BERAT
Referat
Oleh:
04054821517139
Pembimbing:
2017
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
EPIDEMIOLOGI
BAB III
PATOFISIOLOGI
Gambar 1. Presentasi antigen oleh sel dendritik, dengan respons limfosit dan
sitokin yang akhirnya menyebabkan inflamasi salur pernafasan dan
simptoms asma.
Secara fisiologis, asma akut terdiri dari 2 komponen, yaitu respons bronkospastik
awal (early bronchospastic response); dan respons inflamasi akhir (later
inflammatory response).
DIAGNOSIS
IV.2. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan
mencari resiko untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula
dengan simptom yang ringan seperti dyspnea. Dengan obstruksi salur pernafasan
yang semakin memburuk, respiratory distress, termasuk retraksi, penggunaan otot
abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa berbicara satu atau dua kata bisa
ditemukan. V/Q mismatch mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan
hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan takikardia dan hipertensi. Peak flow rate
haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-anak yang kooperatif. Jika tidak
diberi pengobatan, obstruksi salur nafas yang lama dan usaha untuk bernafas yang
meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan cardiorespiratory
arrest.
Pemeriksaan umum
1. Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan
eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase ekspirasi
memanjang dengan wheezing bisa ditemukan.
2. Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen dapat dilihat.
3. Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan
ayat penuh.
4. Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia
memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya obstruksi
pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi. Kedua hipoksemia
dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan merupakan tanda akhir
dari respiratory compromise.
4. Adanya asidosis metabolik (pH kurang dari yang diperkirakan dari pCO 2),
disertai dengan gap anion menunjukkan pengiriman oksigen yang tidak memadai,
baik karena gangguan curah jantung atau hipoksemia. Ini mungkin terjadi karena
gabungan efek hipoksemia, kompromi miokard, dan peningkatan kerja pernapasan
dan kebutuhan oksigen dari otot-otot pernapasan.
F. Tes fungsi paru
G. Chest X-ray
1. Pemeriksaan rontgen dada harus diperoleh pada setiap pasien dengan status
asmatikus yang parah dalam hal untuk menentukan luasnya penyakit parenkim
yang terkait, setiap bukti ekstra-alveolar udara (pneumotoraks,
pneumomediastinum), dan untuk membedakan entitas penyakit lainnya. Pasien
yang memiliki penyakit yang lebih ringan mungkin tidak memerlukan CXR
tergantung pada ada atau tidaknya indikasi lain (yaitu,demam). Kecuali dalam
keadaan langka, setiap asma dianggap cukup sakit untuk menjamin PICU masuk
harus memiliki setidaknya dada masuk X-Ray.
2. Foto rontgen asma biasanya akan menunjukkan hiperinflasi dan atelektasis
bergaris-garis.
3. Infiltrat sering sulit untuk dibedakan dengan atelektasis. Mencari bukti
kehilangan volume yang ada jika terdapat atelektasis yang signifikan.
4. Jika benda asing dicurigai, menunjukkan filmsor inspirasi dan ekspirasi pada
foto decubitus bilateral.
4.4. Cara Penegakkan Diagnosis Asma Menurut GINA (2016)
2. Isu Pengobatan
Rekam medik pengobatan pasien dan tanya tentang efek samping
Perhatikan pasien menggunakan inhaler mereka, untuk memeriksa teknik
pemakaian mereka
Memiliki diskusi empatik terbuka tentang kepatuhan pasien
Periksa bahwa pasien memiliki rencana tindakan asma tertulis
Tanyakan pada pasien tentang sikap dan tujuan mereka untuk penyakit asma
mereka
Wanita hamil
Menanyakan pada semua wanita hamil dengan asma dan perencanaan
kehamilannya, dan menyarankan mereka tentang pentingnya pengobatan asma
untuk kesehatan ibu dan bayi.
Lansia
Asma mungkin sulit didiagnosis pada lansia, karena persepsi lansia yang buruk,
asumsi bahwa sesak nafas pada lansia itu normal terjadi dikarenakan kurangnya
kebugaran atau aktivitas yang berkurang. Asma juga mungkin sulit didiagnosis
pada lansia karena dapat membingungkan sesak nafas asma dengan sesak napas
karena kegagalan ventrikel kiri atau penyakit jantung iskemik. Jika pasien ada
riwayat merokok atau terpapar bahan bakar, COPD atau Asma-COPD Overlap
Syndrome (ACOS) harus dipertimbangkan.
PENATALAKSANAAN
Keparahan eksaserbasi?
Follow Up Setelah Kejadian Eksaserbasi
Eksaserbasi mewakili kegagalan dalam perawatan asma kronis dan memberikan
kesempatan untuk meninjau tindak lanjut manajemen pada pasien dengan asma.
Semua pasien harus difollow-up secara teratur oleh penyedia perawatan kesehatan
sampai gejala dan fungsi paru-paru kembali normal.
Hal-hal yang perlu difollow-up:
Pemahaman pasien tentang penyebab eksaserbasi
Memodifikasi faktor risiko untuk eksaserbasi, misalnya merokok
Memahami tujuan obat, dan teknik inhaler yang benar
Mereview dan merevisi rencana tindakan asma tertulis
Diskusikan penggunaan obat, seperti kepatuhan dengan ICS dan OCS, karena bisa
jatuh ke 50% dalam waktu seminggu setelah pengobatan deuberhentikan.
Program komprehensif pasca pemberhentian yang mencakup manajemen kontrol
yang optimal, teknik inhaler, pemantauan diri, rencana tindakan asma tertulis dan
review berkala yang hemat biaya berkaitan dengan peningkatan hasil yang
signifikan pada pasien asma.
Rujukan kepada ahli harus dipertimbangkan untuk pasien asma yang telah dirawat
di rumah sakit, atau yang kembali hadir untuk perawatan asma akut.