Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


“ASUHAN KEPERAWATAN ASMA SISTEM
PERNAPASAN”

DISUSUN OLEH
SAFITRI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES DATU KAMANRE TAHUN AJARAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak yaitu penyakit asma.
Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik Negara maju maupun Negara
berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan
meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Walaupun berdasarkan
pengalaman klinis dan berbagai penelitian asma merupakan penyakit yang sering
ditemukan pada anak, tetapi gambaran klinis asma pada anak sangat bervariasi, bahkan
berat-ringannya serangan dan sering-jarangnya serangan berubah-ubah dari waktu ke
waktu. Akibatnya kelainan ini kadang kala tidak terdiagnosis atau salah diagnosis
sehingga menyebabkan pengobatan tidak adekuat.

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan


diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini.
Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar
separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum
usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1
yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.

Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal


itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10
penyebab kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT
1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di
Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per
1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi
paru 2 per 1.000 penduduk.

Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat
disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin
akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa

2
menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di
antara populasi anak di kota.

Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama di Negara kita
Indonesia maka kami dari kelompok mencoba membahas mengenai asma yang terjadi
pada anak ini, sehingga orang tua dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan
penatalaksanaan bagi anak yang terserang asma.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari asma ?
2. Apa etiologi dari asma ?
3. Bagaimana klasifikasi dari penyakit asma ?
4. Bagaimana manifestasi klinis penyakit asma ?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit asma ?
6. Bagaimana komplikasi penyakit asma ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit asma ?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit asma ?

C. Tujuan
1. untuk mengetahui pengertian dari asma.
2. Untuk mengetahui etiologi asma.
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit asma.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit asma.
5. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit asma.
6. Untuk mengetahui komplikasi penyakit asma.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit asma.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit asma

BAB I

3
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Kondisi yang berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan saluran
pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga empersulit jalan
pernafasan.
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Smeltzer 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48).
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
(Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001).
Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan
adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
B. Etiologi
1. Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan jalan
nafas.
2. Adanya pembengkakan membrane bronkhus.
3. Terisinya bronkus oleh mokus yang kental

Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma


Bronkhial.

4
a. Faktor Predisposisi
1. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
1. Alergen
Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu binatang, bakteri
dan polusi.
2. Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan. Yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti : perhiasan,
logam,dan jam tangan.
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu.
3. Stress.
Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan Kerja.
Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

5
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga atau aktivitas yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika  melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien
akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
4. Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan
pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang
bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke

6
depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa
tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien
setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan
mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-
otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.

E. Patofisiologi

Spasme otot bronkus Inflamasi dinding bronchus Edema Sumbatan mukus

Tidak efektif Obstruksi saluran nafas Alveoli tertutup


bersihan jalan nafas
(bronkhospasme)
7
Kurang Hipoksemia
Gangguan
pengetahuan Penyempitan jalan nafas pola nafas
Asidosis
Intoleransi aktivitas metabolik
Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan Penurunan masukan oral


oksigen

Hiperventilasi Perubahan nutrisi


kurang dari kebutuhan

Retensi CO2

Asidosis respiratorik

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam pada
gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia, bronkhiolitis,
chronic persistent bronchitis, emphysema.

G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
a. Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen
b. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus

8
b) Pemeriksaan darah
Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit,
2) Pemeriksaan Scanning Paru
Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi(ketidak
cocokan/perfusi) atau tidak adanya ventilasi/perfusi.
3) Pemeriksaan Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

H. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas.
2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :


a. Pengobatan dengan obat-obatan. Seperti :
1. Beta agonist (beta adrenergik agent)
2. Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3. Anti kolinergik (bronkodilator)
4. Kortikosteroid
5. Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1. Oksigen 4-6 liter/menit.
2. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5%
diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam.
4. sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat

9
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ASMA

A. Pengkajian
a. Identitas klien
1. Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin.
2. riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3. Status mental : lemas, takut, gelisah
4. Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5. Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6. Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah

10
b. Pemeriksaan fisik Dada
Palpasi :
1. Temperatur kulit
2. Premitus : fibrasi dada
3. Pengembangan dada
4. Krepitasi
5. Massa
6. Edema

Auskultasi :

1. Vesikuler
2. Broncho vesikuler
3. Hyper ventilasi
4. Rochi
5. Wheezing
6. Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2. Tes provokasi :
a. Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b. Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c. Tes provokasi bronchial Untuk menunjang adanya hiperaktivitas
bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri.
Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin,
alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan
inhalasi dengan aqua destilata.
3. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.

11
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8. Pemeriksaan sputum.
d. Pola Kesehatan Gordon
1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan
Meliputi penanganan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.
2. Pola Aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri, skor:
0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu dibantu orang lain
3 = perlu dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung
3. Pola istirahat dan tidur
Waktu tidur, frekuensi, kualitas (sering, terbangun), perasaan saat tidur
(tenang, gelisah), kebiasaan tidur.
4. Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan makan, diet khusus, nafsu makan, pola makan
(sering/jarang/teratur), antropometri, kesulitan menelan.
5. Pola eliminasi
Kebiasaan BAB/BAK, frekuensi, jumlah (sedikit/banyak), keluhan.
6. Pola kognitif-perseptual
Status mental (sadar/disorientasi/bingung/afasia). Bicara (normal/gagap)
7. Pola konsep diri
Pemahaman akan diri sendiri.
8. Pola koping
Respon dalam menghadapi koping adaptif dan mal adaptif.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Bekenaan dengan masalah genitalia/reproduksi.
10. Pola peran-hubungan
Sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan perjalanan fungsi peran dalam
keluarga dan masyarakat. Dukungan keluarga setelah masuk RS.

12
11. Pola nilai dan kepercayaan
Larangan agama, permintaan rohaniawan, hubungan penyakit dengan
spiritual.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi
C. Intervensi
Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif selama 15 menit.
Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan
sputum, wheezing berkurang/hilang, vital sign dalam batas normal keadaan umum
baik.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas
(asma berat).
2. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.

13
4. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
sakit akut/kelemahan.
5. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
6. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi)
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi


paru.
Tujuan: Pola nafas kembali efektif selama 1x24 jam.
Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas
normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi
dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.

14
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

Diagnosa 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi selama 2x24 jam.
Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik,
tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-
12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien
dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator
kurangnya nutrisi
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.

15
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara
mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk
kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan
istirahat.

Diagnosa 5 : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan


dengan kurangnya informasi

16
Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah setelah
mendapat penjelasan dari perawat.
Kriteria hasil : Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma

Intervensi:
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan
harapan kesembuhan
2. Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan
ansietas dan masalah berlebihan.
3. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
4. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk
kambuh dari penyakitnya.
5. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan
kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah
meminimalkan komplikasi.
6. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,
misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan
pada patogen.
D. Implementasi keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang
dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu,

17
kemampuan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
evaluasi. Tahap pelaksanaan meliputi : fase persiapan (preparation), tindakan
dan dekomuntasi.
E. Evaluasi keperawatan
Menurut Dion dan Betan (2013) evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari
proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan terencana
antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan keluarga. Evaluasi bertujuan untuk melihat kemampuan
keluarga dalam mencapai tujuan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
o Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil
pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan
Planning (perencanaan).
o Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien
dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir pelayanan.

18
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. Biodata klien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 Tahun
Status Perkawinan : belum Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SLTA
Alamat : desa cimpu selatan
Diagnosa Medis : Asma Attack
No Register :-
MRS/Tgl Pengkajian : 02 Desember 2017 / 04 Desember 2017
a. Riwayat Kesehatan Klien
- Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas
- Riwayat penyakit sekarang
Ny. S dirujuk ke RSKD dengan keluhan sesak nafas. Pasien mengatakan
saat di Bandara setelah pulang umroh, pasien minum air putih lalu tiba-tiba
keselek. Pasien mengatakan lehernya seperti tercekik dan menjadi sesak
nafas, lalu pandangan mulai berkunang-kunang.

19
- Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan disaat usia kurang lebih 17 tahun menderita penyakit
asma.
- Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti
dirinya dan tidak ada penyakit keturunan.
- Genogram

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan : klien

: meninggal

2. Pola Aktivitas Sehari – hari

20
a. Pola Tidur/Istirahat
1. Waktu tidur
Dirumah : Pasien mengatakan tidur mulai pukul 21.00
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidur mulai pukul 22.00
2. Waktu bangun
Dirumah : Pasien mengatakan bangun pukul 04.30
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidak menentu, kadang terbangun
Hal - hal yang mempermudah tidur :
Suasana yang tenang
3. Hal - hal yang mempermudah bangun
Suasana yang ribut, batuk-batuk
4. Masalah tidur
Kadang terbangun karena batuk dan sesak nafas
b. Pola Eliminasi
1. B.A.B
Dirumah : Pasien mengatakan BAB 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan BAB 1 x/hari
Masalah BAB : Tidak ada masalah
2. B.A.K
Dirumah : Pasien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Masalah BAK : Tidak ada masalah
3. Upaya klien untuk mengatasinya : Tidak ada
c. Pola Makan dan Minum
1. Jumlah dan jenis makanan :
Dirumah : Pasien mengatakan makan nasi, sayur, lauk setengah porsi
Di rumah sakit : Pasien mengatakan makan nasi, sop, lauk setengah
porsi
2. Waktu pemberian makanan :
Dirumah : Pasien mengatakan pukul 07.00, 13.00, 20.00
Di rumah sakit : Pasien mengatakan pukul 06.00, 12.00, 18.00

21
3. Jumlah dan jenis cairan/minum :
Dirumah : Pasien mengatakan sering minum air putih 3 gelas/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan minum air putih 3 gelas/hari
4. Waktu pemberian cairan :
Dirumah : Pasien mengatakan tidak menentu, jika haus
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidak menentu
5. Pantangan/alergi : Tidak ada
6. Masalah makan dan minum :
a. Kesulitan mengunyah : Tidak ada
b. Kesulitan menelan : Tidak ada
c. Mual dan Muntah : Tidak ada
d. Tak dapat makan sendiri : Tidak ada
7. Upaya klien mengatasi masalah
Tidak ada
d.Personal Hygiene
1. Pemeliharaan badan
Dirumah : Pasien mengatakan mandi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan mandi 1 x/hari
2. Pemeliharaan gigi dan mulut
Dirumah : Pasien mengatakan menggosok gigi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan menggosok gigi 1 x/hari
3. Pemeliharaan kuku
Dirumah : Pasien mengatakan memotong kuku jika panjang dan kotor
Di rumah sakit : Pasien mengatakan memotong kuku jika panjang dan
kotor
3.Data Psikososial
a. Pola Komunikasi
Pasien sadar penuh dan mengerti dengan jelas dalam berkomunikasi serta
cukup kooperatif
b. Orang Yang Paling Dekat Dengan Pasien
Pasien mengatakan orang yang paling dekat adalah anak

22
c. Rekreasi/Hobby dan Penggunaan Waktu Senggang
Pasien mengatakan kadang jalan-jalan, bersantai-santai di rumah
d. Dampak Dirawat Di Rumah Sakit
Pasien mengatakan tidak bisa berkumpul dengan keluarga
e. Interaksi sosial
Baik
4. Pemeriksaan Fisik
A. Kesan umum/Keadaan umum :
Compos Mentis, sedang
B. Tanda - tanda vital
Suhu tubuh : 36,5 °C Nadi : 90 x/mt
Tekanan darah : 90/60 mmHg Pernafasan : 23 x/mt
Tinggi Badan : 156 cm Berat Badan : 56 kg
C. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala dan Rambut
1. Bentuk kepala : Bulat
Tulang kepala : Tidak ada benjolan
Kulit kepala : Bersih
2. Rambut
Penyebaran : Merata
Warna : putih (uban)
Kelainan lain : Tidak ada
3. Wajah
Struktur wajah : Simetris
Warna kulit : Kuning langsat
Kelainan lain : Tidak ada
b. Mata
1. Kelengkapan dan Kesimetrisan : Mata lengkap dan simetris
2. Kelopak mata/palepebra : Frekuensi reflek berkedip simetris
3. Kornea mata : Jernih
4. Konjungtiva dan sclera : Tidak ada anemia

23
5. Pupil dan iris : Simetris
6. Ketajaman penglihatan/visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Tekanan bola mata : Simetris
8. Kelainan lain : Tidak ada
c. Hidung
1. Cuping hidung : Normal dan simetris
2. Lubang hidung : Bersih
3. Tulang hidung dan septum nasi : Normal dan simetris
d. Telinga
1. Bentuk telinga :Normal
Ukuran telinga : Sedang
Ketegangan telinga : Elastis
2. Lubang telinga : Normal
3. Ketajaman pendengaran :
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Swabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Mulut dan faring
1. Keadaan bibir : Bibir lembab
2. Keadaan gusi dan gigi : Gusi dan gigi bersih
3. Keadaan lidah : Lidah bersih
4. Palatum/langit - langit : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Orifaring : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Leher
1. Posisi trachea : Normal
2. Tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Suara : Suara jelas
4. Kelenjar lympe : Tidak ada pembesaran
5. Vena jugularis : Tidak terjadi distensi
6. Denyut nadi karotis : Teraba jelas dan teratur
D. Pemeriksaan payudara dan ketiak

24
a. Ukuran dan bentuk payudara : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna payudara dan aerola : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Kelainan - kelainan lain : Tidak ada
d. Axilla dan clavikula : Tidak dilakukan pemeriksaan
E. Pemeriksaan thirak/dada/tulang punggung
1. Pemeriksaan paru - paru
a. Inspeksi Thorak
1. Bentuk Thorak : Normal
2. Penggunaan otot bantu pernafasan : Diafragma
b. Palpasi
Vokal premitus : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Perkusi
Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Auskultasi
1. Suara nafas : Vesikuler
2. Suara ucapan : Jelas
3. Suara nafas tambahan: Wheezing
2. Pemeriksaan jantung :
a. Inspeksi dan palpasi :
Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Perkusi batas jantung :
 Basic jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pinggang jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Apeks jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Auskultasi
- Bunyi jantung I : S1 lup
- Bunyi jantung II : S2 dup
- Bunyi jantung tambahan : Tidak ada
- Bising/murmur : Tidak ada
- Frekuensi denyut jantung : Teraba jelas dan teratur
F. Pemeriksaan abdomen

25
1. Inspeksi
- Bentuk abdomen : Normal
- Benjolan/masa : Tidak ada
- Bayangan pembuluh darah : Tidak ada
2. Auskultasi
- Bising/peristaltik usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- benjolan/masa : Tidak ada
- Hepar : Tidak ada kelainan
- Lien : Tidak ada kelainan
Titik Mc. Berney : Tidak ada kelainan
4. Perkusi
- Suara abdomen : Normal
- Pemeriksaan asites : Tidak ada asites
G. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya
1. Genetalia
- Pubis : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Meatus uretra : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan lain : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Auskultasi
- Lubang anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan pada anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
H. Pemeriksaan Muskuloskeletal (ekstermitas)
1. Kesimetrisan otot : Simetris di 4 kuadran
2. Pemeriksaan oedema : Tidak ada oedema
3. Kekakuan otot : Tidak ada kekakuan otot
4. Kelainan pada punggung dan ekstremitas dan kuku :
Tidak ada
I. Pemeriksaan Integumen

26
1. Kebersihan : Kulit bersih
2. Kehangatan : Akral hangat
3. Warna : Kuning langsat
4. Turgor : Baik
5. Tekstur : Baik
6. Kelembaban : Kering
7. Kelainan pada kulit/lesi : Tidak ada
J. Pemeriksaan Neurologis
1. Tingkat kesadaran : Compos mentis
2. Tanda rangsangan otak (meningeal sign)
Baik nilai GCS(E4V6M5)
3. Pemeriksaan saraf otak (NI - XII)
N1-Olfaktorius : Pasien dapat memejamkan mata dan dapat membedakan
bau
N2-Optikus : Pasien dapat melihat dengan jelas
N3-Okulomotoris: Adanya reflek pupil dapat menggerakan bola mata
N4-Trochelaris: Dapat menggerakan mata kebawah dan kedalam
N5-Trigeminus : Pasien dapat mengunyah dan menggerakan rahang
N6-Abdosen: Adanya reflek pupil gerakan bola mata
N7-Facialis: Bisa senyum dan menutup bola mata dengan tahanan
N8-Vestibulococlearis : Pasien dapat mendengar dengan baik
N9-Glosofarigeus : Pasien dapat membedakan rasa manis dan asam
N10-Vagus : Pasien dapat menelan ludah
N11-Acessoris : Pasien dapat menggerakan bahu
N12-Hypoglosus : Pasien dapat menjulurkan lidah
4. Fungsi motorik
Baik
5. Fungsi sensorik
Penglihatan Pendengaran Penciuman Pengecapan Perabaan baik
6. Reflek
a. Reflek fisiologis : Normal

27
b. Reflek patofisiologis : Tidak ada kelainan reflek patofisiologis
5. Pemeriksaan Status Mental
a. Kondisi emosi/perasaan
Normal
b. Orientasi
Baik
c. Proses pikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan)
Pasien dapat mengingat dengan baik dan suka bercerita
d.Motivasi
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh
e.Persepsi
Tidak merasa kurang percaya diri dengan lingkungan sekitar
f.Bahasa (pola komunikasi)
Bahasa Indonesia
6. Penatalaksanaan Terapi
D5% + Aminofilin
Azithromycin
Methylprednisolone
Combivent

28
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun Ruangan : Kemuning

No. Data (DO & DS) Masalah Penyebab


1. DS : Pola nafas tidak Obstruksi proksimal
efektif dari bronkus pada
Pasien mengeluh sesak tahap ekspirasi dan
nafas inspirasi
Pasien mengatakan agak ↓
susah bernafas
Wheezing, sesak
DO : nafas
Terdapat sputum ↓
Terdengar wheezing Tekanan partial
oksigen dialveoli ↓

Penyempitan jalan
nafas

Peningkatan kerja
otot pernafasan

Pola nafas tidak


efektif

Kontraksi otot polos

Bronkospasme

29
2. DS : Gangguan pola tidur ↓

Pasien mengatakan sering Penyempitan saluran


merasakan sesak nafas pada paru
malam hari dan batuk-batuk

DO :
Sesak nafas
Tidur kurang lebih hanya 5
jam / hari ↓

Gangguan pertukaran
gas

Gangguan pola tidur

B. Diagnosa keperawatan

30
No. Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal Teratasi
1. Pola nafas tidak efektif b.d. 04 Desember 2017
obstruksi jalan nafas

Gangguan pola tidur b.d. sesak


2. nafas 04 Desember 2017

C.Intervensi

31
Nama Pasien : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun Ruangan : Kemuning

N Hari/Tgl/Ja Diagnose Tujuan & Rencana Rasionalisasi


o m Keperawata Tindakan
n Kriteria Hasil

Senin, 04 Pola nafas Setelah 1. Posisikan 1. Posisi semi


Desember tidak dilakukan pasien untuk fowler
2017 efektif b.d. tindakan memaksimal membantu
obstruksi keperawatan -kan pasien
jalan nafas selama 1x24 ventilasi memaksimal-
jam. Pola nafas 2. Identifikasi kan ventilasi
tidak efektif pasien sehingga
teratasi. Dengan perlunya kebutuhan
kriteria hasil : dipasangkan oksigen
alat bantu terpenuhi
- Mendemons pernafasan melalui
trasikan 3. Lakukan proses
batuk fisioterapi pernafasan.
efektif, dada bila 2. Alat banttu
suara nafas perlu pernafasan
yang bersih, membantu
tidak ada organ
sianosis dan pernafasan
dyspneu memenuhi
(mampu kebutuhan
mengeluark oksigen
an sputum, sehingga
mampu oksigen yang
bernafas diperlukan
dengan tubuh
mudah, terpenuhi.
tidak ada 3. Dapat mem-
pursed lips) permudah
- Tanda- pasien dalam
Tanda Vital mengeluar-
dalam kan sekret
rentang yang sulit
normal dilakukan

32
secara
mandiri.

1. Mengetahui
pentingnya
tidur untuk
pemulihan
kesehatannya
2. Pasien akan
Setelah mudah tidur
dilakukan setelah
tindakan melakukan
keperawatan aktivitas
selama 1x24 3. Lingkungan
jam, gangguan 1. Jelaskan yang nyaman
pola tidur pentingnya dapat
teratasi. Dengan tidur yang mengurangi
kriteria hasil : adekuat beban
2. Fasilitas pikiran
Gangguan - Jumlah tidur untuk pasien dan
pola tidur dalam batas mempertaha cepat tidur
2. Senin, 04 b.d. sesak normal nkan
Desember nafas - Pola tidur, aktivitas
2017 kualitas sebelum
dalam batas tidur
normal (membaca)
- Perasaan 3. Ciptakan
fresh sesudah lingkungan
tidur yang
- Mampu nyaman
mengidentifik
asi-kan hal-
hal yang
meningkatka
n tidur

33
D. Implementasi

Nama Pasien : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun Ruangan : Kemuning

No Hari/Tgl/Jam Tindakan Evaluasi Paraf


Keperawatan
1. Senin, 04 1. Melakukan 1. TD = 90/60
Desember 2017 pemeriksaan TTV mmHg
T = 36,5 ˚C
R = 23 x/menit
N = 80 x/menit

2. Pasien dalam
posisi semi fowler

2. Mengatur posisi
3. Pasien
pasien
mengatakan susah
tidur karena sesak

3. Mengkaji pola
4. Combivent, 5 lpm
tidur
selama 15 menit

1. TD = 100/70
mmHg
T = 36,0 ˚C
R = 20 x/menit
4. Memberikan
N = 80 x/menit
nebulizer

2. Pasien mengikuti
1. Melakukan anjuran yang
pemeriksaan TTV diberikan

Selasa, 05
2. Desember 2017 1. TD = 90/60
mmHg
2. Mengatur posisi

34
pasien dan T = 36,2 ˚C
menganjurkan R = 20 x/menit
teknik nafas dalam N = 84 x/menit
dan batuk efektif

1. Melakukan 2. Pasien mengikuti


pemeriksaan TTV anjuran

3. Memberikan
combivent 5 lpm,
selama 15 menit
2. Membantu pasien
Rabu, 06
latihan teknik
Desember 2017
3. nafas dalam dan
batuk efektif

3. Memberikan
nebulizer

35
E. Evaluasi

Nama Pasien : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun Ruangan : Kemuning

No. Hari/Tgl/Jam Dx. Kep. Evaluasi (S O A P)


1. Senin, 04 Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak
Desember 2017 efektif b.d. obstruksi
jalan nafas O : RR = 23 x/menit

A : Masalah belum teratasi

Gangguan pola tidur P : Lanjutkan intervensi


b.d. sesak nafas S : Pasien mengatakan susah tidur

O : Pasien tampak lemas

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
Pola nafas tidak
Selasa, 04 efektif b.d. obstruksi
2. Desember 2017 jalan nafas S : Pasien mengatakan sesak
mulai berkurang

O : RR = 20 x/menit

A : Masalah belum teratasi


Gangguan pola tidur
b.d. sesak nafas P : Lanjutkan intervensi

S : Pasien mengatakan sudah bisa


tidur

O : TD = 100/70 mmHg

T = 36,0 ˚C

R = 20 x/menit

N = 80 x/menit

A : Masalah sebagian teratasi

36
Pola nafas tidak P : Lanjutkan intervensi
efektif b.d. obstruksi
jalan nafas
3. Rabu, 05 S : Pasien mengatakan sesak
Desember 2017 berkurang

O : RR = 20 x/menit
Gangguan pola tidur
b.d. sesak nafas A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

S : Pasien mengatakan bisa tidur


pada malam hari

O : TD = 90/60 mmHg

T = 36,2 ˚C

R = 20 x/menit

N = 84 x/menit

A : Masalah teratasi

P : Hentikan intervensi

37
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus kelolaan individu pada pasien Ny.S dengan asma,individu melakukan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian dan ditemukannya data-data yang dapat
mendukung untuk menegakan 2 diagnosa yaitu pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas dan gangguan pola tidur berhubungan
dengan sesak nafas. Individu dapat membuat perencanaan sesuai kebutuhan untuk
mengatasi masalah pada Ny.S dan melaksanaan tindakan sesuai dengan
perencanaan dan sesuai SOP serta individu dapat mengevaluasi untuk mengetahui
perkembangan dan respon dari rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat
dengan hasil pola nafas tidak efektif belum teratasi, gangguan pola tidur teratasi.

A. Saran
Asma dapat dicegah dengan menganjurkan pasien untuk banyak istirahat
(mengurangi aktivitas-aktivitas yang cukup berat), mengkonsumsi makanan yang
tidak menimbulkan alergi, mengurangi stres emosional, serta menghindari polusi
udara seerti asap rokok, dan lain-lain. Apabila penyakit ini tidak dicegah maka akan
menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.
Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi anak sendiri
dan suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat dibutuhkan dalam
memberikan penyuluhan akan penyebabnya, cara penanggulangannya dan
komplikasinya untuk menambah pengetahuan anak serta terutama pada orang tua
yang mengasuh anak.

DAFTAR PUSTAKA

38
Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.
Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC:
Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

39

Anda mungkin juga menyukai