“PENYAKIT ASMA”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari dosen pengajar
maupun berbagai pihak sangat kami harapkan dalam rangka perbaikan makalah ini
ke depannya.
Penyusun
Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Asma
B. EtiologiAsma
C. Patofisiologi Asma
E. Gejala Asma
F. Diagnosis Asma
G. Klasifikasi Asma
BAB IIIKASUS
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia,Hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
SKRT1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4
diIndonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia
napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.Prevalensi
asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak
sekitar 10% pada usia sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah
pertama. Sedangkan menurut survey yang dilakukan oleh Mahasiswa Farmasi UHO
di Rumah Sakit Batramas data prevalensi yang dilakukan, sejak 3 tahun terakhir
(2014-2016) populasi asma pada anak usia 5-14 tahun untuk rawat jalan kian
meningkat. Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan
morbiditas karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah
sesuai.Seiring dengan perlunya mengetahui hubungan antara terapi yang baik dan
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi,
yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai. Meskipun
keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai. Seiring dengan
perlunya mengetahui hubungan antara terapi yang baik dan keefektifan terapetik,
Apoteker dalam hal ini dapat membantu penanganan penyakit asma dengan
B. Rumusan Masalah
diagnosis asma?
3. Apa saja klasifikasi asma?
C. Tujuan
diagnosis asma.
A. Defenisi Asma
Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak
menjadi enam kelompok yaitu bayi, anak, dewasa muda, dewasa menengah dan
dewasa yang lebih tua untuk usia lansia rata-rata, lansia (di bawah 1, l-14, 15-
24, 25-44, 45-64 dan 65+ tahun) (Department Of International Economic And
Kata asma (Asthma) berasal dari bahasa yunani yang berarti “terengah-
termasuk ada istilah asma kardiak dan asma bronkial (Ikawati, 2014).
berbagai sel dan elemen seluler berperan, terutama sel mast, eusinofil, leukosit
sesak, dan batuk-batuk yang terjadi utamanya pada malam hari atau dini
berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab
atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat
pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini
hari. Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas,
Asma yang terjadi pada anak-anak sangat erat kaitannya dengan alergi.
Kurang lebih 80% pasien asma memiliki riwayat alergi. Asma yang mucul
pada saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti : adanya
terhirup seperti debu, bulu binatang, dll, banyak dijumpai orang yang menderita
adalah anak-anak yang mengidap alergi dan memiliki keluarga dengan riwayat
asma.
Beberapa faktor risiko terjadinya asma dapat dibagi menjadi dua, yaitu
yang terlibat pada pathogenenesis asma berfokus pada 4 area besar, yaitu :
individu terhadap alergi atau asma sampai sekarang masih berjalan dan belum
mana kelebihan berat badan dan obesitas meningkatkan risiko terjadinya asma
sampai 50%, baik pada pria maupun wanita. jenis kelamin merupakan faktor
resiko berikutnya, dimana jenis kelamin pria merupakan faktor risiko pada
anak-anak. Pada anak-anak dibawah umur 14 tahun. Pravalensi asma pada anak
laki-laki hampir dua kali lipat dari pada anak perempuan. Namun demikian
pada usia dewasa. Kejadian asma lebih banyak pada wanita daripada pada pria.
rokok, dan polusi udara, baik di dalam maupun diluar ruangan. Selain itu, ada
C. Patofisiologi Asma
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit
utama pada saat itu adalah suatu brokodilator, seperti beta agonis dan golongan
metil ksantin saja. Namun, para ahli mengemukakan konsep baru yang
yang berlebihan.
pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergik dan asma intrinsik atau
keluarga dengan riwayat penyakir alergi (baik ekstrim, ytikuria atau hay fever).
Asma intrinsik mengacu pada asma yang disebabka karena faktor di luar
faktor yang dpa memiu terjadinya asma antara lain : udara dingin, obat-obatan,
stress, dan olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal
saluran afas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons
inflamasi pada umumnya sama, yaitu terjadinya eosinofil dan limfosit serta
permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita
asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma, secara
berisi sel-sel epiteal yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu, terlihat
adanya lapisan subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir
di sepanjang saluran nafas. Dari trakea sampai ujung bronkiolus. Juga terjadi
mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran nafas. Sel-sel inflamasi utama
yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara
lain adalah mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama
dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memivu
pelepasan berbagai senyawa alergen dari sel mast yang merupakan mediator
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologis asma terutama adalah sel
Sel mast. Sel ini sudah lama dikaitka dengan penyakit asma dan alergi,
asma dan alergi, berbagai mediator tersebut antara lain adlah histamin, yang
disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan dilepaskan secara cepat ketika
disintesisdalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi fase
lambat. Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen IgE yang
telah melekat pada reseptornya (FC1 Reseptor) dipermukaan sel mast. Adanya
Sel mast terdapat pada lapisan epitelial maupun subepitelial saluran napas,
mengindikasikan bahwa sel ini terlibat dalam patofisiologis asma. Selain itu,
pada pasien asma juga peningkatan kadar histamin dan triptase pada cairan
bronkoalveolarnya, yang diduga kuat berasal dari sel mast yang terdegranulasi.
Beberapa obat telah dikembangkan untuk menstabilkan sel mast agar tidak
mudah terdegranulasi. Peran sel mast pada reaksi alergi fase lambat masih
belum diketahui pasti. Namun, sel mast juga mengandung faktor kemotaktik
biopsi bronkial pasien asma. Selain iitu, sel-sel limfosit juga di jumpai pada
cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat. Limfosit sendiri
terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan Limfosi B. Limfosit T masih terbagi
lagi menjadi dua subtipe th1 dan th2 ( t helper 1 dan T helper 2). Sel Th2
inflasi sehingga disebut sitokin proinflmasi, seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan
Terhadap patogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja mengaktivasi
sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menempel pada sel-
kaitan yang erat antara keparahan asma dengan keberadaan eosinofil di saluran
nafas yang terinflamasi, sehingga inflamasi pada asma atau alergi sering
granul seperti : major basic portein (MBP), eosinophil Perooxidase (EPO), dan
sel mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan kontaksi otot polos
saluran nafas. Selain itu, beberapa produk eosinofil seperti LTC4, PAF
Keparahan Asma.
Ada dua fase gejala asma, yaitu gejala fase akut dan gejala fase lambat.
Gejala fase akut terjadi dalam hitungan menit dan berakhir setekah beberapa
jam, dimana pada saat itu terjadi interaksi antar alergen dengan makrofag. Pada
saat ini juga terjadi up-regulasi sel limfosit T yang akan memproduksi berbagai
interleukin. Respon yang terjadi pada fase akut adalah bronkokonstriksi. Fase
lambat terjadi dalam 2-6 jam dan berakhir kurang lebih setelah 12 – 24 jam.
asma.
serangan asma lebih banyak dilakukan oleh faktor lain seperti penggunaan obat
seperti aspirin, AINS, dan golongan beta bloker, adanya iritan kimiawi,
penyakit paru obstruksi kronis, udara kering, stres yang berlebihan dan
olahraga. Mekanismenya bukan melalui sel mast, tetapi melalui stimulasi pada
iritan dan mediator inflamasi merupakan konsekuensi dari adanya cedera pada
membran dasar dan seposisi kolagen pada dinding bronkial. Perubahan ini
dapat menyebabkan sumbatan pada saluran nafas secara kronis seperti yang
asma pada anak adalah jenis kelamin laki-laki, riwayat pemberian ASI secara
peliharaan. Risiko anak mengalami asma jika salah satu orang tua menderita
asma sebesar 25% dan jika kedua orang tua menderita asma maka risiko asma
pada anak akan meningkat menjadi 50%. Paparan hewan peliharaan merupakan
salah faktor risiko yang telah terbukti sebagai pencetus asma dari beberapa
alergi
hipereaktifitas bronkus
jenis kelamin
ras/etnik
asma menetap.
c. asap rokok
f. diet
g. status sosioekonomi
h. besarnya keluarga
i. obesitas
c. infeksi pernapasan
e. perubahan cuaca
i. asap rokok
E. Gejala Asma
b. sesak napas
napasnya
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
Kesadaran menurun
F. Diagnosis Asma
fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi
pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar
mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting
adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau
merupakan bukti objektif yang perlu untuk diagnosis asma, termasuk untuk asma
pada anak.
2. Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP)
dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat
yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari
nilai VEP1< 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.Selain itu, dengan
atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan
sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF
meter fungsiparu yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :Penuntun
sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun
meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan
(inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang
Cara pemeriksaan variabilitas APE. Pada pagi hari diukur APE untuk
mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
dibagi lagi menjadi 3, yaitu persisten ringan, persisten sedang, dan persisten
IV. Persisten Berat Siang hari terus menerus ada Variabilitas APE >
gejala 30%
Setiap malam hari sering VEP1 < 60% nilai
timbul gejala prediksi
Aktifitas fisik terbatas APE < 60% nilai
Sering timbul serangan terbaik
Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan derajat keparahan
1. Tujuan Terapi
hidup yang normal dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejala. Beberapa
1. Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu, seperti batuk, sesak
nafas
4. Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, sekolah, olah raga, dll)
samping
terkontrol bila :
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20 %
2. Strategi Terapi
pada pasien atau yang merawat mengenai bebrbagai hal tentang asma, dan
kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan antara lain adalah debu, polusi,
skin test). Jika penyebab serangan sudah diidentifikasi, pasien perlu di edukasi
mengenai berbagai cara mencegah dan mengatasi diri dalam serangan asma.
keparahan gejala, cara penggunaan obat yang tepat terutama taknik inhalasi
yang benar, dan bagaimana memonitor fungsi paru-parunya. Selain itu juga
dapat dilakukan fisioterapi napas (senam asma), vibrasi dan atau perkusi
penggunaannya, maka obat asma terbagi dalam dua golongan yaitu pengobatan
jangka panjang untuk mengontrol gejala asma, dan pengobatan cepat (quick-
relief medication) untuk mengatasi serangan akut asma. Beberapa obat yang
digunakan untuk pengobatan jangka panjang antara lain inhalasi steroid, beta-
oral (sistemik). Obat-obat asma dapat dijumpai dalam bentuk oral, larutan
dilihat pada gambar dibawah untuk serangan yang terjadi dirumah. Kontrol
terhadap gejala asma harus dicapai secepat mungkin. Untuk itu, pengobatan
dapat dimulai pada tahap yang paling tepat terhadap keparahan gejalanya.
Nilaikeparahan
Catat gejala dan tanda, derajat batuk, sesak napas, mengi dan
sesak didada berkotrelasi denga keparahan eksaserbasi.
Penggunaan otot-otot perut untuk bernafas menujukkan adanya
eksaserbasi berat.
Pengatasan awal
Serangan dikatakan berat dan perlu segera mendapat perawatan medis jika:
pasien tidak dapat bernafas dalam keadaan istrahat, badan sampai membungkuk
kedepan, tidak dapat berkata-kata, hanya bisa berkata sepatah-sepatah dan tidak
bisa membentuk satu kalimat utuh (seperti bayi, dia berhenti menyusu), terlihat
pasien kelelahan
Pasien yang mendapat serangan akut asma dan dirawat di RS, perlu mendapat
Assesment awal
Respon baik
Respon parsial Respon buruk
-FEV1 atau PEF > 70%
- FEV1 atau PEF > 50% FEV1 atau PEF < 50%
-respon bertahan sampai 60
tetapi < 70% PCO2> atau sama dengan
min setelah pengobatan
42 mm Hg
terakhir
-uji fisik: gejala berat,
-tidak ada stress/tekanan
lemah/lesu, bingung
-uji fisik:normal
Keputusan individual
Dirawat di RS atau
pulang Masuk ke ICU RS
Boleh pulang dirumah Inhalasi beta2-agonis
Dirawat di RS setiap jam atau
-lanjutkan pengobatan
-inhalasi beta2- kontinyu+inhalasi
dengan inhalasi beta2-
agonis+inhalasi antikolinergik antikolinergik
agonis
-kortikosteroid sistemik (oral Kkortikosteroid iv
-lanjutkan kur
atau intravena) Oksigen
kortikosteroid sistemik oral
-oksigen Mungkin perlu intubasi
-edukasi pasien
-monitor FEV1 atau PEF O2 dan ventilasi mekanik
Pulang kerumah
Dibawah ini disajikan tabel dosis obat-obat yang dapat digunakan untuk
serangan akut asma.
Tabel 3. Dosis obat yang digunakan pada serangan asma akut
Dosis
Nama obat < atau sama dengan 6
>6 tahun keatas
tahun
Inhalasi beta agonis
0,15 mg/kg setiap 20 min
2,5-5 mg setiap 20 min
untuk 3 kali, lalu 0,15-0,5
untuk 3 kali, lalu 2,5-10
mg/kg sampai 10 mg
Salbutamol (5 mg/mL) mg setiap 1-4 jam jika
setiap 1-4 jam jika perlu,
perlu atau 10-15 mg/jam
atau 0,5/kg/jam dengan
kontinyu
nebulisasi kontinyu
4-8 semprot setiap 30 4-8 semprot setiap 20 min
Salbutamol MDI (90
min sampai 4 jam, lalu untuk 3 kali, lalu setiap 1-
mcg/semprot)
setiap 1-4 jam jika perlu 4 jam jika perlu
Beta-agonis sistemik
0,3-0,5 mg setiap 20 min 0,01 mg/kg sampai 0,5
Epinefrin 1:1000 (1
untuk 3 kali secara mg setiap 20 min untuk 3
mg/ml)
subkutan kali secara subkutan
Kortikosteroid
60-80 mg dalam 3-4
1 mg/kg setiap 6 jam
Prednison, dosis terbagi untuk 48
selama 48 jam, lalu 1-2
metilprednisolon,prednis jam, lalu 30-40 mg/hari
mg/kg/hari dalam 2 dosis
olon sampai PEF mencapai
terbagi sampai PEF 70%
70%
a) Penatalaksanaan asma kronis (terapi pemeliharaan )
klinik, disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada panduan NAEPP tahun 2007,
pendekatan stepwise dibedakan dalam 3 kategori umur, yaitu umur 0-4 tahu,
umur 5-11 tahun dan umur > atau samadengan 12 th-dewasa. Pada panduan
NAEPP tahun 2007 terdapat 6 step pendekatan, yang pada prinsipnya jika
(step up). Pendekatan stepwise pada setiap kategori umur disajikan pada
Beta agonis aksi pendek digunakan jika perlu untuk mengatasi gejala. Intensitas
pengobatan tergantung pada keparahan gejala, sampai 3 kali pemberian setiap interval
20 menit jika diperlukan
-perhatian:penggunaan beta agonis yang meningkat atau atau >2 hari dalam seminggu
menunjukkan gejala yang kurang terkontrol dan perlu meningkatkan tahap terapi
Pada asma yang ringan dan persisten atau yang lebih parah pada anak-
kortikosteroid, terutama jika dosis rendah cukup aman bagi anak-anak. Namun
c) Inhalasi kortikosteroid
sangat lipofilik dan masuk secara cepat ke sel target disaluran nafas dan
transkripsi dan memicu berbagai respon biologis. Antara lain, steroid inhalasi
dapat mengurangi jumlah eosinophil yang berada dalam sirkulasi dan jumlah
sel mast disaluran pernafasan dan meningkatkan jumlah reseptor adrenergik β2.
Sterid juga men-down regulasi ekspresi gen untuk sintsis berbagai sitokin,
terendah, yaitu : 2-4 hirupan sebanyak 2-4 kali sehari. Efek terbaik inhalasi
steroid dapat dicapai pada orang dewasa pada dosis relatif rendah, yaitu yang
ekivalen dengan 400 µg budesonide. Kurva dosis respon pada terapi inhalasi
kortikosteroid akan mendatar (flat) pada banyak pengukuran pada dosis rendah
dalam hal respon terapi terhadap inhalasi steroid, sehingga sebagian pasien
dengan alat yang berbeda. Steroid inhalai ada yang tersedia dalam bentuk
dosis rendah atau sedang, daripada menggunakan inhalasi steroid dosis tinggi.
Steroid inhalasi tidak direkomendasikan untuk serangan akut dan harus
diberikan pada anak-anak balita dengan suatu spacer atau masker jika obat-obat
penstabil sel mast tidak efektif. Obat steroid inhalasi umumnya dapat
lagi dengan baik. Efek sampingnya minimal dan dapat diminimalkan lagi
sering terjadi adalah kandidiasis orofaringeal, disfonia, serak dan batuk, sakit
kepala. Sebagian besar reaksi samping ini tergantungdosis dan dapat dikurangi
kortikosteroid topical, namun memiliki efek samping sistemik yang lebih besar.
glaucoma, penipisan kulit, dan kelemahan otot. Karena itu bentuk sistemik ini
atau pada kondisi berat seperti status asmatikus. Setelah serangan akut teratasi
(mencapai 50% FEV, yang biasanya dicapai dalam 48 jam pertama), dosis
risiko osteoporosis.
golongan β2 terbagi menjadi obat aksi pendek dan aksi panjang. Obat-obat aksi
pendek bekerja dengan cepat, namun aksinya tidak bertahan lama. Umumnya
aksi panjang umumnya aksinya bisa bertahan sampai 12 jam, tetapi onsetnya
lambat , sehingga tidak tepat untuk pengobatan serangan akut. Contoh obat β-
Karena obat golongan β2 agonis ini masih bisa berikatan denagan reseptor β1
kardiovaskuler. Karena itu, obat-obat ini perlu diberikan dengan hati-hati pada
sebaiknya tidak digunakan secara tunggal pada asma karena tidak berefek terhadap
inflamasi saluran napas. Obat-obat ini paling efektif jika digunakan dalam
µg (seretide), dan terutama dipakai sebagai terapi pemeliharaan. Dibawah ini adalah
tetapi ada sedikit perbedaan farmakologis, yaitu bahwa farmoterol memiliki onset
yang lebih cepat dari pada salmeterol, yang membuat farmoterol juga mungkin
yang lebih sedikit dari pada pemberiaan per-oral, meliputi takikardi, tremor otot
lain, antidepresan trisiklik, dan inhibitor MAO, dan aksinya diantagonis oleh
Obat B-agonis tersedia dalam berbagai bentuk sediaan yaitu oral, intravena,
inhalasi, nebulizer, dan MDI degan suatu spacer oleh tenaga yang trampil. Jika
sudah membaik, dosis dapat diturunkan sesuai dengan kondisi pasien. Obat ini juga
Oral
Salbutamol 4 mg, 3-4 x sehari, maks 8 < 2 th : 200 ug/ kg 4 x
mg sehari
2-6 th : 1-2 mg 3-4 x
sehari
6-12 th: 2 mg 3-4 x sehari
< 3 th : ½ sendok takaran,
2-3 x sehari
2,5 mg 3 x sehari, bias 3-7 th : ½- 1 sendok
Terbutalin dinaikan sampai 5 m 3x takaran (1,25mg ), 2-3 x
sehari sehari 7-15 th : 1-2
sendok takaran (2,5 mg),
2 x sehari
12-24 ug, 2 kali sehari,
Eformotrol
maks 48 ug
e) Antikolinergik
pada serangan akut asma, dan ia siberikan dalam kombinasi dengan B-agonis
saja. Pada pasien anak dan dewasa, penggunaan impatropium bromide dosis
ganda ayang ditmbahkan pada terapi awal juga mengurangi lama rawat di RS
Ipratropium bromide adalah suatu senyawa amina kuertener yang sulit diabsorpsi
menggunakan nebulizer harus hati-hati karena jika ada yang mengenai mata,
yang selama ini diindikasikan untuk terapi pemeliharaan pada penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK). Satu studi klinik melaporkan bahwa tiotropium
bromide dapat digunakan untuk terapi step up pada pasien asma yang tidak
terkontrol , sebagai alternative dari penggunaan inhalasi steroid dosis tinggi atau
kombinasi steroid dengan LABA. Namun karena studi ini baru dilakukan pada
kalsium kedalam sel mast. Diketahui bahwa peningkatan kalsium intrasel sangat
inflamasi lainya dari sel mast. Dengan mencegh masuknya kalsium, maka obat
klorida. Obat ini utamanya berguna untuk mencegah bronkospasma yang dipicu
Dosis yang direkomendasikan adalah 2-4 inhalasi 3-4 kali sehari. Obat
ini lebih tepat digunakan sebagai profilaksis jangka panjang, dan tidak tepat
hanya efektif dalam bentuk inhalasi. Konsentrasi obat dalam plasma terlihat
kurang lebih 15 menit setelah inhalasi, waktu paruhnya 45-100 menit. Untuk
pengobataan jangka panjang, perlu waktu 1-2 minggu untuk mencapai efektivitas
nya. Beberapa efek sampingobat ini antara lain sakit kepala, iritasi nasal,
asma dengan lebih baik dibandingkan placebo pada beberapa ii klinik dan
hasil uji klinik ini, bersama dengan profil keaamanya yang baik, mendukung
kromolin ini dalam memperbaiki outcome terapi asma masih dibawah golongan
kortikosteroid.
g) Modifier leukotriene
Pada tahun 1980, suatu senyawa kimia yang saat itu dinamakan slow-
saat ini dikenal dengan nama leukotriene. Dinamakan demikia karena molekul
induknya awalnya diisolasi dari leukosit (sel darah putih), dan kerangka
karbonya memiliki tiga seri ikatan rangkap, membentuk suatu senyawa triena.
A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4. Leukotrien A4 bersifat tidak stabil
dan segera diubah menjadi LTC 4 atau LTB4. Leukotrien A4 diubah menjadi
LTC4 didalam sel mast, eosinophil, dan makrofag paru dengan bantuan enzim
leukotriene c4 sintase. LTC4 yag terbentuk kemidian akan keluar dari sel melalui
suatu trasporter. Di luar sel, LTC4 akan berubah menjadi LTD4 dan seterusnya
diubah lagi menjadi LTE4. LTC 4 dan LTD 4 adalah bronkokonstriktor yang
poten, jauh lebih poten dari histamin, sedangkan LTB4 merupkan kemotaktik
adalah zileuton. Secara klinis, obat-obat ini terbukti mengurangi gejala asma,
meningkatkan fungsi paru-paru, dan mencegah serangan akut asma. Ia juga dapat
lain gangguaan gastrointestinal, sakit kepala, demam, malgia, reaksi alergi kulit,
meningkatkan enzim hati, dan infeksi saluran nafas atas. S elain itu, secara
dengan adanya riwayat asma, sering diikuti rintis atau sinusitis, dan terjadinya
zileuton terbukti dapat mengontrol asma lebih efektif dibandingkan placebo dan
h) Metil ksantin
Obat golongan metil ksantin yang utama adalah teofilin, teobromin, dan
kafein, tetapi yang paling banyak digunakan dalam terapi asma adalah teofilin
yang lebih poten dan aman. Dalam panduan NAEPP 2007, teofilin bentuk
pemeliharaan asma persisten sedang, dan dapat digunakan sebagai terapi tambahan
sehingga kadar siklik AMP intrasel meningkat. Hal ini akan merelaksasi otot polos
bronkus, dan mencegah pelepasan mediator alergi seperti histamin dan leukotrien
dari sel mast. Selain itu, metilksantin juga mengantagonis bronkokonstriksi yang
Disisi lain, obat golongan metil ksantin memiliki efek pada sistem saraf dan
asma. Selain itu, teofilin juga dapat berinteraksi dengan banyak obat lain (lihat tabel
6-9), sehingga kurang aman diberikan pada pasien lanjut usia, maupun wanita
hamil.
i) Anti-IgE (Imunoglobulin E)
omalizumab terbatas pada pasien dengan peningkatan serum IgE, dan pasien
dengan asma alergi yang berat yang tidak terkontrol dengan inhalasi steroid.
Obat ini dapat diberikan secara subkutan setiap 2-4 minggu, tergantung pada
terkait obat yang dapat timbul pada tahapan berikut (Depkes RI, 2007) :
dalam pemilihan obat yang tepat berdasarkan kondisi pasien yang diperoleh dari
b) Implementasi Pengobatan
apabila diperlukan.
4) Pemberian obat asma dapat dilakukan secara oral, parenteral dan inhalasi
digunakan dan cara penggunaan yang tepat, seperti nama obat, dosis,
9) Sedapat mungkin kurangi atau singkirkan agen pemicu asma dari lingkungan
sekitar
10) Gunakan saringa udara atau air ionizers untuk membantu membersihkan
11) Bersihkan rumah secara rutin, terutama pada area tempat berkumpulnya
tungau.
12) Jika timbul serangan asma, instruksikan anak untuk segera beristirahat dan
13) Hindari pemaparan dengan asap rokok, udara kotor, debu dan asap.
14) Beritahu orang tua anak bahwa cara terbaik untuk menghindari timbulnya
PENUTUP
A. Kesimpulan
pernafasan dimana berbagai sel dan elemen seluler berperan, terutama sel
mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran nafas. Sel-sel inflamasi utama
yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara
dibagi lagi menjadi 3, yaitu persisten ringan, persisten sedang, dan persisten
berat.
4. Cara pengobatan asma yaitu dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan
nonfarmakologi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta: Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Mangguang, Masrizal Dt. 2016. Faktor Risiko Kejadian Asma Pada Anak Di Kota
Padang. Arc. Com. Health. Vol. 3 No. 1 : 1 – 7.