Anda di halaman 1dari 19

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BERAT

Referat

Oleh:

Mohammad Riedho Cahya Atazsu, S.Ked

04054821517139

Pembimbing:

Prof. Eddy Mart Salim, SpPD-KAI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit yang berkaitan dengan alergi kini semakin meningkat. Hal ini dapat
disebabkan adanya berbagai faktor seperti pola hidup dari segi makanan, debu dan
polusi udara yang semakin lama semakin buruk. Salah satu penyakit alergi yang
sering ditemukan di masyarakat adalah asma. Asma merupakan penyakit saluran
napas yang ditandai oleh peningkatan daya responsif percabangan trakeo-bronkial
terhadap pelbagai jenis stimulus.
Sebagian besar serangan asma berlangsung singkat selama beberapa menit hingga
beberapa jam dan setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinis yang
total. Namun, ada suatu ketika pasien mengalami episode yang berat, atau lebih
serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-hari bahkan
berminggu-minggu; keadaan ini dikenal sebagai asma eksaserbasi akut berat.
Asma eksaserbasi akut berat merupakan salah satu kegawatdaruratan medis pada
alergi. Asma eksaserbasi akut berat adalah asma yang tidak berespon terhadap
pengobatan awal dengan bronkodilator.2,3 Asma eksaserbasi akut berat bervariasi
dari yang ringan sampai ke yang berat, yaitu bronkospasme, inflamasi saluran
pernafasan, dan sumbatan oleh mukus yang menyebabkan gangguan pernafasan;
retensi karbon dioksida; hipoksemia; dan gagal nafas.
Berdasarkan masalah diatas, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai
diagnosis dan penatalaksanaan asma eksaserbasi akut berat di RSUP Moh. Hoesin
Palembang. Makalah ini diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat
yang memiliki risiko untuk terjadi status asmatikus dapat lebih mengenali dan
waspada mengenai asma eksaserbasi akut berat agar tidak terjadi komplikasi yang
ditimbulkan.

BAB II
EPIDEMIOLOGI

Menurut NIH National Asthma Education and Prevention Guidelines


terbaru, eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dari semakin
memburuknya sesak napas, batuk, mengi, dan sesak dada, atau beberapa
kombinasi dari gejala-gejala tersebut, ditandai dengan penurunan aliran udara
ekspirasi dan pengukuran objektif pada fungsi paru-paru (spirometri dan peak
flow). Episode ini parah untuk pasien dan memerlukan tenaga kesehatan yang
lebih terpadu untuk memantaunya karena mampu menghilangkan produktivitas
kerja dan sekolah bagi penderitanya. Kebanyakan pasien asma eksaerbasi akut
berat dirawat jalan. Di Amerika Serikat pada tahun 2004 ada 14,7 juta kunjungan
ke dokter dan departemen rawat jalan rumah sakit untuk kasus asma eksaerbasi
akut berat, tetapi sebanyak 1,4 juta pasien diperlukan manajemen di ruang gawat
darurat untuk kondisi eksaserbasi asma mereka.
Kebanyakan kasus eksaserbasi yang parah juga mengakibatkan penderita
dirawat inap, yang merupakan sekitar sepertiga dari total 14,7 milliar US dollar
pengeluaran AS tahunan terkait perawatan kesehatan untuk asma. The Agency for
Healthcare Research and Quality yang mensponsori Nationwide Inpatient Sample
(NIS), adalah sumber pembayaran terbesar untuk pasien rawat inap di AS, dan
data dari tahun 2000 menunjukkan bahwa ada 65.381 penderita untuk asma (usia>
5 tahun). Di antaranya, ada 2.770 intubasi untuk kegagalan pernapasan yang
terkait dengan asma eksaserbasi akut berat (Tabel 1). Data lebih lanjut dari NIS
menunjukkan bahwa semua kelompok umur mengalami rawat inap pada tingkat
yang sama, dengan dominasi sedikit rentang usia 35-54 tahun, yang mewakili
31,7% dari penderita asma. Namun, NIS menunjukkan bahwa kenaikan angka
kematian secara dramatis dengan bertambahnya usia. Anak-anak dan remaja
memiliki tingkat kematian terendah (0,02%) dan orang tua memiliki angka
kematian tertinggi dari asma (1,9% untuk usia> 75). Terutama, di antara sekitar
4.210 pasien asma yang meninggal karena asma akut setiap tahunnya di AS,
mayoritas (sekitar 2/3) masih terjadi di luar rumah sakit.
Asthma Exacerbations (United States, 2000)
Hospital Admissions (age>5) 65,381
Intubations (No.,%) 2,770 (4.2%)
Hospital Mortality 0.5%
Mean hospital length of stay 2.7 days
Mean hospital charge $9078
Total hospital days 1.1 million
Total costs $2.9 billion
Sumber: U.S. Nationwide Inpatient Sample, 2000

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di


Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan
(morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT
1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortaliti)
ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi
paru 2/ 1000.
Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma,
bergantung kepada populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang
digunakan dan sebagainya. Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya
melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan
menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan
Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South
Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow
meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-
rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-
kali 9,2% dan perempuan 6,6%.
Hasil penelitian International Study on Asthma an Alergies in Childhood
pada tahun 1996, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit
asma tidak dapat disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang ada saat
ini hanya berfungsi untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik
diperlukan oleh penderita untuk terbebas dari gejala serangan asma dan bisa
menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Untuk mengontrol gejala asma secara baik,
maka penderita harus bisa merawat penyakitnya, dengan cara mengenali lebih
jauh tentang penyakit tersebut. Penelitian epidemiologi asma yang dilakukan pada
siswa SMP di beberapa tempat di Indonesia, antara lain Palembang di mana
prevalensi asma sebesar 7,4%. Belum disimpulkan kecendrungan perubahan
prevalensi berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan
sasaran siswa SMP, namun tampaknya terjadi penurunan prevalensi siswa SMP
sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh tahun. Hal ini
yang menyebabkan prevelansi asma pada orang dewasa lebih rendah
dibandingkan dengan angka kejadian asma pada anak.

Sumber: Penelitian ISAAC di Indonesia, 1991-2002

BAB III
PATOFISIOLOGI

Terpaparnya seseorang yang beresiko terhadap alergen atau rangsangan


menyebabkan suatu reaksi inflamasi dari salur pernafasan, yaitu terjadinya
degranulasi sel mast, pelepasan mediator inflamasi, infiltrasi dari eosinofil dan
limfosit T yang teraktivasi. Pelbagai mediator inflamasi bisa terlibat termasuklah
interleukin (IL)-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, dan IL-13; leukotriene; dan
granulocyte-macrofage colony-stimulating factors (GM-CSFs). Ini semua
akhirnya akan merangsang lagi sel mast, netrofil dan eosinofil.

Gambar 1. Presentasi antigen oleh sel dendritik, dengan respons limfosit dan
sitokin yang akhirnya menyebabkan inflamasi salur pernafasan dan
simptoms asma.

Secara fisiologis, asma akut terdiri dari 2 komponen, yaitu respons bronkospastik
awal (early bronchospastic response); dan respons inflamasi akhir (later
inflammatory response).

Early bronchospastic response


Dalam beberapa menit setelah terpapar alergen, terjadi degranulasi sel mast
sambil terjadinya pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin, prostaglandin
D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan menyebabkan kontraksi dari otot salur
pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi mukus, dan aktivasi refleks
neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi yang biasanya bisa
diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis.

Later inflammatory response


Terjadinya pelepasan mediator inflamasi akibat menempelnya adhesion molecules
di epitelium saluran pernafasan dan endotel kapiler. Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil, netrofil, dan basofil akan berhubungan dengan epitelium dan
endothelium dan akhirnya akan bermigrasi ke jaringan salur pernafasan. Eosinofil
akan melepaskan eosinophilic cationic protein (ECP) dan major basic protein
(MBP). Kedua ECP dan MBP akan menginduksi deskuamasi dari epitelium
saluran pernafasan dan akan menyebabkan terpaparnya ujung-ujung saraf. Proses
ini akan menginduksi lebih banyak terjadinya hiperrespons pada asma.
Bronkospasme, sumbatan mukus, dan edema pada saluran pernafasan perifer
menyebabkan peningkatan resistensi saluran pernafasan dan obstruksi. Udara
yang terperangkap akan mengakibatkan hiperinflasi paru, ventilation/perfusion
mismatch (V/Q mismatch), dan meningkatnya dead space ventilation. Paru akan
mengembang pada saat hampir akhir inspirasi pada akhir kurva compliance
pulmonal, dengan compliance yang menurun dan kerja untuk bernafas yang
meningkat. Meningkatnya tekanan pleural dan intra-alveolar akibat dari obstruksi
dan hiperinflasi, bersama dengan tekanan mekanis dari alveolus yang terdistensi,
akan mengakibatkan penurunan perfusi alveolus. Kombinasi dari atelektasis dan
penurunan perfusi alveolus menyebabkan V/Q mismatch dalam unit paru. V/Q
mismatch dan hipoksemia yang terjadi mengakibatkan peningkatan dalam minute
ventilation.
Dalam fase awal asma akut, hiperventilasi bisa mengakibatkan alkalosis
repiratorik. Ini karena unit paru yang terobstruksi secara relative jumlahnya lebih
sedikit berbanding unit paru yang tidak terobstruksi. Hiperventilasi
mengakibatkan terjadinya pembuangan karbon dioksida melalui unit paru tidak
terobstruksi. Tapi, semakin lama jumlah unit paru yang terobstruksi menjadi lebih
banyak, dan ini akan mengakibatkan penurunan kemampuan pembuangan karbon
dioksida di paru, yang akhirnya akan menyebabkan terjadinya hiperkarbia.
BAB IV

DIAGNOSIS

Asma adalah penyakit dengan banyak variasi (heterogen), biasanya ditandai


dengan peradangan saluran napas kronis. Asma memiliki dua inti yaitu:
Riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk
yang bervariasi dari waktu ke waktu dan dalam intensitas yang tinggi.
Variabel keterbatasan aliran udara saat ekspirasi.
Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan
anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis.7

Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru


I. Intermitten Bulanan APE 80%
Gejala <1x/minggu 2 kali sebulan VEP1 80% nilai
Tanpa gejala di luar prediksi.
serangan APE 80% nilai
Serangan singkat terbaik
Variabiliti APE 20%
II. Persisten Ringan Mingguan APE 80%
Gejala >1x/minggu, >2 kali sebulan VEP1 80% nilai
tetapi <1x/hari prediksi.
Serangan dapat APE 80% nilai
mengganggu aktivitas terbaik.
dan tidur. Variabiliti APE 20-
30%

III.Persisten Sedang Harian APE 60-80%


Gejala setiap hari. Sering VEP1 60-80% nilai
Serangan mengganggu prediksi.
aktivitas dan tidur. APE 60-80% nilai
Membutuhkan terbaik.
bronkodilator setiap Variabiliti APE
hari. >30%
IV. Persisten Berat Kontinyu APE 60%
Gejala terus menerus. VEP1 60% nilai
Sering kambuh prediksi.
Aktivitas fisik terbatas. APE 60% nilai
terbaik.
Variabiliti APE
>30%
4.1. Anamnesis
Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu:
Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala
musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma.
Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di
dada dan berdahak yang berulang.
Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari.
Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik.
Respon positif terhadap pemberian bronkodilator.

IV.2. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan
mencari resiko untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula
dengan simptom yang ringan seperti dyspnea. Dengan obstruksi salur pernafasan
yang semakin memburuk, respiratory distress, termasuk retraksi, penggunaan otot
abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa berbicara satu atau dua kata bisa
ditemukan. V/Q mismatch mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan
hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan takikardia dan hipertensi. Peak flow rate
haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-anak yang kooperatif. Jika tidak
diberi pengobatan, obstruksi salur nafas yang lama dan usaha untuk bernafas yang
meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan cardiorespiratory
arrest.

Pemeriksaan umum
1. Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan
eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase ekspirasi
memanjang dengan wheezing bisa ditemukan.
2. Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen dapat dilihat.
3. Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan
ayat penuh.
4. Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia
memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya obstruksi
pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi. Kedua hipoksemia
dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan merupakan tanda akhir
dari respiratory compromise.

Pemeriksaan sistem respiratorik


1. Wheezing, terjadi akibat udara melalui salur pernafasan yang menyempit akibat
obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara.
2. Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi. Suara nafas
inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung keparahan penyakit.
Silent chest bisa ditemukan pada pasien yang sudah terjadi impending respiratory
failure, di mana sudah terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah untuk
menghasilkan wheezing.
3. Jika tension pneumothorax terjadi, tanda deviasi trakea ke arah berlawanan,
menghilang atau menurunnya suara nafas pada bagian yang abnormal, pergeseran
lokasi bunyi jantung dan hipotensi bisa ditemukan.
4. Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen
bisa mengakibatkan sakit abdomen.

4.3. Pemeriksaan Penunjang


A. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk memonitor
kadar kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status asmatikus
bisa menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa menyebabkan
peningkatan transien dari kalium.
B. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-agonis,
seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat penyimpanan
yang tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang lebih muda.
C. Pemeriksaan hitung sel darah lengkap dan diferensial, bisa menunjang kepada
peningkatan jumlah sel darah putih, dengan atau tanpa pergeseran ke kiri. Hitung
sel darah lengkap juga bisa mengindikasikan ada infeksi bakteria; tapi dengan
penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah komposisi dari sel
darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.
D. EKG mungkin menunjukkan right axis deviation, "p" pulmonal, dan pola
regangan ventrikel kanan, sebagai resistensi vaskuler ditingkatkan pada
terdapatnya hiperinflasi, hiperkarbia, atau hipoksemia. Tidak setiap asma anak
membutuhkan EKG.
E. Gas darah
1. Gas darah tidak selalu diindikasikan selama sebagai eksaserbasi asma.
2. Sebuah gas darah diindikasikan jika:
a. Anda tidak dapat menentukan keparahan eksaserbasi tersebut.
b. Anda yakin pasien memburuk secara substansial dan anda ingin melihat kuantitas
tingkat memburuknya.
c. Gas darah serial mungkin diperlukan untuk mengevaluasi perkembangan penyakit
jika anda merasa pasien sulit untuk mengevaluasi secara klinis.

3. Selama eksaserbasi asma terdapat perangkap udara dan mismatch ventilasi /


perfusi, mengakibatkan hipoksemia. Awalnya terjadi kompensasi dan
hiperventilasi menyebabkan PCO2 yang menurun. Ketika udara yang terperangkap
menyebabkan penurunan pemenuhan paru-paru dan peningkatan kerja
pernapasan, PCO2 yang akan mulai meningkat. Dengan demikian, "normal" pCO2
pada pasien mengi adalah tanda dari serangan cukup parah. Derajat hipoksemia
sangat bervariasi dan tidak selalu berkorelasi dengan keparahan keseluruhan
penyempitan saluran napas.

4. Adanya asidosis metabolik (pH kurang dari yang diperkirakan dari pCO 2),
disertai dengan gap anion menunjukkan pengiriman oksigen yang tidak memadai,
baik karena gangguan curah jantung atau hipoksemia. Ini mungkin terjadi karena
gabungan efek hipoksemia, kompromi miokard, dan peningkatan kerja pernapasan
dan kebutuhan oksigen dari otot-otot pernapasan.
F. Tes fungsi paru
G. Chest X-ray
1. Pemeriksaan rontgen dada harus diperoleh pada setiap pasien dengan status
asmatikus yang parah dalam hal untuk menentukan luasnya penyakit parenkim
yang terkait, setiap bukti ekstra-alveolar udara (pneumotoraks,
pneumomediastinum), dan untuk membedakan entitas penyakit lainnya. Pasien
yang memiliki penyakit yang lebih ringan mungkin tidak memerlukan CXR
tergantung pada ada atau tidaknya indikasi lain (yaitu,demam). Kecuali dalam
keadaan langka, setiap asma dianggap cukup sakit untuk menjamin PICU masuk
harus memiliki setidaknya dada masuk X-Ray.
2. Foto rontgen asma biasanya akan menunjukkan hiperinflasi dan atelektasis
bergaris-garis.
3. Infiltrat sering sulit untuk dibedakan dengan atelektasis. Mencari bukti
kehilangan volume yang ada jika terdapat atelektasis yang signifikan.
4. Jika benda asing dicurigai, menunjukkan filmsor inspirasi dan ekspirasi pada
foto decubitus bilateral.
4.4. Cara Penegakkan Diagnosis Asma Menurut GINA (2016)

Alur diagnosis Asma di Klinik Praktek

Diagnosis asma harus dikonfirmasi untuk referensi di masa mendatang, bukti


didokumentasikan dalam catatan pasien. Tergantung pada urgensi klinis dan akses
ke sumber daya, mengkonifrmasi diagnosis ini sebaiknya dilakukan sebelum
memulai kontrol pengobatan. Mengkonfirmasikan diagnosis asma lebih sulit
setelah perawatan telah dimulai.

Penilaian untuk pasien Asma


Ambil setiap kesempatan untuk menilai pasien dengan diagnosis asma, terutama
ketika mereka memiliki gejala atau setelah kejadian eksaserbasi baru-baru ini,
juga ketika mereka meminta resep baru. Selain itu, jadwal review rutin setidaknya
setahunsekali.

1. Kontrol asma, menilai kedua kontrol gejala dan faktor risiko


Menilai kontrol gejala selama 4 minggu terakhir
Identifikasi faktor risiko lain untuk hasil yang buruk
Mengukur fungsi paru-paru sebelum memulai pengobatan, 3-6 bulan kemudian,
dan kemudian secara berkala, misalnya tahunan

2. Isu Pengobatan
Rekam medik pengobatan pasien dan tanya tentang efek samping
Perhatikan pasien menggunakan inhaler mereka, untuk memeriksa teknik
pemakaian mereka
Memiliki diskusi empatik terbuka tentang kepatuhan pasien
Periksa bahwa pasien memiliki rencana tindakan asma tertulis
Tanyakan pada pasien tentang sikap dan tujuan mereka untuk penyakit asma
mereka

3. Apakah ada penyakit penyerta?


Ini termasuk rhinitis, rhinosinusitis, gastroesophageal reflux (GERD), obesitas,
obstructive sleep apnea, depresi dan kecemasan.
Komorbiditas harus diidentifikasi karena dapat berkontribusi untuk gejala
pernapasan dan kualitas hidup yang buruk.

Menegakkan Diagnosis Asma Pada Populasi Khusus


Pasien dengan batuk sebagai satu-satunya gejala pernapasan. Hal ini mungkin
disebabkan sindrom kronis batuk saluran napas atas ('post-nasal drip'), sinusitis
kronis, gastroesophageal reflux (GERD), disfungsi pita suara, bronkitis
eosinofilik, atau batuk varian asma. Batuk varian asma ditandai dengan batuk dan
napas hyperresponsiveness, mendokumentasikan keragaman fungsi paru-paru ini
penting untuk menegakkan diagnosis.

Asma Okupasi/Asma yang diperparah saat bekerja


Setiap pasien asma dengan onset dewasa harus ditanya tentang kecelakaan saat
bekerja, dan apakah kondisi asma mereka lebih baik ketika mereka berada jauh
dari pekerjaan. Hal ini penting untuk memastikan diagnosa obyektif (yang sering
membutuhkan rujukan spesialis) dan untuk menghilangkan paparan sesegera
mungkin.

Wanita hamil
Menanyakan pada semua wanita hamil dengan asma dan perencanaan
kehamilannya, dan menyarankan mereka tentang pentingnya pengobatan asma
untuk kesehatan ibu dan bayi.

Lansia
Asma mungkin sulit didiagnosis pada lansia, karena persepsi lansia yang buruk,
asumsi bahwa sesak nafas pada lansia itu normal terjadi dikarenakan kurangnya
kebugaran atau aktivitas yang berkurang. Asma juga mungkin sulit didiagnosis
pada lansia karena dapat membingungkan sesak nafas asma dengan sesak napas
karena kegagalan ventrikel kiri atau penyakit jantung iskemik. Jika pasien ada
riwayat merokok atau terpapar bahan bakar, COPD atau Asma-COPD Overlap
Syndrome (ACOS) harus dipertimbangkan.

Perokok dan mantan perokok


Asma dan PPOK dapat berdampingan atau Asma-COPD Overlap Syndrome
(ACOS) terutama pada perokok dan orang tua. Sejarah dan pola gejala dan catatan
masa lalu dapat membantu untuk membedakan asma dengan keterbatasan aliran
udara tetap dari COPD.

Bagaimana Penilaian Kontrol Asma


Kontrol asma berarti sejauh mana efek asma dapat dilihat pada pasien atau efek
telah berkurang atau hilang dengan pengobatan. Kontrol asma memiliki dua
domain: Kontrol gejala (sebelumnya disebut 'kontrol klinis saat ini') dan faktor
risiko untuk hasil yang buruk di masa depan. Kontrol gejala yang buruk adalah
beban bagi pasien dan faktor risiko untuk terjadinya eksaserbasi. Faktor risiko
adalah faktor-faktor yang meningkatkan risiko masa depan pasien memiliki
eksaserbasi, hilangnya fungsi paru-paru, atau efek samping pengobatan.

Penilaian Kontrol Asma dengan menggunakan Asthma Control Test


BAB V

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi


klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
5.1. Tatalaksana menurut GINA (2016)
Prinsip Umum Tatalaksana Asma
Tujuan jangka panjang dari manajemen asma adalah kontrol gejala dan
pengurangan risiko. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban kepada pasien dan
risiko eksaserbasi, kerusakan saluran napas, dan efek samping pengobatan.
Rekomendasi tingkat populasi tentang perawatan asma yang 'disukai'
mewakili pengobatan terbaik untuk sebagian besar pasien dalam suatu populasi.
Keputusan pengobatan tingkat pasien harus memperhitungkan karakteristik
individu atau fenotipe yang memprediksi kemungkinan respon pasien terhadap
pengobatan, bersamaan dengan preferensi pasien dan isu-isu praktis seperti teknik
inhaler, kepatuhan kontrol, dan biaya pengobatan. Sebuah kemitraan antara pasien
dan penyedia layanan kesehatan penting untuk manajemen asma yang efektif.
Penyedia layanan kesehatan, pelatihan dalam keterampilan komunikasi dapat
meningkatan kepuasan pasien, hasil kesehatan yang lebih baik, dan mengurangi
penggunaan sumber daya kesehatan. Health literacy yaitu kemampuan pasien
untuk mendapatkan, mengolah dan memahami informasi kesehatan dasar untuk
membuat keputusan kesehatan yang tepat harus diperhitungkan dalam manajemen
asma dan edukasi.

Merawat Untuk Mengendalikan Gejala dan Meminimalkan Risiko


Pengobatan asma untuk kontrol gejala dan pengurangan risiko meliputi:
Obat. Setiap pasien dengan asma harus memiliki pereda obat-obatan, dan
kebanyakan orang dewasa dan remaja dengan asma harus memiliki obat
pengontrol
Mengobati faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Terapi dan strategi Non-farmakologis
Yang penting, setiap pasien juga harus dilatih keterampilan penting dan dipandu
manajemen diri untuk asma, termasuk:
Informasi tentang asma
Keterampilan Inhaler
Kepatuhan
Rencana tindakan asma tertulis
Self-monitoring
Regular medical review
Tatalaksana Eksaserbasi Pada Asma
Eksaserbasi adalah keadaan gejala dan fungsi paru-paru secara akut atau
sub-akut memburuk dari status biasa pasien; kadang-kadang mungkin juga
sebagai presentasi awal serangan asma.
Untuk berdiskusi dengan pasien, kata 'kambuh' lebih disukai. 'Episode', 'serangan'
dan 'asma akut berat' sering digunakan, tetapi mereka memiliki arti bervariasi
terutama untuk pasien.
Pengelolaan memburuknya asma dan eksaserbasi harus dianggap sebagai sebuah
kontinum, dari manajemen diri oleh pasien dengan rencana tindakan asma tertulis,
melalui pengelolaan gejala yang lebih berat dalam perawatan primer, gawat
darurat dan di rumah sakit.

Mengidentifikasi pasien berisiko kematian terkait asma


Pasien-pasien ini harus diidentifikasi, dan ditandai lebih sering, yaitu pasien
dengan:
Sebuah riwayat asma yang mendekati fatal yang membutuhkan intubasi dan
ventilasi
Adanya riwayat rawat inap atau perawatan darurat untuk asma dalam 12 bulan
terakhir
Tidak sedang menggunakan ICS (kortikosteroid inhalasi), atau ketidakpatuhan
menggunakan ICS
Sedang menggunakan atau baru berhenti menggunakan OCS (ini menunjukkan
tingkat keparahan peristiwa eksaserbasi yang terbaru)
Penggunaan SABAs secara berlebihan, terutama lebih dari 1 tabung/bulan
Kurangnya rencana tindakan asma tertulis
Riwayat penyakit kejiwaan atau masalah psikososial
Alergi makanan pada pasien dengan asma

Manajemen Asma Eksaserbasi Pada Pelayanan Kesehatan Primer

Ringan atau Sedang


Pelayanan Kesehatan Primer: Pasien datang dengan asma eksaserbasi
akut atau subakut
Berbicara per
kalimat, lebih enak
Penilaian pasien: Apakah ini asma?
duduk ketimbang
berbaring, Faktor risiko asma yang berhubungan dengan kematian

Keparahan eksaserbasi?
Follow Up Setelah Kejadian Eksaserbasi
Eksaserbasi mewakili kegagalan dalam perawatan asma kronis dan memberikan
kesempatan untuk meninjau tindak lanjut manajemen pada pasien dengan asma.
Semua pasien harus difollow-up secara teratur oleh penyedia perawatan kesehatan
sampai gejala dan fungsi paru-paru kembali normal.
Hal-hal yang perlu difollow-up:
Pemahaman pasien tentang penyebab eksaserbasi
Memodifikasi faktor risiko untuk eksaserbasi, misalnya merokok
Memahami tujuan obat, dan teknik inhaler yang benar
Mereview dan merevisi rencana tindakan asma tertulis
Diskusikan penggunaan obat, seperti kepatuhan dengan ICS dan OCS, karena bisa
jatuh ke 50% dalam waktu seminggu setelah pengobatan deuberhentikan.
Program komprehensif pasca pemberhentian yang mencakup manajemen kontrol
yang optimal, teknik inhaler, pemantauan diri, rencana tindakan asma tertulis dan
review berkala yang hemat biaya berkaitan dengan peningkatan hasil yang
signifikan pada pasien asma.
Rujukan kepada ahli harus dipertimbangkan untuk pasien asma yang telah dirawat
di rumah sakit, atau yang kembali hadir untuk perawatan asma akut.

Anda mungkin juga menyukai