NIM : P1908098
UNIT : UGD
https://youtu.be/hizBdM1Ob68
SUMBER SPO :
https://snars.web.id/rs/sop-resusitasi-jantung-paru/
7. REASSESSMENT:
a) Evaluasi ulang korban, bila tetap tak ada tanda-
tanda sirkulasi ulangi RJP dengan dimulai dari
kompresi dada. Bila tanda-tada sirkulasi sudah
tampak, periksa pernafasan.
b) Bila ada nafas, tempatkan dalam posisi mantap dan
awasi nafas dan sirkulasi.
c) Bila tak ada nafas tapi ada tanda-tanda sirkulasi,
berikan bantuan nafas 10-12 kali/menit dan awasi
adanya tanda-tanda sirkulasi tiap menit.
d) Bila tak ada tanda sirkulasi teruskan kompresi dada
dan ventilasi dengan rasio 30 kompresi 2 ventilasi.
e) Berhenti dan periksa tanda-tanda sirkulasi dan
adanya pernafasan spontan tiap menit.
i) Jangan berhenti RJP kecuali karena keadaan khusus.
j) Bila didapatkan adanya pernafasan yang adekuat
dan adanya tanda-tanda sirkulasi, pertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan posisikan dalam posisi mantap;
dengan cara:
i) Satu lutut difleksikan.
ii) Satu lengan yang sepihak diletakkan dibawah
pantat, lengan yang lain difleksikan didepan dada.
iii) Pelan pelan diguligkan kearah yang sepihak
dengan lutut yang fleksi.
iv) Kepala di ekstensikan, lengan yang fleksi
didepan dada diletakkan mengganjal rahang bewah
(agar tidak terguling ke depan )
adalah jantung, pembuluh darah yang terdiri dari artery, vein, dan capillary, serta
untuk memompa darah dan kerjanya sangat berhubungan erat dengan sistem
pernafasan. Pada umumnya, semakin cepat kerja jantung berlaku semakin cepat
pula frekuensi pernafasan dan sebaliknya. Terdapat banyak sebab jantung dapat
Rongga Hidung (Cavum Nasalis) Udara dari luar akan masuk lewat
masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada
bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur
agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan
(torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan,
dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-
saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan
trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis.
Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane
mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat
untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah
menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal
tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu
menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu
bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang
akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa
bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur
dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri
dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi
darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara
berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi
udara yang masuk dan keluar paru-paru. Paru-paru (Pulmo) Paru-paru terletak di
dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk
dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paruparu ada dua
bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-
paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua
selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan
2.1.1 RJP
prosedur awal pada korban, yaitu memastikan situasi dan keadaan pasien aman
atau tidak dengan memanggil nama atau sebutan Pak!!!, Bu!!!!, Mas!!!, Mbak!!!,
dll yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu
dengan mantap, sambil memanggil namanya. Prosedur ini disebut sebagai teknik
“touch and talk”. Hal ini cukup untuk membangunkan orang tidur atau
merangsang seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien
tidak sadar. Terdapat tiga derajat tingkat kesadaran, yaitu, sadar penuh, setengah
sadar, dan tidak sadar. Sadar penuh yang bererti pasien dalam keadaan sadar,
berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat, setengah sadar yang bererti
pasien mengantuk atau bingung, manakala pasien tidak sadar bererti pasien tidak
ada apa-apa respon. Jika pasien berespon tinggalkan pada posisi dimana
ditemukan dan hindari kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi dan
analisa kebutuhan tim gawat darurat. Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara,
mencari bantuan. Observasi dan kaji ulang secara regular. Jika pasien tidak
berespon berteriak minta tolong. Kemudian atur posisi pasien, sebaiknya pasien
terlentang pada permukaan keras dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi
terlentang, terlentangkan pasien dengan teknik log roll, secara bersamaan kepala,
leher dan punggung digulingkan. Atur posisi untuk penolong. Berlutut sejajar
dengan bahu pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru
(RJP) Terakhirnya, nadi karotis diperiksa. Menurut AHA Guideline 2010 tidak
menekankan pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti
jantung karena penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jika dalam
lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai.
Penolong awam tidak harus memeriksa denyut nadi karotis. Anggap cardiac arrest
jika pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas tapi tidak normal
(hanya gasping)
2.1.2 BHD
Bantuan hidup dasar (BHD) atau basic life support (BLS) ialah oksigenasi
darurat yang diberikan secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung
melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Untuk dapat
mengingat dengan mudah tindakan pada BHD ini dirumuskan dengan huruf A, B
dan C iaitu : 234 A airway (jalan nafas) B breathing (bantuan nafas) C circulation
(bantuan sirkulasi)
2.1.3 AIRWAY
Pastikan jalan nafas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat
bernafas. Pemeriksaan Jalan Nafas Untuk memastikan jalan nafas bebas dari
sumbatan karena benda asing. Bila sumbatan ada dapat dibersihkan dengan
tehnik cross finger ( ibu jari diletakkan berlawan dengan jari telunjuk pada
mulut korban). Cara melakukan tehnik cross finge adalah pertama sekali
silangkan ibu jari dan telunjuk penolong. Kemudian, letakkan ibu jari pada
gigi seri bawah korban dan jari telinjuk pada gigi seri atas. Lakukan gerakan
seperti menggunting untuk membuka mulut korban. Akhirnya, periksa mulut
setelah terbuka apakah ada cairan,benda asing yang menyumbat jalan nafas.5
Membuka Jalan Nafas Pada korban yang tidak sadar tonus otot menghilang,
maka lidah dan epiglotis akan menutup faring dan laring sehingga
menyebabkan sumbatan jalan nafas. Keadaan ini dapat dibebaskan dengan
tengadah kepala topang dahi (Head tild Chin lift) dan manuver pendorongan
mandibula (Jaw thrush manuver). Cara melakukan teknik Head tilt chin lift
(gambar 1a) ialah letakkan tangan pada dahi korban,kemudian tekan dahi
sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan dibawah bagian ujung
tulang rahang korban. Tengadahkan kepala dan tahan serta tekan dahi korban
secara bersamaan sampai kepala pasien/korban pada posisi ekstensi.
Manakala, cara untuk melakukan teknik jaw thrust manuvere (gambar 1b)
adalah letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi korban. Kemudian,
kedua tangan memegang sisi kepala korban. Penolong memegang kedua sisi
rahang dan kedua tangan penolong menggerakkan rahang keposisi depan
secara perlahaan. Akhirnya, pertahankan posisi mulut korban tetap
terbuka.1,5 Apabila terdapat benda asing yang mengobstruksi jalur nafas
pasien,ia dikeluarkan. Kemudian cek tanda kehidupan iaitu respon dan suara
napas pasien. Jangan mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya
untuk membuka jalan napas saja, karena pasien boleh ada cedera leher. 2,5
Menurut AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk gunakan head tilt-
chin lift untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan
leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal
meningkat jika pasien mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS
2.1.4 BREATHING
Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut arteri besar (arteri karotis,
arteri femorsalis). Berikut merupakan langkah-langkah RJP iaitu : 3,5,6 1.
Apabila terdapat denyut nadi maka berikan pernafasan buatan 2 kali 2.
Apabila tidak terdapat denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30
kali. Posisi kompresi dada, dimulai dari melokasi processus xyphoideus dan
tarik garis ke kranial 2 jari diatas processus xyphoideus dan lakukan kompresi
kepada tempat tersebut (gambar 6). 4. Kemudain berikan 2 kali nafas buatan
dan teruskan kompresi dada sebanyak 30 kali. Ulangi siklus ini sebanyak 5
kali dengan kecepatan kompresi 100 kali permenit. (gambar 7) 5. Kemudian
check nadi dan nafas korban apabila : a) Tidak ada nafas dan nadi: teruskan
RJP sampai bantuan datang. b) Terdapat naditetapi tidakan nafas : mulai
lakukan lakukan pernafasan buatan. c) Terdapat nadi dan nafas : korban
membaik.
. Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)Untuk orang awam yang
tidak berpengalaman hanya kompresi dada yang dilakukan.5 2. Penolong
yang terlatih (Trained lay rescuer) harus memberikan kompresi dada untuk
pasien yang SCA dan dapat memberikan ventilasi dengan maka perbandingan
30 : 2. 5 3.Penyedia pelayan kesehatan (Healthcare Provider). 5 Resusitasi
yang diberikan tergantung kasus yang dihadapi. Jika ada pasien yang lemas
ataupun yang mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami
penurunan kesadaran, CPR juga dapat diberikan dengan kompresi dada
sebanyak 30 kali dan diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan pasien
yang tidak responsif atau tidak bernafas, asumsi SCA selalu dilakukan
KETERAMPILAN KLINIK STASE KEPERAWATAN GADAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
ITIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA
DAFTAR PUSTAKA
1. Heil, M., Hazel, A. and Smith, J. (2008). The mechanics of airway closure. Respiratory Physiology & Neurobiology, 163(1-3), pp.214-221.
2. Lesauskaite, V. and Ebejer, M. (1999). Age-related changes in the respiratory system. Maltese Medical Journal, 11(1), p.25.
3. Majumder, N. (2015). Physiology of Respiration. IOSR Journal of Sports and Physical Education, 2(3), pp.16-17.
4. Patwa, A. and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system relevant to anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia, 59(9),
p.533.
5. Srinivas, P. (2012). Steady State and Stability Analysis of Respiratory Control System using Labview. International Journal of Control Theory
and Computer Modeling, 2(6), pp.13-23.
6. White, S., Danowitz, M. and Solounias, N. (2016). Embryology and evolutionary history of the respiratory tract. Edorium Journal of Anatomy
and Embryology, 3, pp.54-62.
7. Mitrouska, I., Klimathianaki, M. and Siafakas, N. (2004). Effects of Pleural Effusion on Respiratory Function. Canadian Respiratory Journal,
11(7), pp.499-503.
8. Kelly, F. (2014). Influence of Air Pollution on Respiratory Disease. European Medical Journal, 2, pp.96-103.
9. Kennedy, J. (2012). Clinical Anatomy Series‐ Lower Respiratory Tract Anatomy. Scottish Universities Medical Journal., 1(2), pp.174‐179.
10. Fikriyah, S. and Febrijanto, Y. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada mahasiswa laki-laki di asrama putra. Jurnal
STIKES, 5(1), pp.99-108.
11. American Heart Association.2010.Part 4 Adult Basic Life Support in Circulation Journal
KETERAMPILAN KLINIK STASE KEPERAWATAN GADAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
ITIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA
12. Subagjo A, Achyar,Ratnaningsih E, sugiman T, Kosasih A,Agustinus R.2011.Bantuan Hidup Jantung Dasar BSCL Indonesia.Edisi
2011.Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia ( PERKI)
13. Wiryana IM, Sujana IBG,Sinardja K, Budiarta IG. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks.2010 4. Latief S.A. Petunjuk
Praktis Anestesologi. Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.2010 5. Miller RD.Anestesia, 5th ed.Churcill Livingstone. Philadelphia.2000.
KETERAMPILAN KLINIK STASE KEPERAWATAN GADAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
ITIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA