DISUSUN OLEH :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segilainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka
kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami di kemudian hari.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asma adalah keadaan klinik yang menunjukan meningkatnya respon trakea dan
bronkus yang menyebabkan penyempitan jalan napas akibat dari bronkospasme, edema
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronchial
jika terpapar dengan factor pencetus. Selain itu hipersensitifita saluran pernapasan juga
bisa diturunkan.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim. Selain itu stress dapat menjadi pencetus
asma, bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya, karena jika stress belum diatasi maka gejala
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat, Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis asma
2. Tujuan khusus
5. Mengevaluasi hasil tindakan keperatan yang telah dlaksanakan sesuai dengan tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. 1 Definisi Asma
kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit
inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan
meradang. Asma sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun
demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit
bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu
dinding saluran napas membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak
menutupi sebagian saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi
tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke
kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam
paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan
aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang
dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
4
a) Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena
reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah
“kelemahan keturunan”. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang
melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan
memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini
akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang.
Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak
adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-
Alam, 2006).
b) Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma
jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan
dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang
kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita
diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma
jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).
5
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang
kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan
asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang kronis,
pada saat menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa hadirnya
faktor-faktor kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya naluriah
pada saat seseorang harus berjuang agar bisa bernapas. Selanjutnya rasa cemas dan panik
ini meneruskan lingkaran setan dan memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat,
bahwa bahan-bahan iritan (pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan
(termasuk asma ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.
Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak sering
tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik, sebagai
akibat kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam, 2006).
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala
1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam
seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang
2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari
2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu
aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali
seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.
4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi.
Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam,
2006):
1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau
2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring,
3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat
terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas,
1.3 Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
termasuk stimulus sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca
lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan asma
musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi udara dari luar dan dalam ruang
serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma dapat juga memicu terjadinya
serangan asma. Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi saluran
asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat
menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang
sudah ada. Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis
olahraga tertentu dapat menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran napas dan
pernapasan. Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam
terutama makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu
alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut. Jenis alergen inhalan yang
utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon, tungau, serpihan dan kotoran
8
binatang, serta jamur. Bentuk lainnya yaitu kontak langsung dengan kulit seperti
Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyandang
asma dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya memiliki riwayat asma
atau alergi lainnya dalam keluarga (keturunan) karena asma dapat diwariskan-diturunkan
dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik
menyandang asma, peluang berkembangnya asma pada anak-anaknya sekitar dua kali
hamil dimana asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap
rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat
diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik
perokok aktif maupun pasif semasa kanak-kanan. Selain itu pilek atau infeksi virus dan
terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan peradangan (inflammation) pada
saluran pernapasan yang berakibat pada terjadinya serangan asma (Ayres, 2003).
Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara lain
aspek genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah terserang.
1.4 Patofisiologi
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma
9
ekstriksi dan asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi tersebut
a) Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal.
Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan
membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan
imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa
bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis
leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu
molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan
yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh lain
ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik.
Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik),
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di
dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir
granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi
bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).
b) Asma Intrinsik
10
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-
vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan
batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian
bahan yang menghambat vagus, sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu
lendir yang sangat lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat
menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga berakibat timbulnya
status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian. Rangsangan yang paling
penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan oleh flu (common cold),
adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae. Polusi udara oleh gas
iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok
Sel Inflamasi
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast,
a) Sel mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat
melepaskan berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis,
yang bertanggung-jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator
tersebut antara lain adalah histamine (yang disintesis dan disimpan di dalam granul sel
dan dilepas secara cepat ketika sel mast teraktivasi), prostaglandin PGD2 dan leukotrien
LTC4 (yang baru disintesis setelah ada aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam
11
waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh
alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya
(Fcereceptor) di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking antara alergen dengan
IgE tersebut memicu serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian menyebabkan
terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast yang
Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat
berespon terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel mast pada
cairan bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat dalam
patofisiologi asma. Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan kadar
histamine dan triptase pada cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat berasal dari sel
mast yang terdegranulasi. Beberapa obat telah dikembangkan untuk menstabilkan sel
mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel mast pada reaksi alergi fase lambat
masih belum diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga mengandung faktor kemotatik
b) Limfosit
Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain
dengan terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial pasien
asma. Selain itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar pasien asma
pada reaksi fase lambat. Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit
B. Limfosit T masih terbagi lagi menjadi dua subtipe yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan
T helper 2). Sel Th2 memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi
sehingga disebut sitokin prainflamasi, seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-
12
sitokin ini nampaknya berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-
4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE,
yang nantinya akan menempel pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai
mediator inflamasi.
c) Eosinofil
patofisiologi penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara
sehiingga inflamasi pada asma atau alergi sering disebut juga inflamasi eosinofilia.
Eosinofil mengandung berbagai protein granul seperti: major inflamasi eosinifilia (MBP),
eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil cationic probasic protein (ECP), yang dapat
bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan
kontraksi otot polos saluran nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu, beberapa produk
eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah keparahn
asma.
a) Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan
memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada
13
individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama
sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang paling bisa
diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah
hidung mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam
dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan
b) Gejala
usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru.
Hal tersebut dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada,
mengi/napas berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada
orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat
mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya
sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah
mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa
penggunaan Preak Flow Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau
“bahaya” (biasanya antara 50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu)
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan
batuk yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan
dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung
mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah
tulang rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru
pada kulit, bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa
penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada
aspergilosis, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.
a) Pemeriksaan Laboratorium
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
15
melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik
asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-
200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
b) Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
(4) Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan
untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM
tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM
mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada
kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen
yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi
17
dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas
penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan
dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida
nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi
menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP)
dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat
menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
18
1.8. Pathways
a) Penatalaksanaan Medis
obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena
belum terlalu lama ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental
keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan
sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita
daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma
Hal ini membuktikan bahwa pada asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka
derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan
demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama,
sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh
(2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran
(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap
(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru
[Singulair®] secara bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan
secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam
bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran
(1) Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan
mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila
dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12
jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk
kering. Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.
(2) Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir
kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama
Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur,
obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-
tunda (extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran
pernapasan yang bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat
hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di
Indonesia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah
Ascolen.
Oxis®], dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang
menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan
peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga
delapan jam untuk bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja
yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi
paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian
terbukti bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu
mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti
perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat
badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan
kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini
Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan
rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih
lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau
puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke
saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-
mengembang menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya
atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah sebagai
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
(bronkuspasme).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1 Tidak Pencapaian Mandiri 1. Beberapa
efektifnya bersihan jalan 1. Auskultasi derajat spasme
bersihan napas dengan bunyi nafas, catat bronkus terjadi
jalan nafas kriteria hasil adanya bunyi dengan obstruksi
berhubungan sebagai berikut: nafas, ex: mengi jalan nafas dan
dengan 1. 2. Kaji/pantau dapat/tidak
gangguan Mempertahanka frekuensi dimanifestasikan
suplai n jalan napas pernafasan, catat adanya nafas
oksigen paten dengan rasio advertisius.
(bronkospas bunyi napas inspirasi/ekspirasi 2. Tachipnea
me), bersih atau . biasanya ada pada
penumpukan jelas. 3. Catat adanya beberapa derajat dan
sekret, sekret 2. derajat dispnea, dapat ditemukan
kental Menunjukan ansietas, distress pada penerimaan
perilaku untuk pernafasan, atau selama
memperbaiki penggunaan obat stress/adanya proses
bersihan jalan bantu. infeksi akut.
nafas misalnya 4. Tempatkan 3. Disfungsi
batuk efektif posisi yang pernafasan adalah
dan nyaman pada variable yang
mengeluarkan pasien, contoh: tergantung pada
sekret. meninggikan tahap proses akut
kepala tempat yang menimbulkan
tidur, duduk pada perawatan di rumah
sandara tempat sakit.
tidur. 4. Peninggian
5. Pertahankan kepala tempat tidur
26
BAB III
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Nn. G
DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL
DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN
A. Uraian Kasus
An. G 13 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu
bangun pagi dan semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari
hasil pengkajian klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih,
dan klien merasa sesaknya berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien
juga mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 3 SD dan klien mengatakan
bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada
(+), taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing,
resonan pada perkusi dinding dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil
observasi didapatkan hasil: tingkat kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD =
120/70 mmHg, RR = 36x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit
260.000/mm3, Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L. Pada pemeriksaan
penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
B. Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas Klien
Nama: An. G
Umur : 13 tahun
Jenis kelamin :perempuan
30
Alamat :Magetan
Suku/Bangsa :Jawa/Indonesia
Status Pernikahan :Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosa medis :Asma Bronkial
No. Medical record : 221133
Tanggal masuk : 07-01-2021
Tanggal Pengkajian : 07-01-2021
Penanggung Jawab
Nama : Ny”T”
Usia :45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Hub. Dengan klien : Orang tua klien
2. Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat Kesadaran: Compos mentis
31
b) TTV:
(1) BP : 120/70 mmHg
(2) RR: 36 x/menit
(3) HR: 86 x/menit
(4) T : 37oC
c) Hasil pengkajian:
Inspeksi
Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih kental.
Palpasi
Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.
Perkusi
Resonan dikedua lapang paru.
Auskultasi
Suara napas klien terdengar wheezing.
C. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Pencetus serangan Tidak
1. Klien (alergen) efektifnya
mengatakan batuk ↓ bersihan jalan
berdahak dengan Reaksi antigen & antibodi nafas
dahak berwarna ↓
putih. Dikeluarkannya substansi
2. Klien merasa vasoaktif (histamin,
sesak. bradikinin, & anafilaksin)
↓
DO: ↑ permeabilitas kapiler
1. Tanda-tanda ↓
vital: Kontraksi otot polos
BP=120/70 mmHg Edema mukosa
RR=36 x/menit Hipersekresi
HR=86x/menit ↓
T=37oC Obstruksi jalan nafas
2. Klien tampak ↓
sesak nafas disertai Tidak efektifnya bersihan
batuk berdahak, jalan nafas
berwarna putih agak
kental.
3. Suara napas
33
klien terdengar
wheezing.
4. Terapi yang
diberikan: oksigen
2L,
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort, Ventolin,
Bisolvon.
2 DS: Pencetus serangan Pola nafas tidak
1. Klien merasa (alergen) efektif
sesak ↓
DO: Reaksi antigen & antibodi
1. Tanda-tanda ↓
vital: Dikeluarkannya substansi
BP=120/70 mmHg vasoaktif (histamin,
RR=36 x/menit bradikinin, & anafilaksin)
HR=86x/menit ↓
T=37oC Kontraksi otot polos
2. Klien tampak ↓
sesak nafas disertai Bronkospasme
batuk berdahak, ↓
berwarna putih agak Suplai O2 menurun
kental. ↓
3. Suara napas Merangsang kemoreseptor
klien terdengar sentral (spons dan medulla
wheezing. oblongata)
4. Terapi yang ↓
diberikan: oksigen Hiperventilasi
2L, ↓
IVFD RL 20 tts/i, Sesak
34
Pulmicort, Ventolin, ↓
Bisolvon. Pola nafas tidak efektif
D. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Tidak Pencapaian Mandiri
efektifnya bersihan jalan 1. Auskultasi 1. Beberapa
bersihan jalan napas dengan bunyi nafas, derajat spasme
nafas kriteria hasil catat adanya bronkus terjadi
berhubungan sebagai berikut: bunyi nafas, ex: dengan
dengan 1. Mempertahan mengi obstruksi jalan
gangguan kan jalan napas nafas dan
suplai oksigen paten dengan dapat/tidak
(bronkospasm bunyi napas bersih dimanifestasika
e), atau jelas. n adanya nafas
penumpukan 2. Menunjukan advertisius.
sekret, sekret perilaku untuk
kental. memperbaiki 2. Kaji/pantau 2. Tachipnea
bersihan jalan frekuensi biasanya ada
nafas misalnya pernafasan, catat pada beberapa
batuk efektif dan rasio derajat dan
mengeluarkan inspirasi/ekspira dapat
sekret. si. ditemukan pada
penerimaan atau
selama
35
stress/adanya
proses infeksi
akut.
3. Catat 3. Disfungsi
adanya derajat pernafasan
dispnea, adalah variable
ansietas, distress yang tergantung
pernafasan, pada tahap
penggunaan proses akut
obat bantu. yang
menimbulkan
perawatan di
rumah sakit.
4. Tempatkan 4. Peninggian
posisi yang kepala tempat
nyaman pada tidur
pasien, contoh: memudahkan
meninggikan fungsi
kepala tempat pernafasan
tidur, duduk dengan
pada sandara menggunakan
tempat tidur. gravitasi.
5. Pertahankan
polusi
lingkungan 5. Pencetus
minimum, tipe alergi
contoh: debu, pernafasan
36
7.
Merelaksasikan
otot halus dan
menurunkan
spasme jalan
nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.
37
panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Cara
menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah
ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang
terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara
umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya
prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami
rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka
derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan
demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama,
sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh
penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk
digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology)
penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a) Obat-obat anti peradangan (preventer)
(1) Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
(2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran
nap
as, dan produksi lendir
(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap
pemicu asma yang berupa alergen.
(4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru
terlihat efektivitasnya ayang terukur.
Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide
[Pulmicort®], fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast
[Singulair®] secara bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan
secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam
bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya
montelukast) tersedia dalam tablet.
39
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan
peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga
delapan jam untuk bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja
yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi
paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian
terbukti bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu
mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti
perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat
badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan
kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka
pendek dan kadangkala saja.
(1) Prednison (Prednisone)
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini
disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.
(2) Prednisolon (Prednisolone)
Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan
rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai
sirup 15 mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.
(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di
rumah sakit dengan cara intravenuous.
(4) Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih
lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang
sulit minum obat.
e) Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau
puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke
saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis
41
Peak Flow Meter pada waktu orang tersebut berada dalam kondisi asmanya terkendali
dengan baik, dan catat hasilnya.
Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat ada
dalam rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 60-80% dari
kondisi terbaik ia memasuki zona kuning, yang berarti harus waspada karena terlihat
tanda-tanda akan datangnya serangan asma. Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik
memasuki zona merah, berarti bahaya, dan orang yang bersangkutan harus segera ke
dokter untuk menghindari keharusan dirawat di UGD.
2. Penatalaksanan Non Farmakologi
Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanaman-tanaman herbal
dalam penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang menggunakan tanaman
herbal sebagai medianya biasa disebut sebagai pengobatan secara tradisional atau
pengobatan menggunakan ramuan herbal. Berikut ini beberapa ramuan herbal yang dapat
dimanfaatkan dalam penanganan asma, yaitu:
a) Resep 1
15 g kulit jeruk mandarin kering
(1) Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu
saring.
(2) Minum selagi hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
b) Resep 2
5 g adas
5 batang serai
20 jari kayu manis
20 g jahe merah
30 g pegagan segar (15 g keringi)
Gula aren secukupnya
(1) Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.
(2) Minum selagi hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
c) Resep 3
43
c) Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih awal memulai
penanganan, menghadapi gejala asma yang memburuk, untuk mencegah serangan yang
lebih gawat.
Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi penggunaan obat-obatan
hingga dosis seminimal mungkin, begitu asma sudah terkendali.
46
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat.
Jakarta: Pustaka Anggrek
Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius