Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

DISUSUN OLEH:

ANNISA SYAPUTRI P07220419004

APRIZA YULIA CITRA P07220419005

ESA RAHMAH BONITASARI P07220419013

INTAN PUTRI ASIH P07220419021

MUHAMMAD ROBBANI RITBIYYUN P07220419029

NURUL ALIFAH P07220419031

PUTRI FITRIA P07220419034

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT 1

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMANTAN


TIMUR

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan juga ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang sederhana
ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat menjadi pemenuh tanggung
jawab atas tugas yang diberikan oleh dosen Keperawatan Medikal Bedah I
mahasiswa Sarjana Terapan Keperawatan tingkat 2, selain daripada itu penulis
juga berharap bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat dalam membantu
melengkapi wawasan pembaca.

Terima kasih penulis haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah I, juga kepada pihak yang telah membantu dalam
proses pengerjaan sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini penulis
akui masih banyak menyimpan kekurangan karena pengalaman yang belum
sepenuhnya mendukung. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada para pembaca
untuk dapat memberikan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan
makalah penulis.

Samarinda, 21 Mei 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
Judul

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I Pendahuluan

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II Pembahasan

A. Anatomi dan fisiologi


B. Definisi
C. Etiologi
D. Patofisiologi (pathway)
E. Manifstasi klinik
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan penunjang
H. Penatalaksanaan

BAB III Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang
mengensi jaringan paru (alveoli).

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Konsep dasar dan asuhan keperawatan Pneumonia

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu menggali dengan menghubungkan,
mengklasifikasikan, mengelola materi mengenai konsep dasar dan
asuhan keperawatan Pneumonia

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-


macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi
jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zuh Dahlan. 2006)
Pneumonia adalah infeksi akut jaringan (parenkim) paru yang ditandai
dengan demam, batuk dan sesak napas. Selain gambaran umum di atas,
Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya
dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium). (Masmoki. 2007)

A. Klasifikasi
a) Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired
pneumonia, CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu
terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang
belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari. (Buke, 2009)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang
terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini
didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006).
Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan
pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan

5
penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia
(Supandi, 1992)
c) Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme
anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia
jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi,
maupun pasien dengan gangguan refleks menelan (Buke, 2009)
d) Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya
steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur,
dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain (Buke, 2009)
e) Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang
terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis (Buke, 2009)

B. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), etiologi pneumonia adalah

a. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat
dan nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi
pneumonia di masyarakat dan nosokomial:
 Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae,
Anaerob oral (aspirasi), dan Influenza tipe A dan B.
 Lokasi sumber nosokomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus
aureus, dan Anaerob oral (aspirasi).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial
Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.

6
Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya
pneumonia:
 Influenza virus
 Adenovirus
 Virus respiratory
 Syncytial repiratory virus
 Pneumonia virus

c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas muda.
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan
pnuemonia:
 Pneumositis karini
 Pneumonia pneumosistis
 Pneumonia plasma sel
e. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi,
bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi
untuk kanker payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah
pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin
atau inhalasi gas yang mengiritasi.

C. Epidemiologi

7
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling
tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada
pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Buke, 2009).
Di United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000
orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi
kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar
14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 10-
20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian
diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa,
2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35%
dengan kematian mencapai 20-50% (Farmacia, 2006).

D. Faktor Resiko
Berikut ini adalah faktor resiko pneumonia menurut Price dan Wilson, 2005:
 Usia di atas 65 tahun
 Aspirasi sekret orofaringeal
 Infeksi pernapasan oleh virus
 Sakit yang parah dan akan menyebabkan kelemahan, misalnya diabetes
militus dan uremia
 Penyakit pernapasan kronik, misalnya COPD, asma, kistik fibrosis
 Kanker, terutama kanker paru
 Tirah baring yang lama
 Trasektomi atau pemakaian selang endotrakeal
 Bedah abdominial dan toraks
 Fraktur tulang iga
 Pengobatan dengan imunosupresif
 AIDS
 Riwayat merokok
 Alkoholisme
 Malnutrisi

8
Adapun faktor yang umumnya menjadi predisposisi individu terhadap
pneumonia, yaitu sebagai berikut:
 Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan
menganggu drainage normal paru. Meninngkatnya resiko pneumonia dapat
terjadi pada penyakit kanker dan penyakit obstruksi paru menahun
(PPOM).
 Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofil rendah
(neutropeni) akan beresiko pnuemonia.
 Individu yang merokok akan beresiko peumonia karena asap rokok
menganggu aktivitas mukosiliaris dan makrofag.
 Setiap pasien yang diperbolehkan berbaring secara pasif dalam waktu yang
lama, relatif imobil, dan bernapas dangkal maka akan beresiko terhadap
bronkopneumonia.
 Setiap individu yang mengalami depresi refleks batuk (karena medikasi,
keadaan yang melemahkan, atau otot-otot pernapasan melemah), telah
mengaspirasi benda asing masuk ke dalam paru selama periode tidak
sadar (cedera kepala, anastesia), atau mekanisme menelan yang abnormal
dapat dikatakan hampir pasti beresiko bronkopenumonia.
 Setiap pasien yang dirawat dengan NPO (dipuasakan) atau mereka yang
mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme (bakteri
gram negatif) faring dan beresiko pneumonia.
 Individu yang sering mengalami intoksinasi terutama rentan terhadap
pneumonia, karena alkohol menekan refleks-refleks tubuh, mobilisasi sel
darah putih, dan gerakan siliaris trakeobronkial.
 Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami
depresi pernapasan, yang kemudian akan terjadi pengumpulan sekresi
bronkial dan selanjutnya mengalami penumonia.
 Pasien tidak sadar atau mempunyai refleks batuk yang buruk adalah
mereka yang beresiko terkena pnuemonia akibat penumpukan sekresi atau
aspirasi.

9
 Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi
pernapasan dapat mengalami penumonia jika peralatan tersebut tidak
dibersihkan dengan tepat.

10
E. Patofisiologi

11
F. Manifestasi Klinis
Demam dan batuk (awalnya nonproduktif) merupakan gejala umum.
Bisa juga terjadi nyeri dada dan sesak napas. Gambaran sistemik (lebih sering
terjadi) di antaranya adalah nyeri kepala, confusion, myalgia, dan malaise.
Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda konsolidasi lokal dan
ronki kasar (crackles) pada lobus yang terkena. (Patrick Davey, 2006)
Pada anak-anak, infeksi virus (RSV) dan virus parainfluenzae akan
disertai rhinore, suara serak, dan otitis media. Terdengar ronki kering di
seluruh lapangan paru dan disertai dengan mengi inspirasi dan ekspirasi. Jika
disebabkan oleh mycobacterium pneumonia, maka akan menimbulkan ronki
terbatas, dan gejala proses konsolidasi, tetapi pada foto paru, gambaran
prosesnya menyebar. Terkadang juga terdengar bising gesek pelura.
(Darmanto Djojodibroto, 2008)

G. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X dada : mengidentifikyanasi distribusi struktural; dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrasi baik menyebar ataupun terlokalisasi, atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Selain itu juga dapat menunjukkan
efusi pleura, kista udara-cairan, sampai konsolidasi.
b) Analisis gas darah : untuk mendiagnosis gagal napas,serta menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
c) LED meningkat
d) Hitung jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang
mencapai 30.000/µl
e) Pemeriksaan fungsi paru : volume turun, tekanan jalan napas meningkat,
dan komplain menurun.
f) Pemeriksaan elektrolit : Na dan Cl meningkat.
g) Pemeriksaan bilirubin : terjadi peningkatan bilirubin.
h) Aspirasi/biopsi jaringan paru

12
i) Kultur sputum : penting untuk koreksi terapi antibiotik. (Misnadiarly,
2008)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai
yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
• Oksigen 1-2 L/menit
• IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml
cairan
• Jumlah cairan sesuai berat badan,kenaikan suhu, status hidrasi
• Jika sesak tidak selalu berat dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
• Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
• Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia
community base:
• Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian
• Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
• Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian
• Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
I. Komplikasi
a. Shock dan gagal napas
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan
kegagalan pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada
pasien usia lanjut). Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang
tidak menerima pengobatan khusus atau pengobatan yang tidak memadai
atau tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika organisme penyebab
infeksi yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta
mempersulit pneumonia.

13
Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan
hemodinamik dan ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer,
menjaga tekanan darah arteri, dan memberikan oksigenasi yang memadai.
Agen vasopressor dapat diberikan secara intravena dengan infus dan pada
tingkat disesuaikan sesuai dengan respon tekanan. Kortikosteroid dapat
diberikan parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada pasien
yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari
infeksi. Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi
mekanik. Gagal jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis,
miokarditis dan juga komplikasi dari pneumonia yang dapat menyebabkan
shock.
b. Atelektasis dan Efusi pleura
Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat
terjadi pada setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik
terjadi pada setidaknya 40% dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi
parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang berhubungan dengan
pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi pleura
terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk
mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk
analisis. Ada tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan
patogenesis: tidak rumit, rumit, dan empiema toraks. Sebuah empiema
terjadi ketika tebal, cairan purulen terakumulasi dalam ruang pleura, sering
dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off) daerah di
mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk
mengobati infeksi pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari
empiema tersebut. Sterilisasi rongga empiema membutuhkan 4 sampai 6
minggu antibiotik. Kadang-kadang manajemen bedah diperlukan.
c. Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat
besar antibiotik, seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik.
Superinfeksi juga dapat terjadi pada pasien yang telah menerima berbagai

14
kursus dan jenis antibiotik. Dalam kasus tersebut, bakteri dapat menjadi
resisten terhadap terapi antibiotik. Jika pasien membaik dan demam
berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada kenaikan
suhu dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah
menyebar, superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau
dihentikan sama sekali dalam beberapa kasus.

J. Pencegahan
Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia:
a. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah, perlu
gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang
cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta
pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi
selama kehamilan.
b. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan
karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi
neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak
terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat
memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan
bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih
tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9
bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu
pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk

15
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang
sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi
batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.5. Mengurangi polusi
di dalam dan di luar rumah. Untuk mencegah pneumonia disarankan agar
kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu
dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang
cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca
dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang
memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
e. Menjauhkan balita dari penderita batuk
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada
saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang
penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat
menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini
menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah.
Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran
napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita
salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka
menjadi pneumonia karena malnutrisi.
f. Mengurangi minum alkohol
Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi
hidrasi. Hal ini juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun
demam, contohnya acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil)
mungkin juga dapat membantu agar lebih baik.
g. Latihan Nafas
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan
bernafas dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu
mencegah terjadinya pneumonia. (Jeremy, 2005)

16
 Konsep Asuhan Keperawatan Pneunomia

 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan
cara pengumpulan data secara subjektif (data yang
didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode
anamnesa dan data objektif (data hasil pengukuran
atau observasi). Menurut Nurarif (2015), pengkajian
yang harus dilakukan adalah :
a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,
b. Riwayat sakit dan kesehatan
1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk dan sesak
napas.
2) Riwayat penyakit sekarang: pada awalnya
keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya
akan berkembang menjadi batuk produktif
dengan mukus purulen kekuning-kuningan,
kehijau- hiajuan, kecokelatan atau kemerahan,
dan serring kali berbau busuk. Klien biasanya
mengeluh mengalami demam tinggi dan
menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan
berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada
pleuritits, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, dan nyeri kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien
pernah menderita penyakit seperti ISPA, TBC
paru, trauma. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
4) Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit-

17
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
pneumoni seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
5) Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki
riwayat alergi terhadap beberapa oba,
makanan, udara, debu.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: tampak lemas, sesak napas
2) Kesadaran: tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa
somnolen

18
3) Tanda-tand vital:
- TD: biasanya normal
- Nadi: takikardi
- RR: takipneu, dipsneu, napas dangkal
- Suhu: hipertermi
4) Kepala: tidak ada kelainan
Mata: konjungtiva nisa anemis
5) Hidung: jika sesak, ada pernapasan cuping hidung
Paru:
- Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada
penggunaan otot bantu napas
- Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada
daerah yang terkena.
- Perkusi: pekak bila ada cairan, normalnya timpani
- Auskultasi: bisa terdengar ronchi.
6) Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguan
7) Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan

 Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada anak dengan masalah pneumonia:
d. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan yang ditandai dengan jumlah sputum dalam jumlah yang
berlebihan, dispnea,sianosis, suara nafas tambahan (ronchi).
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan yang ditandai dengan dispena, dispena, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung.
f. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kalpier yang ditandai dengan dispnea saat istirahat, dispneu
saat aktifitas ringan, sianosis.

19
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Asupan diet kurang yang ditandai dengan ketidakmampuan
menelan makanan,membran mukosa pucat, penurunan berat badan
selama dalam perawatan.
h. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen yang ditadai dengan Dispnea setelah
beraktifitas,keletihan, ketidaknyamanan setelah beraktifitas
i. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber
pengetahuan yang ditandai dengan ibu/keluarga mengatakan tidak
mengetahui penyakit yang diderita pasien, cara penularan, faktor
resiko, tanda dan gejala, penanganan dan cara pencegahannya

 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan tahap ketiga dalam proses
keperawatan dimana pada tahap ini perawat menentukan suatu rencana
yang akan diberikan pada pasien sesuai dengan masalah yang dialami
pasien setelah pengkajian dan perumusan diagnosa. Menurut Moorhead
(2013) dan Bulechek (2013), intervensi keperawatan yang ditetapkan pada
anak dengan kasus pneumonia adalah :
Diagnosa TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
keperawatan

a. Ketidakefektif NOC : Manajemen jalan nafas

20
an bersihan
Status pernafasan : 1. Monitor status
jalan nafas b.d Kepatenan jalan nafas pernafasan dan
mukus respirasi
berlebihan Definisi : saluran sebagaimana
trakeobronkial yang mestinya
terbuka dan lancar untuk
pertukaran udara 2. Posisikan pasien
semi fowler, atau
Setelah dilakukan tindakan posisi fowler
keperawatan selama 3x24
jam pasien dapat 3. Observasi
meningkatkan status kecepatan,irama,ked
pernafasan yang adekuat alaman dan

21
meningkat dari skala 2 kesulitan bernafas
(cukup) menjadi skala 4
(ringan) dengan kriteria 4. Auskultasi suara
hasil : nafas

1. Frekuensi pernafasan 5. lakukan fisioterapi


normal (30-50x/menit) dada sebagaimana
mestinya
2. Irama pernafasan
normal (teratur) 6. Kolaborasi
pemberian O2
3. Kemampuan untuk sesuai instruksi
mengeluarkan secret
(pasien dapat 7. Ajarkan melakukan
melakukan batuk batuk efektif
efektif jika
8. Ajarkan pasien dan
memungkinkan)
keluarga mengenai
4. Tidak ada suara nafas penggunaan
tambahan (seperti ; perangkat oksigen
Ronchi,wezing,mengi) yang memudahkan
mobilitas
5. Tidak ada penggunaan
otot bantu napas (tidak
adanya retraksi dinding
dada)
6. Tidak ada batuk
Ket:
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
b. Ketidakefektif Status pernafasan Manajamen Jalan nafas
an pola napas
berhubungan Definisi : Proses keluar 1. Posisikan pasien
dengan masuknya udara ke paru- Posisi semi fowler,
keletihan otot paru serta pertukaran atau posisi fowler
pernafasan karbondioksida dan
oksigen di alveoli. Manajemen pernafasan

22
Setelah dilakukan tindakan 2.Observasi
keperawatan 3x24 jam kecepatan,irama,keda
status pernafasan yang laman dan kesulitan
adekuat meningkat dari bernafas
skala 2 (berat) menjadi 5

23
(ringan) dengan kriteria
hasil :
3.Observasi pergerakan
1. frekuensi pernafasan dada, kesimetrisan
normal (30-50x/menit) dada,penggunaan oto-
otot bantu nafas,dan
2. Irama pernafasan retraksi pada dinding
normal (teratur) dada
3. suara auskultasi nafas 4.Auskultasi suara
normal (vesikuler) nafas
4. Kepatenan jalan nafas Terapi oksigen
5. Tidak ada penggunaan 5. Kolaborasi
otot bantu nafas (tidak pemberian O2
ada retraksi dinding
dada) 6. Monitor aliran
oksigen
6. Tidak ada pernafasan
cuping hidung 7.Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
Ket:
penggunaan
1. Deviasi berat dari perangkat oksigen
kisaran normal yang memudahkan
2. Deviasi yang cukup mobilitas
berat dari kisaran
normal
3. Deviasi yang sedang
dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari
kisaran normal
5. Tidak ada deviasi
yang cukup berat dari
kisaran normal

c.Gangguan Status pernafasan : Monitor pernafasan


pertukaran gas Pertukaran Gas
berhubungan 1. Monitor kecepatan,
dengan Definisi : Pertukaran irama, kedalaman,
perubahan Karbondioksida dan dan kesulitan
membran oksigen di alveoli untuk bernapas
alveolar- mempertahankan
konsentrasi darah arteri Terapi oksigen
kalpiler

24
Setelah dilakukan tindakan
2. Pertahankan
keperawatan 3x24 jam
kepatenan jalan

25
status pernafasan : napas
pertukaran gas yang
adekuat meningkat dari 3. Observasi adanya
skala 2 (berat) menjadi 4 suara napas
(ringan) tambahan

Dengan kriteria hasil : Kolaborasi


pemberian O2
1. Tidak dispnea saat
istirahat 5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
2. Tidak dispneu saat penggunaan
aktifitas ringan perangkat oksigen
yang memudahkan
3. Tidak sianosis yaitu mobilitas
kulit tampak normal
atau tidak kebiruan
Ket:
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada

26
d. Ketidakseim Status nutrisi : Manajemen nutrisi
bangan Asupan nutrisi
nutrisi 1.Observasi dan catat
kurang dari Definisi : Asupan gizi asupan pasien (cair
kebutuhan untuk memenuhi dan padat)
tubuh kebutuhan-kebutuhan
metabolik 2.Ciptakan lingkungan
berhubungan
yang optimal pada
dengan
Setelah dilakukan asuhan saat mengkonsumsi
asupan diet
keperawatan selama makan (misalnya;
kurang
3x24jam pasien dapat bersih, santai, dan
meningkatkan status bebas dari bau yang
nutrisi yang adekuat dari mneyengat)
skala 2 (sedikit adekuat)
menjadi skala 3 (cukup 3.Monitor kalori dan
adekuat) dengan kriteria asupan makanan
hasil :
4. Atur diet yang
1. Asupan kalori adekuat diperlukan
(menyediakan
2. Asupan protein adekuat makanan protein
tinggi, menambah
3. Asupan zat besi adekuat atau menguragi
Ket: kalori, vitamin,
1. Sangat berat mineral atau
2. Berat suplemen)
3. Cukup 5.Kolaborasi pemberian
4. Ringan obat-obatan sebelum
5. Tidak ada makan (contoh obat
anti nyeri)
6.Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengakses program-
program gizi
komunitas (misalnya ;
perempuan,bayi,anak)
e. Intolerans Toleransi terhadap Manajemen energy
i Aktifitas aktifitas
berhubun 1. Observasi sistem
gan Definisi : Respon kardiorespirasi
dengan fisiologis terhadap pasien selama
ketidaksei pergerakan yang kegiatan (misalnya
mbangan memerlukan energi dalam ; takikardi,
antara aktifitas sehari-hari. distrimia, dispnea)
27
suplai dan

28
kebutuha Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor lokasi dan
n oksigen keperawatan 2x24jam sumber
pasien dapat toleransi ketidaknyamanan/
terhadap aktifitas nyeri yang dialami
meningkat dari skala 2 pasien selama
(banyak terganggu) aktifitas
menjadi 4 (sedikit
terganggu) dengan kriteria 3. Lakukan Rom
hasil : aktif atau pasif

1. Kemudahan bernapas
ketika beraktifitas 4. Lakukan terapi
non farmakologis
2. Warna kulit idak pucat (terapi musik)
3. Kemudahan dalam 5. Kolaborasi
melakukan ADL pemberian terapi
Ket: farmakologis
untuk mengurangi
1. Sangat terganggu kelelahan
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu 6. Beri Penyuluhan
4. Sedikit terganggu kepada keluarga
5. Tidak terganggu dan pasien tentang
nutrisi yang baik
dan istirahat yang
adekuat

29
f. Defisiensi Pengetahuan : Manajemen Pengajaran
pengetahuan pneumonia
berhubungan proses penyakit
dengan kurang Definisi :
sumber 1. Kaji tingkat
Tingkat pemahaman yang pengetahuan tentang
pengetahuan disampaikan tentang proses penyakit
pneumonia,
pengobatannya dan 2. Jelaskan tentang
pencegahan komplikasinya penyakit

Setelah dilakukan tindakan 3. Jelaskan tanda dan


keperawatan selama 30- gejala
40menit pasien dan
keluarga dapat 4. Jelaskan tentang
meningkatkan pengetahuan penyeba
tentang manajemen 5. Jelaskan tentang
pneumonia. Meningkat

30
dari skala 2 (pengetahuan cara penularan
terbatas menjadi skala 4
(pengetahuan banyak) 6. Jelaskan tentang
dengan kriteria hasil : cara penanganan

1. mengetahui tentang 7. Jelaskan tentang


penyakit cara pencegahan

2. mengetahui faktor
penyebab (dapat
menyebutkan
penyebab)
3. mengetahui faktor
resiko kekambuhan
(dapat menyebutkan
faktor resiko)
4. mengetahui tanda dan
gejala penyakit dan
kekambuhan penyakit
(dapat menyebutkan
tanda dan gejala)
Ket :
1. Tidak ada
pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas
3. Pengetahuan sedang
4. Pengetahuan banyak
5. Pengetahuan sangat
banyak

31
 Implementasi keperawatan
Implementasi adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan
yang merupakan serangkaian kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh
perawat secara langsung pada klien. Tindakan keperawatan dilakukan
dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah
ditetapkan/ dibuat.

 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah
masalah keperawatan telah teratasi atau tidak teratasi dengan mengacu
pada kriteria evaluasi

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang
mengensi jaringan paru (alveoli).

B. Saran
Makalah ini penulis akui masih banyak menyimpan kekurangan karena
pengalaman yang belum sepenuhnya mendukung. Oleh karena itu, penulis
harapkan kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan yang
bersifat membangun untuk perbaikan makalah penulis.

33
DAFTAR PUSTAKA

MIsnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor PopulerBare Brenda G,
Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.

Buke C, Biyikli B, Tuncel M,Aydemir S, Tunger A,Sirin H, Kocaman A. 2009.


Nosocomial Infections in a Neurological Intensive Care Unit. Journal of
Neurological Sciences (Turkish). Volume 26. Number 3. Page(s) 298-304.

Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah ; Brunner and Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta :
EGC.

Smeltzer, Suzanne C. O’Connell. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s


Textbook of Medical-surgical Nursing Ed 12th. Lippincott Williams &
Wilkins.

Suriadi, Rita Yuliana. 2006. Asuhan Keperawtan pada Anak. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka


Obor Populer.

34

Anda mungkin juga menyukai