NIM : 202101016
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah kondisi jangka panjang yang dapat mempengaruhi baik
anak-anak maupun orang dewasa. Saluran udara pada paru-paru
menyempit karena terjadi peradangan dan ketegangan otot. Kondisi
seperti ini menyebabkan gejala asma seperti batuk, sesak nafas, esak
dada dan mengi atau wheezing, Penyakit asma merupakan salah satu
penyakit inflamasi kronis saluran jalan napas yang ditandai dengan
gangguan jalan napas seperti sesak napas, batuk dan dada terasa berat.
(Herman & Thalib, 2023)
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di
dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang
pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan (Djamil, 2020).
Menurut WHO, di tahun 2019 terdapat sekitar 262 juta orang yang
menderita asma. Akibat penyakit ini di tahun yang sama didapatkan
sekitar 461.000 kematian (WHO, 2021). Data lain menyebutkan bahwa
sekitar 1- 18% dari populasi di dunia menderita asma (Reddel et al.,
2021). Melalui World Health Survey (WHS), dikumpulkan data terkait
prevalensi penderita asma usia 18-45 tahun dari beberapa negara di
dunia. Didapatkan bahwa negara dengan prevalensi asma tertinggi yaitu
Australia (21.5%), diikuti oleh Swedia (20.2%), Inggris (18.2%), Belanda
(15.3%), dan Brazil (13.0%). Sedangkan negara dengan prevalensi asma
terendah yaitu, Vietnam (1.0%), Bosnia (1.4%), dan Cina (1.4%) (Sinha,
2019).
Berdasarkan Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020 , jumlah
pasien asma bronchiale di Indonesia tahun 2019 jumlah penderita asma
bronchiale di Indonesia hampir 13,2 juta orang dimana sekitar 24,5%
diderita oleh anakanak usia 6-12 tahun, tahun 2020 jumlah penderita
asma bronchiale di Indonesia hampir 14,5 juta orang dimana sekitar 20%
diderita oleh anak-anak usia 6-12 tahun (kemenkes, 2022).
Di Sulawesi Selatan, jumlah pasien asma di tahun 2018 mencapai
2.54% yaitu sebanyak 50.127 jiwa. Kabupaten Jeneponto merupakan
kabupaten dengan prevalensi tertinggi di Sulawesi Selatan yaitu sekitar
3.9%. Sedangkan kabupaten dengan prevalensi asma terendah yaitu
Kabupaten Sidenreng Rappang sebanyak 0.86%. Prevalensi asma paling
tinggi ditemui pada kelompok usia 75 tahun ke atas. Di Makassar sendiri
prevalensi asma mencapai 2.99% ((Kementerian Kesehatan RI Badan
Penelitian dan Pengembangan, 2019)
Asma bronchial menandakan inflamasi kronik saluran nafas yang
melibatkan berbaga macam mediator dan sel inflamasi yang saling
keterkaitan sehingga menghasilkan perubagan fisiologis dan struktur
jalan nafas. Inflamasi kronik tersebut berhubungan dengan
hipperrenponsif jalan nafas yang merujuk pada suatu episode berulang
dari mengi,kaku pada dinding dada, sesak, serta batuk (Durham et al.,
2017)
Tanda serta gejala pada kondisi asma bronchial di tandai dengan
adanya sesak napas dimana penderita sulit berbicara sempurna,sulit
beraktifitas,mudah lelah serta dada terasa sesak, bernafas dengan cara
berusaha, leher dan tulang rusuk bergerak ke dalam dengan bernafas,
bernafas tidak nyaman,nafas cepat,batuk di siang dan malam hari, juga
mengi. Warna bibir abu-abu atau biru, jari telunjuk biru atau abu-abu
merupakan salah satu penyebab kekurangan oksigen (Maria et al., 2019)
Permasalahan yang sering dialami pada pasien asma yaitu kesulitan
bernapas atau sesak, ini berlangsung karena adanya hambatan pada
saluran pernapasan oleh karena menebalnya dinding saluran napas
akibat dari peradangan. Obstruksi akan semakin sulit begitu ekspirasi
dilakukan karena fisiologis pernapasan mengecil di periode tersebut, jika
gejala terus memburuk akan menimbulkan komplikasi seperti
perkembangan penyakit paru akut, infeksi bakteri dan gagal jantung
sehingga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bernapas
(bowles, 2019)
Penyakit asma dapat dialami terus menerus oleh sebab itu perlunya
pemberian terapi baik secara farmakologi maupun non farmakologi.
Salah satu intervensi mandiri perawat dalam penanganan asma dapat
dilakukan dengan terapi non farmakologi yaitu teknik relaksasi
pernapasan. Salah satu teknik relaksasi pernapasan yang dapat
dilakukan adalah balloons blowing.
Blowing Ballon (tiup balon) merupakan tehnik relaksasi yang dapat
membantu otot intracosta mengevaluasikan otot diafragma dan kosta,
sehingga memungkinkan untuk menyerap oksigen, mengubah oksigen di
dalam paru serta mengeluarkan karbondioksida dalam paru. Tehnik
meniup balon sangat efektif untuk membantu ekspansi paru, sehingga
mampu mensuplai oksigen dan mengeluarkan karbondioksida yang
terjebak dalam paru pasien (Putra, Terapi Blowing Ballon Untuk
Mengurangi Sesak Napas, 2019)
Terapi meniup balon bila dilakukan dengan teratur sangat efektifitas
untuk penderita asma dikarenakan akan dapat meningkatkan efisiensi
system pernapasan baik ventilasi,difusi maupun perfusi,Kapasitas difusi
seseorang akan lebih besar apabila sering dilakukan latihan meniup
balon dan berbeda dengan orang yang tidak terlatih,antara lain
disebabkan efektifnya ”capillary bed” diparenkim paru sehingga area
untuk berdifusi menjadi lebih luas. ada beberapa manfaat tehnik meniup
balon diantaranya dalam memperbaiki fungsi paru, meniup balon
memberikan efek relaksasi pada syaraf neuromuskular, meniup balon
terdapat peningkatan tekanan meniup dan penggunaan otot respirasi
ketika memasukan udara kedalam balon (Rahayu et al., 2021)
Analisis studi kasus yang dilakukan oleh (Widyaswara Suwaryo et al.,
2021) dengan melakukan terapi meniup balon kepada 3 penderita asma
didapatkan bahwa terapi meniup balon efektif mengurangi sesak napas
pada penderita asma yang dilakukan selama 5 hari, dengan frekuensi 20
menit tiap terapi. Rata-rata penurunan frekuensi pernapasan dalam
rentang 21-23 kali/menit dan sesak napas berkurang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran “penerapan terapi Blowing Ballon
untukmengurasi sesak pada pasien asma”
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran “terapi Blowing Ballon
untuk mengurasi sesak pada pasien asma’’
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Membudayakan pengelolaan pasien Asma dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenasi.
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Untuk meningkatkan keluasan ilmu dan teknologi terapan dibidang
keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien
Asma
3. Bagi penulis
Untuk memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan
prosedur terapi blowing ballon dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien Asma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2) Pemeriksaan jantung
j) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi bentuk abdomen (cembung/cekung/datar,Massa
Benjolan (+/-), Kesimetrisan (+/-),
auskultasi: Frekuensi peristaltic usus : x/mnit
Palpasi: Nyeri tekan (+/-), pembesaran (+/-),
perabaan(keras/lunak), permukaan (halus / berbenjol-
benjol).
Perkusi: Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah
tympani
k) Pemeriksaan intergumen atau kulit
inspeksi: lesi (-/+), warna kulit, oedema (-/+)(baik jelek)
palpasi: halus atau kasar, nyeri tekan(+), turgor
l) Pemeriksaan anggota gerak (ekstremitas)
inspeksi Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris /
asimetris), deformitas (+/-), fraktur (+/-)
palpasi: lakukan uji kekuatan otot
m) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Medik
a) Laboratorium sputum dan darah
b) Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test: RAST)
e) Analisa gas darah (AGD) Analisa gas darah dilakukan
pada penderita asma berat
d) Spirometri Pemeriksaan spirometri penting untuk
menegakkan diagnosis dan untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan.
e) Tes provokasi Tes ini untuk menunjang adanya
hiperaktifitas bronkus. Tes provokasi dilakukan apabila
tes spirometri tidak dilakukan.
f) Pemeriksaan radiologi POSeperti foto rontgen, USG
(Ultrasonografi), EEG(Elektroencefalogram), EKG
(Elektrokardiogram), CT- Sean (Computed Tomography),
MRI (Magnetic Resonance Imaging), endoskopi, dan
sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah Kesehatan serta proses kehidupan
yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Maksud
dari diagnosis perawatan adalah untuk menemukan respons individu
pasien, keluarga, dan masyarakat terhadap situasi yang terkait dengan
kesehatan(PPNI, 2016).
a. Pola nafas tidak efektif
1) Definisi
inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas (mis,nyeri saat
bernapas,kelemahan otot pernapasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskular
f) Gangguan neurologis (mis,elektroensefalogram
positif,cedera kepala,gangguan kejang)
g) Imaturitas neeurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma (kerussakan saraf c5 ke atas)
m) Cedera pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Dispnea
objektif
a) Penggunaan otot bantu pernapasan
b) Fase ekspirasi memanjang
c) Polanapas abnormal (mis,takipnea,bradipnea,hiperventilasi,
kussmaul,cheyne-stokes)
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Ortopnea
Objektif
4. Implementasi keperawatan
Adalah pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi
keperawatan terhadap pasien secara urut sesuai prioritas masalah
yang sudah dibuat dalam rencana asuhan keperawatan dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.pelaksanaan
tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan
pasien terpenuhi secara optimal (Putri, 2017).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang mengevaluasi pencapaian tujuan
dan meninjau rencana perawatan. Assessment mengevaluasi respon
pasien, yang meliputi subjek, objek, penilaian (assessment) dan
rencana tindakan (planning) (Putri, 2017).
a. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu, bulu binatang, asap dan bahan lainya
yang menyebabkan alergi. Gejala kemunculnnya sangat mendadak
sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa terjadi.
Gangguan asma bronkial bisa di sebabkan karena adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.
Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan lendir yang berlebihan.
b. Asma kardial
Asma yang di sebabkan karena adanya kelainan organ jantung.
Gejalanya biasanya terjadi pada malam hari saat sedang tidur, di sertai
dengan adanya sesak napas yang hebat biasa di sebut nocturnal
paroxymul. Menurut (GINA, 2018) pembagian derajat asma di bedakan
menjadi 4 yaitu :
1) Intermiten : gejala kurang dari 1 kali dalam 1 minggu dan
serangan yang terjadi secara singkat.
2) Persisten ringan : gejala yang terjadi lebih dari 1 kali dalam
seminggu tetapi kurang dari 1 kali dalam sehari.
3) Persisten sedang : gejala terjadi setiap hari.
4) Persisten berat : gejala terjadi setiap hari dan serangan sering
kali terjadi.
4. Etiologi
a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi
menjadi tiga, yaitu:
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi
asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di
pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.
e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan
asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan asma
f. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan
asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalahnya. (Wahid & Suprapto, 2013)
5. Patofisiologi Asma
6. Manifestasi Klinis
7. Pemeriksaan Diagnostik
4) Elektrokardiografi
8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
b. Antikolinergik.
e. Metilxatin.
a. Berhenti merokok.
h. Imunoterapi allergen
9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma menurut
(Utomo, 2015):
5. Fraktur iga Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu
sering bernafas secara berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun
gangguan ventilasi oksigen.