ASMA BRONCHIAL
Oleh:
SGD 5
An. C 4 tahun dirawat di RS. B selama 1 minggu dengan diagnosa Asma Bronchial. Saat
pengkajian didapatkan data RR : 40x/menit, HR : 105x/menit, PCH (+/+), retraksi intercostae
(+), ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), produksi sputum (+), klien selalu mengeluh
sesaknya memberat terutama pada malam dan dini hari. Menurut ibu, ayah dan kakek klien
juga menderita asma. Sebelum serangan klien sempat mengalami batuk dan pilek selama 1
minggu SMRS, sudah diberikan obat namun tidak membaik. Ibu klien mengatakan setiap
malam klien gelisah dan tidak bisa tidur karena sesaknya semakin memberat, klien tidak mau
makan dan menolak bermain karena setiap bermain An. C mengeluh sesaknya semakin hebat.
Klien mendapatkan terapi nebulizer selama dirawat.
Pertanyaan
1. Uraikan mengenai konsep dasar medis secara umum gangguan yang dialami oleh
By.A (definisi, etiologi, manifestasi klinis, klasifikasi derajat asma, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, diagnosa banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan
prognosis)!
2. Tentukan faktor resiko dan presipitasi yang menyebabkan gangguan pernafasan pada
By.A (berdasarkan kasus). Jelaskan!
3. Jelaskan pengaruh mediator sel mast terhadap kondisi anak dengan asma!
4. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang terapi nebulizer!
5. Buatlah pathway dari masalah yang dialami By.A (berdasarkan kasus)!
6. Buatlah asuhan keperawatan berdasarkan kasus di atas (pengkajian, analisa data,
perencanaan)!
7. Buatlah pendidikan kesehatan untuk klien terkait dengan pencegahan dan perawatan
sesuai kasus di atas!
Pembahasan
b. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1) Faktor predisposisi
Genetik : Dari faktor ini yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor presipitasi
a) Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
b) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul, harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu dengan diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
d) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana seseorang bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
c. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dan wheezing. Dan pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan pada waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke
depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Penyakit asma
bronkial secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan :
Sesak napas/sukar bernapas yang diikuti dengan suara “mengi” (bunyi yang
meniup sewaktu mengeluarkan udara/napas)
Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah
Biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket
Perasaan menjadi gelisah dan cemas
d. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1) Asma Alergik / Ekstrinsik, ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Alergen tebanyak adalah
airborne dan musiman (seasonal). Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Bentuk asma ini biasanya
dimaulai sejak kanak-kanak.
2) Asma Intrinsik / Non alergik atau Idiopatik, ditandai dengan adanya reaksi non
alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan atas, aktivitas,
emosi/stres dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang
menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa
(>35tahun).
3) Asma Gabungan, merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering. Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
e. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat
terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis
didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi),
terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah
besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat
pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan
dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin.
Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas.
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons
terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos
bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan
selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel
kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan
mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga
epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan
mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator
yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan
sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen
vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus,
eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.Hipereaktivitas
bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat
diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif beratnya
hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas
bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin,
inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Perawat perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,
kelemahan suara berbicara, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan
otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lender lengket, dan posisi
istirahat klien.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk
melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan
frekuensi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
manjadi datar dan rendah
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.
3) B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
4) B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos
mentis, somnolen, atau koma.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
6) B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda infeksi, mengingat
hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status
nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
7) B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. Pada integument perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembaban,
dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat memengaruhi
pola tidur dan istirahat klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan
aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan exercise induced asma.
g. Pemeriksaan diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
2) Tes provokasi bronchus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3) Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh
4) Pemeriksaan laboratorium
Analisa gas darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis respiratorik.
Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1.000-
1.500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan jitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
5) Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
h. Diagnosa banding
Dewasa Anak
1) Penyakit Paru Obstruksi Kronik 1) Benda asing di saluran napas
2) Bronkitis kronik 2) Laringotrakeomalasia
3) Gagal Jantung Kongestif 3) Pembesaran kelenjar limfe
4) Batuk kronik akibat lain-lain 4) Tumor
5) Disfungsi larings 5) Stenosis trakea
6) Obstruksi mekanis (misal tumor) 6) Bronkiolitis
7) Emboli Paru
i. Penatalaksanaan
1) Pengobatan Farmakologi
Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4x semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
Metilxantin : dosis dewasa diberikan 125-200 mg, 4x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Kortikosteroid : jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
dengan dosis 4x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama
mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama
harus diawasi dengan ketat.
Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum bromide
diberikan 1-2 kapsul 4x sehari (Kee dan Hayes, 1994).
2) Pengobatan Nonfarmakologi
Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan klien
tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim
kesehatan.
Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas:
1. Pengobatan Asma Jangka Pendek
2. Pengobatan Asma Jagka Panjang
Pengobatan Asma Jangka Pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan
sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran
pernapasan yang menyempit.
Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab
selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam
obatnya adalah:
A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal
sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
- Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)
- Golongan Simpatomimetika
- Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat
diperoleh penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup
kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain.
B. Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas
Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya
cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial
untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran
napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.
C. Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan
Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk
mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan
napas dengan refleks batuk. Oleh karenanya penderita asma yang mengalami
ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan
diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk
membantu.
Pengobatan Asma Jangka Panjang
Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini
untuk pencegahan serangan asma. Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu
yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara
teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat.
Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem
pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara
menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin
tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap
bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).
Kromolin &
Nedokromil
Kromolin IDT 1-2 semprot, 1 semprot, - Sebagai alternatif
5mg/ 3-4 x/ hari 3-4x / hari antiinflamasi
semprot
Nedokromil 2 semprot 2 semprot - Sebelum exercise
IDT 2-4 x/ hari 2-4 x/ hari atau pajanan alergen,
2 mg/ profilaksis efektif
semprot dalam 1-2 jam
Agonis beta-2
kerja lama
Metilxantin
Antileukotrin
Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20mg/ hari --- Pemberian bersama
makanan mengurangi
bioavailabiliti.
Sebaiknya diberikan 1
jam sebelum atau 2 jam
setelah makan
Sediaan
Medikasi Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
obat
Steroid inhalasi
Flutikason IDT 50, 125 125 – 500 50-125 mcg/ Dosis bergantung
propionat mcg/ mcg/ hari hari kepada derajat berat
semprot asma
100 – 800
Budesonide IDT , mcg/ hari 100 –200 mcg/ Sebaiknya diberikan
Turbuhaler hari dengan spacer
100, 200,
400 mcg
100 – 800
Beklometason IDT, rotacap, mcg/ hari 100-200 mcg/
dipropionat rotahaler, hari
rotadisk
Terbutalin IDT 0,25 mg/ semprot 0,25-0,5 mg, Inhalasi Penggunaan obat
Turbuhaler 0,25 mg ; 3-4 x/ hari 0,25 mg pelega sesuai
0,5 mg/ hirup 3-4 x/ hari kebutuhan, bila
Respule/ solutio 5 (> 12 tahun) perlu.
mg/ 2ml oral 1,5 – 2,5 oral
Tablet 2,5 mg mg, 0,05 mg/ kg
Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 3- 4 x/ hari BB/ x,
5ml 3-4 x/hari
Kombinasi
dengan agonis
beta-2 pada
pengobatan
jangka panjang,
tidak ada manfaat
tambahan
Kortikosteroid
sistemik Short-course
Metilprednisolon Tablet 4, 8,16 mg Short-course : Short-course: efektif
24-40 mg 1-2 mg/ kg utk mengontrol
/hari BB/ hari, asma pada terapi
Prednison Tablet 5 mg dosis tunggal maksimum awal, sampai
atau terbagi 40mg/ hari tercapai APE80%
selama 3-10 selama 3-10 terbaik / gejala
hari hari mereda,
umumnya
membutuhkan 3-
10 hari
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Metilsantin
Teofilin Tablet 130, 150 mg 3-5 mg/ kg 3-5mg/kgBB Kombinasi
Aminofilin Tablet 200 mg BB/ kali, 3- kali, 3-4 x/ teofilin/aminoflin
4x/ hari hari dengan agonis
beta-2 kerja
singkat (masing-
masing dosis
minimal),
meningkatkan
efektiviti dengan
efek samping
minimal
j. Komplikasi
Status asmatikus, Bronkhitis kronik
Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lendir
Pneumothoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Dalam kondisi suasana
asam tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan
mukus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat
besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi.
Kematian
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah :
1. Akut :
Dehidrasi
Gagal nafas
Infeksi saluran nafas
2. Kronis :
Kor-pulmonale, PPOK
k. Prognosis
Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat prognosa adalah baik. Asma
karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil prognosanya
lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa. Angka kematian meningkat bila
tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai.
5. Pathway (terlampir)
6. Asuhan Keperawatan (terlampir)
7. Pendidikan kesehatan :
Beberapa hal yang perlu diketahui oleh penderita dan keluarganya adalah :
a) Memahami sifat-sifat dari penyakit asma
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor
tertentu bisa kambuh lagi.
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan
jangka panjang secara teratur.
a) Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan, seperti :
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.
Stres fisik atau kelelahan.
b) Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan
dan mengurangi serangan
Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab.
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan
pilek. Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air
hangat guna membantu pengenceran dahak.
Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.
c) Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat-obatan yang diberikan
oleh dokter
Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya infeksi
saluran nafas.
d) Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan.
e) Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera
mencari pertolongan dokter.
Hal-hal yang dapat dilakukan di rumah jika terjadi serangan asma, sebagai berikut:
1. Dampingi penderita. Tenangkan dan berikan petunjuk posisi duduk atau posisi lain
yang membuatnya nyaman.
2. Buka atau longgarkan pakaian yang mengganggu pernapasan.
3. Jika ada, berikan oksigen 1-2 ltr per menit.
4. Usahakan agar ruangan cukup mengandung oksigen, dengan membuka jendela atau
ventilasi udara (tetapi penderita jangan sampai terkena angin langsung).
5. Berikan obat sesuai dengan petunjuk dokter.
6. Berikan minum air hangat yang banyak agar lendir yang kental dapat cair dan mudah
dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Price, S & Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta
: EGC.
Baratawidjaja, K. 1990. Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
Mosby.