ASMA
Untuk Memenuhi Tugas Belajar
Mata Kuliah Patofisiologi
Disusun oleh:
Azzah Azaria Wulandari 180106014
Farah Fildzah Rosadi 180106013
B. RUMUSAN MASALAH
Apa definisi dari asma, bagaimana etiologi asma, bagaimana tanda dan gejala
asma, bagaimana patofisiologi dan pathway asma, apa saja pemeriksaan penunjang
yang berkaitan dengan asma, bagaimana peran penata anestesi bila menghadapi
pasien dengan asma.
C. TUJUAN
Penulis dan audience diharapkan dapat mengerti, memahami dan mampu
menyebutkan serta mampu menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan Asma.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48).
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari pernyataan di atas, dapat di ketahui bahwa asma adalah penyakit pernafasan
obstruktif yang di tandai inflamasi saluran nafas dan spasme akut otot bronkiolus. Kondisi ini
menyebabkan produksi mucus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan
penurunan ventilasi alveolus.
Asma terjadi pada individu tertentu yang berespons secara agresif terhadap berbagai jenis
iritan di jalan nafas. Factor resiko untuk salah satu jenis gangguan hiper-responsif ini adalah
riwayat asma atau alergi dalam keluarga penderita, yang mengisyaratkan adanya kecenderungan
genetik. Pajanan yang berulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan iritan,
kemungkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat meningkatkan resiko penyakit ini.
Meskipun kebanyakan kasus asma di diagnosis pada masa kanak-kanak, pada saat dewasa dapat
menderita asma tanpa riwayat penyakit sebelumnya. Stimulasi pada asma awitan dewasa
seringkali terjadi dikaitkan dengan riwayat alergi yang memburuk. Infeksi pernafasan atas yang
berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi akibat pajanan
okupasional terhadap debu di lingkungan akibat kerja.
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau
faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang
dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu :
a) Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
b) Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
b. Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c. Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan Asma. Kadang - kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.
3. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala
Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres
atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
1. Keluhan dan gejala asma terjadi lebih dari 2x/minggu tetapi kurang dari 1x/hari ;
eksaserbasi dapat memengaruhi aktivitas pasien
2. Keluhan dan gejala pada malam hari terjadi lebih dari 2x/bulan
3. Hasil pemeriksaan faal paru memperlihatkan FEV atau PEF yang melebihi 80%
nilai normal; PEF dengan bervariasi dengan kisaran 20% hingga 30%
1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada
faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan
fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada
dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang
berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan
kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
D. Patofisiologi
Ada dua pengaruh genetik yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu kemampuan
seseorang untuk mengalami asma ( atopi ) dan kecenderungan untuk mengalami hiperaktivitas
jalan nafas yang tidak bergantung pada atopi. Lokasi kromosom 11 yang berkaitan dengan atopi
mengandung gen abnormal yang mengode bagian reseptor Ig E. Faktor-faktor lingkungan
berinterkasi dengan faktor-faktor keturunan untuk menimbulkan reaksi asmatik yang disertai
bronkospasme.
Pada asma, dinding bronkus mengadakan reaksi yang berlebihan terhadap berbagai
rangsangan sehingga terjadi spasme otot polos yang periodik dan menimbulkan kontriksi jalan
napas berat. Antibodi Ig E yang melekat pada sel-sel mast yang mengandung histamin dan pada
reseptor membrane sel akan memulai serangan asma intrinsic. Ketika terpajan suatu antigen,
seperti polen, antibody Ig E akan berikatan dengan antigen ini.
Pada pajanan selanjutnya dengan antigen tersebut, sel-sel mast mengalami degranulasi dan
melepaskan mediator. Sel-sel mast dalam jaringan interstisial paru akan terangsang untuk
melepaskan histamine dan leukotriene. Histamine terikat pada tempat-tempat reseptor dalam
bronkus yang besar tempat substansi ini menyebabkan pembengkakan pada otot polos. Membran
mukosa mengalami inflamasi,iritasi, dan pembengkakan. Pasien dapat mengalami
dyspnea,ekspirasi yang memanjang, dan frekuensi respirasi yang meningkat.
Leukotriene melekat pada tempat reseptor dalam bronkus yang lebih kecil dan
menyebabkan pembengkakan local otot polos. Leukotriene juga menyebabkan prostaglandin
bermigrasi melalui aliran darah kedalam paru-paru dan dalam organ ini prostaglandin
meningkatkan efek kerja histamin. Bunyi mengi (wheezing) dapat terdengar pada saat
batuk,semakin tinggi nadanya,semakin sempit lumen bronkus.histamin menstimulasi membrane
mukosa untuk menyekresi mucus secara berlebihan dan selanjutnya membuat lumen bronkus
menjadi sempit. Sel-sel goblet menyekresi mucus yang sangat lengket dan sulit dibatukkan keluar
sehingga pasien semakin batuk,memperdengarkan bunyi ronki serta mengi bernada tinggi dan
mengalami distress pernafasan yang bertambah berat. Selanjutnya edema mukosa dan secret yang
kental akan menyumbat jalan napas.
Pada saat inspirasi,lumen bronkus yang sempit masih dapat sedikit mengembang sehingga
udara dapat masuk kedalam alveoli. Pada saat ekspirasi, peningkatan tekanan intratorakal
menyebabkan penutupan total lumen bronkus. Udara bisa masuk,tetapi tidak bisa keluar. Dada
pasien akan mengembang dan menyerupai tong sehingga diberi nama dada tong ( barrel chest )
sementara pada perkusi dada,didapatkan bunyi hipersonor ( hiperesonan ).
Mucus akan mengisi dasar paru dan menghalangi ventilasi alveoli. Darah di pintas
kedalam alveoli pada bagian paru yang lain tetapi pemintasan ini masih tidak mampu
mengimbangi penurunan ventilasi.
Hiperventilasi dipicu oleh reseptor paru-paru untuk meningkatkan volume paru dan di
sebabkan oleh udara yang terperangkap serta obstruksi jalan nafas. Tekana gas intrapleural serta
alveolar meningkat dan peningkatan ini menyebabkan penurunan perfusi pada alveoli paru.
Peningkatan tekanan gas alveolar, penurunan ventilasi, dan perfusi mengakibatkan rasio ventilasi
perfusi tidak merata dan tidak cocok di berbagai segmen paru.
Hipoksia memicu hiperventilasi melalui stimulasi pusat pernafasan yang selanjutnya akan
menurunkan tekanan parsial karbondioksida arteri ( PaCO2 ) dan meningkatkan pH sehingga
terjadi alkalosis respiratorik. Seiring semakin berat obstruksi jalan nafas, semakin banyak pula
alveoli paru yang tersumbat. Ventilasi serta perfusi tetap tidak adekuat dan terjadilah retensi
karbondioksida. Akibatnya, akan timbul asidosis respiratorik dan akhirnya pasien mengalami
gagal nafas.
PATHWAY
E. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak >20%
menunjukkan diagnosis Asma.
c) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru
atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
e) Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann, pemeriksaan
sputum penting untuk menilai adanya miselium Aspergilus fumigatus.
f) Pemeriksaan eosinophil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah
eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan Asma dari Bronchitis kronik
(Sundaru, 2006)
F. Penatalaksanaan
a) Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul saat
serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal
yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami
relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10
mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1
jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena
dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau
dalam serangan sangat berat
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan
beta adrenergik dan anti kolinergik.
B. SARAN
Dengan mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma maka dapat lebih mengenali cara
penanganannya.