Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008)

Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008)

Peran paramedis dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Paramedic sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. (Medlinux, 2008)

Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,

baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik. (Muchid dkk,2007)

B. Tujuan penulisan Tujuan umum : Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit asmatikus pada pasien dengan gawat darurat Tujuan khusus : a. Untuk mengetahui proses timbulnya penyakit asmatikus b. Untuk mengetahui cara penanganan secara darurat pada pasien dengan asmatikus c. untuk dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan status asmatikus.

C. Manfaat penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu diharapkan dapat menjadi:

a. Media informasi yang baik tentang status asmatikus b. Penyalur informasi tentang penanganan yang tepat pada pasien status asmatikus
kegawat daruratan

D. Metode penulisan Adapun dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode yaitu : a. Metode kepustakaan, penulis menggunakan beberapa sumber buku yang dijadikan referensi dalam pembuatan makalah ini b. Internet, penulis mengakses beberapa data dari internet yang dijadikan sumber referensi

1.5 Sistematika penulisan Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan BAB II PEMBAHASAN terdiri atas pengertian status asmatikus, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan medic, pemeriksaan diagnostic, asuhan keperawatan gawat darurat( Primary survey), asuhan keperawatan(secondary survey), evaluasi. BAB III PENUTUP terdiri atas kesimpulan dan saran

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Status asmatikus merupakan suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin. Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan asma berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonis 2 tidak ada perbaikan atau malah memburuk.

Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian. Oleh karena itu apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang

merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain)

2.2 Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh : 1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas. 2) Pembengkakan membran bronkus. 3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. 1. Faktor predisposisi Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor presipitasi a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi) -obatan)

dan jam tangan) b. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan

dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. c. Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. d. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2.3 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Gambar 2. mekanisme asma Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Gambar 3. Penyempitan saluran nafas Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru, selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. Karakteristik dasar dari asma (konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada status asmatikus. Abnormalitas ventilasiperfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun, mencerminkan respirasi asidosis.

2.4 Manifestasi klinis


Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refraktor sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada asma hebat pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan. Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak napas mendadak disertai bising mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun yang sangat penting dalam upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat serangan terutama menentukan apakah asma tersebut termasuk dalam serangan asma yang berat. Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia pertengahan atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami serangan asma akut berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut. a. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. b. Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit c. Denyut nadi lebih dari 110x/menit d. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit e. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg.

10

Gejalanya lain status asmatikus adalah sebagai berikut: Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheesing Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan Sianosis, takikardi, gelisah, pulsus paradoksus Fase ekspirium memanjang disertai wheesing (di apeks dan hilus)

2.5 Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus: Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan : Saatnya serangan dan obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya) Pemberian obat bronchodilator Penilaian terhadap perbaikan serangan Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab dan modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya. Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasi seperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan penderita mesti dikirim ke unit perawatan intensif.

11

Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut : 1) Pemberian terapi oksigen dilanjutkan Terapi oksigen dilakukan mengatasi dispena, sianosis, dan hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit. 2) Agonis 2 Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.

3)

Aminofilin Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.

4)

Kortikosteroid Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 8 jam tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan 12

sebagai alternative adalah triamsiolon 40 80 mg, dexamethason / betamethason 5 10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu prednison atau predmisolon 30 60 mg/ hari.

5)

Antikolonergik Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis 2 secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis 2 sudah memberikan hasil yang baik.

6)

Pengobatan lainnya a) Hidrasi dan keseimbangan elektrolit Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat. b) Mukolitik dan ekpetorans Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein. c) Fisioterapi dada Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi. d) Antibiotic Diberikan kalau jelas ada tanda tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan neutrofil leukositosis. e) Sedasi dan antihistamin Obat obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.

13

2.6 Pemeriksaan diagnostik


Spirometri : Peningkatan FEV, atau FVC sebanyak 20 % Pemeriksaan Radiologi : Pada umumnya normal. Dilakukan tindakan Analisa bila ada indikasi patologi di paru, misalnya:

Pneumothorak, atelektasis, Dll. Gas darah : Hipoxemia, Hiperkapnia, Asidosis

Respiratorik. Pemeriksaan Sputum : Adanya eosinofil , Kristal charcot Leyden, Spiral Churschmann , Miselium Asoergilus Fumigulus Pemeriksaan darah : Jumlah eosinofil meningkat. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah (respirasi

asidosis), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.

Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis (CO2 rendah) adalah temuan yang 14 paling umum pada pasien asmatik.

Peningkatan PCO2 (ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah. Arus puncak ekspirasi APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan. Pemeriksaan foto thoraks Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan

pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut. Elektrokardiografi Tanda -tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikan klinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.

15

2.7 Asuhan keperawatan(Primary survey)


Airway(jalan nafas) Pengkajian: Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.

Diagnose keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum Intervensi : a. Amankan pasien ke tempat yang aman R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien b. Kaji tingkat kesadaran pasien R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesadaran pasien c. Segera minta pertolongan R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya

penumpukan sekret e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas f. Lakukan teknik maneuver(head till, chin lift, jaw trust) R/ membuka jalan nafas untuk memudahkan pasokan O2 g. Lakukan suction

16

R/ memudahkan masuknya O2 tanpa adanya hambatan(penumpukan secret pada jalan nafas) h. Lakukan pemasangan gudel jika terjadi sumbatan pafda jalan nafas(lidah jatuh ke belakang) R/ pada pasien tidak sadar cenderung mengalami lidah jatuh ke belakang dan hal ini menyebabkan sumbatan pada jalan nafas sehingga dilakukan tindakan ini untuk membuka jalan nafas Evaluasi 1) Tidak tampak sumbatan(secret) pada jalan nafas 2) Kebutuhan O2 terpenuhi. 3) Pasien mampu mempertahankan kepatenan jalan nafas.

Breathing(pernafasan)

Pengkajian : Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Akibat ventilasi perfusi yang tidak seimbang ini menyebabkan pengurangan PaO2. Kurangnya O2 dalam tubuh ini dapat menyebabkan terjadinya hipoksia karena pada klien dengan asma terjadi gangguan pada ekspirasi sehingga klien susah untuk mengeluarkan CO2, dan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan CO2 dalam tubuh atau hiperkapnea biasanya 60 65 mmHG. Peningkatan ini menyebabkan terjadinya penurunan pH sehingga dapat terjadi asidosis respiratori. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Namun pada status asmatikus biasanya suara pernapasan berkurang dan dapat terjadi mengi menjadi hilang. Karena itu perlu pantau adanya mengi. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit..

17

Diagnose keperawatan : Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas Intervensi : a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut pasien R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien c. Pantau ekspansi dada pasien R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien d. Kaji frekuensi pernafasan pasien R/ mengetahui perubahan frekuensi nafas e. Berikan O2 pada pasien R/ membantu memenuhi kebutuhan O2 Evaluasi 1) Tampak sesak berkurang. 2) Tidak ada suara napas tambahan(wheezing) 3) Suara napas kembali teratur. 4) Tampak pasien tidak menggunakan otot bantu pernapasan.

18

Circulation(sirkulasi)

Pengkajian : Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Peningkatan denyut nadi ini bisa mencapai 140x/menit dan hal ini menyebabkan penurunan cardiac output sehingga pasien mengalami hipotensi dan terjadi hipoventilasi. Selain itu hipoventilasi ini dapat disebabkan bila FEV1 > 40 % atau > 20 %. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya hipoksia dan hiperkapnia ini dapat menyebabkan sianosis dan gejala keseimbangan asam basa dapat terjadi asidosis respiratori dimana terjadi penurunan pH karena tidak dapat dikompensir oleh sistem buffer dalam darah. Diagnose Keperawatan : perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen Intervensi : a. Pantau tanda tanda vital ( nadi, warna kulit )

R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba b. Jika tidak tampak adanya ekspansi dada dan tidak teraba arteri karotis segera berikan teknik RJP

R/ membantu usaha pernapasan pasien

19

c. Berikan terapi cairan awal Ringer Laktat dan Natrium Bikarbonat R/ Terapi cairan meminimalkan resiko dehidrasi dan Natrium Bikarbonat meningkatkan pH ke tingkat yang dikehendaki.

d. Lakukan pemasangan intubasi untuk respiratori R/ jika pasien mengarah kepada kegagalan pernapasan akan diminimalkan dengan pemasangan respiratori ini. e. Berikan sedatif R/ memberikan relaksasi pada otot pada saat pemasangan inhalasi dan kecemasan pasien dapat diminimalkan Evaluasi 1) Tidak tampak adanya sianosis 2) Tidak teraba akral dingin 3) Tekanan darah kembali normal,120/80 DISABILITY

Pengkajian : Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami penurunan kesadaran sampai koma. Hal ini dapat dinilai dari pupil terhadap cahaya. Jika terjadi kerusakan yang ireversibel reaksi pupil terhadap cahaya biasanya dilatasi ataupun negatif. Ini merupakan tanda tanda terjadinya hipoksemia serebri. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon. Karena itu pasien memerlukan pantauan 24 jam penuh oleh tim medis khususnya dokter yang akan merawat pasien.

EXPOSURE

Pengkajian : Control pemaparan lingkungan merupakan komponen akhir dari primary suervey, lakukan pengukuran suhu untuk mengetahui perubahan suhu tubuh pasien dan 20

seluruh pakaian dibuka untuk pemeriksaan secara menyeluruh. Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intesif.

2.8 Asuhan keperawatan (secondary survey)

Penatalaksanaan lanjutan Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks, AGD, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya. Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis 2 dengan inhaler dosis terukur 6 8 x/ hari atau preparat oral 3 4 x/hari. Pada hari 5 10, steroid oral ( predmison, predmisolon ) diturunkan, obat agonis 2 dan aminofilin diteruskan. Tanda tanda dehidrasi diidentifikasi dengan memeriksa turgor kulit. Masukan cairan penting untuk melawan dehidrasi, mengencerkan sekresi, dan untuk memudahkan ekspektorasi. Cairan intravena diberikan sesuai dengan yang diharuskan, hingga 3 sampai 4 L/hari, kecuali bila ada kontraindikasi. Pemantauan terhadap pasien oleh perawat secara terus menerus, penting dilakukan dalam 12 sampai 24 jam pertama, atau sampai status asmatikus dapat diatasi. Energy pasien harus dihemat dan ruangan harus tenang serta bebas dari iritan pernapasan, termasuk bunga, asap, tembakau, parfum, atau bau bahan pembersih. Bantal nonalergik harus digunakan.

21

Indikasi perawatan intensif Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif yang diberikan perlu dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan intensif. Adapun penderita yang memerlukan perawatan intensif yaitu a. Terdapat tanda- tanda kelelahan b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg ) sesudah pemberian oksigen.

2.9

Evaluasi Tidak ada sesak waktu istirahat Bising mengi tidak ada atau minimal Retraksi otot bantu napas minimal Tidur sudah normal APE > 70 % dari nilai normal atau nilai tertinggi yang dicapai sebelumnya

22

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penatalaksanan asma akut berat dan status asmatikus harus dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat karena keadaan ini selalu dapat mengancam jiwa penderita. Untuk dapat melakukan penangan yang baik diperlukan pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam mengenal gejala dan tanda serangan penyakit, memberikan pengobatan awal, merawat penderita di ruangan, serta pengobatan lepas rawat yang semuanya itu bertujuan untuk dapat mencegah kematian, mengembalikan keadaan klinis dan fungsi paru ketingkat yang lebih baik dan mencegah kekambuhan dini penderita. Pengelolaan penderita asma akut berat dan status asmatikus, apalagi yang menunjukkan tanda yang sudah mengacam jiwa penderita, hendaknya dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan yang memiliki tenaga medic yang sudah berpengalaman dan fasilitas yang memadai. 3.2 Saran Bagi institusi Hendaknya lebih menyiapkan fasilitas penunjang dan buku-buku yang dapat membantu mahasiswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing terutama referensi tentang askep status asmatikus pada penanganan gawat darurat Bagi dosen pembimbing Hendaknya meneruskan tugas semacam ini kepada mahasiswa agar mahasiswa dapat mengetahui penanganan tepat yang dapat membantu pasien yang dalam keadaan gawat serta dengan adanya tugas semacam ini

23

maka mahasisiwa dapat menjadi media penyalur informasi yang baik kepada masyarakat. Bagi mahasiswa Hendaknya lebih berpartisipasi aktif dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

24

25

Anda mungkin juga menyukai