Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit yang disebabkan karena adanya inflamasi (peradangan)

kronis pada saluran pernafasan, yang belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain adalah infeksi saluran

pernafasan, alergen (debu, bulu hewan, serbuk sari, dll), kondisi lingkungan (udara

dingin, asap rokok), stress, olahraga berat, obat (aspirin,nsaids,) (Email, n.d. 2019)

Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan

yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan

sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami

gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua

golongan usia, baik muda atau tua. Asma bronkial (dalam bahasa inggris asthma

bronchiale) adalah nama untuk suatu kondisi dimana paru-paru (rongga bronkhial)

menjadi meradang dan menjelaskan sebuah keadaan kronis pada saluran pernafasan

(Email, n.d. 2019)

Beberapa gejala umum asma bronkial termasuk sesak nafas, mengi (suara

berderak-derak ketika menghembuskan napas), batuk kering dan perasaan ketat pada

dada. Gejala ini sering memburuk selama tidur. Serangan asma adalah suatu perburukan

1
akut dari gejala tersebut dan pada kasus berat, serangan bisa mengancam jiwa sebab

onset sering tiba-tiba dan tanpa peringatan. Estimasi populasi dunia yang menderita

asma bronkial sekitar 7%. Penyakit Asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama

yang tinggal di daerah perkotaan dan industri. Kejadian Asma hampir meningkat

diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia

(Email, n.d. 2019)

Asma ialah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas sangat mudah

bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manisfestasi berupa

serangan asma. Asma ditandai oleh adanya 3 kelainan yakni konstruksi otot bronkus,

inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret di jalan napas. Pada stadium permulaan

serangan terlihat mukosa pucat, terdapat adema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus

menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, inflitrasi sel eosinofil

dalam sekret di dalam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau

menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin

basal, hyperplasia serat elasin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada

serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh

mukus yang kental (Widians & Hidayati 2016)

Menurut World Health Organization (WHO) menunjukkan sebanyak 300 juta

orang di dunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit

asma dan 80% terdapat di negara berkembang. Jumlah ini diprediksi meningkat hingga

400 juta pada tahun 2025. Prevalensi asma pada anak sebesar 8-10% dan pada orang

dewasa 3-5%. Jumlah ini lebih besar meningkat asma merupakan penyakit

2
underdiagnosed, buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat

diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma (Cideres & Majalengka,

2019)

Penyakit asma di indonesia masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan

kematian. Pravalensi penyakit asma di Indonesia meningkat dari 5,2% tahun 2009

menjadi 6,4% tahun 2010. Tahun 2015, pravalensi asma di seluruh Indonesia 13 per

1.000 kelahiran hidup, dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 kelahiran hidup dan

obstruksi paru 2 per 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2016 prevalensi asma

mencapai 13,5/1.000 kelahiran hidup (Cideres & Majalengka 2019)

Masih tingginya prevalensi penyakit asma menunjukan bahwa pengelolaan

asma belum berhasil. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu adanya

kekurangan dalam hal pengetahuan tentang asma, kelaziman melakukan diagnosis yang

lengkap atau evaluasi sebelum terapi, sistematika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya

pencegahan dan penyuluhan, serta pengelolaan asma. Untuk pengelolaan asma yang

baik, hal-hal tersebut diatas harus dipahami dan dicarikan pemecahannya

Dampak penyakit asma bervariasi tergantung dari faktor penyebab asma itu

sendiri ada yang bisa menyebabkan sesak nafas, batuk kronis, mudah lelah bahkan

kematian. Mengingat hal tersebut pengelolaan asma yang baik haruslah dilakukan pada

saat dini dengan berbagai tindakan pencegahan agar penderita tidak mengalami

serangan. Pada saat ini, hal tersebut masih jauh dari kenyataan. Penyakit asma yang

terus menerus dalam jangka waktu yang lama tidak mendapatkan penanganan dapat

3
mengakibatkan seseorang akan sulit bernafas bahkan dapat mengakibatkan kematian

(Cideres & Majalengka 2019)

Berdasarkan data diatas Kejadian asma pada anak adalah udara dingin, flu dan

infeksi, kelelahan, debu, dan asap rokok, orang tua harus mendorong anak untuk

bergaya hidup sehat agar anak terhindar dari serangan asma. kejadian asma pada anak

disebabkan oleh riwayat asma pada orangtua, faktor lingkungan, paparan asap rokok di

dalam rumah, jenis lantai, dinding, plafon, penerangan, penggunaan bahan bakar untuk

memasak dan pembuangan sampah) serta perilaku merokok anak dan orangtua. Riwayat

asma pada orang- tua dibagi menjadi orangtua menderita asma, salah satu menderita

asma, dan keduanya tidak menderita asma. Faktor lingkungan dikategorikan menjadi

tidak baik dan baik. Perilaku yang turut diteliti dalam studi ini adalah perilaku merokok

anak dan orangtua. Perilaku merokok dikategorikan menjadi perokok aktif, mantan

perokok, dan tidak pernah merokok (Dharmayanti et al., n.d. 2017)

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI)

jumlah anak yang mengalami batuk atau mengalami susah bernafas sebanyak 5.826163

orang. Kasus terbanyak terdapat pada provinsi jawa barat sebanyak 1.008.795 orang,

sedangkan provinsi papua sebanyak 810 orang. Sedangkan untuk provinsi sumatra

selatan jumlah anak yang menderita batuk atau susah bernafas sebanyak 211.491 orang

(Heryani, Heni, Elis Noviati, 2019)

4
Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota palembang jumlah penderita batuk atau

susah bernafas tahun 2017 sebanyak 300 kasus, dan di tahun 2018 sebanyak 310 kasus,

dan di tahun 2020 sebanyak 400 ksus (Dinkes Kota Palembang 2019)

Berdasarkan data Rumah Sakit AK. Gani Palembang jumlah penderita asma

tahun 2018 sebanyak 325 orang. Sedangkan jumlah pasien asma pada anak sebanyak 82

orang. Jumlah penderita asma tahun 2019 sebanyak 287 orang. Sedangkan jumlah

penderita asma pada anak sebanyak 103 orang. Dan jumlah penderita asma tahun 2020

sebanyak 308 orang. Sedangkan penderita asma pada anak sebanyak 108 orang

Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk menyusun sebuah “Asuhan

Keperawatan pada An. A. Dengan Asma Bronkial di rumah sakit Tingkat II Dr.

AK. Gani Palembang 2021”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada An.A dengan Asma

bronkial di Rumah Sakit Tingkat II Dr. AK. Gani Palembang 2021 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada An.A dengan Asma serta

memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan proses dan asuhan keperawatan pada

anak dengan asma di rumah sakit tingkat ll Dr. ak. Gani palembang 2021

5
1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada An.A , penulis mampu :

1. Memahami tentang konsep Asuhan Keperawatan pada anak dengan asma

bronkial

2. Melakukan pengkajian pada anak dengan asma

3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan asma

4. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada anak dengan asma

5. Mampu melaksanakan implementasi pada anak dengan asma

6. Mampu melakukan evaluasi pada anak dengan asma

7. Melakukan pendokumentasian pada anak dengan asma

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menambah manfaat ilmu

pengetahuan dan teknologi dapat disajikan sebagai referensi dalam asuhan keperawatan

pada An.A dengan asma di rumah sakit tingkat ll Dr. AK. Gani palembang 2021

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan para perawat

praktisi dan perawat edukasi asma dalam mengaplikasikan asuhan keprawatan secara

holistik, berkolaborasi dengan pasien dan tim kesehatan lainnya melakukan edukasi

6
dengan promosi kesehatan dalam tahap asuhan keperawatan pada klien dengan asma di

rumah sakit tingkat ll Dr. AK. Gani palembang 2021

7
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Asma

2.1.1 Definisi

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang melibatkan

banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan lain-lain. Inflasi kronik

ini berhubungan dengan hiper responsif jalan nafas yang menimbulkan episode berulang

dari mengi (wheezing), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam

dan pagi dini hari, kejadian ini biasanya ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang

bersifat reversible baik secara spontan atau dengan pengobatan. Asma merupakan

masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga dinegara

berkembang, penyakit asma adalah penyakit paru berupa proses peradangan disaluran

napas yang mengakibatkan hiper respon saluran napas terhadap berbagai macam

rangsangan yang dapat menyebabkan penyempitan saluran napas yang menyeluruh

sehingga dapat timbul sesak napas yang reversible baik secara spontan maupun dengan

terapi (Setiawan & Syafriati 2020)

Penyakit asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, obat-obatan

yang ada hanya berfungsi untuk menekan gejala kekambuhannya saja seperti batuk,

bunyi nafas mengi, terjadi penyempitan pada rongga dada, nafas cenderung pendek,

mudah lelah setelah berolahraga dan mengalami kesulitan untuk tidur akibat batuk dan

8
kesulitan nafas. Serangan asma yang dialami oleh individu dapat disebabkan oleh tiga

faktor pemicu menurut Davidson, Neale, dan King yaitu alergen, infeksi dan psikologis.

Faktor pemicu yang disebabkan oleh faktor psikologi terjadi saat individu merasa

frustasi, depresi, cemas yang berlebihan, dan tidak dapat menerima keadaan diri (Pada

et al., n.d 2018)

Asma dapat timbul di segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1

tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul

sebelum umur 4-5 tahun. Penyakit ini dapat menyerang semua usia tetapi paling sering

terjadi pada anak. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, tetapi

dapat bersifat menetap bahkan dapat mengganggu aktivitas sehari- hari. Penyebab

serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergan, virus dan

iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Faktor resiko asma yang

mempengaruhi perkembangan dan ekspresi asma terdiri dari faktor internal dan

eksternal, dimana untuk faktor internal seperti genetik, obesitas, jenis kelamin, usia,

aktivitas fisik. Sedangkan faktor eksternal sepertia alergan, asap rokok, obat-obatan, dan

infeksi virus di saluran pernapasan (Rawat et al., n.d 2018)

Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :

1) Asma bronkial

Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan

dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab

alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa

9
datang secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul

lantaranadanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan

bagian bawah. Penyempitan iniakibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,

pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang

berlebihan

2) Asma kardial

Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial

biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini

disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat penderita

sedang tidur

2.1.2 Etiologi Asma

Asma merupakan penyakit heterogen yang biasanya ditandai dengan peradangan

pada saluran napas yang bersifat kronik dengan ditemukannya riwayat gejala

pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk. Asma juga merupakan

masalah kesehatan dunia yang serius yang memengaruhi semua kelompok usia, mulai

dari anak-anak sampai dengan dewasa yang memiliki banyak dampak buruk baik

terhadap pasien sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Asma merupakan penyakit

kronis yang terjadi pada saluran pernapasan yang ditandai dengan variasi luas dalam

waktu pendek terhambatnya aliran udara dalam saluran nafas paru yang bermanifestasi

sebagai serangan batuk berulang atau mengi (bengek/wheezing) dan sesak napas

biasanya pada malam hari. Sementara menurut Global Initiatif for Asthma atau GINA,

asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang berhubungan dengan

10
dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang

(wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea,

dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (Cideres & Majalengka 2019)

Adapun faktor penyebab asma kekambuhan asma adalah latihan berlebih atau

alergi terhadap binatang berbulu, debu, jamur, polusi, asap rokok, infeksi virus, asap,

parfum, jenis makanan tertentu ( terutama zat yang ditambahkan kedalam makanan ).

Kekambuhan penyakit asma bronkial dapat diatasi dengan melakukan pencegahan

dengan Penghindaran terhadap makanan-makanan yang mempunyai tingkat alergi

tinggi. Orang tua terutama ibu dianjurkan tidak merokok untuk mencegah infeksi

saluran napas. Tindakan pencegahan pada anak yang telah terkena, misalnya dengan

menghindarkan factor pencetus, alergen makanan, bahan yang dihirup, bahaniritan,

infeksi virus/bacterial, hindari latihan fisik berat, perubahan cuaca dan emosi sebagai

factor pencetus. Penggunaan obat-obatan untuk mengurangi serangan asma. Alergi pada

makanan tertentu sangat umum pada penderita asma. Sistem pencernaan menyerap

partikel- partikel protein penyebab alergi dalam jumlah besar. Namun alergi makanan

ini juga umumya akan hilang ketika beranjak dewasa. Bahan makanan yang dapat

menyababkan serangan asma seperti susu, gandum, kedelai, telur, kacang-kacangan dan

ikan. Sehingga perlu dibiasakan membaca label kemasan makanan (Kurniasari &

Makanan 2017)

Penyebab asma pada anak, anak memiliki alergi terhadap hal tertentu seperti

makanan, debu, atau lingkungan berpolusi. Punya sejarah di keluarga yang memiliki

riwayat penyakit asma, infeksi saluran pernapasan, berat badan rendah saat lahir.

11
2.1.3 Klasifikasi Asma

Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang

digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika pasien

telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu dipahami adalah

bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah dari waktu-waktu,

dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun (GINA,2015) Adapun klasifikasinya

adalah sebagai berikut :

1. Asma Ringan

Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2, yaitu

terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas

rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau

kromon

2. Asma Sedang

Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan obat

pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist (LABA)

3. Asma Berat

Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan obat

pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist (LABA)

untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah

mendapat terapi

12
Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma yang

tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang tepat, kurangnya

kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada komorbiditas. Asma yang tidak

terkontrol relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk

pada kondisi asma yang walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit

mencapai kontrol yang baik

13
2.1.4 Pathway

Pencetus serangan (allergen,emosi/stress


Obat-obatan, dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibody

Dikeluarkannya substansi vasoaktif


(histamine, bradikidin dan anafilaktosin)

Kontraksi otot polos Permiabilitas kapiler sekresi mucus

bronkopasme bronkopasme produksi mucus


edemma mukosa bertambah
hipersekresi

ketidakefektifan
bersihan jalan nafas obstruksi saluran nafas
ketidakseimbangan nutrisi
kurang
dari kebutuhan (produksi
secret)
hipoventilasi
distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi
darah paru-paru gangguan difusi gas di alveoli

kerusakan
pertukaran gas
Hipoksemia
hiperkapnia

gangguan pola gelisah


tidur

Diagram 2.1 skema pathway asma bronkial, Marni (2016)

14
2.1.5 Manifestasi Klinis

Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan

gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :

1. Stadium dini

Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

c. Wheezing belum ada

d. Belum ada kelainana bentuk thorak

e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE

f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :

a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

b. Wheezing

c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

d. Penurunan tekanan parial O2

2. Stadium lanjut/kronik

a. Batuk, ronchi

b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan

c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

15
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)

e. Thorak seperti barel chest

f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

g. Sianosis h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 % i. Ro paru

terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri

j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik Bising

Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk produktif,

sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang

(Kurniasari & Makanan 2017)

2.1.6 Patofisiologi

Berikut ini merupakan patofisiologi asma bronkial menurut (Rukmi et al 2019) sebagai

berikut:

a) Hiperresponsivitas saluran napas

Ciri penting asma adalah tingginya respons bronkokonstriktor terhadap

berbagai macam stimulan. Hiperresponsivitas saluran napas merupakan

penyebab utama timbulnya gejala klinis seperti terjadinya mengi dan dispnea

setelah terpapar oleh alergen, iritan lingkungan, infeksi virus, udara dingin, dan

latihan fisik. Saluran pernapasan mengalami inflamasi berhubungan dengan

bronkus yang hiperresponsivitas dan terapi asma. Beberapa penelitian

16
menunjukkan terapi anti inflamasi mampu mereduksi hiperresponsivitas saluran

pernapasan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa inflamasi dapat

mengkontribusi terjadinya saluran pernapasan yang hiperresponsif

b) Obstruksi Saluran Pernafasan

Terbatasnya aliran udara ekspirasi secara berulang dapat menyebabkan

berbagai macam perubahan pada saluran pernapasan, seperti bronkokonstriksi

akut, edema saluran napas, mukus kronis yang menyumbat, dan remodelling

saluran pernafasan. Obstruksi saluran napas bersifat difus dan bervariasi

derajatnya, dapat membaik spontan atau dengan pengobatan. Penyempitan

saluran napas ini menyebabkan gejala batuk, rasa berat di dada, mengi, dan

hiperesponsivitas bronkus terhadap berbagai

stimuli. Penyebabnya multifaktor, yang utama adalah kontraksi otot polos

bronkus yang diprovokasi oleh mediator yang dilepaskan sel inflamasi

c) Hipersekresi mukosa

Hipersekresi mukosa dikarenakan terjadi hiperplasia kelenjar submukosa

dan sel goblet pada saluran napas penderita asma yang disebabkan oleh aktivasi

mediator inflamasi. Penyumbatan saluran napas oleh mukus hampir selalu

didapatkan pada asma yang berat. Hipersekresi mukus akan mengurangi gerakan

silia, mempengaruhi lama inflamasi, dan menyebabkan kerusakan struktur/

fungsi epitel

Kejadian patofisiologi ini mengakibatkan obstruksi jalan nafas yang memburuk

saat ekspirasi. Obstruksi jalan nafas menyebabkan ketidakcocokan V/Q dan hipoksemia

17
sejak dini. Terperangkapnya udara menyebabkan otot-otot pernafasan berada pada

posisi mekanis yang tidak menguntungkan dengan peningkatan beban kerja pernafasan

yang kemudian mengakibatkan penurunan ventilasi dan hiperkapnia. Dengan demikian,

sebagian besar pasien dengan gejala akut mulai dengan respirasi cepat. Hipoksemia, dan

alkalosis respirasi, tetapi obstruksi jalan nafas persisten mengakibatkan ventilasi

dangkal yang tidak efisien dan asidosis respirasi (Setiawan & Syafriati 2020)

Kecemasan dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang dapat menimbulkan

serangan. Selama periode kecemasan, orang mungkin lupa untuk mengambil obat asma

mereka, membuat serangan lebih memungkinkan. Selama periode kecemasan, serangan

asma lebih sering terjadi dan kontrol asma lebih sulit. Kecemasan sebenarnya dapat

membuat gejala asma lebih parah. Kecemasan dapat secara langsung mempengaruhi

tubuh atau menyebabkan pasien kurang efektif dalam mengelola asma. Emosi-emosi

yang kuat seperti kecemasan dapat memicu pelepasan bahan kimia, seperti histamin dan

leukotrien, yang dapat memicu penyempitan saluran napas (Kesehatan et al 2017)

Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi saluran

napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons inflamasi, baik

pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umunya

sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel

epitelial pada saluran nafas dan dan peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini

bahkan dapat dijumpai juga pada penderita asma yang ringan. Pada pasien yang

meninggal karena serangan asma , secara histologis terlihat adana sumbatan (plugs)

yang terdiri dari mukus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap

18
debris yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu

terlihat adanya penebalan lapisan subepitelial saluran nafas (Kesehatan et al 2017)

Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleksantara sel-sel inflamasi,

mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang turut

berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah sel mast,

limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma

adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu :

interleukin (Zullies 2016)

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup

yang lebih baik dengan asma yang terkontrol. Asma yang tidak terkontrol

diakibatkan oleh beberapa komponen, diantaranya kebiasaan merokok,

penggunaan obat kortikosteroid yang salah, genetic, pengobatan yang kurang tepat,

serta kurangnya pengetahuan mengenai asma.bentuk penatalaksanaan yang dapat

dilakukan untuk menghindari adanya kondisi yang memburuk pada pasien asma

adalah dengan memperbaiki ventilasi, memperkuat otot pernapasan, dan mencegah

terjadinya komplikasi sehingga dapat meningkatkan volume ekspirasi paksa dalam

1 detik (FEV1), kontrol asma sehingga terjadi peningkatan kualitas hidup pada

pasien asma, untuk mencapai hal tersebut maka penderita asma harus diberikan

rehabilitasi pulmonal.

19
Serangan asma timbul jika factor pencetus berikatan dengan antibody Ig

E yang akan meningkat dalam jumlah besar. Antibody Ig E tersebut akan berikatan

dengan antigen spesifik yang melekat pada sel mast yang terdapat dalam intertisial

paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Sel mast akan

mengalami degranulasi sehingga mengeluarkan mediator kimia misalnya histamin,

zat anafilaksis yang bereaksi lambat, factor kemotaktik eosinofilik, dan bradykinin,

efek gabungan dari semua factor ini, terutama substansi anafilaksis yang bereaksi

lambat, akan menghasilkan edema local pada dinding bronkus kecil maupun

maupun sekresi mucus yang kental kedalam lumen bronkiolus, dan spasme otot

polos bronkiolus. Sehingga tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat

(Akbar Nur, n.d 2019)

Penatalaksanaan asma pada anak bertujuan untuk mencegah terjadinya

serangan asma seminimal mungkin sehingga memungkinkan anak dapat tumbuh

dan berkembang secara optimal sesuai dengan usianya. Serangan asma biasanya

mencerminkan kegagalan pencegahan asma, kegagalan tata laksana asma jangka

panjang dan kegagalan penghindaran dari faktor pencetus (Wahani et al., 2019)

Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi, yaitu :

1. Edukasi

Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak

hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang

membutuhkan energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang

kesehatan/asma, profesi kesehatan

20
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita

sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan

berbagai faktor antara lain :

a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi

b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada

asmanya

c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga

membantu penanganan asma terutama asma mandiri

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai

asma terkontrol. Terdapat 6 faktor yang perlu dipertimbangkan :

a. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

b. Tahapan pengobatan

1) Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu sedangakan

alternatif lainnya tidak ada

21
2) Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan

Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya), untuk

alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan leukotriene modifiers

3) Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan Kombinasi

inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya), untuk

alternatifnya diberikan glukokortikosteroid ihalasi (400-800 ug Bd atau

ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah agonis beta 2 kerja lama oral,

atau Teofilin lepas lambat.

4) Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan ihalasi

glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan agonis beta 2 kerja

lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas lambat, Leukotriene, Modifiers,

Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya Prednisolo/

metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis bate 2 kerja lama

oral, ditambah Teofilin lepas lambat

c. Penanganan asma mandiri

Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi

kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma

jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan bagi

penderita dengan maksud mengontrol asma

d. Meningkatkan kebugaran fisik

22
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun terdapat salah

satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak

berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Senam asma Indonesia

(SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan

menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga

umumnya.

e. Berhenti atau tidak pernah merokok

c. Lingkungan kerja Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan

asma

2.1.8 Komplikasi

Adapun komplikasi asma menurut (Kurniasari & Makanan 2017) yaitu :

a. Pneumothorak

b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis

c. Atelektasis

d. Aspirasi

e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung

f. Sumbatan saluran nafas yang meluas/ gagal nafas asidosis

g. Bronkitis

h. Gagal nafas

i. Fraktur iga

23
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi

emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks menbungkuk ke

depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah,

gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma

kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi

atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah atelektasis.

Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan bila ada

infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan

berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang

biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat

menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis seperti uji fungsi

paru. Penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi asma episodik jarang, episodik

sering serta persisten. Sedangkan saat serangan dibagi menjadi asma serangn

ringan, sedang, berat dan ancaman henti napas (Rukmi et al., n.d 2019)

Pemeriksaan penunjang menurut padila yaitu:

a. Spirometri

Untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi

b. Uji provokasi bronkus

c. Pemeriksaan sputum

24
d. Pemeriksaan cosinofit total

e. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma

f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum

g. Foto thorak

Untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya penyempitan bronkus dan

adanya sumbatan

h. Analisa gas darah

Untuk mengetahui status kardiopumoner yang berhubungan dengan

oksigenasi

Ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para penderita asma (Bebasari &

Azrin, n.d 2016), antara lain :

1) Uji faal paru

Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai

hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan

penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter,

caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik

napas dalam melalui mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan

dicatat hasil. Pemeriksaan faal paru merupakan parameter objektif yang

dilakukan secara berkala dan teratur pada pasien asma. Salah satu parameter

yang dapat digunakan adalah spirometri. Spirometri adalah mesin yang dapat

25
mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik

pertama (VEP1) (Bebasari & Azrin, n.d 2016)

2) Foto toraks

Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru

berkunjung pertama kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada

penyakit lain. Pada pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya

kelainan berupa hiperinflasi dan atelektasis

3) Pemeriksaan darah

Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan

sekret hidung. Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga,

dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan alergen

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :

a) Identitas Pasien

Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,

tanggal masuk sakit, rekam medis

b) Riwayat Keperawatan

26
 Awalan serangan : awalnya anak mengalami sesak nafas dan batuk

selama 2 hari

 Keluhan utama : anak mengeluh sesak nafas, sesak nafas dan batuk

terjadi pada malam hari sehingga anak tidak bisa tidur

 Riwayat kesehatan masa lalu : tidak ada

c) Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi

duduk

2) Dada diobservasi

3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah

4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,

lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan

lordosis

5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan

pergerakkan dada

6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan

diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan

7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan

fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi

yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan

27
sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) /

Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)

8) Kelainan pada bentuk dada

9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau

tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru

atau pleura

10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang

dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas

d) Palpasi

1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan

mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan

mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)

2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat

inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.

3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan

ketika berbicara

e) Perkusi

Suara perkusi normal :

1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada

jaringan paru normal.

28
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas

bagian jantung, mamae, dan hati

3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi

udara

4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan

dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.

5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat

terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi

jaringan

d) Auskultasi

1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup

mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).

2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan

nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.

3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.

4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan

crackles.(Nuraruf & Kusuma, 2015)

29
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut SDKI (2017) :

1. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkus spasme,

peningkatan produksi mukus, mukus bertambah tebal dan kental, penurunan

energi/ kelemahan untuk batuk

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

3. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia, mukus bertambah

4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh

sekresi mukus, spasme bronkus

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.

Intervensi dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan. rencana

keperawatan berdasarkan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI,2018) sebagai

berikut :

a. ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkus spasme,

peningkatan produksi mukus, mukus bertambah tebal dan kental, penurunan

energi/ kelemahan untuk batuk

1) Tujuan : Mampu mengeluarkan sekret lebih efektif

30
2) Kriteria hasil :

 Sekresi dapat diluluhkan atau dihisap minimal

 Bunyi nafas terdengar bersih

3) Intervensi :

 kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada

 catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu

pernafasan

 auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti

krekels, wheezing

 observasi pola batuk dan karakter sekret

 dorong/ bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. Untuk

dapat meningkatkan / banyaknya sputum dimana gangguan

ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernafas

 kolaborasi : berikan oksigen tambahan, berikan humidifikasi

tambahan bertujuan memaksimalkan bernafas dan

menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada

membran mukosa dan membantu pengenceran sekret

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

1) Tujuan : pola nafas kembali efektif

2) Kriteria hasil :

31
 pola nafas efektif, pasien tidak sesak nafas

3) Intervensi :

 Auskultasi bunyi nafas untuk mengetahui derajat spasme

 Kaji frekuensi pernafasan

 Catat adanya/ derajat distres, misal: gelisah,ansietas, distres

pernafasan, penggunaan otot bantu, disfungsi pernafasan adalah

indikantor kegagalan nafas

 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman untuk bernafas

c. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia, mukus bertambah

1) Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

2) Kriteria hasil :

 Menunjukkan peningkatan BB

 Menunjukkan perilaku/ perubahan pada hidup untuk

meningkatkan dan mempertahankan berat yang ideal

3) Intervensi :

 Kaji kebiasaan diet, masukan makanan, catat derajat kesulitan

makan, evaluasi BB

 Auskultasi bunyi usus

32
 Berikan perawtan oral sering, buang sekret

 Dorong periode istirahat, 1jam sebelum dan sesudah makan

 Berikan makan porsi kecil tapi sering

 Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat

 Hindari makanan yang sangat panas/ dingin

 Tambah BB sesuai induikasi

 Kaji pemeriksaan laboratorium, ex: alb, serum

d. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas olek

sekresi mukus, spasme bronkus

1) Tujuan : mempertahankan suplai O2 dan ventilasi alveolus yang

adekuat

2) Kriteria hasil :

 Bebas gejala distress pernafasan

3) Intervensi :

 Kaji frekuensi ke dalam pernafasan, catat penggunaan otot

aksesori, nafas, bibir, ketidakmampuan berbicara. Bertujuan

untuk mengevaluasi derajat distrees pernafasan

 Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi

yang mudah untuk bernafas. Distribusi oksigen dapat diperbaiki

dengan posisi duduk

33
 Dorong pasien untuk mengeluarkan sputum, bila perlu lakukan

penghisapan, sputum yang tebal dan kental adalah sumber utama

gangguan pertukaran gas, penghisapan dilakukan bila batuk tidak

efektif

 Auskultasi bunyi nafas secara periodik

 Kaji tanda-tanda vital dan irama jantung, dan perubahan tekanan

darah menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada funngsi

jantung

 Kolaborasi barikan O2 sesuai hasil GDA dan toleransi paien

untuk memperbaiki hipoksia

2.2.4 Implementasi

Implementasi keperawatan menurut (Ni ketut mendri 2017) sebagai berikut :

1. Mempertahankan pertukaran gas yang adekuat dan pembersihan jalan nafas

a) Pertahankan kepatenan jalan nafas, pertahankan support ventilasi bila

diperlukan

b) Kaji fungsi pernafasan, auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap 15 menit

sampai 4 jam

c) Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oximetry dan batasi

(penyapihan) atau tanpa alat bantu bila kondisi telah membaik

d) Kaji kenyamanan posisi tidur anak

34
e) Monitor efek samping dan pemberian pengobatan, monitor serum darah,

theophyline dan catat kemudian laporkan ke dokter, normalnya 10-20 ug/

ml pada semua usia

f) Kaji gejala dan tanda efek samping theophyline, seperti mual dan muntah

pada gejala awal cardiopuimonal mencakup, techycardia,

dysrhmythmia,tachypea, diuresis, irriabiliy, dan kemungkinan kejang

g) Berikan cairan adekuat per oral atau paranteral

h) Pemberian terapi pernafasan. Nebulizer, fisioterapi dada bila indikasi,

ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah pengobatan dan penghisapan

sekret

i) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk

menurunkan kecemasan

j) Berikan terapi bermain sesuai dengan usia

2. Memberikan istirahat yang cukup, mencegah hypoxia, dan mengurangi kerja

berat pernafasan

a) Kaji tanda dan gejala hypoxia, kegelisahan, fatigue, irittable,

tachycardia, tachypnea

b) Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat

membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup

c) Instruksikan pada orang tua untuk tetap berada di dekat anak

d) Berikan kenyaman fisik, support dengan bantal dan pengaturan posisi

e) Berikan oksigen humidifikasi sesuai program

35
f) Berikan nebulizer, kemudian pantau bunyi nafas, dan usaha nafas setelah

terapi

g) Setelah krisis, ajarkan untuk aktivitas yang sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangan untuk meningkatkan ventilasi dan

memperluas perkembangan psikososial

3. Memberikan lingkungan yang tenang dan mengurangi kecemasan

a) Ajarkan teknik relaksasi, latihan nafas, melibatkan penggunaan bibir dan

perut, dan ajarkan untuk berimajinasi

b) Pertahankan lingkungan yang tenang temani anak

c) Ajarkan untuk ekpresi perasaan secara verbal

d) Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi

e) Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak

f) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan

4. Berikan hidrasi yang adekuat

a) Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran), mukosa

membran, turgor kulit, pengeluaran urine, ukur gravitasi urine atau berat

jenis urine (nilai 1.003-1.030)

b) Monitor elektrolit

c) Kaji warna sputum, konsistensi, dan jumlah

d) Pertahankan terapi parenteral bila indikasi dan monitor kelebihan

(overload) cairan

36
e) Berikan intake cairan per oral bila toleran, hati-hati minuman yang dapat

meningkatkan bronkospasme (air dingin)

f) Setelah fase akut, ajarkan anak dan orang tua untuk minum 3-8 gelas

(750-2000ml), tergantung usia dan berat badan

5. Mengkaji proses koping keluarga

a) Berikan kesempatan pada orang tua untuk ekspresi perasaan

b) Kaji mekanisme koping sebelumnya pada waktu stres

c) Jelaskan prosedur dan pengobatan yang diberikan

d) Informasikan kepada orang tua tentang kondisi anak

e) Indetifikasi sumber-sumber psikososial keluarga dan finansial

6. Memberikan informasi tentang proses penyakit, perawatn dan pengobatan

a) Kaji tingkat pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit,

pengobatan dan intervensi

b) Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus

c) Jelaskan tentang emosi dan stres yang dapat menjadi faktor pencetus

d) Jelaskan pentingnya pengobatan, dosis, efek samping, waktu pemberian,

dan pemeriksaan darah

e) Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan kontrol ulang

f) Informasikan pentingnya program aktivitas dan latihan nafas

g) Jelaskan pentingnya terapi bermain sesuai usia

37
2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi menurut (Senantias, n.d.2020) sebagai berikut :

1. mempertahankan jalan nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya

kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, frekuensi,

irama, dan kedalam nafas normal, serta tidak ditemukan adanya tanda hipoksia

2. mempertahankan pola nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya

kemampuan untuk bernafas, frekuensi, irama dan kedalaman, nafas normal,

tidak adanya tanda hipoksia, serta kemampuan paru berkembang dengan baik

3. mempertahankan berat badan dalam kondisi ideal yang ditandai dengan nafsu

makan membaik, kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal

4. mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukkan dengan

adanya kemampuan untuk bernafas, tidak ditemukan dypnea, frekuensi nafas

dalam batas normal, serta saturasi oksigen dan PCO2 dalam keadaan normal

38
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian adalah langkah-langkah dalam sebuah penelitian mendapatkan

informasi atau cara pencegahan dalam masalah (Notoadmojo,2010). Metode penelitian

merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh penelita untuk mendapatkan sebuah

data dengan cara mengumpulkan beberapa informasi dan membandingkan

kebenarannya.Metode penelitian dapat memberikan rancangan berupa cara atau

langkah,waktu yang digunakan,data-data yang kemudian dikelola dan ditarik

kesimpulan.

Studi penelitian merupakan studi yang memfokuskan satu masalah dan dipaparkan

secara terperinci.studi penelitian dilakukan dalam pengambilan data dan informasi serta

mencantumkan berbagai sumber yang digunakan.dalam studi penelitian membatasi

beberapa hal dan peneliti hanya mencantumkan aktivitas dan klien yang berhubungan

dengan masalah yang sedang diteliti (Notoadmojo,2010).

Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui asuhan

keperawatan pada anak dengan gangguan sistem pernafasan Asma di RS TINGKAT

II.DR.AK.GANI Palembang 2021

39
3.2 Batasan Istilah

Dalam studi kasus ini ada beberapa batasan istilah,yakni:

1) asuhan keperawatan adalah tindakan keperawatan dimulai dari anamnesa awal atau

pengkajian ,perencanaan tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan diagnosa

keperawatan,penatalaksanaan dari rencana yang sudah ditentukan sebelumnya,

evaluasi dari sebuah tindakan untuk melihat respon klien terhadap asuhan

keperawatan.

2) Klien adalah seseorang yang menerima pelayanan secara profesional dari tenaga

kesehatan. Klien dalam studi kasus ini terdiri dari 2 orang pasien dengan diagnosa

yang sama serta dengan masalah keperawatan yang sama.

3) Asma adalah penyakit gangguan pernapasan yang dapat menyerang anak-anak

hingga orang dewasa, tetapi penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak

3.3 Partisipan

Partisipan merupakan orang yang bersedia ikut berperan serta dalam suatu

kegiatan tanpa ada unsur paksaan dari berbagai pihak dan dalam hal ini partisipan

disamarkan baik nama maupun identitas klien lainnya. Partisipan yang ikut

berpartisipasi dalam penelitian ini merupakan dua orang yang dirawat di RS TINGKAT

II.DR.AK.GANI 2021 Palembang dengan gangguan sistem pernafasan Asma

40
3.4 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.4.1 lokasi penelitian

Peneliti melakukan penelitian di RS TINGKAT II.DR.AK.GANI Palembang

tahun 2021

3.4.2 waktu penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian studi kasus ini yakni pada tanggal 19-20

januari 2021

3.5 Cara Pengumpulan Data

1) Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara atau metode untuk mendapatkan data secara

langsung dari responden. Metode wawancara dilakukan dengan memberikan

beberapa pertanyaan tentang masalah kepada responden,dimana responden dan

peneliti bertemu secara langsung atau bertatap muka, informasi atau data yang

diperoleh secara linsan.

Wawancara sendiri terdiri dari beberapa jenis, yakni :

a) Wawancara tidak terpimpin

Wawancara yang dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan

kepada narasumber tapi pertanyaan yang diberikan tidak sesuai dengan

topik dan tema.

b) Wawancara terpimpin

41
Yakni jenis wawancara dimana pertanyaan-pertanyannya telah disiapkan

oleh peneliti sebelumnya. Beberapa pertanyaan disusun sedemikian rupa

sesuai dengan topik atau tema.

c) Wawancara bebas terpimpin

Merupakan teknik wawancara yang dilakukan dengan menggabungkan

teknik wawancara tidak terpimpin dengan wawancara terpimpin.

Wawancara ini memiliki sifat fleksibel namun tetap terarah pada topik atau

tema.

2) Observasi

Observasi merupakan tindakan yang sudah terencana dan dilakukan dengan

melihat, melihat, mendengar dan mencatat hasil dari tindakan yang berhubungan

masalah yang sedang diteliti.

Dalam observasi terdapat beberapa jenis-jenis observasi, diantaranya:

a) Observasi terlibat

Merupakan sebuah observasi dimana peneliti berperanserta atau ikut meneliti

dalam aktivitas yang sedang diamati. Umumnya observasi ini dipakai dalam

penelitian yang bersifat ekploratif atau penelitian yang membutuhkan sebuah

analisa.

b) Observasi sistematis

Merupakan observasi yang tersetruktur atau tersusun yang berisi susunan data-

data yang dibutuhkan dan dikelompokan kedalam beberapa kategori yang

42
bertujuan agar penilitian lebih terarah. Observasi sistematis ini umumnya

diawali observasi pendahuluan yang berfungsi untuk mencari masalah dan

rumusan masalah yang kemudian dijadikan topik penelitian.

c) Observasi eksperimental

Dalam observasi ini peneliti seolah-olah masuk kedalam suatu kondisi atau

keadaan, dimana kondisi tersebut dibuat sedemikian rupa untuk memunculkan

gejala atau kondisi yang sebenarnya dari klien yang sedang diamati.

3.6 Analisa Data

Dalam penyusunan studi kasus terdapat beberapa tahapan mulai dari

pengumpulan, menyusun data sehingga membentuk sebuah tema. Jika peneliti sudah

mendapatkan sebuah tema, peneliti membuat sebuah hipotesa kerja dan penyusunan

analisa data diperoleh dari hasil wawancara, asuhan keperawatan, pemeriksaan fisik,

hasil laboratorium, serta data penunjang lainnya.

Dalam menganalisis data terdapat beberapa teknik penyusunan, yakni :

1) Pengumpulan data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pasien maupun keluarga, hasil

observasi, selama tindakan keperawatan dan dokumen- dokumen keperawatan

digabungkan di sususn hingga membentuk sebuah laporan asuhan keperawatan. Isi

dari asuhan keperawatan berisi anamesa awal, diagnosis, perencanaan,

penataklaksanaan, hingga evaluasi.

43
3.7 Etik Penelitian

Dalam penelitian terdapat prinsip-prinsip etik yang perlu diperhatikan (Nursalam,

2016):

1) Informet concent

Merupakan sebuah sepepertujuan responden untuk dijadikan penelitian. Isi dari

inform consent harus jelas baik isi maupun manfaat dari penelitian harus

disampaikan kepada responden.

2) Anonimity

Merupakan hak sebuah subjek untuk dirahasiakan identitasnya. Kerahasian identitas

subjek menyangkut semua hal yang sekiranya menyangkut hal pribadi

3) Confidentality

Semua data yang diberikan oleh responden peneliti harus merahasiakan semua yang

menyangkut hal pribadi klien.

44
45

Anda mungkin juga menyukai