Anda di halaman 1dari 9

LATAR BELAKANG

Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun
dewasa. Kata asma (asthma) berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200
tahun yang lalu, Hippocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernafasan
yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk
menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma
kardiak dan asma bronchial.

Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2008 menerangkan bahwa, asma didefinisikan sebagai
penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan di mana berbagai sel dan elemen seluler berperan,
terutama sel mast, eosinofil, limfosit, makrofag. dan sel epithelial. Asma mempunyai tingkat kefatalan
yang rendah, namun angka kejadiannya cukup tinggi ditemukan pada masyarakat (Katerine et al., 2014).
Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun dari hasil penelitian yang dilakukan
pada siswa SLTP di daerah Jakarta pada tahun 2002 prevalensi asma masih 6,7” o, kemudian pada tahun
2008 meningkat menjadi 8,690 (Rosamarlina et al., 2010). 2 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013 menyebutkan bahwa hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur
adalah 4,590. Dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7.890), diikuti Nusa
Tenggara Timur (7,3”0), DI Yogyakarta (6.90), dan Sulawesi Selatan (6,7”0). Asma merupakan penyakit
yang manifestasinya sangat bervariasi. Sekelompok pasien mungkin bebas dari serangan dalam jangka
waktu lama dan hanya mengalami gejala jika mereka berolahraga, terpapar alergen atau terinfeksi virus
pada saluran pernafasannya. Pasien lain mungkin mengalami gejala yang terus-menerus atau serangan
akut yang sering. Pola gejalanya juga berbeda antar satu pasien dengan pasien lainya. Selain itu dalam
satu pasien sendiri, pola, frekuensi, dan intensitas gejala bisa bervariasi antar waktu ke waktu.
Fisioterapi dapat membantu mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat asma. Fisioterapi
membantu penderita asma untuk dapat tetap aktif dan mendapatkan kebugaran tubuh yang optimal.

Dari berbagai macam modalitas fisioterapi untuk mengatasi asma secara umum yang sering digunakan
adalah dengan menggunakan modalitas nebulizer untuk memperlancar dan mengurangi obstruksi jalan
nafas dan diaphragmatic breathing untuk mengatur dan mengontrol pernafasan ketika terjadi serangan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengulas lebih lanjut tentang penyakit asma dan
modalitas untuk menangani problematika pada penderita asma, maka dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini penulis 3 mengambil judul Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Penderita Asma Di Balai Besar
Kesehatan Paruparu Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi asma


2. Untuk mengetahui etiologi asma

3. Untuk mengetahui klasifilasi asma

4. Untuk mengetahui patofisiologi asma

5. Untuk mengetahui Pathway pasien asma

6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang asma

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien asma

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik
bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2012).

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara.
Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering
terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb,
2011).

B.ETIOLOGI

Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:

1. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.

2. Pembengkakan membrane bronkus

3. Bronkus berisi mucus yang kental

Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:

1. Genetik

Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi ini penderita sangat mudah
terkena asma apabila dia terpapar dengan faktor pencetus.

Adapun faktor pencetus dari asma adalah:


1. Alergen

Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri,
dan polusi.

b. Ingestan Masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan tertentu seperti penisilin, salisilat,
beta blocker, kodein, dan sebagainya.

c. Kontaktan Seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya yang masuk melalui kontak
dengan kulit.

2. Infeksi saluran pernapasan

Infeksi saluran pemapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus Influenza merupakan salah satu faktor
pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma
dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan (Nurarif & Kusuma, 2015)

3. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca menjadi pemicu
serangan asma.

4. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 21590 klien asma. Misalnya orang yang
bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.

5. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang bekerja dengan
berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma.

6. Stress

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga dapat memperberat
serangan asma yang sudah ada (Wahid & Suprapto, 2013).

C.KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga,
bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur yang tidak membawa pengaruh apa-
apa terhadap mereka yang sehat.

Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh
karena itu jika ada alegren spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma
ekstrinsik. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang
yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada
asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.

Dengan kata lain Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi
dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran pemafasan lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-
batang sel melepaskan zat kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.
Dan akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi penegangan pengerutan saluran
pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran
tersebut.

b. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap faktor yang tidak spesifik atau tidak
responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan
kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan juga oleh aktivitas
olahraga yang berlebihan. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.

Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada
mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan
radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma
intrinsik.

c. Asma Campuran

Asma campuran adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.

1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma) yaitu:


a. Intermiten

Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada tingkatan derajat asma ini, serangannya
biasanya berlangsung secara singkat. Dan gejala ini juga bisa muncul di malam hari dengan intensitas
sangat rendah yaitu « 2x sebulan.

b. Persisten Ringan

Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala pada
sehari-hari berlangsung lebih dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari atau sama dengan 1 kali sehari dan
serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

c. Persisten Sedang

Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat. Pada tingkatan derajat asma ini,
gejala yang muncul biasanya di atas 1 x seminggu dan hampir setiap hari. Serangannya biasanya dapat
mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap rokok, bulu binatang, hawa
dingin terpapar pada penderita. Benda benda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh
sistem di tubuh penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen).

Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya antibody yang berperan sebagai respon reaksi
hipersensitif seperti neutropil, basophil, dan immunoglobulin E, masuknya antigen pada tubuh yang
memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key
and lock (gembok dan kunci).

Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran mediator kimiawi seperti
histamine, neutrophil chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin. Peningkatan
mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan pada
mukosa saluran pernafasan (terutama bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua
bagian pada semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontrikis) dan
sesak nafas.

Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga
menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan
sehingga penderita pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres
mucus dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi
mucus yang cukup banyak (Harwina Widya Astuti 2010).
E.Pathway Asma

F.Pemeriksaan Penunjang Asma

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium (Sujono riyadi & Sukarmin, 2009). Adapun pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah:

1. Tes Fungsi Paru

Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator.

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun.

3. Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada asma secara spesifik

4. Elektrokardiografi

5. Scanning paru

Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013).

G.PENATALAKSANAAN ASMA

Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma yaitu:

1. Prinsip umum dalam pengobatan asma:


a. Menghilangkan obstruksi jalan napas.

b. Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.

c. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma dan pengobatannya.

2. Pengobatan pada asma

a. Pengobatan farmakologi

1) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas.

2) Kromalin Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah serangan asma pada penderita anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama obat anti asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.

3) Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis dua kali 1 mg/hari.

4) Kortikosteroid hidrokortison

b. Pengobatan non farmakologi

1) Memberikan penyuluhan terhadap orang tua

2) Menghindari faktor pencetus

3) Pemberian cairan

4) Fisioterapi napas (senam asma)

5) Pemberian oksigen jika perlu (Wahid & Suprapto, 2013)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara.
Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering
terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan Kita dapat
melakukan pencegahan asma antara lain: menjaga kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan,
menghindarkan faktor pencetus serangan asma. Menghindari alergen pada bayi dianjurkan dalam upaya
menghindari sensitisasi atau pencegahan primer.

B. SARAN

Berdasarkan wacana diatas kita dapat menyadari betapa pentingnya mengetahui tanda dan gejala
penyakit asma pada anak. Maka sebaiknya kita harus menjaga kesehatan supaya terhindar dari penyakit
asma tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. (2016). Bronchial Thermoplasty pilihan terapi Baru untuk asma Berat Vol. 39 : 63-64.
Jakarta: FK Universitas Indonesia

Behrman, dkk. 2000. /Imu Kesehatan dnak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratorv medicine). Jakarta: EGC

Grace, Pierce A dan Borley, Neil R.4t ad Glance Ilmu Bedah. Terjemahan oleh Vidhia Umami. 2006.
Jakarta: Erlangga

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 2 Jakarta: Salemba Medika

Muscari, Mary E. Panduan belajar: keperawatan pediatrik, Ed 3. Terjemahan oleh Alfrina Hany. 2005.
Jakarta: EGC

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Standar Perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Terjemahan oleh Susan Martin Tucker, et al. 1998.Jakarta: EGC

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria
hasil NOC, ed 9. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai