Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan yang banyak dijumpai pada
anak-anak maupun dewasa. Menurut global initiative for asthma (GINA) tahun 2015,
asma didefinisikan sebagai “ suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakteristik oleh
adanya inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini ditentukan oleh adanya riwayat
gejala gangguan pernafasan seperti mengi, nafas terengah-engah, dada terasa
berat/tertekan, dan batuk, yang bervariasi waktu dan intensitasnya, diikuti dengan
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi”, (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Asma adalah penyakit gangguan pernapasan yang dapatmenyerang anak-anak
hingga orang dewasa, tetapipenyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak.Menurut
para ahli, prevalensi asma akan terusmeningkat. Sekitar 100 - 150 juta penduduk
duniaterserang asma dengan penambahan 180.000 setiaptahunnya. (Dharmayanti &
Hapsari, 2015).
Angka kejadian asma bervariasi diberbagai negara, tetapi terlihat kecendrungan
bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakang ini obat-obatan
asma banyak dikembangkan. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam world
health report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4 % dari
seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2 %, PPOK
(Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus
2,1 %. Dan asma 0,3% (Infodatin, 2017).
Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data
dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta
orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400
juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai negara
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar antara 1-18% (Infodatin, 2017).
Prevalensi asma di Indonesia menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga sebesar
4%. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2017, prevalensi
asma untuk seluruh kelompok usia sebesar 3,5% dengan prevalensi penderita asma pada
anak usia 1 - 4 tahun sebesar 2,4% dan usia 5 - 14 tahun sebesar 2,0% (Infodatin, 2017).

1
2

Dampak yang akan terjadi jika asma broncial tidak ditangani dengan tepat, dimana
lingkungan memiliki peran dalam memicu kekambuhan asma. Selain itu ada faktor lain
yang dapat meningkatkan keparahan asma. Beberapa diantaranya adalah rinitis yang
tidak diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas terhadap aspirin,
pemaparan terhadap senyawa sulfit atau obat golongan beta bloker, dan influenza, faktor
mekanik, dan faktor psikis (Stress) (Zullies, 2016).
Penanganan yang dilakukan pada asma yaitu jauhkan dari agen-agen yang dapat
membuat asma kambuh seperti debu, bulu binatang, perubahan cuaca, dll. Serta selalu
berikan masker dan kenakan pakaian yang hangat saat cuaca yang dingin agar tidak
terjadinya kekambuhan asma.
Upaya yang dilakukan dalam menurunkan angka kejadian asma dengan menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan, hindari merokok dan asap rokok serta asap
korbondiaksoda, hindari binatang yang mempunyai bulu yang halus dan menjaga pola
makan agar tidak terjadinya obesitas, karena obesitas juga merupakan faktor resiko
terjadinya asma pada individu.
Peran perawat untuk merawat pasien dengan Asma adalah melalui pendekatan
proses keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan melalui pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Perawat juga perlu memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien dan
keluarga untuk tetap menjaga kesehatan, menyarankan kepada pasien dan keluarga agar
tetap tabah, sabar, dan berdoa agar diberikan kesembuhan, serta keluarga dapat merawat
pasien dirumah dengan mengikuti semua anjuran dokter dan perawat.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi Asma ?
1.2.2 Apa saja klasifikasi Asma ?
1.2.3 Apa saja etiologi Asma ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis Asma ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi Asma ?
1.2.6 Bagaimana pathway / woc Asma ?
1.2.7 Apa saja komplikasi Asma ?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang Asma ?
1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan Asma ?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Asma ?
3

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Asuhan Kperawatan Asma

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui definisi Asma
2. Mengetahui klasifikasi Asma
3. Mengetahui etiologi Asma
4. Mengetahui manifestasi klinis Asma
5. Mengetahui patofisiologi Asma
6. Mengetahui pathway / woc Asma
7. Mengetahui komplikasi Asma
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang Asma
9. Mengetahui penatalaksanaan Asma
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Asma
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi
Sesak nafas dan mengi menjadi suatu pertanda seseorang mengalami asma. Asma
merupakan gangguan radang kronik pada saluran napas. Saluran napas yang mengalami
radang kronik bersifat peka terhadap rangsangan tertentu, sehingga apabila terangsang
oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus,sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang. Dari proses
radang tersebut dapat timbul gejala sesak nafas dan mengi (Almazini, 2012).
Menurut Wahid dan Suprapto (2013) Asma adalah suatu penyakit dimana saluran
nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang
mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara.
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. (Amin &
Hardi, 2016). Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi, faktor
keturunan, serta faktor lingkungan.
Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya
radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.
Penyempitan iniakibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.
2. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial biasanya
terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut
nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.
Dari beberapa pengertian tersebut penulis dapat menyimpulkan asma merupakan
suatu penyakit saluran pernafasan yang mengalami penyempitan karena hipereaktivitas
oleh faktor risiko tertentu. Penyempitan ini bersifat sementara serta menimbulkan gejala
sesak nafas dan mengi.
4
5

2.2 Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai
individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan
gaya neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor neural diperantarai oleh bagian
kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas, disebut
reseptor batu atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang
aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1. Faktor imunologis.
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik, eksaserbasi terjadi
setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepungsari, dan
ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan ekstrinsik. Perbedaan intrinsik dan
ekstrinsik mungkun pada hal buatan (artifisial), karena dasar imun pada jejas mukosa
akibat mediator pada kedua kelompok tersebut. Asma ekstrinsikmungkin dihubungkan
dengan lebih mudahnya mengenali rangsangan pelepasan mediator daripada asma
instrinsik.
2. Faktor Endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan menstruasi,
terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita menopause. Asma
membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3. Faktor Psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang
berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau sifat-sifat perilaku yang
dijumpai pad anak asma tidak lebih sering daripada anak dengan penyakit cacat kronis
yang lain (Nelson, 2013).

2.3 Klasifikasi
Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang
digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika pasien
telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu dipahami adalah
bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah dari waktu-waktu,
dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA, 2015) Adapun klasifikasinya adalah
sebagai berikut :
6

1. Asma Ringan Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2,
yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas
rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien atau kromon.
2. Asma Sedang Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist (LABA).
3. Asma Berat Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi
dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist
(LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah
mendapat terapi. Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol.
Asma yang tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang
tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada komorbiditas.
Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan asma
berat merujuk pada kondisi asma yang walaupun mendapatkan pengobatan yang
adekuat tetapi sulit mencapai kontrol yang baik.

2.4 Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu
atau lebih dari konstraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang menyempitkan jalan
nafas, atau pembengkakan membran yang melapisi bronkhi, atau penghisap bronkhi
dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkhial dan kelenjar mukosa
membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi,
dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan
ini belum diketahui, tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis dan sisitem otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membaran
mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls
saraf vagal melalui sistem parasimpatis, Asma idiopatik atau nonalergik, ketika ujung
7

saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok,
emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin
ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi
rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi
terjadi ketika reseptor β- adregenik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α-
dan β- adregenik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP).
Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan cAMP, mngarah pada peningkatan
mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor
beta adrenergik mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyababkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa
penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan
terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Wijaya dan
Putri, 2014).
8

2.5 WOC /Pathway


9

2.6 Manifestasi Klinik


Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan gejala
pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1. Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek.
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul.
c. Wheezing belum ada.
d. Belum ada kelainana bentuk thorak.
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE.
f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum.
b. Wheezing.
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi.
d. Penurunan tekanan parial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi.
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan.
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan.
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest).
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) PaO2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik.
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk produktif,
sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang.

2.6 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks menbungkuk ke
depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah,
10

gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik
dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat
terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah
atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan
bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan
berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang biasa
disebut status asma tikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan
kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para penderita
asma, antara lain :
1. Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi
bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang
digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup
flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik napas dalam melalui mulut kemudian
menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
2. Foto toraks.
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama kali di
poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien asma
yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi dan
atelektasis.
3. Pemeriksaan darah.
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung. Bila tidak
eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga, dilakukan uji tuberkulin dan
uji kulit dengan menggunakan alergen.
11

2.8 Penatalaksanaan Medis


Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan
pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan pada saat
serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan diberikan dalam
jangka panjang dan terus menerus.
2. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a. Mengatasi gejala serangan asma
b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c. Mencegah terjadinya kekambuhan
d. Mencegah kematian karena serangan asma

Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen,


yaitu :
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak hanya
ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan
energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi
kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri
mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai
faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang.
12

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma


terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
- Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu sedangakan
alternatif lainnya tidak ada.
- Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya), untuk
alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan leukotriene modifiers.
- Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan Kombinasi
inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya), untuk
alternatifnya diberikan glukokortikosteroid ihalasi (400-800 ug Bd atau
ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah agonis beta 2 kerja lama oral,
atau Teofilin lepas lambat.
- Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan ihalasi
glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan agonis beta 2 kerja
lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas lambat, Leukotriene, Modifiers,
Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya Prednisolo/
metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis bate 2 kerja lama
oral, ditambah Teofilin lepas lambat.
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi
kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma
jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan bagi penderita
dengan maksud mengontrol asma.
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut.
Pengobatan pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam,
alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK,
dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
6. Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh
dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
13

b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun terdapat salah
satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak berarti
penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Senam asma Indonesia (SAI) adalah
salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-
otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.

2.9 Asuhan Keperawatan Teoritis


2.9.1 Pengkajian
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
1. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal
masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan asma adalah dispnea (sampai bisa
berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih
banyak paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya penyakit ini,
di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian
bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan, tetapi
pada beberapa pasien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.

5. Pemeriksaan fisik
14

a. Inspeksi
- Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, pasien pada posisi duduk
- Dada diobservasi
- Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
- Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan
lordosis.
- Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan
dada.
- Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
- Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada pasien Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic
obstructive Pulmonary Diseases (COPD).Kelainan pada bentuk dada
- Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau
pleura.
- Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
- Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi).
- Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
- Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara (Nuraruf & Kusuma, 2015).
c. Perkusi
Suara perkusi normal :
- Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
15

- Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian


jantung, mamae, dan hati.
- Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi
udara.
- Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
- Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat
terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi
jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015).
d. Auskultasi
- Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
- Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
- Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
- Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan crackles
(Nuraruf & Kusuma, 2015).

2.9.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Menurut diagnosis keperawatan Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang dapat
diambil pada pasien dengan asma adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam jumlah


berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan dan
deformitas dinding dada.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon dioksida
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(hipoksia) kelemahan.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot penguyah
6. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita
16

2.9.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan bersihan  Respiratory status : - Airway Management
jalan napas berhubungan Ventilator 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan mucus dalam jumlah  Respiratory status : teknik chin lift atau jaw
berlebihan, peningkatan airway patency thrust bila perlu
produksi mucus, eksudat Kriteria Hasil: 2. Posisikan pasien untuk
dalam alveoli dan 1. Mendemostrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
bronkospasme efektif dan suara nafas 3. Auskultasi suara nafas,
yang bersih, tidak ada catat adanya sura
seanosis dan dyspneu tambahan
(mampu mengeluargan 4. Keluarkan sekret dengan
sputum, mampu bernafas batuk atau suctio
dengan muda, tidak ada 5. Monitor respirasi dan
pursed lips) status O2
2. Menunjukkan jalan nafas 6. Lakukan fisiotrapi dada
yang paten (klien tidak jika perlu
merasa tercekik, irama 7. Berikan bronkodilator bila
nafas, frekuensi perlu
pernafasan dalam - Airway Suction
rentang normal, tidak 1. Monitor status oksigen
ada suara abnormal) pasien
3. Mampu 2. Pastikan kebutuhan oral/
mengidentifikasikan dan tracheal suctioning
mencegah faktor yang 3. Auskultasi suara nafas
dapat menghambat jalan sebelum dan sesudah
nafas suction
4. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion
nasotrakeal
5. Minta klien nafas dalam
sebelum suction dilakukan
17

2. Ketidakefektifan pola napas  Respiratory status : - Airway Management


berhubungan dengan ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan
keletihan otot pernafasan dan  Respiratory status : teknik chin lift atau jaw
deformitas dinding dada. airway patency thrust bila perlu
 Vital sign status 2. Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil: memaksimalkan ventilasi
1. Mendemostrasikan batuk 3. Auskultasi suara nafas,
efektif dan suara nafas catat adanya sura
yang bersih, tidak ada tambahan
seanosis dan dyspneu 4. Keluarkan sekret dengan
(mampu mengeluargan batuk atau suctio
sputum, mampu bernafas 5. Monitor respirasi dan
dengan muda, tidak ada status O2
pursed lips). 6. Lakukan fisiotrapi dada
2. Menunjukkan jalan nafas jika perlu
yang paten (klien tidak 7. Berikan bronkodilator bila
merasa tercekik, irama perlu
nafas, frekuensi 8. Berikan pelembab udara
pernafasan dalam kassa basah NaCl Lembab
rentang normal, tidak 9. Atur intake untuk cairan
ada suara abnormal). mengoptimalkan
3. Mampu keseimbangan
mengidentifikasikan dan - Oxygen Therapy
mencegah faktor yang 1. Pertahankan jalan nafas
dapat menghambat jalan yang paten
nafas 2. Atur peralatan oksigenasi
4. Tanda-tanda vital dalam 3. Pertahankan posisi pasien
batas normal (TD, Nadi 4. Observasi adanya tanda-
dan Pernafasan) tanda hipoventilasi
5. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
- Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, Nadai, Suhu
18

dan RR
2. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk atau
berdiri
3. Monitor TTV sebelum,
selama dan sesudah
beraktivitas
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernafasan
abnormal
7. Monitor sianosis ferifer
8. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3. Gangguan pertukaran gas  Respiratory Status : Gas - Airway management
berhubungan dengan retensi Exchange 1. Posisikan pasien untuk
karbon dioksida  Respiratory Status : memaksimalkan ventilasi
Ventilation 2. Identifikasi klien perlunya
 Vital Sign Status pemasangan alat jalan
Kriteria Hasil nafas buatan
1. Mendemonstrasikan 3. Lakukakan fisioterapi
peningkatan ventilasi dada jika perlu
dan oksigen yang 4. Keluarkan secret dengan
adekuat batuk
2. Memelihara kebersihan 5. Auskultasi suara nafas
paru-paru dan bebas dari 6. Catat pergerakan dada,
tanda-tanda distress amati kesimetrisan
pernafasan 7. Auskultasi suara paru
3. Mendemonstrasikan - Respiratory Monitoring
batuk efektif dan suara 1. Monitor rata-rata,
nafas yang bersih, tidak kedalaman, irama dan
ada sianosis dan dyspneu usaha respirasi
(mampu mengeluarkan
19

sputum, mampu bernafas 2. Catat pergerakan dada,


dengan muda, tidak ada amati kesimetrisan,
pursed lips) penggunaan otot
4. Tanda-tanda vital dalam tambahan, retraksi otot
rentang normal supraclavicular dan
intercosta
3. Monitor suara nafs seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas:
bradipnea, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
6. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
nafas utama
7. Auskulatsi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.
4. Intoleransi aktivitas  Energy Conservation - Activity Therapy
berhubungan dengan antara  Activity Tolerance 1. Bantu klien untuk
suplai dan kebutuhan oksigen  Self Care : ADLs mengidentifikasi aktivitas
(hipoksia) kelemahan. Kriteria Hasil : yang mampu dilakukan
1. Berpartisipasi dalam 2. Bantu untuk
aktivitas Fisik tanpa di mengidentifikasi dan
sertai peningkatan TTV mendapatkan sumber yang
2. Mampu melakukan diperlukan untuk aktivitas
aktivitas sehari-hari yang diinginkan
20

(ADLs) secara mandiri 3. Bantu klien untuk


3. Status kardiopulmunari membuat jadwal latihan
adekuat diwaktu luang
4. Sirkulasi status baik 4. Bantu pasien/keluarga
5. Status respirasi : untuk mengidentifikasi
pertekuran gas dan kekurangan dalam
ventilasi adekuat beraktivitas
5. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
6. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
5. Ketidakseimbangan nutrisi  Nutritional status Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional status : food 1. Kaji adanya alergi
berhubungan dengan laju and fluid Intake makanan.
metabolic, dispnea saat Nutritional status : 2. Kolaborasi dengan ahli
makan, kelemahan otot nutrient intake gizi untuk menentukan
penguyah  Weight control jumlah kalori dan nutrisi
Kriteria hasil: yang di butuh kan pasien.
1. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai tujuan meningkatkan protein
2. Berat badan ideal sesuai vit.C.
dengan tinggi badan 4. Berikan substansi gula.
3. Mampu mengidentifikasi 5. Monitor jumlah nutrisi
kebutuhan nutrisi dan kandungan kalori.
4. Tidak ada tanda 6. Kaji kemampuan pasien
malnutrisi untuk mendapatkan nutrisi
5. Menunjukan yang di butuhkan
peningkatan fungsi Nutrition Monitoring
pengecapan,dari menelan 1. Berat badan pasien dalam
6. Tidak terjadi penurunan batas normal.
berat badan yang berarti 2. Monitor adanya
penurunan berat badan.
21

3. Jadwal kan pengobatan


dan tindakan tidak selama
jam makan.
4. Monitor turgor kulit.
5. Monitor mual dan muntah.
6. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
7. Catat ada nya edema,
hiperemik, hipertonik
apabila lidah dan cavitas
oral
6. Ansietas berhubungan dengan  Anxiety self-control - Anxiety Reduction
penyakit yang diderita
 Anxiety level (Penurunan Kecemasan)
 Coping 1. Gunakan pendekatan
Kriteria Hasil: yang menenangkan
1. Klien mampu 2. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
mengungkapkan gejala selama prosedur
cemas 3. Identifikasi tingkat
2. Mengidentifikasi, kecemasan
mengungkapkan dan 4. Bantu pasien mengenal
menunjukkan tehnik situasi yang
untuk mengontrol cemas menimbulkan kecemasan
3. Vital sign dalam batas 5. Intruksikan pasien
normal menggunakan teknik
4. Postur tubuh, ekspresi relaksasi
wajah bahas tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian
I. Identitas diri pasien
Nama : Ny. ZA
Umur : 53 Tahun
JenisKelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : JL Sutomo Blok f2 no 5 Kota Pekanbaru
Tanggal masuk RS : 22 -5-2021
Alasan masuk RS : Sesak nafas ,batuk berdahak sdh 3 hari yang lalu
Yang mengirim : Datang dengan keluarga
Diagnosa Medis : Asma Bronciale
Tanggal Pengkajian : 23 Mei 2021
Nomor Medkal Record : 00-38-19

II. Riwayat Penyakit


1. Keluhan Utama Saat Masuk RS
Pasien datang diantar oleh keluarga dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang
lalu, sesak nafas (+), nafsu makan berkurang, mual (+) dan berkeringat dingin. Hasil
pemeriksaan TTV di dapatkan TD : 120/90 mmHg, P : 28 x/menit, N: 100 x/menit
S : 38 ºC
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nafas masi sesak, sesak bertambah pada saat pasien baru bangun
tidur dan terpapar udara dingin disertai batuk berdahak berwarna putih, pasien
berkomunikasi dalam beberapa kata, pasien mengatakan terakhir Kali muncul
serangan sesak kembali 6 bulan yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki penyakit asma sejak masih kecil, pasien tidak pernah
menderita sakit yang parah, pasien pernah di rawat di Rumah Sakit Sejahtera di

22
23

Medan dengan penyakit yang sama yaitu pada tahun 2008 dan pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat dan makanan, pasien mengatakan tidak tahan dengan cuaca
dingin atau debu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram

Ny. M

Ket :
: Laki – laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

III. Pengkajiaan Saat Ini


1. Persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
- Pengetahuan tentang penyakit / perawatan
Pasien mengatakan sedikit paham tentang penyakit yang dialaminya, dan pasien
juga selalu menjaga kebersihan diri dan mencoba untuk menjauhi apa yang
membuat penyakitnya.
- Polanutrisi / metabolic
- Program di rumah sakit
Pasien makan – makanan dengan diit : ML (makanan lunak)
- Intake makanan
Pasien mengatakan Makan 3 kali sehari tapi Pasien hanya menghabiskan
setengah porsi yang dari porsi yang di beri rumah sakit, pasien mengatakan sulit
24

untuk makan akibat dari batuk dan kadang menyebabkan mual dan muntah
menyebabkan kurang nafsu makan. Pasien mengatakan mengalami penurunan
BB dari 52 kg menjadi 48 kg semenjak sakit.
- Intake cairan
pasien terpasang infus RL 20 tpm, pasien minum sebanyak ±1200 cc/hari.
2. Pola eliminasi
- Buang air besar
pasien mengatakan BAB 2 x sehari, konsistensi lunak, warna kuning, peristaltik
usus 10x/menit
- Buang air kecil
- pasien mengatakan kadang tidak mampu mengendalikan rangsang untuk BAK
akibat batuk

3. Pola Aktivitas dan Latihan


Kemampuanperawatandiri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempattidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √

0 : mandiri 3 : dibantu orang lain dan alat


1 : dengan alat bantu 4 : tergantung total
2 dibantu orang lain,

4. Oksigenasi
- Pasien terpasang O2 4 liter
5. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur)
- Pasien mengatakan sering terbangun di saat sesak dan batuk, pasien mengatakan
tidur hanya 3-4 jam pada malam hari
6. Pola Perceptual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi)
- penglihatan pasien tidak mengalami gangguan penglihatan dan pasien tidak
menggunakan kacamata
- pendengaran pasien normal, tidak memakai alat bantu pendengaran, tidak ada
gangguan pendengaran
- pengecap pasien normal, tidak ada masalah pada pengecapan
25

- Sensasi pasien normal, tidak ada masalah pada sensasi


7. Pola Persepsi diri (pandangan pasien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
- Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya akibat sesak dan pasien takut
tidak bisa sembuh
8. Pola seksualitas dan reproduksi (fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll)
- Pasien memiliki 3 orang anak, pasien masih produktif dan memakai kontrasepsi
IUD
9. Pola peran dan hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan
keuangan)
- Pasien mengatakan perannya saat ini sebagai ibu, hubungan pasien dengan
orang lain baik, tidak mengalami masalah. Saat di rumah sakit pasien juga
berintraksi baik dengan orang lain
10. Pola Managemen koping stress (perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir
ini)
- Pasien dalam sebulan ini mersa stress akibat di tipu orang, jika ada masalah
pasien selalau tidur dan mencari pertolongan dengan bercerita kepada suaminya.
11. Sistem nilai dan kepercayaan (pandangan pasien tentang agama, kegiatan
keagamaan, dll)
- Pasien percaya bahwa penyakitnya ujian dari Allah dan selalu berdoa dan pasien
sedih karena semenjak sakit pasien tidak bias melakukan kegiatan pengajian di
mesjid.
26

Observasi dan PemeriksaanFisik :


Pemeriksaan Tanda-Tanda Fital
TD : 130/70 mmHg P : 26 x/menit
N : 100 x/menit S : 37 ºC

Pemeriksaan nyeri

- Provokatif/Paliatif (P) :
Qualitas/Quantitas (Q) :
Region/Radiasi (R) :
Skala Seviritas (S) :
Timing (T) :

I. Kepala
- Rambut : Warna rambut hitam, pendek, kulit kepala bersih
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, skelra tidak ikterik, pipil bulat, isokor, pasien
tidak pakaikaca mata
- Mulut : Tidak ada gangguan pengecapan ,lidah bersih,tidak ada perdaran pada
pada mulut
- Bibir : Mukosa kering ,tidak adanya stomatitis
- Gigi : Pasien tidak menggunakan gigi palsu, karies tidak ada, gigi masih lengkap
- Telinga : Tidak ada gangguan pada pendengaran ,tidak ada serumen.
- Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi vena
jugularis, kaku kuduk (-), tidak terpasang tracheostomi.
- Tangan : tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm, luka (-), lecet (-), fraktur (-),
edema (-), akral teraba hangat, CRT < 3 detik. Skala kekuatan otot 4.
II. Dada (Paru Dan Jantung )
- Inspeksi : Normal bentuk dada simetris, batuk adanya bunyi weezing
- Palpasi : Normal ,tidak ada massa dan nyeri tekan.
27

Perkusi :
√Resonan Letak……………………………
ðHiperesonane Letak…………………………….
ðBatas jantung
Auskultasi :
ðBronkial Letak……………………………
√Bronkovesikuler Letak…………………………….
ðVesikuler Letak…………………………….
ðKrakles Letak……………………………..
√Whezzing Letak : Pa Dextra
ðRonchi Letak…………………………….
ð Friction Rub Letak…………………………….
ð S1 Letak……………Suara……………….Frekuesi………………..
ð S2 Ltak…………… Suara………………Frekuesi………………..
ð S3 Letak……………Suara ………………Frekuesi……………….
ð S4 Letak……………suara ………………Frekuesi……………….

III. Abdomen
- Inspeksi√ Normal ðAsites ð Stoma ð Luka
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : peristaltic, kesan normal
IV. Genetelia
- Tidak terpasang terpasang kateter ,tidak ada pendarahan pervagina tidak ada
tanda-tanda infeksi, tidak ada benturan trauma, pasien tidak lagi menstruasi
V. Kaki
- Pasien masih bias berjalan ,walaupun di bantu keluarga dan perawat ,tidak ada
edema, kekuatan otot 5
VI. Punggung
- Tidak ada kelainan, tidak ada dikubitus/lulka
28

VII. Program terapi :


- Ivfd RL 20 Tpm Aminophilin 2 ampul 20 tts/mnt
- Inj vit C 1x250 mg,
- cetirizin 2X1
- inj Omeparazol 1X1
VIII. Hasil Pemeriksaan Penunjang dan laboratorium
- Hasil fhoto thorax Ap corakan bronkovaskuler
- Hasil laboraterium:
 HB = 13,2 g/dl (P : 14-18 ; W : 12-15)
 led=105
 leukosit= 7000 /uL (4.000 – 11.000)
 Ht=38 % (37 -47)
 peningkatan pada laju endap darah dari normal
29

3.2 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. - Pasien mengatakan nafas Alergen (hawa dingin dan debu) Ketidakefektifan pola napas
sesak, sesak bertambah pada
saat pasien baru bangun tidur Spasme otot polos bronkiolus
dan terpapar udara dingin
dan terkena debu degranulasi sel mast
- Pasien mengatakan susah
bernafas sekresi histamin
- Pasien mengatakan sering
terbangun jika batuk dan pembentukan mucus
sesak dan tidur hanya 3-4
jam permeabilitas meningkat
Do :
- Ku : Compos mentis kongesti dan pembengkakan
- Paeien terlihat lemas ruang interstinum paru
- TTV : TD : 130/70 mmHg
P : 26 x/menit pola nafas tidak efektif
N : 100 x/menit
S : 37 ºC
- Irama pernafasan tidak
teratur
- menggunakan alat bantu O2
4 liter
- terpsang infuse 5% drip
Aminophilin 2 ampul 20
tts/mnt

2. DS : Alergen (hawa dingin) Ketidakefektifan bersihan jalan


- Pasien mengatakan batuk napas
berdahak berwarna putih Hipersensitivitas
- Pasien mengatakan sering
terbangun jika batuk dan Stimulasi Ig E (Imunoglobulin
sesak dan tidur Alergi)
Do :
- Ku : Compos mentis Degranulasi (pemecahan sel
- TTV : TD : 130/70 mmHg mast)
P : 26 x/menit
N : 100 x/menit Melepaskan histamin
S : 37 ºC
- Jalan nafas tidak bersih Mukosa meningkat sekresi
terdapat sputum mukus berlebihan yang sangat
- Hasil fhoto thorax Ap lengket
30

corakan bronkovaskuler
Merangsang batuk

Ketidakefektifan bersih jalan


nafas

3. DS : Faktor pencetus serangan asma Ketidakseimbangan nutrisi kurang


- Pasien mengatakan tidak nafsu dari kebutuhan tubuh
makan dan hanya Edema mukosa dan dinding
menghabiskan setengah porsi bronkhus
yang diberikan rumah sakit
- Pasien mengatakan jika sesak Peningkatan usaha dan
dan batuk meningkat frekuensi pernafasan
membuat pasien sulit untuk
makan Penggunaan otot bantu nafas
- Pasien mengatakan badan Keluhan sistemis, mual/muntah,
lemas dan mual intake nutrisi tidak adekuat,
- Pasien mengatakan BB turun malaise, kelemahan dan
Do: keletihan fisik
- Ku : Compos Mentis
- Pasien tampak mual dan lemah
- Adany muntah jika makan Ketidakseimbangan nutrisi
- mucosa bibir kering kurang dari kebutuhan tubuh
- adanya penurunan BB 52
menjadi 48 kg.
- Pasien tampak tidak
menghabiskan makanan
yang di beri rumah sakit
4. DS: Rangsangan peningkatan respon Gangguan pemenuhan istirahat
- Pasien mengatakan sering bronchus dan trachea tidur
terbangun pada malam hari
jika batuk dan sesak kambuh Manifestasi dari penyempitan
- Pasien mengatakan tidur Sesak dan batuk
hanya 3-4 jam pada malam
hari Mempengaruhi sistem saraf
DO: pusat dan kotreks cerebral
- Pasien tampak sesak nafak
31

- Terdapat kantung mata Merangsang sirkulasi pusat jaga


- Jalan nafas tidak bersih
terdapat sputum Gangguan pola istirahat dan
- Hasil fhoto thorax Ap tidur
corakan bronkovaskuler

III.3 DiagnosaKeperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b.d Spasme otot polos bronkiolus
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Meningkatnya sekresi mukus berlebihan
yang sangat lengket
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, intake
tidak adekuat
4. Gangguan pemenuhan istirahat tidur b.d penyempitan Sesak dan batuk

III.4 Intervensi
No Diangnosa Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan pola napas  Respiratory status : 1. Buka jalan nafas, gunakan
b.d Spasme otot polos ventilatio. teknik chin lift atau jaw trust
bronkiolus  Respiratory status : airway jika perlu.
patency 2. Posisikan pasien untuk
 Vital sign status meminimalkan ventilasi.
Kriteria hasil : 3. Auskultasi bunyi nafas untuk
1. Pola nafas efektif mengetahui derajat spasme.
2. Menunjukkan jalan nafas 4. Kaji pantau frekuensi
yang paten pernafasan.
5. Catat adanya/derajat distres,
32

3. Tanda tanda vital dalam misal : , gelisah, ansietas,


rentang normal distres pernafasan,
penggunaan otot bantu .
Disfungsi pernafasan adalah
indikator kegagalan nafas .
6. Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman untuk bernafas.
Pasien dengan distress
pernafasan akan mencari
posisi yang nyaman dan
mudah untuk bernafas,
membantu menurunkan
kelemahan otot dan
mempermudah ekspansi
dada.
7. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion
nasotrakeal

2. Ketidakefektifan bersihan jalan  Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan oral /


napas b.d eningkat sekresi ventilation tracheal suctioning
mukus berlebihan yang sangat  Respiratory status : airway 2. Berikan oksigen
lengket patency 3. Anjurkan pasien untuk
Kriteria hasil : istirahat dan napas dalam
1. Mendemonstrasikan batuk 4. Posisikan pasien untuk
efektif dan suara nafas yang memaksimalkan ventilasi
bersih, tidak ada sianosis dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
dyspneu (mampu perlu
mengeluarkan sputum, 6. Auskultasi suara nafas
bernafas dengan mudah, sebelum dan sesudah suction
tidak ada pursed lips) 7. Berikan O2 dengan
2. Menunjukkan jalan nafas menggunakan nasal untuk
33

yang paten (klien tidak memfasilitasi suksion


merasa tercekik, irama nafas, nasotrakeal
frekuensi pernafasan dalam 8. Keluarkan sekret dengan
rentang normal, tidak ada batuk atau suction
suara nafas abnormal) 9. Auskultasi suara nafas, catat
3. Mampu mengidentifikasikan adanya suara tambahan
dan mencegah faktor yang 10.Berikan bronkodilator
dapat menghambat jalan 11.Berikan pelembab udara
nafas. kassa basah nacl lembab
12.Monitor respirasi dan status
O2
13.Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan
secret
14.Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, suction,
inhalasi

3. Ketidakseimbangan nutrisi  Nutritional status : food and - Nutrition management


kurang dari kebutuhan tubuh flud intake 1. Kaji adanya alergi makanan
b.d mual, muntah, intake tidak  Nutrition status : nutrient 2. Kaji intake dan output
adekuat intake makanan pasien
 Weight control 3. Berikan makanan tinggi
Kriteria Hasil : kalori dan protein
1. Adanya peningkatan berat 4. Berikan makanan sdikit tapi
badan sesuai dengan tujuan sering
2. Berat badan ideal sesuai 5. Lakukan kebersihan mulut
dengan tinggi badan setiap habismakan.
3. Mampu mengidentifikasi 6. Batasi masukan lemak sesuai
kebutuhan nutrisi indikasi.
4. Tidak ada tanda tanda 7. Kolaborasi dengan ahli gizi .
malnutrisi
34

5. Tidak terjadi penurunan berat 8. Monitor Berat Badan


badan yang berarti
4. Gangguan pemenuhan istirahat  Anxiety control - Sleep enhancement
tidur b.d penyempitan Sesak  Comfort level 1. Evaluasi efek-efek medikasi
dan batuk  Pain level terhadap pola tidur
 Rest : extent and pattern 2. Jelaskan pentingnya tidur
 Sleep : extent ang pattern yang adekuat.
Kriteria hasil : 3. Fasilitasi untuk
1. Jumlah jam tidur dalam batas mempertahankan aktivitas
normal. sebelum tidur (membaca).
2. Pola tidur,kualitas dalam 4. Ciptakan lingkungan yang
batas normal. nyaman.
3. Perasaan fresh sesudah 5. Kolaburasi pemberian obat
tidur/istirahat. tidur
4. Mampu mengidentifikasi hal-
hal yang meningkatkan tidur
35

III.5 Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Implemantasi Evaluasi TTD
1 Ketidakefektifan pola napas b.d 1. Memposisikan pasien untuk meminimalkan S:
Spasme otot polos bronkiolus ventilasi - Pasien mengatakan sesak berkurang
2. Mengauskultasi bunyi nafas untuk O :
mengetahui derajat spasme 1. RR : 23 x/menit
3. Mengkaji frekuensi pernafasan 2. Sesak pasien terlihat berkurang
4. Mencatat adanya/derajat distres, misal : , A:
gelisah, ansietas, distres pernafasan, - Masalah sebahgian teratasi
penggunaan otot bantu . Disfungsi P:
pernafasan adalah indikator kegagalan nafas - Intervensi di lanjut
5. Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman
untuk bernafas.
6. Memberikan O2 dengan menggunakan nasal
sesuai indikasi

2 Ketidakefektifan bersihan jalan 1. Memberikan oksigen kepada pasien. S:


napas b.d Meningkat sekresi mukus 2. Menganjurkan pasien untuk istirahat dan 1. Pasien mengatakan masih sedikit
berlebihan yang sangat lengket napas dalam. sulit mengeluarkan mucus
3. Memposisikan pasien untuk 2. Paien mengatakan masih ada mucus,
memaksimalkan ventilasi . tapi sudah berkurang dari
4. Melakukan suction untuk mengeluarkan sebelumnya
36

secret. O:
5. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan 1. Saat auskultasi suara nafas wheezing
sesudah suction 2. Pasien terlihat masih sedikit susah
6. Memberikan bronkodilator jika pasien mengeluarkan sekret
membutuhkan A:
7. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang - Masalah teratasi sebagian
penggunaan peralatan : o2, suction, inhalasi P:
- Intervensi lanjutkan

3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang 1. Mengkaji adanya alergi makanan. S:


dari kebutuhan tubuh b.d mual, 2. Mengkaji intake dan output makanan pasien - Pasien mengatakan nafsu makan
muntah, intake tidak adekuat 3. Memberikan makanan tinggi kalori dan sudah mulai meningkat
protein O:
4. Kolaborasi nutrisi dengan ahli gizi 1. Makanan pasien terlihat habis
2. Pasien tampak tidak lemas
A:
- Masalah sudah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
4 Gangguan pemenuhan istirahat tidur 1. Mengevaluasi efek-efek medikasi terhadap S:
pola tidur 1. Pasien mengtakan tidur nya sudah
37

b.d penyempitan Sesak dan batuk 2. Menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat. mulai meningkat.
3. fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas 2. Keluarga Pasien mengatakan pasien
sebelum tidur (membaca) ada tidur siang
4. Menciptakan lingkungan yang nyaman O:
- Pasien tidak terlihat letih
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang mengakibatkan peradangan, penyempitan
ini bersifat sementara.
Data yang didapatkan dari pengkajian berupa demam sejak 2 minggu yang lalu,
sesak nafas (+), nafsu makan berkurang, mual (+) dan berkeringat dingin. Hasil
pemeriksaan RR: 28 x/menit.
Diagnosa keperawatan yang muncul : Ketidakefektifan pola napas b.d Spasme otot
polos bronkiolus, Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Meningkatnya sekresi mukus
berlebihan yang sangat lengket, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d mual, muntah, intake tidak adekuat, Gangguan pemenuhan istirahat tidur b.d
penyempitan Sesak dan batuk.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah mengkaji riwayat kesehatan
pasien,monitor status O2, mengontrol infus dan keadaan umum pasien, mengukur TTV
pasien, mengajarkan teknik nonfarmakologi, memberi motivasi dan pendidikan tentang
kesehatan, dll

4.2 Saran
1. Penderita Asma Broncial
Penderita Asma sebaiknya untuk menghindari faktor pencetus seperti alergi, obat-
obatan, stres fisik dan cuaca sehingga penyakitnya tidak mudah kambuh.
2. Tenaga kesehatan
Perawat : Perawat dapat memberikan edukasi pencegahan asma atau dapat
memberikan edukasi tentang tindakan utama jika penyakit kambuh.

38
DAFTAR PUSTAKA

Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta : EGC

Diagnosa Keperawatan : Definisi Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC

Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan penerapan diagnosa
Nanda, Nic, Noc. Yokyakarta : Mediaction Jogja.

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta : Bursa
Ilmu

Infodatin. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.

Nelson. (2013). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.1. Jakarta : EGC

Ngastiyah. (2013).Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep & Praktik. Jakarta : Salemba
Medika

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :Nusa Medika

Anda mungkin juga menyukai