Oleh :
Junaidi P1908096
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun 2014
merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya (Undang-undang No. 18, 2014).
Kesehatan jiwa adalah bahwa sehat-sakit dan adaptasi-maladaptasi merupakan
konsep yang berbeda, tiap konsep berada pada rentang yang terpisah. Rentang
sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi
berasal dari sudut pandang keperawatan. Jadi, seseorang yang mengalami sakit
baik fisik maupun jiwa dapat beradaptasi terhadap keadaan sakitnya. Sebaiknya,
seseorang yang tidak didiagnosis sakit mungkin memiliki respon koping yang
maladaptif. Kedua rentang ini menggambarkan model praktek keperawatan dan
medis yang saling melengkapi (Stuart, 2012).
Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif individu berupa perubahan
fungsi psikologis atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan budaya
setempat yang menyebabkan timbulnya penderitaan dan hambatan dalam
melaksanakan peran sosial. mengalami gangguan jiwa jika tidak menyesuaikan
diri dengan lingkungan (Keliat, 2013). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya
tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya
(Baihaqi, dkk, 2007). Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan
jasmaniah lainnya. Hanya saja gangguan jiwa bersifat kompleks, mulai dari yang
ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tinggat berat berupa sakit jiwa
(Hardianto, 2013). Harga diri rendah menempati urutan ketiga dari masalah
keperawatan yang muncul (Data Rekam Medik RSJ Menur, 2017).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri, dan sering disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian
tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak
menunduk, berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat, 2010). Seseorang yang
mengalami harga diri rendah akan memengaruhi semua aspek dari kehidupannya
yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan terjadi kemunduran
fungsi sosial. Gejala yang lebih banyak muncul yaitu depresi pada pasienyang
mengganggukonsep diri pasien sehingga menjadikan kurangnya penerimaan
pasien di lingkungan keluarga dan masyarakat terhadap kondisi yang dialami
pasien yang dapat mengakibatkan pasien mengalami menarik diri (Sinaga,2013).
Tindakan keperawatan pada pasien harga diri rendah dapat diberikan
secara individu, terapi keluarga dan penanganan di komunitas baik generalis
ataupun spesialis. Penatalaksanatan pasien dengan harga diri rendah menarik diri
dapat dilakukan salah satunya dengan pemberian stimulus atau rangsangan yang
memicu timbulnya persepsi yang positif terhadap dirinya sendiri atau istilah lain
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi merupakan salah
satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok pasien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama dengan cara pasien dilatih
mempersiapkan stimulus yang disediakanatau stimulus yang dialami (Keliat &
Akemat, 2005, hlm.7 dalam Deni hermawan, 2016).Pemberian TAK stimulasi
persepsi yang efektif didukung dengan lingkungan tempat terapi diberikan, dan
kemauan klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan, maka klien diharapkan dapat
mengatasi harga diri rendah. Klien juga dapat mempersepsikan yang di paparkan
dengan baik dan tepat. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Harga Diri Rendah Dalam Upaya Peningkatan Harga Diri Dengan Terapi
Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi).
Hasil penelitian dan menggunakan metode terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi. Skor harga diri pasien sebelum diberikan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi memiliki skor rata – rata 13,44. Hal ini diketahui dari
skor penilaian harga diri rendah berdasarkan Kuesioner Rosenberg Self – Esteem
Scale diperolehskor 0 -15 yang di kategorikan harga diri rendah. Hasil penelitian
didukung oleh Wiastuti (2011) yang meneliti. Hasil penelitiannya menunjukkan
sebelum perlakuan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi ada 11 responden
(73,3%) memiliki kemampuan sosialisasi cukup dan ada 4 responden (26,7%)
yang memiliki kemampuan sosialisasi kurang. Skor harga diri pasien sesudah
diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memiliki skor rata – rata
17,25. Hasil ini menunjukkan peningkatan harga diri setelah dilakukan terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien HDR dalam upaya meningkatkan HDR dengan
terapi aktivitas kelompok.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Penulis mampu memperdalam penerapan asuhan keperawatan pada klien
denagan gangguan konsep diri:harga diri rendah.
2. Bagi Pembaca
Mengetahui upaya dalam meningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah
melalui terapi aktivitas kelompok
TINJAUAN KONSEP
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat & Akemat,
2010). Menurut Towsend, gangguan harga diri rendah adalah evaluasi terhadap
diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara
didefinisikan sebagai perasaan tidak berguna, tidak berarti, dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
(Fajariyah, 2012).
terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan baik secara langsung maupun tidak
langsung yang terkait dengan mekanisme koping tiap individu yang berbeda-beda
tergantung dari efektif atau tidaknya baik dari diri sendiri ataupun dari pihak
keluarga.
Menurut Dalami et al. (2009), harga diri rendah dapat terjadi secara:
malu karena terjadi sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-
tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
persetujuan.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri telah berlangsung lama
yaitu sebelum sakit dan dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir negatif,
Berikut adalah rentang respon harga diri rendah menurut Dermawan &
Rusdi, (2013) :
1) Respon adaptif
a) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
2) Respon maladaptif
diberikan individu ketika dia tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang
a) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung menilai dirinya yang
mencapai tujuan.
kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim.
Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik
1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua
personal, ketergantungan dengan orang lain, dan ideal diri yang tidak
realistis.
2) Faktor presipitasi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), tanda dan gejala harga diri
rendah yaitu :
Tabel 1
Gejala dan Tanda Mayor Harga Diri Rendah
Subyektif Obyektif
1 2
Menilai diri negatif (mis. Tidak Enggan mencoba hal baru
berguna, tidak tertolong) Berjalan menunduk
Merasa malu atau bersalah Postur tubuh menunduk
Merasa tidak mampu melakukan
Apapun
Meremehkan kemampuan mengatasi
Masalah
Merasa tidak memiliki kelebihan atau
kemampuan positif
Melebih-lebihkan penilaian negatif
tentang diri sendiri
Menolak penilaian positif tentang diri
Sendiri
(Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik, 2016).
1) Gejala dan tanda minor harga diri rendah
Tabel 2
Gejala dan Tanda Minor Harga Diri Rendah
Subyektif Obyektif
Merasa sulit berkonsentrasi Kontak mata kurang
Sulit tidur Lesu dan tidak bergairah
Mengungkapkan keputusasaan Berbicara pelan dan lirih
Pasif
Perilaku tidak asertif
Mencari penguatan secara berlebihan
Bergantung pada pendapat orang lain
Sulit membuat keputusan
Sering kali mencari penegasan
(Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik, 2016).
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2014
dikutip dari Cyber Nurse, 2014). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi
yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang
therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi
Pasien MentalRumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2018). Terapi
kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2018).
a. Tujuan
c. Proses Seleksi
Hari, tanggal
Waktu
Tempat
f. Metode
1) Diskusi
2) Bermain peran
g. Susunana pelaksana
1) Liader
2) Co liader
3) Fasilitator
4) Observer
h. Uraian tugas
1. Liader
kelompok
kelompok
4) Menjelaskan permainan
2. Co liader
3. Fasilitator
kegiatan
4. Observer
1) Mengobservasi dan mencatat jalannya proses
kegiatan
selama kegiatan
out.
i. Setting Tempat
L CL O
P P
F F
P P
F P F
Keterangan :
L : Liader
CL : Co Liader
P : Pasien
F : Fasilitator
O : Observer
2. Tahap TAK Stimulasi Persepsi
3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai pasien.
Berikut ini akan dibahas secara khusus mengenai pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi sesi 1 : mengidentifikasi hal positif diri :
a. Tujuan
Klien dapat mengidentifikasi hal positif pada diri
b. Setting
c. Alat
d. Metode
1) Diskusi
2) Permainan
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan harga diri
rendah.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
b) Evaluasi/validasi
c) Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengidentifikasi hal positif diri
sendiri.
terapis.
d) Tahap kerja
(1) Terapis memperkenalkan diri : nama lengkap dan nama panggilan, serta
(3) Terapis meminta tiap klien menulis hal positif tentang diri sendiri :
rumah sakit.
(4) Terapis meminta klien membacakan hal positif yang sudah ditulis secara
e) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
Terapis meminta klien menulis hal positif lain yang belum tertulis.
(a) Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang, yaitu melatih hal positif yang
(1) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. TAK
Stimulasi Persepsi : harga diri rendah sesi 1, kemampuan klien yang diharapkan
(2) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi persepsi :
harga diri rendah. Klien mampu menuliskan tiga hal pengalaman yang tidak
menulis kemampuan dan hal positif dirinya dan tingkatkan reinforcement (pujian).
TUK 3 : pasien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk digunakan atau
dilatih.
Intervensi :
Intervensi :
1. Rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
a. Kegiatan mandiri.
TUK 5 : pasien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
dibuat.
Intervensi :
direncanakan.
Berikut ini akan dibahas secara khusus mengenai pelaksanaan terapi aktivitas
a. Tujuan
dilatih /diperagakan
b. Setting
d. Metode
2) Bermain peran
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Evaluasi/validasi
c) Kontrak
pada klien.
(2) Terapis menjelaskan aturan main berikut
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada
terapis.
d) Tahap kerja
(1) Terapis meminta semua klien membaca ulang daftar kemampuan positif pada
(3) Terapis meminta semua klien untuk memilih satu dari daftar di whiteboard.
e) Tahap terminasi
(1) Evaluasi
Terapis meminta klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal
kegiatan sehari-hari
(a) Menyepakati TAK yang akan datang untuk hal positif lain.
(1) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. TAK
stimulasi persepsi : harga diri rendah sesi 2, kemampuan klien yang diharapkan
adalah memiliki satu hal positif yang akan dilatih dan memperagakannya.
(3) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 2, TAK stimulasi persepsi :
harga diri rendah. Klien telah melatih merapikan tempat tidur. Anjurkan dan
ada. Intervensi :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan
hargadiri rendah.
keperawatan untuk rencana yang disusun dalam tahap rencana dan kemudian
persepsi untuk mengatasi harga diri rendah dilakukan dengan cara mengobservasi
klien saat melakukan kegiatan TAK dan mengamati perkembangan setelah klien
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan dan
respons pasien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Prabowo,
2014).
mengatakan tidak putus asa, dan pasien mengatakan tidak merasa malu.
Data obyektif : pasien berbicara dengan jelas, kontak mata ada saat
diajak berbicara, postur tubuh tegak saat duduk, aktif dalam kegiatan, dan
TELAAH JURNAL
A. Jurnal
Judul Upaya Peningkatan Harga Diri Rendah Dengan Terapi Aktivitas Kelompok
(Stimulasi Persepsi) di Ruang Sub Akut Laki RSKD Provinsi Maluku
Tahun Oktober 2019
Nama Author KHani Tuasikal
Moomina Siauta
Selpina Embuai
Penerbit Window of Health : Jurnal Kesehatan
Tempat RSKD Provinsi Maluku
Abstrak Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi
diri negatif tentang kemampuan dirinya. Pemberian TAK stimulasi
persepsi yang efektif didukung dengan lingkungan tempat terapi diberikan,
dan kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan, maka diharapkan dapat
mengatasi harga diri rendah juga dapat mempersepsikan yang di paparkan
dengan baik dan tepat. Tujuan penelitian yaitu untuk menerapkan asuhan
keperawatan jiwa pada Tn.Y dengan harga diri rendah dalam upaya
meningkatkan harga diri dengan terapi aktivitas kelompok. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan
studi kasus.. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebelum dilakukan
intervensi skor HDR Pasien 19 meningkat menjadi 24 yang diukur
menggunakan kuisioner Rosenberg Self Esteem Scale. Kesimpulan
penelitian yaitu terapi Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi) dapat
meningkatkan harga diri klien
PEMBAHASAN
Hasil penelitian peneliti
menganalisa data yang
diperoleh dari hasil pengkajian
pada Tn. Y, ditemukan 2
diagnosa keperawatan yaitu
isolasi sosial dan harga diri
rendah maka peneliti lebih
berfokus pada satu masalah
keperawatan yaitu harga diri
rendah. Hal tersebut karena
sesuai dengan
masalah yang peneliti angkat
yaitu upaya mambantu
peningkatan harga diri pada
klien harga diri
rendah dengan menggunakan
terapi aktivitas kelompok
(stimulasi persepsi).9
Hasil penelitian ini juga
peneliti memprioritaskan
diagnosa, selanjutnya disusun
intervensi
tindakan keperawatan
berdasarkan teori dan
disesuaikan dengan kondisi
yang ada degan menetapkan
tujuan serta kriteria hasil.
Intervensi yang ditetapkan
untuk mengatasi masalah
keperawatan klien dengan
harga diri rendah adalah
dengan menerapkan strategi
pelaksanaan (SP) dan terapi
aktivitas kelompok (stimulasi
persepsi), dan semua tindakan
dapat membantu peningkatan
harga diri juga dapat
meminimalkan semua masalah
keperawatan yang ada pada Tn.
Y. Intervensi yang sudah
ditetapkan
semuanya dapat dilaksanakan
dengan baik atas kerja sama
peneliti, klien dan petugas
diruangan Sesuai penelitian
pelaksanaan tindakan
keperawatan peneliti
menggunakan strategi
pelaksanaan (SP) yang
berfokus pada SP 2 terap
aktivias kelompok (stimulasi
persepsi) dan merupakan
dokumentasi bagi perawat yang
berisikan catatan tindakan
keperawatan yang dilakukan
pada klien,
juga guna dalam memonitoring
rencana tindakan yang sudah
dilakukan. Dalam
melaksanakan
implementasi keperawatan,
peneliti mengacu pada
intervensi keperawatan yang
telah ditetapkan dan
sudah dibahas sebelumnya.
Adapun peneliti melaksanakan
2 strategi pelaksanaan yaitu :
SP 1, peneliti membina
hubungan saling percaya
(BHSP) dengan klien,
dilanjutkan SP 2,
mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang masih
dimiliki klien. Kemudian,
mendiskusikan bahwa klien
masih memiliki sejumlah
kemampuan dan aspek positif
seperti kegiatan pasien di
rumah/ bangsal, serta adanya
keluarga dan lingkungan
terdekat klien, dan terapi ini
untuk mengubah pikiran yang
negatif menjadi positif, terapi
ini meminta klien klien agar
selalu menerima kenyataan
setelah selesai melakukan
pendekatan, serta peneliti
memberi pujian atas apa yg
telah dilakukan oleh klien.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Sundeen, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC.
Keliat, B.A, Akemat, Helena, N, & Nurhaeni(2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2014/uu18-2014bt.pdf