1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum:
1. Menyediakan informasi praktis tentang pengobatan asma yang dapat
digunakan apoteker dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di tempat
pelayanan.
2. Meningkatkan pengetahuan apoteker tentang asma dan
penatalaksanaannya.
1.2.2 Tujuan Khusus:
1. Bahan informasi sebagai pedoman dalam rangka pelayanan KIE
(komunikasi, informasi dan edukasi) bagi pasien asma.
2. Memberikan informasi tentang terapi/pengobatan asma.
3. Memberikan rekomendasi kepada tenaga kesehatan lain dan juga pasien
untuk memilih obat yang sesuai dengan kondisi pasien.
4. Meningkatkan kepedulian apoteker dan petugas kefarmasian lain pada
pasien asma.
1.3 Manfaat
Dari hasil kajian resep mengenai kasus asma ini diharapkan memberikan
manfaat terhadap pengobatan yang rasional tatalaksana terapi asma dan penilaian
konseling termasuk KIE untuk peningkatan kualitas hidup pasien.
152
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
d. Ras/etnik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
(Rengganis, 2008).
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa,
serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
c. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat,
kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan.
d. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor
risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi
fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma.
Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi
paru, morbiditas dan status kesehatan
e. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
f. Stres
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di
samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma
yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk
154
dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen
kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor
kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal
pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi
saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera
yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi
merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja
langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam
pajanan allergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen
Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma
(Rengganis, 2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan
napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa
melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf.
Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related
Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan
156
Tabel 2.1 Klasifikasi Asma Berdasarkan Berat Penyakit (DepKes RI, 2007).
Keterangan :
a. β-agonist yang tidak selektif (mengagonis β1 & β2) mempunyai efek samping terhadap
jantung, bisa menimbulkan takikardi, sehingga kontraindikasi dengan pasien asma yang
juga menderita hipertensi.
b. Dilihat dari potensinya, terbutalin lebih baik daripada salbutamol (Dipiro et al., 2008).
1. Nebuliser
Alat nebuliser dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga dalam prakteknya dikenal 2 jenis
alat nebuliser yaitu ultrasonic nebulizer dan jet nebuliser. Hasil pengobatan
dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebuliser yang digunakan.
Terdapat nebuliser yang dapat menghasilkan partikel aerosol terus menerus ada
juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita
melakukan inhalasi sehingga obat tidak banyak terbuang. Keuntungan terapi
inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak atau sedikit memerlukan koordinasi
pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur
(misalnya salbutamol dan natrium kromoglikat). Kekurangannya adalah karena
alat cukup besar, memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif mahal (Marlinda,
2002).
a. Ultrasonic nebuliser
Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari piezo-
electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah menjadi
aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak menimbulkan suara
bising dan terus menerus dapat mengubah larutan menjadi aerosol
sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan memerlukanbiaya perawatan
lebih besar.
b. Jet nebuliser
Alat ini paling banyak digunakan banyak negara karena relatif lebih murah
daripada ultrasonic nebuliser. Dengan gas jet berkecepatan tinggi yang
berasal dari udara yang dipadatkan dalam silinder ditiupkan melalui
lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan negatif yang selanjutnya akan
memecah larutan menjadi bentuk aerosol. Aerosol yang terbentuk dihisap
pasien melalui mouth piece atau sungkup. Dengan mengisi suatu tempat
pada nebuliser sebanyak 4 ml maka dihasilkan partikel aerosol berukuran
< 5 Ïm, sebanyak 60-80% larutan nebulisasi akan terpakai dan lama
nebulisasi dapat dibatasi. Dengan cara yang optimal maka hanya 12%
165
MDI. Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih konstan
dibandingkan MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara
DPI ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu sehingga mudah dibawa dan
dimasukkan ke dalam saku. Hal ini yang juga memudahkan pasien dan lebih
praktis (Marlinda, 2002).
BAB III
KAJIAN RESEP DAN PEMBAHASAN
Resep tersebut tidak lengkap karena tidak tercantum SIP dokter penulis
resep, beberapa signature, dan identitas pasien. Identitas pasien diperlukan dalam
hal perhitungan dosis dan monitoring penggunaan obat. Permasalahan ini dapat
diatasi dengan menanyakan pada saat penerimaan resep. Dalam nota resep
tercantum nomor telepon pasien, sehingga dapat dilakukan komunikasi untuk
menanyakan alamat, umur, berat badan dan monitoring. Diketahui berdasarkan
penjelasan orang tua pasien, pasien berumur 1 tahun 2 bulan dengan berat badan
9,7 kg dan berjenis kelamin laki-laki. Resep tersebut kemudian dapat diproses dan
dikerjakan lebih lanjut.
2. Pulmicort Respules
Komposisi : Budesonide
Farmakologi Umum : Kortikosteroid
Mekanisme Kerja : Budesonide mengontrol kecepatan sintesis protein,
memperlambat migrasi polimorfonuklear leukosit,
fibroblasis, mengembalikan permeabilitas
pembuluh darah kapiler dan stabilisasi lisosomal
pada tingkat seluler untuk mencegah atau
mengontrol inflamasi (Lacy et al., 2009)
Kontra Indikasi : hipersensivitas terhadap budesonide atau
komponen dalam formulasi. Untuk inhalasi
dikontraindikasikan untuk pasien asma dengan
episode akut, perawatan primet untuk status
asmatikus, tidak untuk meringankan bronkospasma
akut.
Dosis : nebulisasi: anak-anak 12 bulan-8 tahun (titrasi
sampai dosis efektif terendah ketika pasien stabil.
Mulai dari 0,25 mg per hari.
Berdasarkan NIH (2007)
Anak-anak 0-4 tahun
172
3. Ketricin
Komposisi : Triamcinolon
Farmakologi umum : Kortikosteroid
Farmakologi Umum : mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi
polimorfonuklear leukosit dan mengembalikan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah;
menekan sistem imun dengan menurunkan
aktivitas dan volume sistem limfatik; menekan
fungsi adrenal pada dosis tinggi.
Dosis : dosis awal 4-48 mg per hari tergantung dari
penyakit
(Anonim, 2011)
Kontraindikasi : TB, infeksi jamur sistemik, herpes simpleks, DM,
varisela, osteoporosis berat
Efek Samping : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan muskoskeletal, gangguan
173
4. Trifed
Komposisi : Tripolidine HCl 2,5 mg, pseudoefedrin HCl 60 mg
Farmakologi umum : alfa/beta agonist, decongestan, histamine H1
antagonis.
Kegunaan : Digunakan sementara pada hidung tersumbat,
bukaan sinus decongest, gatal hidung, gatal
tenggorokan, mata berair akibat pilek, demam, atau
alergi saluran pernafasan atas lainnya (Lacy et al.,
2009).
Dosis : Dosis untuk sediaan tablet yang digunakan
mengandung tripolidine HCl 2,5 mg dan
pseudoefedrin HCl 60 mg, adalah sebagai berikut:
Anak 6-12 tahun: ½ tablet setiap 4-6 jam, tidak
melebihi 4 dosis dalam 24 jam.
174
5. Mucera
Komposisi : Ambroksol HCl
Farmakologi Umum : mukolitik dan sekretolitik
Mekanisme kerja : Ambroksol yang berefek mukolitik dan
sekretolitik, dapat mengeluarkan lendir yang
kental dan lengket dari saluran pernafasan dan
mengurangi stagnasi cairan sekresi. Pengeluaran
lendir dipermudah sehingga melegakan pernafasan.
Sekresi lendir menjadi normal kembali selama
pengobatan dengan Ambroksol. Baik batuk
maupun volume dahak dapat berkurang secara
bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang
berupa selaput pada permukaan mukosa saluran
pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi
secara normal kembali (Lacy et al., 2009).
Dosis : 60-120 mg dalam 2 dosis terbagi
Perhatian : Penggunaan jangka panjang. Ibu hamil dan
menyusui.
175
sel. Antibiotika ini memiliki spektrum luas sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan asma disertai infeksi.
Kesimpulan : tepat obat.
D. Salbuven
Dosis pustaka : Sekali pakai 100 mcg/kg, Maksimal sekali pakai 2
mg untuk 3-4 kali pemakaian (Joint Formulary
Committee. 2012)
Anak-anak dengan BB = 9,7 kg
Dosis sekali = 9,7 kg x 100 mcg/kg
= 970 mcg = 0,97 mg
Dosis sehari = 2,91 – 3,88 mg
Dosis dalam resep : sekali pakai = 0,8 mg
sehari pakai = 0,8 mg x 3 = 2,4 mg
Kesimpulan : underdose
E. Trifed
Dosis pustaka : 1 tab mengadung tripolidin HCl 2,5 mg dan
pseudoefedrin HCl 60 mg. Dosis dewasa : 1 tablet
setiap 4-6 jam (62,5 mg/hari) (tidak melebihi 4 dosis
dalam 24 jam) (Lacy et al., 2009).
Untuk pasien anak dengan BB = 9,7 kg= 21,34 pon
Dosis sekali pakai = 21,34 pon/ 150 pon x 62,5 mg
= 8,89 mg
Dosis sehari pakai = (26,67-35,56 mg)
Dosis dalam resep : Sekali pakai = 15,625 mg
Sehari pakai = 15,625 mg x 3 = 46,875 mg
Kesimpulan : overdose
F. Mucera
Dosis pustaka : 60-120 mg/hari dalam 2 dosis terbagi (Lacy et al.,
2009).
Untuk pasien anak dengan BB = 9,7 kg= 21,34 pon
Dosis sekali pakai = 21,34 pon/ 150 pon x (30-60 mg)
= 4,27-8,54 mg
Dosis sehari pakai = 8,54-17,08 mg
Dosis dalam resep : Sekali pakai = 5 mg
181
Sehari pakai = 5 mg x 3 = 15 mg
Kesimpulan : tepat dosis karena dosis berada dalam rentang terapi.
G. Ceptik
Dosis pustaka : 8 mg/kg/hari terbagi setiap 12-24 jam (maksimal 400
mg pr hari) (Lacy et al., 2009).
Untuk pasien anak dengan BB = 9,7 kg
Dosis sekali pakai = 9,7 kg x 4 mg/kg
= 38,8 mg
Dosis sehari pakai = 77,6 mg
Dosis dalam resep : Sekali pakai = 20 mg
Sehari pakai = 20 mg x 3 = 60 mg
Kesimpulan : underdose
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Asma merupakan penyakit paru dengan karakteristik inflamasi dan
penebalan pada lapisan epitelial dan submukosal saluran pernapasan;
penyempitan atau konstriksi dari otot pernapasan (bronkokonstriksi); dan
hipersekresi mukus.
2. Pada kasus kajian resep tersebut, ditemukan beberapa obat yang dosisnya
tidak sesuai dengan kajian pustaka. Dosis obat yang overdose adalah
trifed, sedangkan dosis obat yang underdose adalah salbuven dan ceptik.
4.2. Saran
1. Pasien (dalam hal ini adalah orang tua pasien) disarankan untuk
melakukan pemeriksaan fungsi paru-paru pasien, untuk mengetahui
keadaan fisiologis paru, sehingga dapat menunjang diagnosis asma dan
mengetahui tingkat keparahan penyakit asma yang diderita.
2. Pasien (dalam hal ini adalah orang tua pasien) disarankan untuk
menghindarkan faktor pemicu asma seperti alergi terhadap debu, dingin,
dan faktor penyebab lainnya.
3. Diperlukan pengawasan dan monitoring terhadap peningkatan kesehatan
pasien yang dapat dilakukan oleh orang tua pasien dan apoteker dalam hal
monitoring dan home care.