Oleh
Devi Apriyanti 142011013
Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma. Stress juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada
Lingkungan kerja
Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olah raga yang berat.
C. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap
benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi
kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal :
a. Batuk
b. Dispnea
c. Mengi (whezzing)
d. Gangguan kesadaran, hyperinflasi dada
e. Tachicardi
f. Pernafasan cepat dangkal
Gejala lain :
a. Takipnea
b. Gelisah
c. Diaphorosis
d. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
e. Fatigue (kelelahan)
f. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
g. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat.
h. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
i. Sianosis sekunder
j. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan pelebaran
tekanan nadi.
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologinya Asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu
a. Ekstrinsik (alergik) : Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-
faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
b. Intrinsik (non alergik) : Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
c. Asma gabungan : Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergi.
Berdasarkan Keparahan Penyakit :
1. Asma intermiten : Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu.
2. Asma persisten ringan : Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali
dalam 1 hari.
3. Asma persisten sedang (moderate): Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi
mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1
minggu.
4. Asma persisten berat (severe) : Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering
terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala
asma, PEF dan PEV1 < 60%.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan sputum
b. Pemeriksaan darah
c. Foto rontgen
d. Pemeriksaan faal paru
e. Elektrokardiografi
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma
B. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu
dari lima mekanisme berikut: ( morton, 2012)
1. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktivitas akan meningkatkan kebutuha noksigen sehingga dipsne akan semakin
meningkat pula
2. Thorakesentesis
Drainase cairan jika epusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri, dipsneu
dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotik
diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman
4. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk,
dan biomisin) melaluiselanginterkostalisuntukmeletakkankedualapisan pleura dan
mencegah cairan terakumulasi kembali.
F. Masalah yang lazim muncul
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d menurunnya ekspansi paru sekunder
2. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru kerusakan
membran alveolar-kapiler
3. Ketidak efektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d meningkatkan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen
5. Nyeri akut b.d proses tindakan drainase
6. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan
suasana lingkungan
7. Resiko infeksi
8. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan, dyspneusetelahberaktivitas
9. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
G. Discharge planning
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2. Kebutuhan istirahat terpenuhi. Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam
perhari
3. Anjurkan jika mengalami gejala-gejala gangguan pernapasan seperti sesak nafas,
nyeri dada segera kedokter atau perawatan yang merawatnya
4. Menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan
5. Tidak melakukan kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti
merokok, minum minuman beralkohol
6. Menjaga kebersihan luka Post WDS
7. Menjaga kebersihan ruang tempat tidur, udara dapat bersirkulasi dengan baik
8. Memberikan pendidikan kepada keluarga penumpukan cairan di paru-paru bisa
disebabkan dari beberapa penyakit seperti gagal jantung, adanya neoplasma
(carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasaldari organ lain ),
tuberkulosisparu, infarkparu, trauma, pneumonia, syndrom anefrotik, Hypo
albumin
H. PATHWAY
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama
pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi
faktor predisposisi timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya
lemah.
c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik
otot-otot tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi. Pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien
juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat. Selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya,
mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga
mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan
h. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
mucosa sekret berlebihan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi yang
ditandai dengan dispnea dan penggunaan otot aksesorius pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(cairan tubuh statis), prosedur invasiv
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh diatas rentang normal
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan
7. Cemas berhubungan dengan status kesehatan
non-analgesics untuk
4-5
analgesics sesuai
skala 3 : sometimes
demonstrated, skala 5 :
consistenlly demonstrated)
4 Risiko Infeksi b.d. Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Infection 1. Untuk mengetahui S: -
prosedur invasif keperawatan selama …x24 Protection adanya tanda dan O: Tidak ditemukan
jam diharapkan tidak ada gejala infeksi adanya tanda-tanda
1. Monitor tanda dan gejala
tanda infeksi dengan criteria 2. Untuk mengetahui infeksi pada daerah
infeksi sistemik dan local
hasil : adanya tanda dan pemasangan tube
2. Inspeksi adanya
gejala infeksi A : Tujuan tercapai
NOC Label : kemerahan/drainase pada
3. Untuk mengurangi total
kulit
- Infection Severity paparan patogen dari P: Pantau kondisi
3. Batasi pengunjung
luar pasien
1. Tidak terdapat drainase 4. Edukasikan px dan
4. Untuk mencegah
purulen keluarga cara
infeksi
menghindari infeksi
2. Tidak terdapat peningkatan
NIC Label : Infection
temperature kulit
Control
3.Keadaan kulit 1. Ajarkan Px dan
pengunjung mencuci
disekeliling luka tidak 1. Mencegah infeksi
tangan untuk
kemerahan 2. Untuk mengurangi
menjaga kesehatan
agen infeksi yang dapat
2. Gunakan "universal
timbul
precaution"
3. Untuk meningkatkan
3. Anjurkan px
imun
perbanyak istirahat
4. Untuk mencegah
4. Instruksikan px
adanya infeksi
mendapat antibiotik,
5. Untuk memantau
jika dibutuhkan
keadaan luka px secara
5. Ajarkan px dan
regular
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi dan
intruksikan untuk
melapor ke perawat
jikan menemukan
tanda dan gejala
infeksi pada px
1. Drainase mengikuti
NIC Label : Tube Care : gaya gravitasi
Chest 2. Mencegah adanya
gelembung udara pada
1. Jaga kantong
WSD
drainase levelnya di
3. Untuk memantau tanda
bawah dada
akumulasi cairan pada
2. Monitor adanya
intrapreural
gelembung udara
4. Untuk mencegah
pada "chest tube
adanya infeksi
drainage"
3. Observasi tanda
akumulasi cairan
pada intrapreural
4. Ganti
balutan(dressing) di
sekitar pemasangan
WSD setiap 48 - 72
jam bila diperlukan
b. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
9) Manifestasi Klinis
10) Dispnea
11) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
12) wheezing,
13) batuk non produktif
14) takikardi
15) takipnea
C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. infeksi saluran nafas bawah berulang
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa
pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi
darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di
saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah
kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama
terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-
perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang
di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan
dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi
mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol
(Chojnowski, 2003).
E. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan
sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise,Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari karena sulit bernafas
Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung
Distensi vena leher
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis
perifer
Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego
Gejala :
Peningkatan factor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda :
Ansietas, ketakutan, peka rangsang
d. Makanan/ cairan
Gejala :
Mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan
edema (bronchitis)
Tanda :
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
e. Hyegene
Gejala :
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan
f. Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnyasulit nafas
(asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma).
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun)
selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi
sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis).
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun
dapat menjadi produktif (emfisema).
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasandalam
jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami
katun, serbuk gergaji.
g. Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Dada: gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar, lembut
atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak
adanya bunyi nafas (asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi
pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan; warna
merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang
sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak
normal dan frekuensi pernafasancepat.
Tabuh pada jari-jari (emfisema)
h. Keamanan
Gejala :
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
i. Seksualitas
Gejala :
penurunan libido
j. Interaksi Sosial
Gejala :
Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
3. RENCANA KEPERAWATA
N DIAGNOSA NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas NOC : 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari
tidak efektif b.d v Respiratory status : kecuali terdapat kor pulmonal.
bronkokontriksi, Ventilation 2. Ajarkan dan berikan dorongan
peningkatan produksi v Respiratory status : Airway penggunaan teknik pernapasan diafragmatik
sputum, batuk tidak patency dan batuk.
efektif, v Aspiration Control 3. Bantu dalam pemberian tindakan
kelelahan/berkurangnya Kriteria Hasil : nebuliser, inhaler dosis terukur
tenaga dan infeksi v Mendemonstrasikan batuk 4. Lakukan drainage postural dengan
bronkopulmonal. efektif dan suara nafas yang perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam
bersih, tidak ada sianosis dan hari sesuai yang diharuskan.
dyspneu (mampu mengeluarkan 5. Instruksikan pasien untuk menghindari
sputum, mampu bernafas iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang
dengan mudah, tidak ada pursed ekstrim, dan asap.
lips) 6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi
v Menunjukkan jalan nafas yang yang harus dilaporkan pada dokter dengan
paten (klien tidak merasa segera: peningkatan sputum, perubahan warna
tercekik, irama nafas, frekuensi sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas
pernafasan dalam rentang pendek, rasa sesak didada, keletihan.
normal, tidak ada suara nafas 7. Berikan antibiotik sesuai yang
abnormal) diharuskan.
v Mampu mengidentifikasikan 8. Berikan dorongan pada pasien untuk
dan mencegah factor yang dapat melakukan imunisasi terhadap influenzae dan
menghambat jalan nafas streptococcus pneumoniae.
2. Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien latihan bernapas
efektifberhubungan v Respiratory status : diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
dengan napas pendek, Ventilation 2. Berikan dorongan untuk menyelingi
mukus, bronkokontriksi NOC aktivitas dengan periode istirahat.
dan iritan jalan napas v Respiratory status : Airway 3. Biarkan pasien membuat keputusan
patency tentang perawatannya berdasarkan tingkat
v Vital sign Status toleransi pasien.
Kriteria Hasil : 4. Berikan dorongan penggunaan latihan
v Mendemonstrasikan batuk otot-otot pernapasan jika diharuskan.
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah
(sistole 110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan (18-
24x/menit))
3. Gangguan pertukaran v Respiratory status : 1. Deteksi bronkospasme saatauskultasi .
gasberhubungan Ventilation 2. Pantau klien terhadap dispnea dan
dengan ketidaksamaan Kriteria Hasil : hipoksia.
ventilasi perfusi v Frkuensi nafas normal (16- 3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan
24x/menit) kortikosteroid dengan tepat dan waspada
v Itmia kemungkinan efek sampingnya.
v Tidak terdapat disritmia 4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu
v Melaporkan penurunan makan, untuk membantu mengencerkan sekresi
dispnea sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
v Menunjukkan perbaikan 5. Pantau pemberian oksigen
dalam laju aliran ekspirasi
4. Intoleransi NOC : 1. Kaji respon individu terhadap aktivitas;
aktivitasberhubungan v Energy conservation nadi, tekanan darah, pernapasan
dengan v Self Care : ADLs 2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah
ketidakseimbangan Kriteria Hasil : aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit
antara suplai dengan v Berpartisipasi dalam aktivitas kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
kebutuhan oksigen fisik tanpa disertai peningkatan 3. Dukung pasien dalam menegakkan
tekanan darah, nadi dan RR latihan teratur dengan menggunakan treadmill
v Mampu melakukan aktivitas dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya
sehari hari (ADLs) secara yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
mandiri 4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir
dan kembangkan rencana latihan berdasarkan
pada status fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi
fisik untuk menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan pasien.
6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.
7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap;
klien yang sedang atau tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali
sehari.
8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas
dengan mendorong klien melakukan aktivitas
lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan
banyak bantuan.
9. Secara bertahap tingkatkan toleransi
latihan dengan meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.
5. Perubahan nutrisi NOC : 1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan
kurang dari kebutuhan v Nutritional Status : food and saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
tubuhberhubungan Fluid Intake berat badan dan ukuran tubuh.
dengan dispnea, Kriteria Hasil : 2. Auskultasi bunyi usus
kelamahan, efek v Adanya peningkatan berat 3. Berikan perawatan oral sering, buang
samping obat, produksi badan sesuai dengan tujuan sekret.
sputum dan anoreksia, v Berat badan ideal sesuai 4. Dorong periode istirahat I jam sebelum
mual muntah. dengan tinggi badan dan sesudah makan.
v Mampu mengidentifikasi 5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering,
kebutuhan nutrisi tidak perlu dikunyah lama.
v Tidak ada tanda tanda 6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat
malnutrisi menghasilkan gas.
Tidak terjadi penurunan berat 7. Timbang berat badan tiap hari sesuai
badan yang berarti indikasi.
6. Kurang perawatan NOC : 1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan
diriberhubungan v Self care : Activity of Daily diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan,
dengan keletihan Living (ADLs) mandi, membungkuk, atau menaiki tangga
sekunder akibat Kriteria Hasil : 2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian,
peningkatan upaya v Klien terbebas dari bau badan dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai
pernapasan dan v Menyatakan kenyamanan kebutuhan untuk menghindari keletihan dan
insufisiensi ventilasi terhadap kemampuan untuk dispnea berlebihan. Bahas tindakan
dan oksigenasi melakukan ADLs penghematan energi.
v Dapat melakukan ADLS 3. Ajarkan tentang postural drainage bila
dengan bantuan memungkinkan.
B. ETIOLOGI
Menurut Brunner & Suddarth (2002), merokok merupakan penyebab
utama emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil)
terdapat Predisposisi familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan
abnormalitasprotein plasma, defisiensi antitripsin-alpha 1 yang merupakan suatu
enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan
jaringan paru. Individu yang secara ganetik sensitive terhadap faktor-faktor
lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, dan alergen) pada
waktunya akan mengalami gejala-gejala obstruktif kronik. Sangat penting bahwa
karier genetik ini harus diidentifikasikan untuk memungkinkan modifikasi faktor-
faktor lingkungan untuk menghambat atau mencegah timbulnya gejala-gejala
penyakit. Konseling genetik juga harus diberikan.
C. FAKTOR PENCETUS
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, r i w a y a t penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa – 1 anti tripsin.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok
secarapatologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan
nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran
pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat
sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti
pneumonia,
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden
dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah
yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
1. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pemeriksaan pasien
a) Penurunan tingkat kesadaran,
b) sianosis selama eksaserbasi akut,
c) Takipnea
d) peningkatan diameter anterior-posterior dada (dada tong)
e) penggunaan otot bantu pernafasan
f) diafragma rendah pada perkusi
g) penurnan suara nafas
h) fase ekspirasi pernafasan memanjangmengi saat respirasi dan krepitasi kasar
i) jari gada,
j) siaonis
k) edema kaki (penyakit lanjut).
B. Riwayat
a) Riwayat merokok aktif atau pasi
b) riwayat pekerjaan
c) infeksi saluran nafas berulang
d) keterbatasan olahraga yang progestif,
e) riwayat keluarga, terutama pada bukan perokok
f) penurunan berat badan
g) produksi sputum.
C. Diagnosa keperawatan
a) Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme
b) Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas
oleh bronkospasme
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia
D. Intervensi keperawatan
5
8
No diagnosa Tujuan dan KH intervensi rasioanal
1 Bersihan jalan setelah diberikan 1. Bantu pasien 1. Peninggian
napas tidak intervensi 3 x 24 jam untuk kepala tempat
efektif b.d. klien mampu bernapas meninggikan tidur
Bronkospasme secara efektifKH kepala tempat mempermudah
tidur, duduk fungsi
1. Mempertahankan
pada sandaran pernapasan
jalan napas paten
tempat tidur dengan
dengan bunyi napas
menggunakan
bersih
gravitasi
2. Mampu batuk
efektif
2. Memberikan
3. Mengeluarakan
pasien
sekret tanpa
2. Bantu beberapa cara
bantuan
melakukan untuk
latihan napas mengatasi dan
abdomen atau mengontrol
bibir dispnea dan
menurunkan
jebakan udara
3. Pernapasan
dapat
melambat dan
3. Pantau frekuensi
frekuensi ekspirasi
pernapasan memanjang
dibanding
inspiras
4. Bronkodilator
5
9
untuk
merilekskan
4. .Kolaborasi otot halus dan
dalam menurunkan
pemberian obat kongesti lokal,
sesuai indikasi, menurunkan
contoh : spasme jalan
a. Bronkodilat napas, mengi,
or dan produksi
b. Xantin mukosa.
c. Kromolin Xantin
diberikan
untuk
menurunkan
edema mukosa
dan spasme
otot polos
dengan
peningkatan
langsung
siklus AMP
Kromolin,
menurunkan
inflamasi jalan
napas lokal
dan edema
dengan
menghambat
efek histamin
dan mediator
lain
6
0
5. Mempermuda
5. Kolaborasi
h
dalam
mengeluarkan
memberikan
sekret dan
humidifikasi
dapat
tambahan, mis :
membantu
nebuliser
menurunkan
pembentukan
mukosa tebal
pada bronkus.
3. Pada klien
6
1
emfisema
biasanya
PaCO2
meningkat dan
PaO2
menurun,
3. Awasi GDA
sehingga
dan nadi
hipoksia
oksimetri
terjadi dengan
derajat lebih
kecil atau
lebih besar
4. Dapat
memperbaiki/
mencegah
memburuknya
hipoksia.
4. Kolaborasi
pemberian
oksigen
tambahan sesuai
dengan indikasi
hasil GDA dan
toleransi pasien
3. Hindari makan
3. Suhu ekstrem
yang sangat
dapat
panas atau
mencetuskan/m
sangat dingin
eningkatkan
spasme batuk.
4. Timbang berat
badan sesuai
indikasi
4. Berguna untuk
menentukan
kebutuhan
6
3
kalori,
menyusun
tujuan berat
badan, dan
evaluasi
keadekuatan
rencana nutrisi.
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
memberikan 5. Metode makan
makanan yang dan kebutuhan
mudah dicerna kalori
tapi dengan didasarkan
nutrisi yang pada
seimbang situasi/kebutuh
an individu
untuk
memberikan
nutrisi
maksimal
dengan upaya
minimal
pasien/penggu
naan energy.
6. Berikan
vitamin/mineral/e
lektrolit sesuai
indikasi
6. Mengatasi
kekurangan
7. Kolaborasi keefektifan
dengan dokter
6
4
untuk terapi nutrisi
memberikan
oksigen
tambahan
7. Menurunkan
selama makan
dispnea dan
sesuai indikasi
meningkatkan
energi untuk
makan
meningkatkan
masukan
E. Iplementasi
6
5
Daftar Pustaka
ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
hariati, (2011), Laporan Pendahuluan Asma,
https://www.academia.edu/35320912/LAPORAN_PENDAHULUAN_ASMA, diakses 15
Oktober 2020.
6
6