Anda di halaman 1dari 32

ANALISI JURNAL KEPERAWATAN JIWA UPAYA PENINGKATAN HARGA

DIRI RENDAH DENGAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (STIMULASI


PERSEPSI) DI RUANG SUB AKUT LAKI RSKD PROVINSI MALUKU

Oleh :

Anastacia Yuliana Tali P1908072

Bella Novela Sari P1908075

Junaidi P1908096

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATAHUSADA
SAMARINDA
2020

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun 2014
merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya (Undang-undang No. 18, 2014).
Kesehatan jiwa adalah bahwa sehat-sakit dan adaptasi-maladaptasi merupakan
konsep yang berbeda, tiap konsep berada pada rentang yang terpisah. Rentang
sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi
berasal dari sudut pandang keperawatan. Jadi, seseorang yang mengalami sakit
baik fisik maupun jiwa dapat beradaptasi terhadap keadaan sakitnya. Sebaiknya,
seseorang yang tidak didiagnosis sakit mungkin memiliki respon koping yang
maladaptif. Kedua rentang ini menggambarkan model praktek keperawatan dan
medis yang saling melengkapi (Stuart, 2012).
Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif individu berupa perubahan
fungsi psikologis atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan budaya
setempat yang menyebabkan timbulnya penderitaan dan hambatan dalam
melaksanakan peran sosial. mengalami gangguan jiwa jika tidak menyesuaikan
diri dengan lingkungan (Keliat, 2013). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya
tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya
(Baihaqi, dkk, 2007). Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan
jasmaniah lainnya. Hanya saja gangguan jiwa bersifat kompleks, mulai dari yang
ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tinggat berat berupa sakit jiwa
(Hardianto, 2013). Harga diri rendah menempati urutan ketiga dari masalah
keperawatan yang muncul (Data Rekam Medik RSJ Menur, 2017).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri, dan sering disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian
tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak
menunduk, berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat, 2010). Seseorang yang
mengalami harga diri rendah akan memengaruhi semua aspek dari kehidupannya
yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan terjadi kemunduran
fungsi sosial. Gejala yang lebih banyak muncul yaitu depresi pada pasienyang
mengganggukonsep diri pasien sehingga menjadikan kurangnya penerimaan
pasien di lingkungan keluarga dan masyarakat terhadap kondisi yang dialami
pasien yang dapat mengakibatkan pasien mengalami menarik diri (Sinaga,2013).
Tindakan keperawatan pada pasien harga diri rendah dapat diberikan
secara individu, terapi keluarga dan penanganan di komunitas baik generalis
ataupun spesialis. Penatalaksanatan pasien dengan harga diri rendah menarik diri
dapat dilakukan salah satunya dengan pemberian stimulus atau rangsangan yang
memicu timbulnya persepsi yang positif terhadap dirinya sendiri atau istilah lain
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi merupakan salah
satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok pasien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama dengan cara pasien dilatih
mempersiapkan stimulus yang disediakanatau stimulus yang dialami (Keliat &
Akemat, 2005, hlm.7 dalam Deni hermawan, 2016).Pemberian TAK stimulasi
persepsi yang efektif didukung dengan lingkungan tempat terapi diberikan, dan
kemauan klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan, maka klien diharapkan dapat
mengatasi harga diri rendah. Klien juga dapat mempersepsikan yang di paparkan
dengan baik dan tepat. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Harga Diri Rendah Dalam Upaya Peningkatan Harga Diri Dengan Terapi
Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi).
Hasil penelitian dan menggunakan metode terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi. Skor harga diri pasien sebelum diberikan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi memiliki skor rata – rata 13,44. Hal ini diketahui dari
skor penilaian harga diri rendah berdasarkan Kuesioner Rosenberg Self – Esteem
Scale diperolehskor 0 -15 yang di kategorikan harga diri rendah. Hasil penelitian
didukung oleh Wiastuti (2011) yang meneliti. Hasil penelitiannya menunjukkan
sebelum perlakuan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi ada 11 responden
(73,3%) memiliki kemampuan sosialisasi cukup dan ada 4 responden (26,7%)
yang memiliki kemampuan sosialisasi kurang. Skor harga diri pasien sesudah
diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memiliki skor rata – rata
17,25. Hasil ini menunjukkan peningkatan harga diri setelah dilakukan terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien HDR dalam upaya meningkatkan HDR dengan
terapi aktivitas kelompok.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui upaya peningkatan harga diri rendah dengan terapi


aktivitas kelompok.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui konsep harga diri rendah

b. Untuk mengetahui konsep terapi aktivitas kelompok

c. Untuk mengetahui upaya peningkatan harga diri rendah dengan terapi


aktivitas kelompok (stimulasi persepsi) di ruang sub akut laki rskd
provinsi maluku

C. Manfaat

1. Bagi Penulis
Penulis mampu memperdalam penerapan asuhan keperawatan pada klien
denagan gangguan konsep diri:harga diri rendah.
2. Bagi Pembaca
Mengetahui upaya dalam meningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah
melalui terapi aktivitas kelompok

3. Bagi Rumah Sakit


a. Asuhan keperawatan dapat digunakan sebagai pedoman dalam tindakan.
b. Asuhan keperawatan dapat digunakan sebagai pedoman dalam
meningkatkan mutu pelayanan
BAB II

TINJAUAN KONSEP

A. Konsep Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat & Akemat,

2010). Menurut Towsend, gangguan harga diri rendah adalah evaluasi terhadap

diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara

langsung ataupun tidak langsung diekspresikan. Harga diri rendah juga

didefinisikan sebagai perasaan tidak berguna, tidak berarti, dan rendah diri yang

berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri

(Fajariyah, 2012).

Jadi dapat disimpulkan, harga diri rendah merupakan perasaan negatif

terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan baik secara langsung maupun tidak

langsung yang terkait dengan mekanisme koping tiap individu yang berbeda-beda

tergantung dari efektif atau tidaknya baik dari diri sendiri ataupun dari pihak

keluarga.

B. Jenis harga diri rendah

Menurut Dalami et al. (2009), harga diri rendah dapat terjadi secara:

1. Situasional, yaitu terjadinya trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,

kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan

malu karena terjadi sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-

tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :

a. Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang

sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran rambut

pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan parineal).


b. Harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh yang tidak tercapai

karena dirawat atau sakit.

c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai

pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa

persetujuan.

2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri telah berlangsung lama

yaitu sebelum sakit dan dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir negatif,

kejadian sakit, dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.

3. Rentang respon harga diri rendah

Berikut adalah rentang respon harga diri rendah menurut Dermawan &

Rusdi, (2013) :

Gambar 1 Rentang Respon Harga Diri Rendah

1) Respon adaptif

Menurut Prabowo (2014), respon adaptif adalah kemampuan individu dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Respon adaptif terdiri dari

aktualisasi diri dan konsep diri positif.

a) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif

dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang

positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun

yang negatif dari dirinya.

2) Respon maladaptif

Menurut Prabowo (2014), respon maladaptif adalah respon yang

diberikan individu ketika dia tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Respon maladaptif terdiri dari harga diri rendah, kerancuan

identitas, dan depersonalisasi.

a) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung menilai dirinya yang

negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.

b) Kerancuan identitas adalah terjadinya kekacauan pada identitas diri atau

tidak jelasnya identitas diri sehingga tidak memberikan kehidupan dalam

mencapai tujuan.

c) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu memiliki kepribadian yang

kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim.

Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik

dengan orang lain.

C. Faktor penyebab harga diri rendah

1) Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua

yang tidak realistis, kegagalan berulang, kurang memiliki tanggung jawab

personal, ketergantungan dengan orang lain, dan ideal diri yang tidak

realistis.
2) Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian

anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, dan meurunnya

produktivitas (Dermawan & Rusdi, 2013).

a. Tanda dan gejala

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), tanda dan gejala harga diri

rendah yaitu :

Gejala dan tanda mayor harga diri rendah

Tabel 1
Gejala dan Tanda Mayor Harga Diri Rendah

Subyektif Obyektif
1 2
Menilai diri negatif (mis. Tidak Enggan mencoba hal baru
berguna, tidak tertolong) Berjalan menunduk
Merasa malu atau bersalah Postur tubuh menunduk
Merasa tidak mampu melakukan
Apapun
Meremehkan kemampuan mengatasi
Masalah
Merasa tidak memiliki kelebihan atau
kemampuan positif
Melebih-lebihkan penilaian negatif
tentang diri sendiri
Menolak penilaian positif tentang diri
Sendiri
(Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik, 2016).
1) Gejala dan tanda minor harga diri rendah

Tabel 2
Gejala dan Tanda Minor Harga Diri Rendah

Subyektif Obyektif
Merasa sulit berkonsentrasi Kontak mata kurang
Sulit tidur Lesu dan tidak bergairah
Mengungkapkan keputusasaan Berbicara pelan dan lirih
Pasif
Perilaku tidak asertif
Mencari penguatan secara berlebihan
Bergantung pada pendapat orang lain
Sulit membuat keputusan
Sering kali mencari penegasan
(Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik, 2016).

D. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan antara


satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai norma yang
sama. Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk saling bertukar
(Sharing) tujuan, misalnya membantu individu yang berperilaku destruktif dalam
berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan memberikan alternatif
untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi konstruktif.
Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri. Kekuatan kelompok
memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan kelompok untuk saling
bertukar pengalaman dan memberi penjelasan untuk mengatasi masalah anggota
kelompok. Dengan demikian kelompok dapat dijadikan sebagai wadah untuk
praktek dan arena untuk uji coba kemampuan berhubungan dan berperilaku
terhadap orang lain.
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan.
Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling
membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang
adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. (purwaningsih, 2010)

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2014
dikutip dari Cyber Nurse, 2014). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi
yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang
therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi
Pasien MentalRumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2018). Terapi
kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2018).

1. Tahapan dalam TAK


Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-
kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok
(Stuart & Laraia, 2009 dalam Cyber Nurse, 2014).
a. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,
kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan.
Menurut Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2018), jumlah anggota
kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang.
Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang
memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa
yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat
(Yosep, 2018).
b. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2014) membagi fase
ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara
Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam
tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming
a) Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-
masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak
dengan anggota.
b) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan
membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah
perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina,
2015).
c) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan
lebih intim satu sama lain (Keliat, 2015).
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas
dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian
(Yosep, 2018).
d. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2014).
E. Upaya Peningkatan Harga Diri Rendah Dengan Terapi Aktivitas Kelompok

1. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi

a. Tujuan

a) Tujuan umum : pasien memiliki harga diri yang positif

b) Tujuan khusus : a. Pasien dapat mengenal bercakap-cakap

b. Pasien percaya diri dalam kelompok

b. Kriteria Anggota Kelompok

Menurut Sustrami dan Sundari (2014), kriteria anggota

kelompok yang sesuai yaitu :

1) Pasien yang mengalami harga diri rendah

2) Pasien yang dapat diajak bekerja sama

c. Proses Seleksi

1) Berdasarkan observasi wawancara

2) Menindak lanjuti asuhan keperawatan

3) Informasi dan keterangan dari pasien dan perawat

4) Penyelesaian masalah berdasarkan masalah keperawatan

5) Pasien cuckup kooperatif

d. Waktu dan tempat pelaksanaan

Hari, tanggal

Waktu

Tempat

e. Nama anggota kelompok

f. Metode

1) Diskusi

2) Bermain peran
g. Susunana pelaksana

1) Liader

2) Co liader

3) Fasilitator

4) Observer

h. Uraian tugas

1. Liader

1) Membacakan tujuan dan aturan kegiatan terapi

aktifitas kelompok sebelum dimulai

2) Memberikan motivasi anggota untuk aktif dalam

kelompok

3) Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam

kelompok

4) Menjelaskan permainan

2. Co liader

1) Menyampaikan infformasi dari fasilitator liader

tentang aktvitas pasien

2) Membantu liader jika kegiatan menyimpang

3) Mengingatkan raeward bagi kelompok yang kalah

3. Fasilitator

1) Menfasilitasi pasien yang kurang aktif

2) Memberikan stimulus pada anggota kelompok

3) Berperan sebagai role play bagi pasien selama

kegiatan

4. Observer
1) Mengobservasi dan mencatat jalannya proses

kegiatan

2) Mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien

selama kegiatan

3) Mencatat peserta aktif dan pasif dalam kelompok

4) Mencatat jika ada yang drop out dan alasan droup

out.

i. Setting Tempat

L CL O

P P

F F

P P

F P F

Keterangan :

L : Liader

CL : Co Liader

P : Pasien

F : Fasilitator

O : Observer
2. Tahap TAK Stimulasi Persepsi

TUK 1 : pasien dapat membina hubungan saling percaya (BHSP) dengan


perawat. Intervensi :
Bina hubungan saling percaya (BHSP) dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :

1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.

2. Perkenalkan diri dengan sopan.

3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai pasien.

4. Jelaskan tujuan pertemuan.

5. Jujur dan menepati janji.

6. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.

7. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien.

TUK 2 : pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
Intervensi :

1. Diskusikan kemampuan aspek positif, keluarga, dan lingkungan yang dimiliki


oleh pasien.

2. Bersama pasien membuat daftar tentang :

a. Aspek positif pasien, keluarga, dan lingkungan.

b. Kemampuan yang dimiliki oleh pasien.

3. Utamakan memberikan pujian yang realistik dan hindarkan penilaian negatif.

Berikut ini akan dibahas secara khusus mengenai pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi sesi 1 : mengidentifikasi hal positif diri :
a. Tujuan
Klien dapat mengidentifikasi hal positif pada diri
b. Setting

1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran

2) Ruangan nyaman dan tenang

c. Alat

1) Spidol sebanyak jumlah klien yang mengikuti TAK

2) Kertas putih HVS sebanyak klien peserta TAK

d. Metode

1) Diskusi

2) Permainan

e. Langkah kegiatan

1) Persiapan

a) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan harga diri
rendah.

b) Membuat kontrak dengan klien.

c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2) Orientasi

a) Salam terapeutik

(1) Salam dari terapis kepada klien.

(2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (menggunakan papan nama).

(3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).

b) Evaluasi/validasi

Menanyakan perasaan klien saat ini

c) Kontrak

(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengidentifikasi hal positif diri

sendiri.

(2) Terapis menjelaskan aturan permainan berikut :


(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin pada

terapis.

(b) Lama kegiatan 30 menit.

(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

d) Tahap kerja

(1) Terapis memperkenalkan diri : nama lengkap dan nama panggilan, serta

memakai papan nama.

(2) Terapis membagikan kertas dan spidol kepada klien.

(3) Terapis meminta tiap klien menulis hal positif tentang diri sendiri :

kemampuan yang dimiliki, kegiatan yang biasa dilakukan di rumah dan di

rumah sakit.

(4) Terapis meminta klien membacakan hal positif yang sudah ditulis secara

bergiliran sampai semua klien mendapatkan giliran. Tanyakan perasaan klien

setelah teridentifikasi hal positif diri.

(5) Terapis memberi pujian pada setiap peran serta klien.

e) Tahap terminasi

(1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti kegiatan TAK.

(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

(2) Tindak lanjut

Terapis meminta klien menulis hal positif lain yang belum tertulis.

(3) Kontrak yang akan datang

(a) Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang, yaitu melatih hal positif yang

dapat diterapkan di rumah sakit dan di rumah.


(b) Menyepakati waktu dan tempat.
f) Evaluasi dan dokumentasi

(1) Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. TAK

Stimulasi Persepsi : harga diri rendah sesi 1, kemampuan klien yang diharapkan

adalah menuliskan pengalaman dan aspek positif (kemampuan) yang dimiliki.

(2) Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses

keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi persepsi :

harga diri rendah. Klien mampu menuliskan tiga hal pengalaman yang tidak

menyenangkan, mengalami kesulitan menyebutkan hal positif diri. Anjurkan klien

menulis kemampuan dan hal positif dirinya dan tingkatkan reinforcement (pujian).

TUK 3 : pasien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk digunakan atau

dilatih.

Intervensi :

1. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat dilaksanakan dan

digunakan selama sakit.

2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya

TUK 4 : pasien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

Intervensi :

1. Rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai

kemampuan.
a. Kegiatan mandiri.

b. Kegiatan dengan bantuan.


c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien.

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh pasien lakukan.

TUK 5 : pasien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah

dibuat.

Intervensi :

1. Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah

direncanakan.

2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan pasien.

3. Beri pujian atas keberhasilan pasien.

4. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pasien pulang.

Berikut ini akan dibahas secara khusus mengenai pelaksanaan terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi sesi 2 : melatih hal positif pada diri :

a. Tujuan

1) Klien dapat menilai hal positif diri yang dapat digunakan.

2) Klien dapat memilih hal positif diri yang akan dilatih/dilakukan.

3) Klien dapat memperagakan hal positif diri yang telah dipilih.

4) Klien dapat menjadwalkan penggunaan kemampuan/hal positif diri yang telah

dilatih /diperagakan

b. Setting

1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.

2) Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih

3) Ruangan nyaman dan tenang


c. Alat

1) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart.

2) Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih/diperagakan.

3) Kertas daftar kemampuan positif pada Sesi 1.

4) Jadwal kegiatan sehari-hari dan pulpen

d. Metode

1) Diskusi dan tanya jawab

2) Bermain peran

e. Langkah kegiatan

1) Persiapan

a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti Sesi 1.

b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2) Orientasi

a) Salam terapeutik

(1) Salam dari terapis kepada klien.

(2) Klien dan terapis memakai papan nama.

b) Evaluasi/validasi

(1) Menanyakan perasaan klien saat ini.

(2) Menanyakan apakah ada tambahan hal positif klien.

c) Kontrak

(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu melatih/memperagakan hal positif

pada klien.
(2) Terapis menjelaskan aturan main berikut
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada

terapis.

(b) Lama kegiatan 30 menit.

(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

d) Tahap kerja

(1) Terapis meminta semua klien membaca ulang daftar kemampuan positif pada

Sesi 1 dan memilih satu untuk dilatih.

(2) Terapis meminta klien menyebutkan pilihannya dan ditulis di whiteboard.

(3) Terapis meminta semua klien untuk memilih satu dari daftar di whiteboard.

Kegiatan yang paling banyak dipilih diambil untuk dilatih.

(4) Terapis melatih/meminta klien memperagakan carapelaksanaan

kegiatan/kemampuan yang dipilih dengan cara berikut.

(a) Terapis memperagakan.

(b) Klien memperagakan ulang (semua klien mendapat giliran).

(c) Berikan pujian sesuai dengan keberhasilan klien.

(d) Kegiatan a sampai d, dapat diulang untuk kemampuan/kegiatan yang berbeda.

e) Tahap terminasi

(1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK (terutama

perasaannya setelah memperagakan hal positif diri dan mendapatkan apresiasi

dari orang lain).

(b) Terapis memberikan pujian kepada kelompok.


(2) Tindak lanjut

Terapis meminta klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal

kegiatan sehari-hari

(3) Kontrak yang akan datang

(a) Menyepakati TAK yang akan datang untuk hal positif lain.

(b) Menyepakati waktu dan tempat sampai aspek positif selesai.

f) Evaluasi dan dokumentasi

(1) Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. TAK

stimulasi persepsi : harga diri rendah sesi 2, kemampuan klien yang diharapkan

adalah memiliki satu hal positif yang akan dilatih dan memperagakannya.

(3) Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses

keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 2, TAK stimulasi persepsi :

harga diri rendah. Klien telah melatih merapikan tempat tidur. Anjurkan dan

jadwalkan agar klien melakukannya serta berikan pujian.

TUK 6 : pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang

ada. Intervensi :

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan

hargadiri rendah.

2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama pasien dirawat.

3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

TUK 7 : pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


3. Implmetasi

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan rencana

keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan

tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk

melaksanakan perencanaan. Perawat melakukan atau mendelegasikan tindakan

keperawatan untuk rencana yang disusun dalam tahap rencana dan kemudian

mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan

respon klien terhadap tindakan tersebut (Kozier et al., 2011). Observasi

pelaksanaan asuhan keperawatan pemberian terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi untuk mengatasi harga diri rendah dilakukan dengan cara mengobservasi

klien saat melakukan kegiatan TAK dan mengamati perkembangan setelah klien

melakukan kegiatan TAK.


4. Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan kepada pasien. Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi

proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan dan

evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara

respons pasien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Prabowo,

2014).

Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk data

subyektif dan data obyektif.

Data subyektif : pasien mengatakan bahwa dirinya berguna dan mampu,

pasien mengatakan memiliki kelebihan dan kemampuan positif, pasien

mengatakan tidak putus asa, dan pasien mengatakan tidak merasa malu.

Data obyektif : pasien berbicara dengan jelas, kontak mata ada saat

diajak berbicara, postur tubuh tegak saat duduk, aktif dalam kegiatan, dan

pasien mampu mengambil keputusan.


BAB III

TELAAH JURNAL

A. Jurnal

Judul Upaya Peningkatan Harga Diri Rendah Dengan Terapi Aktivitas Kelompok
(Stimulasi Persepsi) di Ruang Sub Akut Laki RSKD Provinsi Maluku
Tahun Oktober 2019
Nama Author KHani Tuasikal
Moomina Siauta
Selpina Embuai
Penerbit Window of Health : Jurnal Kesehatan
Tempat RSKD Provinsi Maluku
Abstrak Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi
diri negatif tentang kemampuan dirinya. Pemberian TAK stimulasi
persepsi yang efektif didukung dengan lingkungan tempat terapi diberikan,
dan kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan, maka diharapkan dapat
mengatasi harga diri rendah juga dapat mempersepsikan yang di paparkan
dengan baik dan tepat. Tujuan penelitian yaitu untuk menerapkan asuhan
keperawatan jiwa pada Tn.Y dengan harga diri rendah dalam upaya
meningkatkan harga diri dengan terapi aktivitas kelompok. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan
studi kasus.. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebelum dilakukan
intervensi skor HDR Pasien 19 meningkat menjadi 24 yang diukur
menggunakan kuisioner Rosenberg Self Esteem Scale. Kesimpulan
penelitian yaitu terapi Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi) dapat
meningkatkan harga diri klien

B. Telaah Jurnal atau Kristisi Jurnal

No Komponen Isi Kritisi Sebaiknya


1 Abstrak Harga diri rendah merupakan abstrak terdapat Pada bagian
keadaan dimana individu introduce, abstrak tidak
mengalami evaluasi diri negatif outcome hasil terlalu singat
tentang kemampuan penelitian, masukan hasil
dirinya. Pemberian TAK metode analisa data yang
stimulasi persepsi yang efektif penelitian, diolah sehinga
didukung dengan lingkungan kesimpulan. dapat
tempat terapi diberikan, mempermudah
dan kemauan untuk pembaca untuk
berpartisipasi dalam kegiatan, melihat hasil
maka diharapkan dapat signifikan H0 Ha
mengatasi harga diri rendah yang diterima dan
juga dapat mempersepsikan ditolak agar
yang di paparkan dengan baik menjadi bahan
dan tepat. Tujuan penelitian peljaran baru
yaitu untuk menerapkan asuhan seperti untuk
keperawatan jiwa pada Tn.Y olahan hasil spss
dengan harga diri rendah dalam pada penelitian
upaya meningkatkan harga diri jiwa.
dengan terapi aktivitas
kelompok. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode
penelitian deskriptif dengan
studi kasus.. Hasil penelitian
ini didapatkan bahwa sebelum
dilakukan intervensi skor HDR
Pasien 19 meningkat menjadi
24
yang diukur menggunakan
kuisioner Rosenberg Self
Esteem Scale. Kesimpulan
penelitian yaitu terapi Aktivitas
Kelompok (Stimulasi Persepsi)
dapat meningkatkan harga diri
klien.

Kata kunci: Harga diri redah;


terapi aktivitas kelompok;
stimulasi persepsi; peningkatan
harga diri
2 Latar belakang Kesehatan jiwa adalah suatu Latar belakang Bagian latar
kondisi mental sejahtera yang berupa paraggraf belakang
memungkinkan hidup harmonis tidak dibuat sebaiknya dibuat
dan produktif (Stuart, 2016). seperti jurnal pembagian table
Kesehatan jiwadianggap yang pada world agar lebih
sebagai unsur vital kesehatan umumnya mudah untuk
secara keseluruhan. membacnya
Kesehatan tidak dilihat dari sehinga tidak
segi fisik saja tetapi dari segi terlihat seperti
mental juga harus diperhatikan makalah yang
agar tercipta sehat yang berupa paragraph,
holistic. Seseorang yang karena dalam latar
terganggu dari segi mental dan belakang
tidak bisa menggunakan penelitian
pikirannya secaranormal maka biasanya tidak
bisa dikatakan mengalami boleh lebih 5
gangguan jiwa. Menurut UU RI paragraf untuk
No. 18 Tahun 2014 tentang setiap penjelasaan
Kesehatan Jiwa, Kesehatan sehingga lebih
Jiwa adalah kondisi rinci ke intinya
dimana seseorang individu dari umum ke
dapat berkembang secara fisik, khusus.
mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Pada
pasal 70 menjelaskan bahwa
pasien dengan gangguan jiwa
mendapatkan pelayanan
kesehatan jiwa di fasilitas
pelayanan kesehatan
jiwa sesuai dengan standar
pelayanan kesehatan jiwa,
mendapatkan jaminan atas
ketersediaan obat
psikofarmaka sesuai dengan
kebutuhannya. Harga diri
rendah merupakan keadaan
dimana individu mengalami
evaluasi diri negatif tentang
kemampuan dirinya.7
Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) stimulasi persepsi
merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilakukan
perawat pada sekelompok
pasien yang mempunyai
masalah keperawatan yang
sama dengan cara pasien dilatih
mempersiapkan stimulus yang
disediakanatau stimulus yang
dialami (Keliat & Akemat,
2005, hlm.7 dalam Deni
hermawan, 2016).Pemberian
TAK stimulasi persepsi yang
efektif didukung dengan
lingkungan tempat terapi
diberikan, dan kemauan klien
untuk berpartisipasi
dalam kegiatan, maka klien
diharapkan dapat mengatasi
harga diri rendah.8 Klien juga
dapat
mempersepsikan yang di
paparkan dengan baik dan
tepat. Berdasarkan uraian
diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian
tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan Jiwa Dengan
Harga Diri Rendah Dalam
Upaya Peningkatan Harga Diri
Dengan Terapi Aktivitas
Kelompok (Stimulasi
Persepsi).
3 Metode Dalam penelitian ini peneliti Instrument Sebaiknya
menggunakan metode kuesioner yang menggunakan
penelitian deskriptif dalam digunakan sudah isntrumen yang
bentuk studi terlampau lama baru atau bisa
kasus yaitu dengan pendekatan sekali dan disini dikombinasikan
asuhan keperawatan jiwa pada peneliti kuesionernya agar
Tn.Y dengan harga diri rendah mengadopsi dari refrensi tidak
dalam upaya peningkatan harga alat ukur terpaut begitu
diri dengan terapi aktivitas Rosenbrg Self lama
kelompok (Stimulasi persepsi) Esteem Scale
di ruangan asoka (sub akut laki) yaitu dengan
RSKD Provinsi Maluku. Untuk total item
mengukur Harga Diri di ukur pertanyaan 10
menggunakan Kuisioner item.
Rosenberg Self – Esteem
Scale. Skala ini merupakan
hasil translasi dari skala self-
esteem yang disusun oleh
Rosenberg (1965) sebanyak 10
Item. Penelitian ini dilakukan
pada kelompok pasien dengan
HDR, dengan mengukur
tingkat HDR sebelum dan
sesudah Intervensi
4 Hasil dan Berdasarkan hasil Asuhan Pada bagian Untuk selanjutnya
pembahasan Keperawatan Jiwa yang hasil dan dimasukan
dilakukan pada Tn. Y dengan pembahasan kedalam table agar
harga diri rendah di ruangan cukup rinci lebih mudah untuk
Asoka (sub akut laki) RSKD dijelaskan melihat dan
Provinsi Maluku dari tanggal bagaimana TAK membandingkan
14-20 Juni 2019. Pada tanggal berpengaruh dan hasilnya, tidak
14 Juni melakukan BHSP dibagian hasil berupa narasi
dengan pasien, tanggal 15-16 kurang sehingga peneiliti
melakukan pengkajian kepada dimasukan table terkadang lama
pasien untuk menentukan agar pembaca untukmendapatkan
diagnosa dan intervensi yang lebih mudah hasilnya apa
tepat pada pasien. Tanggal 17 untuk meliahat dalam penelitian.
pasien diukur harga berapa orang
diri rendah, sedangkan tanggal yang mengalami
18 dilakukan intervensi TAK perubahan berpa
sekalian mengukur post-test orang yang tidak
dari mengalami
kuisioner HDR. Tanggal 19-20 perubahan.
melakukan evaluasi dari
intervensi yang telah diberikan.
Hasilnya ditemukan bahwa
harga diri rendah klien sebelum
diberikan Terapi Aktivitas
Kelompok (Stimulasi
Persepsi) skor 19 dengan
menggunakan Rosenberg Self
Esteem Scale, dan setelah
diberikan Terapi
Aktivitas Kelompok (Stimulasi
Persepsi) harga diri klien
meningkat menjadi harga diri
sedang dengan
skor 24 menggunakan
Rosenberg Self Esteem Scale.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian peneliti
menganalisa data yang
diperoleh dari hasil pengkajian
pada Tn. Y, ditemukan 2
diagnosa keperawatan yaitu
isolasi sosial dan harga diri
rendah maka peneliti lebih
berfokus pada satu masalah
keperawatan yaitu harga diri
rendah. Hal tersebut karena
sesuai dengan
masalah yang peneliti angkat
yaitu upaya mambantu
peningkatan harga diri pada
klien harga diri
rendah dengan menggunakan
terapi aktivitas kelompok
(stimulasi persepsi).9
Hasil penelitian ini juga
peneliti memprioritaskan
diagnosa, selanjutnya disusun
intervensi
tindakan keperawatan
berdasarkan teori dan
disesuaikan dengan kondisi
yang ada degan menetapkan
tujuan serta kriteria hasil.
Intervensi yang ditetapkan
untuk mengatasi masalah
keperawatan klien dengan
harga diri rendah adalah
dengan menerapkan strategi
pelaksanaan (SP) dan terapi
aktivitas kelompok (stimulasi
persepsi), dan semua tindakan
dapat membantu peningkatan
harga diri juga dapat
meminimalkan semua masalah
keperawatan yang ada pada Tn.
Y. Intervensi yang sudah
ditetapkan
semuanya dapat dilaksanakan
dengan baik atas kerja sama
peneliti, klien dan petugas
diruangan Sesuai penelitian
pelaksanaan tindakan
keperawatan peneliti
menggunakan strategi
pelaksanaan (SP) yang
berfokus pada SP 2 terap
aktivias kelompok (stimulasi
persepsi) dan merupakan
dokumentasi bagi perawat yang
berisikan catatan tindakan
keperawatan yang dilakukan
pada klien,
juga guna dalam memonitoring
rencana tindakan yang sudah
dilakukan. Dalam
melaksanakan
implementasi keperawatan,
peneliti mengacu pada
intervensi keperawatan yang
telah ditetapkan dan
sudah dibahas sebelumnya.
Adapun peneliti melaksanakan
2 strategi pelaksanaan yaitu :
SP 1, peneliti membina
hubungan saling percaya
(BHSP) dengan klien,
dilanjutkan SP 2,
mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang masih
dimiliki klien. Kemudian,
mendiskusikan bahwa klien
masih memiliki sejumlah
kemampuan dan aspek positif
seperti kegiatan pasien di
rumah/ bangsal, serta adanya
keluarga dan lingkungan
terdekat klien, dan terapi ini
untuk mengubah pikiran yang
negatif menjadi positif, terapi
ini meminta klien klien agar
selalu menerima kenyataan
setelah selesai melakukan
pendekatan, serta peneliti
memberi pujian atas apa yg
telah dilakukan oleh klien.
DAFTAR PUSTAKA

Stuart & Sundeen, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC.

Keliat, B.A, Akemat, Helena, N, & Nurhaeni(2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :

EGC

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2014/uu18-2014bt.pdf

Anda mungkin juga menyukai