Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL

PENERAPAN TERAPI BLOWING BALLON UNTUK


MENGURANGI SESAK NAFAS PADA PASIEN

NAMA : GHEFIRA NURUL HAK

NIM : 202101016

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


INSTITUSI ILMU KESEHATAN PELAMONIA
MAKASSAR 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah kondisi jangka panjang yang dapat mempengaruhi baik
anak-anak maupun orang dewasa. Saluran udara pada paru-paru
menyempit karena terjadi peradangan dan ketegangan otot. Kondisi
seperti ini menyebabkan gejala asma seperti batuk, sesak nafas, esak
dada dan mengi atau wheezing, Penyakit asma merupakan salah satu
penyakit inflamasi kronis saluran jalan napas yang ditandai dengan
gangguan jalan napas seperti sesak napas, batuk dan dada terasa berat.
(Herman & Thalib, 2023)
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di
dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang
pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan (Djamil, 2020).
Menurut WHO, di tahun 2019 terdapat sekitar 262 juta orang yang
menderita asma. Akibat penyakit ini di tahun yang sama didapatkan
sekitar 461.000 kematian (WHO, 2021). Data lain menyebutkan bahwa
sekitar 1- 18% dari populasi di dunia menderita asma (Reddel et al.,
2021). Melalui World Health Survey (WHS), dikumpulkan data terkait
prevalensi penderita asma usia 18-45 tahun dari beberapa negara di
dunia. Didapatkan bahwa negara dengan prevalensi asma tertinggi yaitu
Australia (21.5%), diikuti oleh Swedia (20.2%), Inggris (18.2%), Belanda
(15.3%), dan Brazil (13.0%). Sedangkan negara dengan prevalensi asma
terendah yaitu, Vietnam (1.0%), Bosnia (1.4%), dan Cina (1.4%) (Sinha,
2019).
Berdasarkan Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020 , jumlah
pasien asma bronchiale di Indonesia tahun 2019 jumlah penderita asma
bronchiale di Indonesia hampir 13,2 juta orang dimana sekitar 24,5%
diderita oleh anakanak usia 6-12 tahun, tahun 2020 jumlah penderita
asma bronchiale di Indonesia hampir 14,5 juta orang dimana sekitar 20%
diderita oleh anak-anak usia 6-12 tahun (kemenkes, 2022).
Di Sulawesi Selatan, jumlah pasien asma di tahun 2018 mencapai
2.54% yaitu sebanyak 50.127 jiwa. Kabupaten Jeneponto merupakan
kabupaten dengan prevalensi tertinggi di Sulawesi Selatan yaitu sekitar
3.9%. Sedangkan kabupaten dengan prevalensi asma terendah yaitu
Kabupaten Sidenreng Rappang sebanyak 0.86%. Prevalensi asma paling
tinggi ditemui pada kelompok usia 75 tahun ke atas. Di Makassar sendiri
prevalensi asma mencapai 2.99% ((Kementerian Kesehatan RI Badan
Penelitian dan Pengembangan, 2019)
Asma bronchial menandakan inflamasi kronik saluran nafas yang
melibatkan berbaga macam mediator dan sel inflamasi yang saling
keterkaitan sehingga menghasilkan perubagan fisiologis dan struktur
jalan nafas. Inflamasi kronik tersebut berhubungan dengan
hipperrenponsif jalan nafas yang merujuk pada suatu episode berulang
dari mengi,kaku pada dinding dada, sesak, serta batuk (Durham et al.,
2017)
Tanda serta gejala pada kondisi asma bronchial di tandai dengan
adanya sesak napas dimana penderita sulit berbicara sempurna,sulit
beraktifitas,mudah lelah serta dada terasa sesak, bernafas dengan cara
berusaha, leher dan tulang rusuk bergerak ke dalam dengan bernafas,
bernafas tidak nyaman,nafas cepat,batuk di siang dan malam hari, juga
mengi. Warna bibir abu-abu atau biru, jari telunjuk biru atau abu-abu
merupakan salah satu penyebab kekurangan oksigen (Maria et al., 2019)
Permasalahan yang sering dialami pada pasien asma yaitu kesulitan
bernapas atau sesak, ini berlangsung karena adanya hambatan pada
saluran pernapasan oleh karena menebalnya dinding saluran napas
akibat dari peradangan. Obstruksi akan semakin sulit begitu ekspirasi
dilakukan karena fisiologis pernapasan mengecil di periode tersebut, jika
gejala terus memburuk akan menimbulkan komplikasi seperti
perkembangan penyakit paru akut, infeksi bakteri dan gagal jantung
sehingga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bernapas
(bowles, 2019)
Penyakit asma dapat dialami terus menerus oleh sebab itu perlunya
pemberian terapi baik secara farmakologi maupun non farmakologi.
Salah satu intervensi mandiri perawat dalam penanganan asma dapat
dilakukan dengan terapi non farmakologi yaitu teknik relaksasi
pernapasan. Salah satu teknik relaksasi pernapasan yang dapat
dilakukan adalah balloons blowing.
Blowing Ballon (tiup balon) merupakan tehnik relaksasi yang dapat
membantu otot intracosta mengevaluasikan otot diafragma dan kosta,
sehingga memungkinkan untuk menyerap oksigen, mengubah oksigen di
dalam paru serta mengeluarkan karbondioksida dalam paru. Tehnik
meniup balon sangat efektif untuk membantu ekspansi paru, sehingga
mampu mensuplai oksigen dan mengeluarkan karbondioksida yang
terjebak dalam paru pasien (Putra, Terapi Blowing Ballon Untuk
Mengurangi Sesak Napas, 2019)
Terapi meniup balon bila dilakukan dengan teratur sangat efektifitas
untuk penderita asma dikarenakan akan dapat meningkatkan efisiensi
system pernapasan baik ventilasi,difusi maupun perfusi,Kapasitas difusi
seseorang akan lebih besar apabila sering dilakukan latihan meniup
balon dan berbeda dengan orang yang tidak terlatih,antara lain
disebabkan efektifnya ”capillary bed” diparenkim paru sehingga area
untuk berdifusi menjadi lebih luas. ada beberapa manfaat tehnik meniup
balon diantaranya dalam memperbaiki fungsi paru, meniup balon
memberikan efek relaksasi pada syaraf neuromuskular, meniup balon
terdapat peningkatan tekanan meniup dan penggunaan otot respirasi
ketika memasukan udara kedalam balon (Rahayu et al., 2021)
Analisis studi kasus yang dilakukan oleh (Widyaswara Suwaryo et al.,
2021) dengan melakukan terapi meniup balon kepada 3 penderita asma
didapatkan bahwa terapi meniup balon efektif mengurangi sesak napas
pada penderita asma yang dilakukan selama 5 hari, dengan frekuensi 20
menit tiap terapi. Rata-rata penurunan frekuensi pernapasan dalam
rentang 21-23 kali/menit dan sesak napas berkurang.

Berdasarkan uraian diatas, dari beberapa peneliti sebelumnya telah


melakukan penerapan terapi blowing ballon untuk mengurangi sesak
nafas pada penderita asma. Namun beberapa hasil penelitian
sebelumnya belum menjelaskan bagiamana proses gambaran penerapan
dan penatalaksanaan terapi blowing ballon tersebut dan masih jarang
dilakukan di rumah sakit, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran “penerapan terapi Blowing Ballon
untukmengurasi sesak pada pasien asma”
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran “terapi Blowing Ballon
untuk mengurasi sesak pada pasien asma’’
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Membudayakan pengelolaan pasien Asma dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenasi.
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Untuk meningkatkan keluasan ilmu dan teknologi terapan dibidang
keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien
Asma
3. Bagi penulis
Untuk memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan
prosedur terapi blowing ballon dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien Asma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Pola Nafas Tidak Efektif


1. Pengkajian
Pengumpulan data keperawatan secara menyeluruh yang bertujuan
untuk menemukan masalah dan kondisi kesehatan pasien serta menilai
keadaan kesehatan klien
a. Identitas klien
Mencakup: alamat, jenis kelamin, nama, pekerjaan, tanggal
lahir, usia, agama, pendidikan, golongan darah serta usia. Hal
lainnya yang perlu dikaji yaitu: tanggal MRS, nomor Rekam Medis,
serta diagnosis keperawatan.
b. Keluhan utama
Dalam mencatat keluhan utama, perawat mencatat gejala yang
dirasakan atau dialami oleh pasien. Keluhan utama pada pasien
dengan asma dapat meliputi dispnea (kesulitan bernapas), batuk,
dan mengi (denging pada pernapasan).
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari perjalanan penyakitnya mulai dari
awal hingga dibawa ke Rumah Sakit, faktor pencetus, awal dari
gejala yang dirasakan oleh pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada tahap ini, perawat menanyakan kepada pasienn atau
keluarga pasien mengenai penyakit yang pernah diderita. Contoh
pada klien asma yaitu klien pemah mengalami beberapa penyakit
seperti amandel, infeksi saluran nafas atas (ISPA), polip hidung,
serta sinusitis. Semua kondisi tersebut dapat memengaruhi saluran
nafas dan berkontribusi terhadap perkembangan asma. Selain itu
terdapat riwayat asma.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit asma memiliki faktor genetik dan lingkungan yang
berperan dalam hipersensitivitasnya. Penting untuk mengkaji
rwayat penyakit asma dan alergi pada anggota keluarga klien.
f. Sejarah spritual
Apakah kebutuhan spiritual pasien terpenuhi dengan baik atau
tidak? Apakah ada masalah yang terkait dengan pemenuhan
kebutuhan spiritual, dan lain-lain.
g. Pola fungsi kesehatan
1. Nutrisi
penurunan berat badan yang signifikan dapat terjadi
sebagai akibat dari kehilangan nafsu makan.
2. Eliminasi
Penderita asma sebaiknya menghindari menahan BAB
dan BAK Menahan buang air besar dapat mengakibatkan
penumpukan feses di usus yang dapat menghasilkan zat-zat
toksik dan meracuni tubuh. Hal ini dapat memengaruhi fungsi
sistem kekebalan tubuh dan memperburuk gejala asma.
3. Aktivitas
Kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
dengan skoring :
0 = independen
1 = menggunakan bantuan alat
2 = membutuhkan bantuan orang lain
3 = membutuhkan bantuaan orang lain
4 = ketegantungan/tidak mampu
4. Istirahat
Adanya keletihan, kelemahan, ketidakmampuan pasien
untuk beristirahat dan perlu untuk tidur dalam posisi duduk
karena merasakan sesak nafas.
5. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Saat perawat melakukan penilaian, dilakukan observasi
terhadap kondisi fisik pasien secara umum, termasuk tanda-
tanda kelemahan, kebersihan, dan faktor-faktor lain yang
relevan. Selain itu, penilaian juga mencakup tingkat
kesadaran pasien secara kualitatif, seperti apakah pasien
dalam kondisi sadar penuh, mengantuk, apatis, dan
sebagainya. Hal ini termasuk dalam evaluasi kondisi umum
pasien.
b) Pemeriksaan TTV
Tanda-tanda vital yang dievaluasi meliputi: TD. mmHg
Denyut nadi: xmenit, Suhu: "C, RR: x/menit.
c) pemeriksaan kepala
Inspeksi: bentuk kepala simetri (ya tidak), luka (+/-),
darah (+/-).
d) Pemeriksaan hidung
Inspeksi dan palpasi perdarahan (+/-), kotoran (+/-),
pembengkakan (+/-), pembesaran polip (+/-).
e) Pemeriksaan mata
inspeksi: simetris (ya tidak) pada kedua sisi.
palpasi: tidak ada nyeri tekan
f) Pemeriksaan mulut dan faring
inpeksi: biasanya ada kesulitan dalam menelan, mukosa
bibir lemah.
palpasi: tidak ada pembesaran tonsil
g) Pemeriksaan leher
Inspeksi: Bentuk leher (simetris atau asimetris), peradangan
(+/-), jaringan parut (+/-), perubahan warna (+/-),massa (+/-)
Palpasi:pembesaran (+/-), posisi trakea
(simetris/tidaksimetris), pembesaran Vena jugularis (+/-)
h) Pemeriksaan telinga
Melakukan observasi pada bagian telinga luar untuk melihat
bentuk, ukuran, wama, dan adanya lesi (+/-),nyeri tekan
(+/-), peradangan (+/-), penumpukan serumen (+/-).
i) Pemeriksaan thoraks
1) Pemeriksaan paru
inspeksi: Bentuk dada (simetris asimetris), cuping
hidung (+/-). Pola nafas (Eupnea / Takipneu / Bradipnea/
Apnea/ Chene Stokes, Kusmaul), sianosis (
+/-), batuk (produktif / kering / darah).
Palpasi: taktil / vocal fremitus: getaran antara kanan
dan kiri teraba (sama /tidak sama).
Perkusi: Area paru (sonor/Hipersonor / dullnes).
Auskultasi: Suara nafas Area Vesikuler: (bersih/halus
/kasar), Suara tambahan Terdengar: Rales (+/-), Ronchi
(+/-), Wheezing (+/-),

2) Pemeriksaan jantung

Inspeksi: Tidak terlihat gerakan ictuscordis

Palpasi: Gerakan ictuscordis

Perkusi: Bunyi pekak.


Auskultasi Bunyi jantung pertama (BJ 1) dan bunyi
jantung kedua (BJ 2) terdengar tunggal, adanya suara
tambahan atau tidak.

j) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi bentuk abdomen (cembung/cekung/datar,Massa
Benjolan (+/-), Kesimetrisan (+/-),
auskultasi: Frekuensi peristaltic usus : x/mnit
Palpasi: Nyeri tekan (+/-), pembesaran (+/-),
perabaan(keras/lunak), permukaan (halus / berbenjol-
benjol).
Perkusi: Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah
tympani
k) Pemeriksaan intergumen atau kulit
inspeksi: lesi (-/+), warna kulit, oedema (-/+)(baik jelek)
palpasi: halus atau kasar, nyeri tekan(+), turgor
l) Pemeriksaan anggota gerak (ekstremitas)
inspeksi Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris /
asimetris), deformitas (+/-), fraktur (+/-)
palpasi: lakukan uji kekuatan otot
m) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Medik
a) Laboratorium sputum dan darah
b) Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test: RAST)
e) Analisa gas darah (AGD) Analisa gas darah dilakukan
pada penderita asma berat
d) Spirometri Pemeriksaan spirometri penting untuk
menegakkan diagnosis dan untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan.
e) Tes provokasi Tes ini untuk menunjang adanya
hiperaktifitas bronkus. Tes provokasi dilakukan apabila
tes spirometri tidak dilakukan.
f) Pemeriksaan radiologi POSeperti foto rontgen, USG
(Ultrasonografi), EEG(Elektroencefalogram), EKG
(Elektrokardiogram), CT- Sean (Computed Tomography),
MRI (Magnetic Resonance Imaging), endoskopi, dan
sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah Kesehatan serta proses kehidupan
yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Maksud
dari diagnosis perawatan adalah untuk menemukan respons individu
pasien, keluarga, dan masyarakat terhadap situasi yang terkait dengan
kesehatan(PPNI, 2016).
a. Pola nafas tidak efektif
1) Definisi
inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas (mis,nyeri saat
bernapas,kelemahan otot pernapasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskular
f) Gangguan neurologis (mis,elektroensefalogram
positif,cedera kepala,gangguan kejang)
g) Imaturitas neeurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma (kerussakan saraf c5 ke atas)
m) Cedera pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Dispnea
objektif
a) Penggunaan otot bantu pernapasan
b) Fase ekspirasi memanjang
c) Polanapas abnormal (mis,takipnea,bradipnea,hiperventilasi,
kussmaul,cheyne-stokes)
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Ortopnea

Objektif

a) Pernapasan pursed lip


b) Pernapasan cuping hidung
c) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d) Ventilasi semenit turun
e) Kapasitas vital menurun
f) Tekanan ekspirasi menurun
g) Tekanan inspirasi menurun
h) Ekskursi dada berubah
5) Kondisi klinis terkait
a) Depresi sistem saraf pusat
b) Cedera kepala
c) Trauma thoraks
d) Gullian barre syndrome
e) Multiple sclerosis
f) Stroke
g) Kuadriplegia
h) Intoksikal alkohol
3. Perencanaan
Perencanaan semua dilakukan oleh perawat berdasarkan
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas
spesifik yang dilakukan perawat untuk melaksanakan tugas
keperawatannya (PPNI, 2017)
a) Pola napas tidak efektif
(1) Tujuan
(a) Dipsnea cukup menurun (1-5)
(b) Penggunaan otot bantu napas cukup menurun (1-5)
(c) Pemanjangan fase ekspirasi cukup menurun (1-5)
(d) Ortopnea cukup menurun (1-5)
(e) Frekuensi napas cukup membaik (1-5)
(f) Kedalaman napas cukup membaik (1-5)
(2) Intervensi utama
(a) Manajemen jalan napas
(1) Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.
(2) Tindakan
Observasi
(a) Monitor pola napas (frekuensi napas,kedalaman,
usaha napas)
(b) Monitor bunyi napas tambahan
(mis,gurgling,mengi,wheezing,ronchi kering)
(c) Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
Terapeutik
(a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust) jika curiga trauma servikal
(b) Posisikan semi fowler atau fowler
(c) Berikan minum air hangat
(d) Lakukan fisioterapi dada,jika perlu
(e) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
(f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endoktrakeal
(g) Keluarkan sumbattan benda padat dengan forsep
McGill
(h) Berikan oksigen,jika perlu
Edukasi
(a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
(b) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
(a) Kolaborasipemberianbronkodilator,ekspektoran,mukoli
tik,jika perlu.

4. Implementasi keperawatan
Adalah pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi
keperawatan terhadap pasien secara urut sesuai prioritas masalah
yang sudah dibuat dalam rencana asuhan keperawatan dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.pelaksanaan
tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan
pasien terpenuhi secara optimal (Putri, 2017).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang mengevaluasi pencapaian tujuan
dan meninjau rencana perawatan. Assessment mengevaluasi respon
pasien, yang meliputi subjek, objek, penilaian (assessment) dan
rencana tindakan (planning) (Putri, 2017).

B. Konsep Medis Asma


1. Definisi
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-
engah dan berarti serangan napas pendek. Istilah ini digunakan untuk
menunjukkan respons abnormal saluran napas terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang
meluas (Price and Wilson, 2014)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas
dan dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus,
dan edema mukosa. Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala
asma yang berkurang yang meliputi batuk, sesak dada, mengi, dan
dispnea. Penderita asma mungkin mengalami periode gejala secara
bergantian dan berlangsung dalam hitungan menit, jam, sampai hari
(Brunner & Suddarth, 2017)
2. Anatomi
Menurut (andarmoyo, 2012) anatomi fisiologi pernafasan dibagi
atas beberapa bagian, antara lain:
1. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang yang disebut kavum nasi dan dipisahkan oleh sekat
hidung yang disebut septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-
bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring udara, debu dan
kotoran yang masuk didalam lubang hidung. Fungsi hidung,
terdiri dari:
a. Sebagai saluran pernafasan.
b. Sebagai penyaring udara yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung.
c. Menghangatkan udara pernafasan malalui mukosa.
d. Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada
dalam salaput lendir mukosa hidung.
2. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernafasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tulang
tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah dalam
ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ – organ lain
ke atas berhubungan dengan rongga hidung, ke depan
berhubugan dengan rongga mulut, ke bawah depan
berhubungan dengan laring, dan ke bawah belakang
berhubungan dengan esophagus. Rongga tekak dibagi dalam
tiga bagian
a. bagian sebelah atas sama tingginya dengan koana disebut
nasofaring.
b. bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium
disebut dengan osofaring.
c. Bagian bawah sekali dinamakan laringofarin mengelilingi
mulut,esofagus, dan laring yang merupakan ngerbang untuk
sistem respiratorik selanjutnya.
3. Pangkal Tenggorokan (Faring)
Merupakan saluran udara dan bertindaksebagai
pembentukan suara. Laring (kontak suara) menghubungkan
faring dengan trakea. Pada tenggorokan ini ada epiglotis yaitu
katup kartilago tiroid. Saat menelan epligotis secara otomatis
menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan
cairan.
4. Batang Tenggorokkan (Trakea)
Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm
sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas
permukaan anterior esofagus yang memisahkan trakhea
menjadi bronkhus kiri dan kanan. Trakea dilapisi epitelium
fespiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang
mengandung banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini berfungsi
untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-
sama dengan udara saat bernafas.
5. Cabang Tenggorokkan (Bronkhus)
Merupakan kelanjutan dari trakhea, yang terdiri dari dua
bagian bronkhus kanan dan kiri. Bronkus kanan berukuran lebih
pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus
primer sehingga memungkinkan objek asing yang masuk ke
dalam trakea akan ditempatkan dalam bronkus kanan.
Sedangkan bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping,
bronkus bercabang lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
lagi yang disebut bronkhiolus (bronkhioli)
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian
besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa =
alveoli). Pembagian paru-paru :
a. paru kanan: terdiri dari 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior,
lobus media dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih
terbagi lagi menjadi belahanbelahan kecil yang disebut
segtment. Paru-paru kanan memiliki 10 segtment, 5 buah pada
lobus superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3 buah pada
lobus inferior.
b. paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior,
dan lobus inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segtment, 5 buah
pada lobus superior, dan 5 buah pada lobus inferior.

3. Klasifikasi dan Derajat Asma

Menurut (Nurarif, 2015) asma di bedakan menjadi 2 jenis yaitu


asma bronchial dan asma kardial :

a. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu, bulu binatang, asap dan bahan lainya
yang menyebabkan alergi. Gejala kemunculnnya sangat mendadak
sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa terjadi.
Gangguan asma bronkial bisa di sebabkan karena adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.
Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan lendir yang berlebihan.
b. Asma kardial
Asma yang di sebabkan karena adanya kelainan organ jantung.
Gejalanya biasanya terjadi pada malam hari saat sedang tidur, di sertai
dengan adanya sesak napas yang hebat biasa di sebut nocturnal
paroxymul. Menurut (GINA, 2018) pembagian derajat asma di bedakan
menjadi 4 yaitu :
1) Intermiten : gejala kurang dari 1 kali dalam 1 minggu dan
serangan yang terjadi secara singkat.
2) Persisten ringan : gejala yang terjadi lebih dari 1 kali dalam
seminggu tetapi kurang dari 1 kali dalam sehari.
3) Persisten sedang : gejala terjadi setiap hari.
4) Persisten berat : gejala terjadi setiap hari dan serangan sering
kali terjadi.

4. Etiologi

Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:

a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.

b. Pembengkakan membrane bronkus

c. Bronkus berisi mucus yang kental

Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:

a. Genetik Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat


adanya bakat alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila
dia terpapar dengan faktor pencetus.

Adapun faktor pencetus dari asma adalah:

a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi
menjadi tiga, yaitu:

1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,


bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.

2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-


obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan
sebagainya.

3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris


lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.

b. Infeksi saluran pernapasan


Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus.
Virus Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling
sering 11 menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga
penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernapasan (Nurarif & Kusuma, 2015)

c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi
asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di
pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.

e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan
asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan asma

f. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan
asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalahnya. (Wahid & Suprapto, 2013)

5. Patofisiologi Asma

Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti


debu, asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita.
Bendabenda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh
sistem di tubuh 12 penderita sehingga dianggap sebagai benda asing
(antigen). Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya antibody
yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil,
basophil, dan immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang
memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi
yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci).

Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan


pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil
chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin.
Peningkatan mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan
permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan
(terutama bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua
bagian pada semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan
bronkus (bronkokontrikis) dan sesak nafas.

Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar


yang masuk saat inspirasi sehingga menurunkan ogsigen yang dari
darah. kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan
sehingga penderita pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus
juga akan meningkatkan sekres mucus dan meningkatkan pergerakan
sillia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi
mucus yang cukup banyak (Harwina Widya Astuti, 2010)

6. Manifestasi Klinis

Serangan asma ditandai dengan sensasi subjektif kekakuan


dada, batuk, dispnea, dan mengi (lihat kontak yang menyertai). Awitan
gejala tiba-tiba atau tersembunyi, dan serangan dapat reda secara
cepat atau persisten selama beberapa jam atau hari. Rasa konstriksi
dan batuk tidak produktif umumnya manifestasi awal serangan.
Selama serangan, takikardia, takipnea, dan ekspirasi lama umum
terjadi. Mengi difus didengar pada auskultasi. Dengan serangan yang
lebih hebat, penggunaan otot aksesoris pernapasan, retraksi
interkostal, mengi yang kencang, dan suara napas yang jauh dapat
ditemukan. Keletihan, ansietas, ketakutan, dan dispnea berat yang
mengikuti bicara hanya satu atau dua kata antara napas, dapat terjadi
dengan episode berat persisten. Awitan gagal napas ditandai dengan
suara napas tidak terdengar dengan mengi yang berkurang dan batuk
yang tidak efektif. Tanpa pengkajian yang cermat, peredaan gejala
yang nyata ini dapat disalahtafsirkan sebagai peningkatan. Frekuensi
serangan dan keparahan gejala sangat beragam dari orang ke orang.
Meskipun beberapa orang tidak sering, episode ringan, lainnya
memiliki manifestasi batuk yang terus menerus, dispnea saat
ekspirasi, dan mengi dengan eksaserbasi berat periodik (Lemone et
al., 2016)

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik menurut (Marlene Hurst, 2016):

1) Pemeriksaan alergi Mengidentifikasi pemicu yang harus dihindari.

2) Spesimen sputum Mengungkapkan peningkatan eosinofil.

3) SDP (pemeriksaan darah) Dapat mengungkapkan peningkatan


eosinofil.

4) AGD (gas darah arteri) pemeriksaan fungsi paru Hanya dilakukan


pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
danasidosis respiratorik.

5) Spirometri Pemeriksaan umum untuk memantau volume dan laju


aliran udara.
6) Pemeriksaan radiologi Untuk mengetahui kemungkinan adanya
komplikasi atau proses patologis paru.

Pemeriksaan penunjang menurut (Nugroho, 2016):

1) Pemeriksaan fungsi paru Cara paling akurat dalam mengkaji


sumbatan jalan nafas akut. 18

2) Gas darah arteri Penderita tidak mampu melakukan manufer


pernafasan karena obstruksi berat.

3) Arus Puncak Ekspirasi (APE) Untuk mengetahui adanya


komplikasi asma akut.

4) Elektrokardiografi

8. Penatalaksanaan

Menurut (Brunner & Suddarth, 2017) yaitu :

1. Penatalaksanaan Medis

a. Agonis adrenergik – beta 2 kerja –pendek.

b. Antikolinergik.

c. Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI)

d. Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien.

e. Metilxatin.

2. Penatalaksanaan non farmakologis menurut (GINA, 2018)

a. Berhenti merokok.

b. Aktifitas fisik secara teratur.

c. Mencegah paparan alergen ditempat kerja, di dalam maupun di


luar ruangan.

d. Mencegah penggunaan obat yang dapat memperberat asma.

e. Tekinik pernapasan yang benar (Breathing Exercise, yoga dan


senam asma).

f. Diet sehat dan menurunkan berat badan.

g. Mengatasi sres emosional.

h. Imunoterapi allergen

9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma menurut
(Utomo, 2015):

1. Pneumonia Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah


satu atau kedua paru – paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

2. Atelektasis Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru


akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus).

3. Gagal nafas Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap


karbondioksida dalam paru – paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondioksida dalam sel
– sel tubuh.

4. Bronkhitis Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran


pernafasan di paru – paru yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang – ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan.

5. Fraktur iga Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu
sering bernafas secara berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun
gangguan ventilasi oksigen.

C. Standar Operasional Prosedur (SPO) Blowing Ballons pada pasien Asma


1. Pengertian Blowing Balloons
Blowing Balloons merupakan salah satu teknik relaksasi
dengan meniup balon yang memungkinkan otot-otot intercosta
mengangkat diafragma dan tulang rusuk (costa) sehingga paruparu
dapat mensuplai oksigen (O2) secara normal dan membebaskan
karbondioksida (CO2) yang terperangkap di paru-paru pasien. Teknik
ini efektif untuk membantu ekpansi paru (Tunik, 2017).
Metode blowing balloons merupakan sebuah latihan pernafasan
sederhana dengan hanya menggunakan alat sederhana yaitu balon
yang mudah dijumpai di sekitar masyarakat bahkan masyarakat
pelosok sekalipun dengan frekuensi 20 menit tiap terapi dilakukan
(Suwaryo et al., 2021)
Menurut (Suharno et al., 2020) teknik pernapasan Blowing
Balloons merupakan teknik relaksasi pernapasan alami yang 25
bertujuan untuk mengurangi gejala klinis dan meningkatkan derajat
asma pada pasien. Relaksasi ini meningkatkan transportasi oksigen,
sehingga membantu pasien memperpanjang ekpirasi serta
melebarkan paru-paru secara optimal. Hal ini memungkinkan
pengambilan oksigen, mengubah bahan kimia yang tersisa di paru-
paru dan mengeluarkan karbondioksida di dalam paru.
Berdasarkan tinjauan teori diatas maka peneliti menyimpulkan
bahwa, Blowing Balloons merupakan salah satu teknik relaksasi
sederhana dengan cara meniup balon yang bertujuan untuk
memperbaiki fungsi paru-paru dengan mendapatkan O2 yang cukup
untuk mengurangi hiperventilasi paru. Latihan ini membantu
mencegah sesak napas serta kelelahan karena O2 yang masuk ke
dalam tubuh memberikan energi untuk mengeluarkanCO2. Meniup
balon secara teratur mampu meningkatkan kapasitas vital paru dan
memperkuat otot-otot pernapasan.
2. Tujuan Teknik Blowing Balloons
Terdapat beberapa tujuan dari teknik Blowing Balloons menurut
(Ningsih et al., 2019):
a. Membantu penderita asma dalam mengontrol pola napas
b. Meningkatkan kekuatan pernapasan pada penderita asma untuk
memaksimalkan “recoil” dan “compliance” paru serta menjaga paru-
paru tetap berfungsi.
c. Meminimalkan ketergantungan penderita pada obat-obatan atau
tindakan medikasi lain
d. Mendapatkan O2 yang cukup dan mengurangi hiperventilasi paru

3. Manfaat Teknik Blowing Balloons

Manfaat teknik Blowing Balloons menurut (Anisa et al., 2021):


a. Memperbaiki fungsi paru
b. Meniup balon dapat memberikan efek relaksasi pada syaraf
neuromuscular
c. Meningkatan saturasi oksigen (SPO2) pada pasien atau terjadi
peningkatan arus puncak ekspirasi
d. Mengurangi sesak napas yang berpengaruh pada kualitas hidup
penderita.
4. Prosedur Blowing Ballon
Langkah-langkah melakukan latihan Blowing Balloons menurut
(Tunik, 2017)yaitu sebagai berikut:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin. Jika pasien mampu berdiri
maka disesuaikan (karena berdiri memiliki kapasitas vital paru yang
lebih besar daripada duduk)
b. Jika posisi pasien tidur, kaki pasien ditekuk atau berbaring
telentang (supinasi), tubuh di luruskan atau tidak menggunakan bantal
c. Anjurkan pasien untuk merilekskan tubuh (tangan dan kaki)
d. Siapkan balon /pegang balon dengan kedua tangan, atau pegang
balon dengan satu tangan dan tangan lainnya di samping kepala
e. Tarik napas melalui hidung hingga 3-4 detik, tahan selama 2- 3 detik
lalu tiup balon hingga 5-8 detik sampai balon mengembang
f. Tutup balon dengan jari g. Sekali lagi tarik napas secara maksimal
dan tiupkan ke dalam balon (ulangi prosedur bagian e).
h. Lakukan 3 kali dalam 1 set latihan i. Beristirahat selama 1-2 menit
untuk mencegah kelemahan otot.
j. Sembari beristirahat tutup balon/ikat balon yang telah mengembang
k. Ambil balon berikutnya kemudian mengulangi prosedur bagian e
l. Lakukan 3 set latihan per sesi (meniup 3 balon)
m. Jika mengalami pusing atau nyeri dada, maka hentikan latihan
n. Latihan ini dilakukan 5 kali dalam seminggu selama 2 minggu

D. Hubungan Fisiologis Terapi Blowing Ballon dengan Asma

Blowing balloons merupakan latihan yang sangat efektif dalam


membantu ekspansi paru. Meniup balon mempengaruhi alveoli dan
memfasilitasi pertukaran karbondioksida (CO2) selama ekshalasi dan
oksigen (O2) selama inhalasi. Efek dari meniup balon adalah banyakanya
O2 yang disuplai. Terapi meniup balon bila dilakukan dengan teratur
sangat efektif untuk penderita asma karena dapat meningkatkan efisiensi
pernapasan dengan ventilasi, difusi maupun perfusi. Jika meniup balon
sering dilakukan maka kapasitas difusi akan berbeda dengan orang yang
tidak terlatih disebabkan oleh pelebaran area difusi karena aktifitas
“capillary bed” diparenkim paru. Blowing balloons memberikan efek
relaksasi pada saraf neuromuskular, saat meniup balon terdapat
peningkatan tekanan meniup dan penggunaan otot respirasi ketika
memasukkan udara kedalam balon. Melakukan relaksasi pernapasan
dengan teknik Blowing Balloons akan meningkatkan fungsi paru ditujukkan
dengan adanya peningkatan saturasi oksigen. (Tunik, 2017)

Anda mungkin juga menyukai