Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. A DENGAN PENYAKIT ASMA BRONKIAL


DI RUANG IGD RS HERMINA BEKASI

Disusun Oleh
FEBRI OKTAVYANDA
03.20180412.03

RSIA HERNMINA BEKASI


Jalan Kemakmuran No. 39 Marga Jaya, Bekasi
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan peradangan kronis yang umum terjadi pada saluran napas

yang ditandai dengan gejala yang bervariasi dan berulang, penyumbatan saluran napas

yang bersifat reversibel, dan spasme bronkus. Di indonesia seiring bersama

berkembangnya jumlah masyarakat dan industri sehingga asma semakin jadi perhatian

lebih yang disertai bersamaan semakin bertambahnya faktor pemicu. Peningkatan

penyakit asma sangat dipengaruhi oleh pola hidup, paparan alergen, rokok, polusi

udara dari industri ataupun kendaraan.

Indonesia terdapat 9 juta penduduk yang menderita asma The Global Asthma

Report, melaporkan bahwa jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 334

juta pada tahun 2014. Prevalensi asma di berbagai negara berkisar antara 1% hingga

18% dari populasi. Menurut estimasi yang dilakukan oleh WHO, kejadian penyakit

asma di dunia akan meningkat sebesar 100 penderita baru di berbagai negara di dunia

pada tahun 2025 (WHO, juta 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun

2013, prevalensi asma nasional di Indonesia mencapai 4,5%. Artinya, dari 220 juta

penduduk. Sedangkan kasus asma bronkial yang terjadi di Rs Hermina Bekasi pada

bulan januari terdapat 7 kasus, Februari 10 kasus, dan pada bulan Maret terdapat 10

kasus.

Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun kejadian asma sering

terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Asma pada anak dapat menyebabkan

penurunan prestasi akademik dan penurunan interaksi sosial anak dengan lingkungan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan kasus ini adalah dapat memberikan gambaran serta
penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma di Rumah Sakit
Hermina Bekasi.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengna asma bronchial.
b) Mampu menentukan masalah atau diagnosa keperawatan pada pasien
dengan asma bronchial.
c) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan asma
bronchial.
d) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan asma
bronchial.
e) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan asma
bronchia
f) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan secara baik dan
benar.

C. ManfaatPenulisan
1. Bagi Rumah Sakit hermina Bekasi
Sebagai bahan informasi untuk menambah kepustakaan khususnya
perawatan pada pasien dengan asma
2. Bagi Penulis
Dengan dilakuannya asuhan keperawatan pada pasien dengan asma ini
penulis mendapatkan pengalaman dalam penangan dan penatalaksanaan
terhadap penyakit asma, serta dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu
yang sudah didapatkan daam jenjang pendidikan sebelumnya.
3. Bagi Ruang Keperawatan
Sebagai masukan dan sebagai aplikasi tenaga kesehatan dalam penanganan
asma di ruang keperawatan di Rumah Sakit Hermina Bekasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Asma Bronkial merupakan gangguan radang kronok saluran nafas. Saluran
napas yang mengalami radang kronok bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oeh factor resiko tertentu, jalan nafas menjadi tersumbat dan airan udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses
radang (Almazini, 2012)
Asma Bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karrena hiperaktifitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Seheb, 2011)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil
dari pengobatan (The American Thoracic Society).
Dari berbagai deinisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma bronchial adalah
suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai
dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos
bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu
keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.

B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma bronkhial:
1. Genetic
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanyabakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus.
2. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenus, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-
obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh:
perhiasan, logam, dan jam tangan.
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin, serbuk bunga, dan debu.
4. Olah raga/aktivitas berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma.
5. Stress
Stress/ ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah
gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan
asma yang sudah pribadinya karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.

C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien
akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah :
1. Batuk
2. Bernafas cepat dan dalam
3. Wheezing
4. Gelisah
5. Nyeri dada atau tekanan
6. Pucat dan akral dingin
7. Bibir atau kuku menjadi biru ( sianosis )

E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan


1. Anatomi pernafasan

a) Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang ( kavum nasi ), dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi ).
Didalamnya terdapat bulu-buu yang berguna untuk mrnyaring udara, debu,
dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung

b) Faring
Faring adalah saluran berbentuk seperti tabung kerucut yang dimulai
dari bagian belakang hidung dan rongga mulut sampai dengan bagian sebelum
trakea (batang tenggorokan) dan esofagus (Tabung yang terhubun ke
lambung). Bagian faring semakin menyempit dari awal ke akhir sehingga
menyerupai sebuah corong Faring termasuk ke dalam bagian dari sistem
pernapasan juga bagian dari sistem pencernaan. Kata faring berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynx yang artinya tenggorokkan. Faring umumnya
memiliki panjang sekitar 12 - 15 cm.
c) Laring
Laring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan
dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di
bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan
esofagus.
d) Trakea
Trakea adalah bagian dari sistem pernapasan berbentuk pipa tabung
dengan panjang 10 – 16 cm dan diameter sekitar 20 – 25 mm. Trakea terletak
setelah laring dan sebelum bronkus serta bersebelahan dengan esofagus. Trakea
merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan udara yang masuk ke
bronkus dan alveolus sekaligus menyaring debu atau kotoran yang terdapat di
dalam udara tersebut. Trakea dalam bahasa indonesia sering disebut dengan
Batang Tenggorokkan. Bentuk trakea pada makhluk hidup dapat bervariasi,
namun pada manusia deskripsinya seperti penjelasan diatas
e) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari
6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada
bronkioli tidak terdapat cincin, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f) Bronkiolus
Bronkiolus (jamak bronkioli) adalah percabangan dari bronkus pada
batang tenggorok manusia. Bronkioli bercabang pada bronkus tersier pada
bronkus dan kemudian menjadi tempat percabangan alveolus. Luas permukaan
bronkiolus menentukan besar oksigen yang dapat diikat secara efektif oleh
paru-paru.
g) Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak
didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan
apeks (puncak) diatas dan sedikit lebih tinggi dari clavikula didalam dasar
leher. Pangkal paru-paru berada diatas landae ronggathoraks,diatas diafraghma.
Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga, sisi belakang yang
menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan
jantung. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap
lobus tersusun atas lobula. Jaringan paru-paru elastis,berpori, dan seperti spons.
2. Fisiologi pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida . pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang
memisahkan oksigen dari darah.Oksigen menembus membran ini dan diambil oleh
hemoglobin dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesseluruh
bagian tubuh. Di dalam paru-paru ,karbondioksida, salah satu hasil metabolisme,
menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa
bronkial dan trakea, dinapaskan ekskresikan melalui hidung dan mulut.

F. Patofisiologi
individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam
paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan
kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan
pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls
saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika
ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan
berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada
saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi,
tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami
edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai
tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi
hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan
ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma
seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk
produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.
G. Komplikasi
Asma bronkial dapat menimbulkan beberapa komplikasi bila tidak segera tertangani
antara lain yaitu :
1. Status asmatikus
Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian
menjadiberat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau
aminofilin suntikandapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus
dirawat dengan terapi yangintensif.
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibatpenyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasanyang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkankolapsnya paru.
5. Emfisema
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara
berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
6. Gagal nafas
Gagal nafas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbon dioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan karbon
dioksida dalam se-sel tubuh.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kulit alergen
2. Rontgen thorak
3. Pemeriksaan sputum: jernih/berbusa (alergik), kental dan putih (non aergik),
berserabut ( non alergik)
4. Pemeriksaan darah tepi
5. Pemeriksaan AGD
6. Spirometri
I. Penatalaksanaan
1. Bronkodilator
2. Pemberian terapi oksigen
3. Menghindari faktor pencetus
4. Penggunaan kortikosteroid inhalasi
5. Terapi inhalasi

J. Pengkajian
1. Pengkajian kegawatdaruratan
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada kasus kegawat daruratan sealu
diawali dengan melalukan pengkajian. Pengkajian kegawatdaruratan pada
umumnya menggunakan pendekatan A-B-C (airway= jalan nafas,
breathing=pernafasan dan circulation =sirkulasi).
a. Airway (Jalan Nafas)
Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten
(longgar) atau mengalami obstruksi total atau partial sambil
mempertahankan tulang servikal. Pengkajian pada jalan nafas dengan cara
membuka mulut korban dan lihat apakah ada vokada asing seperti gigi
yang patah, bunyi stridor (obstruksi dari lidah). Apabila ditemukan jalan
nafas tidak efektif maka lakukan tindakan untuk membebaskan jalan nafas.
b. Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. Bila
diperlukan auskultasi dan perkusi. Inspeksi dada korban: Jumlah, ritme dan
tipe pernafasan, kesimetrisan pengembangan dada. Palpasi dada dakah
nyeri tekan, penurunan ekspansi paru. Auskultasi: Bagaimanakah bunyi
nafas (normal atau vesikuler menurun), adakah suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing. Perkusi, dilakukan di daerah thorak dengan hati
hati, beberapa hasil yang akan diperoleh adalah sebagai berikut: Sonor
(normal); Hipersonor atau timpani bila ada udara dithorak, Pekak atau
dullnes bila ada konsolidasi atau cairan.
c. Circulation (sirkulasi)
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kemampuan
jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah keseluruh tubuh.
Meliputi: Tekanan darah, Jumlah nadi, keadaan akral: dingin atau hangat,
Sianosis, CRT
d. Disability
Meliputi : penilaian kesadaran (GCS), pupil.
e. Exposure
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya
2. Pengkajian keperawatan dengan kasus ini meliputi :
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama: Seseg batuk dahak tak bisa keuar
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Dikembangkan dari keluhan utama berdasarkan PQRST :
a) P (Profokatif Poliatif) Apa yang menjadi penyebab, hal-hal apa
yang memperingan dan memperbesar keadaan.
b) Q (Quality) seberapa berat keluhan-keluhan terasa,bagaimana
rasanya, seberapa sering terjadinya.
c) R (Region) Dimana didaerah keluhan yang dirasakan atau
ditemukan, apakah menyebar, daerah penyebaran.
d) S (Scale) Apakah mengganggu aktivitas, skala keluhan dirasakan.
e) T (Time) Kapan keluhan tersebut dirasakan, seberapa sering
keluhan tersebut dirasakan atau terjadi.
3) Riwayat Pegobatan
Tanyakan kepada pasien tentang riwayat pengobatan sebelumnya atau
riwayat penyakit sebelumnya.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pada klien dengan Bronkhitis mengalami keletihan, dan kelemahan
dalam melakukan aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang
dialami.
5) Pola nutrisi-metabolik
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada
pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh
yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi
ronchi, atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa
didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.
b) Kardiovaskuler : TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu
pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung
dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada.
c) Neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis
keapatis, somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS,
adanyakelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas.
d) Perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya
gangguan eliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia
urine.
e) pencernaan
Inspeksi : kaji adanya mual, muntah, kembung, adanya distensi
abdomen dan nyeri abdomen, diare atau konstipasi.
Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
Perkusi : kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat
adanya kembung.
Palpasi : adanya hepatomegali, splenomegali,
mengidentifikasi, infeksi pada minggu kedua,
adanya nyeri tekan pada abdomen.
f) Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan
malaise, adanya sianosis. Integumen turgor kulit
menurun, kulit kering.

K. Fokus Intervensi dan Rasional


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi/kelemahan
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan
jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles,
ronki.
b. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
c. Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan “lapar udara” gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal
yang berhubungan dengan kondisi individu.
f. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir
g. Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
h. Kolaborasi
1) Berikan obat sesuai indikasi : Bronkodilator, misalnya β-agonis: epinefrin
(Adrenalin, Vaponefrin), albuterol (Proventil, Ventolin), terbutalin
(Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).
2) Xantin, misalnya aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bronkodyl,
Theo-Dur).
3) Steroid oral, IV, dan inhalasi, metilprednisolon (Medrol), deksametason
(Decadral), antihistamin misalnya beklometason (Vanceril, Beclonent),
triamsinolon (Azmacort)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan
alveoli
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas.
c. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa beratnya
hipoksemia.
d. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
e. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan
f. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan Evaluasi
tingkat toleransi aktivitas.
g. Awasi tanda vital dan irama jantung
h. Kolaborasi
1) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien
3) Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke
UPI sesuai intruksi untuk pasien.

3. Cemas yang berhubungan hospitalisasi dan distres pernafasan.


Tujuan : menurunkan kecemasan pada anak dan orang tua
Kriteria hasi: pasien dan orang tua pasien dapat mengatasi kecemasan
Intervensi :
a. Berikan ketenangan terhadap orang tua
b. Memberikan rasa nyaman
c. Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian dan informasi
d. Bina hubungan saling percaya terhadap pasien
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan tidak adanya dispnea dan tanda vital
dalam rentang normal
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan Bantu pasien
memilih aktivitas.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA “AN. A”DENGAN PENYAKIT
ASMA BRONKIALDI RUANG IGD RS HERMINA BEKASI

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : An. A
Umur : 5 Tahun 11 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Perum 3 Halmahera Raya No 444 Aren Jaya Bekasi Timur
Ruangan : IGD
Tanggal Masuk : 13 Mei 2018, Jam: 16:00 wib
Tanggal Pengkajian : 14 Mei 2018, Jam: 09:45 wib
No Rekam Medis : C.361390
Diagnosa Medis : Asma Bronkial
2. Resume
Pasien datang ke IGD pada tanggal 13 Mei 2018 dengan keluhan sesak nafas
mulai semalam jam 10.00 wib disertai dengan mual dan muntah kurang lebih 3 kali, ibu
pasien mengatakan saat batuk dahak tidak bisa keluar, pasien mengatakan dada sakit.
Kemudian di IGD di berikan terapi 02 canul dan inhalasi nebulizer. Tampak cemas
keringat dingin serta mengeluh kesakitan. Diagnosa medis sementara di IGD adalah
Asma Bronkial. Riwayat penyakit dahulu pada pasien kurang lebih umur 4 tahun yang
lalu sempat ada keluhan yang serupa. Ada pula riwayat penyakit turunan serupa yang
berasal dari Ayah pasien.
3. Primary survey
a. Airway
Terdapat hambatan jalan nafas yaitu terdapat adanya lendir atau dahak yang sulit
untuk dikeluarkan sehingga pasien kesulitan untuk bernafas.
b. Breathing
I : Frekuensi pernafasan 45x/menit, pergerakan dada simetris terpasang oksigen
nasal kanul 2 lpm.
A : Suara nafas wheezing
P : Perkusi sonor
P : Tidak ada krepitasi
c. Circulation
Keadaan kulit akral hangat, naditeraba kuat dan reguler, CRT 2 detik. TD :
mmHg, Nadi: 115x/menit, Respirasi : 45x/menit, SPO2 : 96%, Suhu : 36,4ºC
d. Disability
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E=4 M=5 V=6
Pupil : Isokor
e. Exposure
Tidak ada jejas.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan wajah
Wajah buat, rambut lurus bersih, pupil isokor, refek cahaya positif, hidung
simetris dan terpasang oksigen nasal canul. Tidak ada pernafasan cuping hidung,
membran mukosa pucat.
b. Toraks
I : tidak terdapat jejas, terdapat retraksi dinding dada
A : suara nafas wheezing, suara jantung : S1: lub S2 : dub
P : sonor
P : tidak ada krepitasi
c. Abdomen
I : bentuk simetris
A : bising usus 18x/ menit
P : perkusi timpani
P : tidak ada nyeri tekan
d. Eliminasi
BAB : frekuensi 1x, berbentuk padat
BAK : frekuensi 4-5x, warna kuning jernih
e. Ekstermitas
Ekstermitas atas & bawah dalam batas normal. Terpasang infus di tangan kanan.
5. Pemeriksaan pununjang tanggal 13-05-2018
Darah Tepi
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 12.3 10.7-14.7
Hematokrit 37.5 31-43
Leukosit 16970 5-14.5
Trombosit 374 150-440
- Basofil 0 0-1
- Eosinofil 4 1-3
- Neutrofil batang 2 2-6
- Neutrofil segmen 71 50-70
- Limfosit 16 20-40
- Monosit 7 2-8

6. Pengobatan sekarang
a. Terapi selama di IGD
Pemberian O2 nasal canul 2 lpm dan Velutin 2 ml : Nacl 0,9% 3cc diberikan 3x
dengan jeda waktu 30 menit.
b. Terapi lanjutan
1) Aminophylin 4x36 mg
2) Methyl prednisolon 3x12 mg
3) Cefadroxil
4) Cetirizin 1x10 mg
5) Nebulizer velutin 2 ml

B. Data fokus
Data subyektif Data obyektif
Pada tanggal 14 April 2018
- Ibu pasien mengatakan anaknya - Respirasi 45x/menit
sesak nafas mulai semalam - Terdengar suara wheezing
- Ibu pasien mengatakan anaknya - Terdapat retraksi dinding dada
mual dan muntah kurang lebih 3 - Pasien tampa pucat
kali - Tampak cemas
- Ibu pasien mengatakan saat batuk
dahak tak bisa keluar
- Pasien mengatakan dada sakit

C. Analisa data
No Data Masalah Etiologi
1 Do : Ketidakefektifan Bronkospasme
- Ibu pasien mengatakan bersihan jalan nafas
anaknya sesak nafas mulai
semalam
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mual dan muntah
kurang lebih 3 kali
- Ibu pasien mengatakan saat
batuk dahak tak bisa keluar
Ds :
- Respirasi 50x/menit
- Terdengar suara wheezing
- Terdapat retraksi dinding
dada
2 Do : Cemas Hospitalisasi
- Pasien mengatakan dada
sakit
Ds :
- Pasien tampa pucat
- Tampak cemas

D. Diagnosa kperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
2. Cemas yang berhubungan dengan proses hospitalisasi
E. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
Kriteria hasil : pasien akan menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan
jalan nafas
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan
b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasoi inspirasi/ekspirasi
c. Kaji pasien posisi nyaman, misal peninggian kepala tempat tidur
d. Ajarkan pasien/keluarga pasien tentang batuk efektif
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi

2. Cemas yang berhubungan dengan proses hospitalisasi


Tujuan : mampu mengatasi tingkat kecemasan
Kriteria hasil : pasien dan keluarga pasien mampu mengatasi tingkat
kecemasan
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien
b. Bina hubungan saling percaya terhadap pasien
c. Beri penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan semua tentang
penyakit
d. Kondisikan lingkungan sekitar untuk mendukungnya pemulihan
F. Implementasi
No. Jam Implementasi Nama
DX
1 09.45 Mengukur vital sign
TD: - mmHg, Nadi: 115x/menit, Respirasi : Febri
45x/menit, SPO2 : 96%, Suhu : 36,4ºC, Bb :
18,6kg
10:10 Mengkaji pernafasan, suara nafas, dan frekuensi Febri
RR : 45x/menit, suara nafas wheezing , terdapat
retraksi dinding dada
10: 15 Memberikan terapi oksigen Febri
Terpasang O2 canul 2 lpm
10:20 Melakukan inhalasi uap Febri
Nebulizer velutin 2 ml : Nacl 0,99% 3cc
10:30 Memposisikan pasien senyaman mungkin Febri
Diposisikan semifoler
11:00 Mengukur vital sign Febri
RR : 45x/menit, SpO2 : 96%, N : 115x/m
11:05 Melakukan inhalasi uap Febri
Nebulizer velutin 2 fls : Nacl 0,99% 3cc
11:25 Mengukur vital sign Febri
RR : 29x/ menit, SpO2 : 98% N:120
12:30 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian Febri
terapi dan pemeriksaan penunjang
Cek darah tepi
2 12:35 Memberikan informasi Febri
Menjelaskan tentang tindak anjut dan
penanganan lanjutan

G. Evaluasi
No Evaluasi Nama jelas
dx
1 S : pasien mengatakan sesaknya berkurang Febri
O : ku sedang R: 29x/menit, wheezing berkurang tetapi
masih terdengar sedikit, SpO2 : 98%
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi di lanjutkan
2 S : pasien mengatakan tidak takut untuk di uap lagi Febri
O : cemas tampak berkurang
A: cemas sedikit teratasi
P : intervensi di lanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian pada teori yaitu pengkajian kegawat daruratan berfokus pada sistem
pernafasan, yaitu mengkaji tentang airway (jalan nafas), breathing (pernafasan),
circulation yang meliputi menghitung frekuensi pernafasan, mengauskultasi suara
nafas, melihat apakah ada retraksi dinding dada, pengeluaran seputum dan ada nafas
cuping hidung atau tidak. Kaji juga adanya cemas pada pasien dan kaji apa yang
menyebabkan pasien merasa sesak nafas.
Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 13 Mei 2018 didapatkan data keluhan
utama pasien sesak berat sejak kemaren malam , dan keluarga pasien juga
mengaatakan bahwa sudah 3 hari batu dan pilek. Ibu pasien mengatakan anaknya
batuk dan tidak dapat mengeluarkan dahaknya. Saat dialakukan pemeriksaan fisik di
dapatkan tekanan darah TD : - mmHg, Nadi: 115x/menit, Respirasi : 45x/menit,
SPO2 : 96%, Suhu : 36,4ºC, BB : 18,6 kg, saat diauskultasi terdengar suara wsheezing
dan terdapat retraksi dinding dada. Pasien terpasang oksigen, kesadaran compos
mentis, keadaan umum sedang.
Faktor pendukung ialah dalam melakukan pengkajian keluarga pasien bersedia
dilakukan pengkajian dan pasien bersedia untuk dijadikan pasien kelolaan untuk
pengambilan kasus. Sehingga memudahkan penulis dalam memperoleh data dan
adanya data dari catatan medis. Faktor penghambat yaitu saat dilakukan pengkajian
pasien masih sesak dan kesulitan untuk berbicara serta perasaan takut dan was-was
sehingga penulis belum mendapatkan data secara maksimal.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasme, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen serta cemas. Pada teori didapatkan empat materi
sedangkan yang didapatkan pada pasien ada dua diagnosa keperawatan yaitu bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme yaitu di dapatkan data
sebagai berikut pasien mengatakan sesak nafas, pasien juga mengatakan batuk dan
susah untuk mengeluarkan dahaknya. RR 29 x/ menit, terdengar suara wheezing ronchi
saat diauskultasi, ada retraksi dinding dada, pasien terpasang oksigen nasal canul dan
pasien mendapatkan Inhalasi velutin 1fs 2x. Diagnosa kedua yaitu cemas yang
berhubungan dengan hospitalisasi dan distres pernafasan dengan didapatkan data
sebagai berikut pasien tampak cemas dan pucat.
Faktor yang mendukung penulis saat menentukan diagnosa keperawatan yaitu
adanya keluhan – keluhan pasien yang mengarah kepada masalah keperawatan pada
pasien dengan asma dan keluarga pasien juga bersedia dilakukan pengkajian. Faktor
penghambat yaitu dimana penulis sulit mengkaji lebih dalam karena keadaan anak
yang kurang mampu utuk mengungkapkan apa yang dirasa.
C. Perencanaan
Perencanaan keperawatn yang direncanakan dalam kasus sudah sesuai dengan
teori. Diagnosa keperawatan direncanakan selama 1x24 jam dikarenakan klien akan
lebih dipantau selanjutnya di ruang perawatan, pemantauan selama di IGD hanya
untuk memantau perburukan kondisi yang tidak di inginkan.

D. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan yang dilaksanakan pada klien sesuai dengan yang sudah
direncanakan pada perencanaan keperawatan, hanya beberapa tindakan keperawatan
yang belum dilaksanakan. Beberapa pelaksanaan keperawatan yang belum dapat
dilaksanakan di IGD akan di lanjutkan oleh tim keperawatan yang ada di ruangan
rawat inap.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan menggunakan prinsip SOAP (Subjektif,
Objektif, Analisa, dan Planing), yang dilakukan setelah melakukan tindakan dan
evaluasi secara umum setelah semua tindakan selesai. Diagnosa keperawatan yang
belum sepenuhnya teratasi yaitu kebersihan jalan nafas dan cemas. Diagnosa dan
intervensi yang belum dapat tercapai di karenakan penulis hanya melakukan sementara
di ruang IGD. Dengan demikian intervensi dilanjutkan di ruang perawatan anak
dikarenakan pasien dilakukan rawat rawat inap untuk pemantauan dan pemulihan lebih
lanjut.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang
bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi
akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi
alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.
Pengkajian dilakukan pada hari jumat, tanggal 13 Mei 2018 bernama An. A
dengan jenis kelamin perempuan. Pasien masuk dikarenakan sesak berat, dan saat
dikaji pasien mengatakan sesak, ibu pasien mengatakan batuk dan tidak dapat
mengeluarkan sputum. Tampak cemas, gelisah, dan tampak pucat. Pasien
menggunakan oksigen, terdapat retraksi dinding dada, pernafasan pasien 45 x/menit,
saat diauskultasi terdengar suara wheezing dari data tersebut didirikanlah diagnosa
bersihan jalan nafsa tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme dan untuk
diagnosa kedua cemas yang berhubungan dengan hospitaisasi.
Berdasarkan diagnosa maka perencanaannya adalah observasi tanda-tanda vital
pasien,auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau frekuensi
nafas, tempatkan posisi yang nyaman pada pasien misalnya beri posisi semi fowler
anjurkan kepada pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan dan kolaborasi
pemberian oksigen. Diagnosa kedua kaji tingkat kecemasan pasien. Bina hubungan
saling percaya terhadap pasien. Beri penjelasan tentang prosedur yang akan di akukan
dan semua tentang penyakit. Kondisikan lingkungan sekitar untuk mendukungnya
pemulihan.
Evaluasi dari pelaksaan diagnosa pertama berdasarkan kasus yaitu bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme masalah dapat teratasi sebagian
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dengan kriteria hasil pasien tidak sesak, dapat
mengeluarkan sputum dan saat diauskultasi tidak terdengar suarawheezing. Diagnosa
cemas yang berhubungan dengan hospitaisasidengan tujuan yang di tetapkan dengan
kriteria hasil keluarga dan pasien mampu untuk mengatasi tingkat kecemasannya saat
di lakukan perawatan dapat teratasi sebagian sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Adapun beberapa tujuan yang belum terlakasanakan akan di lanjunjutkan saat pasien
masuk ke ruangan rawat inap.
B. SARAN
Penulis bermaksud memberikan saran untuk semua pihak yang terkait, untuk
tetap mempertahankan kinerja semua petugas medis yang ada di RS Hermina Bekasi
agar tercapai kinerja yang efektif dan efisien. Terutama bagi tim keperawatan agar
Perawat diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan secara maksimal dan
melakukan pengkajian secara menyeluruh sehingga dapat menentukan diagnosa mana
yang harus diprioritaskan.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty pilihan terapi baru untuk asma berat. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Bulechek, G. M, et al. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi keenam.

Singapore: Elsevier Ptc Ltd.

Https://id.wikipedia.org/wiki/Asma

Nurarif, A & Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Anda mungkin juga menyukai