristiwa-peristiwa
wacana, pernyataan-pernyataan yang dibincangkan dan dituliskan. Langkah ini dilakukan
untuk mengetahui analisis kearsipan suatu teks (Foucault, 2002:75). Menurut Foucault, objek
kajian penelitian ini terletak pada arsip (dokumen), yang merupakan akumulasi dari
keberadaan wacana. Arkeologi adalah analisis wacana dalam bentuk kearsipannya (Foucault,
2002:93). Arkeologi menggambarkan wacana-wacana sebagai praksis-praksis yang
dikhususkan dalam elemen sebuah arsip (Foucault, 2002:216).1

1
Halwati, U. (2013). Analisis Foucault Dalam Membedah Wacana Teks Dakwah Di Media Massa. AT-TABSYIR:
Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai