Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL POLI ANAK

DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

MARTAFINA JAWAR

7120201804

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [ ]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR

2022-2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada era moderen ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologo telah berkembang ,
usaha-usaha untuk mengatasi penyakit semakin berkembang pula. Apalagi saat ini banyak
terjadi berbagai macam penyakit, baik itu penyakit menular maupun penyakit yang tidak
menular. Salah satunya penyakit asma yang merupakan penyakit yang cukup dikenal di
masyarakat (Long,1996). Asma merupakan penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma di manifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan batuk,
dispnea dan whezing. Tingkat penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan
maupun karena terapi. Asma dapat terjadi pada semua golongan usia, sekitar setengah dari
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun (Smeltzer
& Bare, 2002). Menurut data WHO (2006) sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia
adalah penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang tiap
tahunnya. Di Indonesia, prevalensi Asma belum diketahui secara pasti namun diperkirakan
5-7% penduduk Indonesia menderita Asma.
Penyakit asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin, 80-90% gejala timbul
sebelum usia 5 tahun. Pada anak-anak , penderita laki-laki lebih banyak terjadi daripada
perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian asma
pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa. Akibat dari penyakit asama jika
tidak ditangani akan menimbulkan komplikasi, seperti pneumotohorak,
pneumomediastinum, atelektasis, aspergilosis, gagal napas, bronkitis. Meskipun asma dapat
berakibat fatal, asa lebih sering mengganggu pekerjaan, aktivitas fisik dan banyak aspek
kehidupan lainnya (Mansjoer, 2008).
Semakin tingginya kasus asma bronkhial, maka pasien asma bronkhial perlu
dilakukan asuhan keperawatan dengan tepat . peran perawat sangat penting dalam merawat
pasien asma bronkhial antara lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan, pendidikan,
pemberi asuhan keperawatan, pembaharuan, pengorganisasian pelayanan kesehatan yang
khususnya dalah sebagai pemberi asuhan keperawatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maslaah diatas dapat dirumuskan pertanyaan
berupa “ Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Asma Bronkhiale di Rumah Sakit
Saiful Anwar Malang”
C. TUJUAN UMUM DAN KHUSUS
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien asma bronkhial
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendiskripsikan konsep dasar asma bronkhiale yang meliputi pengertian,
anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan,
komplikasi, pengkajian fokus, pathway, diagnosa keperawatan, fokus intervensi dan
rasional.
b. Mampu mendeskripsikan pengkajian pasien asma bronkhial
c. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan pasien asma bronkhial.
d. Mampu mendiskripsikan intervensi keperawatan pasien asma bronkhial.
e. Mampu mendiskripsikan implementasi keperawatan pasien asma bronkhial
f. Mampu mendeskripsikan evaluasi terhadap tindakan keperawatan pasien asma
bronkhial.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP MEDIS ASMA BRONKHIAL


1. Pengertian Asma Bronkhial
Asma adalah kondisi berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan saluran
pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga membuat kesulitan bernafas.
Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-
anak, terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun. Beberapa anak menderita asma
sampai mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah
menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori.
Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-
akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota.
Beberapa orang ilmuan memberikan definisi tentang asma , antara lain : Asma
adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma
adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat
diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten
yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.
2. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
a. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
b. Pembengkakan membran bronkus.
c. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asthma bronkhial.
a. Faktor predisposisi (genetik)
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahuibagaimana  cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi (Pencetus )
1) Alergen
Dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti debu, bulu
binatang,   serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti : perhiasan,
logam dan jam tan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu
3) Stres
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau
gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti

5) Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
3. Patofisiologi
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi
terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma.
Kelainan yang didapatkan adalah: Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan)
Selaput lendir bronkus udema Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental,
sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan
anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang
sendiri atau hilang dengan pertolongan obat. Pada stadium permulaan serangan terlihat
mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat
spasme. Terlihat kongesti embuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam
lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat
deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat
elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada
asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody
menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi.
Mediator kimia tersebut adalah:
a.        Histamin.
1) Kontraksi otot polos
2) Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema
3) Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa,
hidung dan mata
b.      Bradikinin.
1) Kontraksi otot polos bronchus.
2) Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
3) Vasodepressor (penurunan tekanan darah).
4) Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah.
c.      Prostaglandin.
bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)
4. Klasifikasi asma pada anak
Pembagian asma menurut Phelan dkk (1983) adalah sebagai berikut:
a. Asma episodik jarang
Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada
anak umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran
napas atas. Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan
paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat
berlangsung sekitar 3–4 hari dan batuknya dapat berlangsung 10–14 hari. Waktu
remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya
misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar
serangan tidak ditemukan kelainan lain.
b. Asma episodik sering
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan
ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 5–6 tahun dapat
terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya
dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya
serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai
beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada umur 8−13 tahun. Pada
golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau
persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan
mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu
serangan lebih dari 1−2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever
dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan
gangguan pertumbuhan.
c. Asma kronik atau persisten.
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur
3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada
50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5−6 tahun akan lebih jelas terjadinya
obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari.
Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di
rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8–14 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau
sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi  pada umur dewasa muda. Pada
pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon
chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini
dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas
fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan
kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga yang mengalami gangguan
psikososial.
Disamping tiga golongan besar tersebut diatas terdapat bentuk asma yang tidak dapat
begitu saja dimasukkan ke dalamnya
a. Asma episodik berat dan berulang
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya pada anak kecil dan umur prasekolah.
Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Biasanya
berhubungan dengan infeksi saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan
tanda-tanda alergi tidak menonjol. Serangan biasanya hilang pada umur 5−6 tahun.
Tidak terdapat obstruksi saluran napas yang persisten.
b. Asma persisten
Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau beberapa minggu.
Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan dengan kecilnya
saluran napas pada anak golongan umur ini. Terjadi pada beberapa anak umur 3−12
bulan. Mengi biasanya terdengar jelas jika anak sedang aktif. Keadaan umum anak
dan tumbuh kembang biasanya tetap baik, bahkan beberapa anak menjadi gemuk
sehingga ada istilah “fat happy wheezer”. Gambaran rontgen paru biasanya normal.
Gejala obstruksi saluran napas disebabkan oleh edema mukosa dan hipersekresi 
daripada spasme otot bronkusnya
c. Hipersekresi
Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah. Gambaran utama
serangan adalah batuk, suara napas berderak dan mengi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan ronkhi basah kasar dab ronkhi kering.
d. Asma karena beban fisik
Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada asma episodik
sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu terdapat golongan asma yang
manifestasi klinisnya baru timbul setelah ada beban fisik yang bertambah. Biasanya
pada anak besar dan akil baliq.
e. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik.
Pada kebanyakan asma anak, biasanya terdapat banyak faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma, tetapi pada anak yang serangan asmanya baru timbul
segera setelah terkena alergen, misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna
tartrazine, makan makanan atau minum minuman yang mengandung zat pengawet..
f. Batuk malam
Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena inflamasi mukosa,
edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala menginya tidak jelas sering
salah didiagnosis, yaitu pada golongan asma anak yang berumur 2−6 tahun dengan
gejala utama serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi
pada jam 1−4 pagi. Pada golongan ini sering didapatkan tanda adanya alergi pada
anak dan keluarganya.
g. Asma yang memburuk pada pagi hari.
Golongan yang gejalanya paling buruk jam 1−4 pagi. Keadaan demikian dapat
terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan ini diduga berhubungan dengan
irama diurnal caliber saluran napas, yang pada golongan ini sangat menonjol.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita
bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta
tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
a. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila
ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
b. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh
serangan.
c. Tingkat III :
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
d. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik
dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma
pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma
yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
6. Penatalaksanaan medis
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan
Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5%
diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau
klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam pada
gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia, bronkhiolitis, chronic
persistent bronchitis, emphysema.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemerikasaan laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
Adanya badan kreola adalah karakterestik untuk serangan asama yang berat,
karena hanya reaksi nebat yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa.
Sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Perwarnaan
gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti
kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
2) Pemeriksaan darah (analisa gas darah/AGD/Astrub)
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis.
b) Peningkatan dari SGOT dan LDH
c) Hiponatremia dan kadar leukosit diatas 15.000/mmᵌ dimana menandakan
terdapat suatu infeksi
3) Sel eosinofil
Dapat mencapai 1000-1500/mmᵌ, sedangkan hitungan sel eosinofil normal
antara 100-200/mmᵌ
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
2) Pemeriksaan tes kulit
3) Scanning paru
4) Spirometer

2. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer Asma
a.     Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b.     Breathing
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c.      Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
- Papiledema
- Urin output meurun
d.     Dissability
- Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a.     Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada
yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b.     Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma
dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1)    Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan
posisi istirahat klien.

2)    Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3)     Thorak
a)     Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat
dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b)     Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c)      Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d)     Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing.
c.     Sistem pernafasan
1)    Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna
dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
2)    Frekuensi pernapasan meningkat
3)    Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4)    Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
5)    Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
6)    Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior
rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7)    Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d.     Sistem kardiovaskuler
1)Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2)Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5
mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3)Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
c. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
d. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
e. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
g. Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
h. Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
j. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .
4. Intervensi

N TUJUAN DAN KRITERIA


Dx KEPERAWATAN INTERVENSI  (NIC)
O HASIL  (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
tachipnea, peningkatan 1. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
produksi mukus, Ventilation bila perlu
kekentalan sekresi dan 2. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
bronchospasme. Airway patency memaksimalkan ventilasi
3. Aspiration Control, 3. Identifikasi pasien perlunya
4. Dengan kriteria hasil : pemasangan alat jalan nafas
5. Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan suara 4. Pasang mayo bila perlu
nafas yang bersih, tidak 5. Lakukan fisioterapi dada jika
ada sianosis dan perlu
dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mengeluarkan sputum, atau suction
mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
dengan mudah, tidak adanya suara tambahan
ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
6. Menunjukkan jalan 9. Berikan bronkodilator bila
nafas yang paten (klien perlu
tidak merasa tercekik, 10. Berikan pelembab udara Kassa
irama nafas, frekuensi basah NaCl Lembab
pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak mengoptimalkan
ada suara nafas keseimbangan.
abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
7. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
perubahan membran jam, pasien mampu : Airway Management
kapiler – alveolar 1. Respiratory Status : Gas
exchange 1. Buka jalan nafas, gunakan
2. Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
ventilation bila perlu
3. Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk
4. Dengan kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
5. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien perlunya
peningkatan ventilasi dan pemasangan alat jalan nafas
oksigenasi yang adekuat buatan
6. Memelihara kebersihan 4. Pasang mayo bila perlu
paru paru dan bebas dari 5. Lakukan fisioterapi dada jika
tanda tanda distress perlu
pernafasan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
7. Mendemonstrasikan batuk atau suction
efektif dan suara nafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
yang bersih, tidak ada adanya suara tambahan
sianosis dan dyspneu 8. Lakukan suction pada mayo
(mampu mengeluarkan 9. Berika bronkodilator bial perlu
sputum, mampu bernafas 10. Barikan pelembab udara
dengan mudah, tidak ada 11. Atur intake untuk cairan
pursed lips) mengoptimalkan
8. Tanda tanda vital dalam keseimbangan.
rentang normal 12. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

1. Monitor rata – rata, kedalaman,


irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
penyempitan bronkus jam, pasien mampu : Airway Management
1. Respiratory status :
Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan
2. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
Airway patency bila perlu
3. Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
4. Dengan Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
5. Mendemonstrasikan batuk 3. Identifikasi pasien perlunya
efektif dan suara nafas pemasangan alat jalan nafas
yang bersih, tidak ada buatan
sianosis dan dyspneu 4. Pasang mayo bila perlu
(mampu mengeluarkan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
sputum, mampu bernafas perlu
dengan mudah, tidak ada 6. Keluarkan sekret dengan
pursed lips) batuk atau suction
6. Menunjukkan jalan nafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
yang paten (klien tidak adanya suara tambahan
merasa tercekik, irama 8. Lakukan suction pada mayo
nafas, frekuensi 9. Berikan bronkodilator bila
pernafasan dalam rentang perlu
normal, tidak ada suara 10. Berikan pelembab udara
nafas abnormal) Kassa basah NaCl Lembab
7. Tanda Tanda vital dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal (tekanan mengoptimalkan
darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2

Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
proses penyakit. jam, pasien mampu : Pain Management
1. Pain Level,
2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
3. Comfort level secara komprehensif
Dengan Kriteria Hasil : termasuk lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri, faktor presipitasi
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi nonverbal
tehnik nonfarmakologi dari ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi
mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
2. Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan 4. Kaji kultur yang
menggunakan manajemen mempengaruhi respon nyeri
nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri
3. Mampu mengenali nyeri masa lampau
(skala, intensitas, 6. Evaluasi bersama pasien dan
frekuensi dan tanda nyeri) tim kesehatan lain tentang
4. Menyatakan rasa nyaman ketidakefektifan kontrol nyeri
setelah nyeri berkurang masa lampau
5. Tanda vital dalam rentang 7. Bantu pasien dan keluarga
normal untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)

5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :


dengan kesulitan keperawatan selama 3 x 24 Anxiety Reduction (penurunan
bernafas dan rasa takut jam, pasien mampu : kecemasan)
sufokasi. 1. Anxiety control 1. Gunakan pendekatan yang
2. Coping menenangkan
3. Impulse control 2. Nyatakan dengan jelas
Dengan Kriteria Hasil : harapan terhadap pelaku
1. Klien mampu pasien
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan gejala apa yang dirasakan selama
cemas prosedur
2.  Mengidentifikasi, 4. Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stres
menunjukkan tehnik untuk 5. Temani pasien untuk
mengontol cemas memberikan keamanan dan
3. Vital sign dalam batas mengurangi takut
normal 6. Berikan informasi faktual
4. Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis, tindakan
wajah, bahasa tubuh dan prognosis
tingkat aktivitas 7. Dorong keluarga untuk
menunjukkan menemani anak
berkurangnya kecemasan 8. Lakukan back / neck rub
9. Dengarkan dengan penuh
perhatian
10. Identifikasi tingkat
kecemasan
11. Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
12. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
13. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
14. Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC :


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 Nutrition Management
kebutuhan tubuh jam, pasien mampu : 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan 1. Nutritional Status : food 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
faktor psikologis dan and Fluid Intake untuk menentukan jumlah
biologis yang 2. Nutritional Status : kalori dan nutrisi yang
mengurangi pemasukan nutrient Intake dibutuhkan pasien.
makanan 3. Weight control 3. Anjurkan pasien untuk
Dengan Kriteria Hasil : meningkatkan intake Fe
1. Adanya peningkatan berat 4. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan
2. Berat badan ideal sesuai vitamin C
dengan tinggi badan 5. Berikan substansi gula
3. Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat
4. Tidk ada tanda tanda untuk mencegah konstipasi
malnutrisi 7. Berikan makanan yang
5. Menunjukkan peningkatan terpilih ( sudah
fungsi pengecapan dari dikonsultasikan dengan ahli
menelan gizi)
6. Tidak terjadi penurunan 8. Ajarkan pasien bagaimana
berat badan yang berarti membuat catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan  dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

7 Kurang  pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Teaching : disease Process
faktor-faktor pencetus jam, pasien mampu : 1. Berikan penilaian tentang
asma. 1. Kowlwdge : disease tingkat pengetahuan pasien
process tentang proses penyakit yang
2.   Kowledge : health spesifik
Behavior 2. Jelaskan patofisiologi dari
Dengan Kriteria Hasil : penyakit dan bagaimana hal
1. Pasien dan keluarga ini berhubungan dengan
menyatakan pemahaman anatomi dan fisiologi, dengan
tentang penyakit, kondisi, cara yang tepat.
prognosis dan program 3. Gambarkan tanda dan gejala
pengobatan yang biasa muncul pada
2. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
mampu melaksanakan tepat
prosedur yang dijelaskan 4. Gambarkan proses penyakit,
secara benar dengan cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga 5. Identifikasi kemungkinan
mampu menjelaskan penyebab, dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim 6. Sediakan informasi pada
kesehatan lainnya pasien tentang kondisi, dengan
cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau
pasien informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. nstruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

8 Intoleransi  aktivitas Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Activity Therapy
batuk persisten dan jam, pasien mampu : 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
ketidakseimbangan 1. Energy conservation Rehabilitasi Medik
antara suplai oksigen 2. Activity tolerance dalammerencanakan progran
dengan kebutuhan tubuh. 3. Self Care : ADLs terapi yang tepat.
Dengan Kriteria Hasil : 2. Bantu klien untuk
1. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi aktivitas
aktivitas fisik tanpa yang mampu dilakukan
disertai peningkatan 3. Bantu untuk memilih aktivitas
tekanan darah, nadi dan konsisten yang sesuai dengan
RR kemampuan fisik, psikologi
2. Mampu melakukan dan social
aktivitas sehari hari 4. Bantu untuk mengidentifikasi
(ADLs) secara mandiri dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik jam, pasien mampu : 1. Monitor kemempuan klien
1. Self care : Activity of Daily untuk perawatan diri yang
Living (ADLs) mandiri.
Dengan Kriteria Hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk
1. Klien terbebas dari bau alat-alat bantu untuk
badan kebersihan diri, berpakaian,
2. Menyatakan kenyamanan berhias, toileting dan makan.
terhadap kemampuan untuk 3. Sediakan bantuan sampai klien
melakukan ADLs mampu secara utuh untuk
3. Dapat melakukan ADLS melakukan self-care.
dengan bantuan 4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan NIC :
faktor resiko prosedur keperawatan selama 3 x 24 Infection Control (Kontrol
invasif jam, pasien mampu : infeksi)
1. Immune Status 1. Bersihkan lingkungan setelah
2. Risk control dipakai pasien lain
Dengan Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencuci tangan saat
untuk mencegah timbulnya berkunjung dan setelah
infeksi berkunjung meninggalkan
3. Jumlah leukosit dalam pasien
batas normal 5. Gunakan sabun antimikrobia
4. Menunjukkan perilaku untuk cuci tangan
hidup sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aseptic
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

5. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarakan analisis dan kesimpulan perawatan dan bukan atas petunjuk
tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang
berdasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain
(Mitayani, 2010). Implementasi juga dimaksudkan untuk pengelolaan dan perwujudan
dari renvcana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nasrul,1995).
Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasi
tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan intervensi (atau program keperawatan ) (Kozier,2011).
Implementasi tindakan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu independent,
interdependent, dan dependent .
a. Independent , yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa
petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup tindakan
keperawatan independent, antara lain :
1) Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien.
2) Merumuskan diagnosis keperawatan sesuia respons klien yang
memerlukan intervensi keperawatan.
3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau
memulihkan kesehatan klien
b. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja dama dari tenaga
kesehatan lain (mis, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter )
c. Dependent, yaitu berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis/instruksi
dari tenaga medis
Hal yang tidak kalah penting pada tahap implementasi ini adalah mengevaluasi respons
atau hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien serta tindakan yang
telah dilaksanakan berikut respons atau hasilnya (Asmadi, 2008)
6. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalampencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan(Brooker, 2001). Sedangkan menurut (Asmadi,
2008), evaluasi adalah tahap akhir dari proses kperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis danterencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan prilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan,
yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam, 2003)
WOC

Spasme otot edema Inflamasi dinding Sumbatan


bronchus bronchus mukus

Alveoli tertutup
Obstruksi saluran nafas
MK. Tidak efektif Hipoksemia
bersihan jalan ( Bronchospsame)
nafas
Asidosis Metabolis
Penyempitan jalan
MK. Kurang nafas
pengetahuan
MK. Gangguan
Peningkatan kerja pertukaran gas
pernafasan

Peningkatan keb Penurunan Dampak hospitalisasi


O2 masukan oral
MK. Kecemasan

hyperventilasi MK. Perubahan


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Retensi O2 tubuh

Asidosis Respiratori
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai