Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN ASMA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten reversible dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu,
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk, dan mengi (Smeltzer, 2002 : 611).
Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas
cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan dan keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas secara periodic dan reversible
akibat bronkhospasme (Price and Wilson, 2005:784).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik
secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic
Society ).
Asma ditandai dengan kontraksi spastik otot polos bronkiolus, yang
menyumbat bronkiolus secara parsial dan menyebabkan kesukaran bernapas
yang hebat (Guyton & Hall, 2007:555).
2. Epidemiologi
Di Amerika utara, 5% dari orang dewasa juga dirundung oleh asma.
Keseluruhannya, kira-kira 1 juta orang Kanada dan 15 juta orang Amerika
yang menderita dari penyakit ini.
Angka dari kasus-kasus baru dan angka tahunan dari opname rumah sakit
untuk asma telah meningkat 30% selama 20 tahun belakangan ini. Bahkan
dengan kemajuan dalam perawatan, kematian-kematian karena asma diantara
orang-orang muda sudah lebih dari berlipat ganda.
3. Etiologi Atau Penyebab
Adapun penyebab munculnya serangan asma antara lain:
a. Asma Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)

1
Merupakan reaksi alergi terhadap beberapa faktor pencetus. Disamping itu,
asma ekstrinsik biasanya berhubungan dengan faktor genetik yang
dipengaruhi oleh faktor pencetus, seperti: Inhalasi alergen (debu, serbuk-
serbuk, bulu-bulu binatang, obat-obatan)
b. Asma Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
Merupakan tipe asma yang faktor penyebabnya tidak spesifik. Asma
intrinsik dapat berkembang menjadi bronkitis kronik sampai pada
emfisema. Asma ini biasanya ditimbulkan oleh:
1) Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
2) Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
3) Iritan : kimia
4) Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
5) Emosional : takut, cemas dan tegang
6) Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
c. Asma Gabungan
Merupakan tipe asma yang paling umum diderita oleh masyarakat. Asma
ini memiliki faktor pencetus yang merupakan gabungan dari asma tipe
intrinsik dan asma tipe ekstrinsik (Guyton & Hall, 2007).
4. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot-
otot yang mengelilingi bronki, pembengkakan membran yang melapisi bronki,
pengisian mukus kental. Akibatnya beban alveoli menjadi meningkat dan
dinding alveoli menebal serta menjadi hiperinflasi pada alveoli. Hal ini
menyebabkan udara terperangkap di dalam jaringan paru (CO2 terjebak di
dalam darah, O2 tak bisa masuk), inilah yang menyebabkan obstruksi saluran
nafas. Pada beberapa individu, system imunologis mengalami kelainan
sehingga mengalami respon imun yang buruk, di mana IgE menyerang sel-sel
mast (yang bertugas memfagosit sel-sel radang kronis) dan menyebabkan
reaksi antigen-antibodi.
Hal ini menyebabkan proses mediator kimiawi yaitu pelepasan dari
produk-produk sel mast, seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan -
pelepasan tersebut mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas sehingga
menyebabkan bronkospasme. System saraf otonom mempengaruhi paru.
2
Tonus otot bronkial diatur melalui saraf parasimpatis. Ketika ujung saraf pada
jalan nafas dirangsang infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, polutan, maka
jumlah asetilkolin menjadi meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan
bronkokonstriksi dan juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Sedangkan saraf simpatis terletak di dalam bronki, terdapat reseptor α- dan β-
adrenergic. Keseimbangan reseptor-reseptor tersebut diatur oleh siklik
adenosine minofosfat (cAMP). Jika reseptor α- distimulasi maka cAMP
menjadi menurun dan menyebabkan peningkatan mediator kimiawi serta
menyebabkan bronkokonstriksi. Sedangkan reseptor β- jika distimulasi maka
cAMP meningkat, terjadilah penurunan mediator kimiawi dan menyebabkan
bronkodilatasi (Price, 2005)..
WOC/Pathway terlampir
5. Klasifikasi
a. Berdasarkan Penyebab
1) Asma alergik : disebabkan oleh alergen – alergen yang dikenal (misal :
serbuk sari, binatang, makanan, amarah, jamur). Pasien dengan asma
alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat
medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik.
2) Asma idiopatik atau non alergik : tidak berhubungan dengan alergen
spesifik, faktor penyebab : perubahan cuaca, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi. Beberapa agens farmakologi, seperti
aspirin, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agens sulfit
(pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor. Serangan asma
idiopatik atau non alergik menjadi lebih berat dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronik dan emfisema.
3) Asma gabungan : merupakan bentuk asma yang paling umum,
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun idiopatik/non
alergik.
b. Berdasarkan tingkatan asma
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus.

3
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan (kambuhan).
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas
yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : kontraksi otot-otot
pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.
c. Berdasarkan stadiumnya :
1) Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena
iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul
merupakan benda asing yang merangsang batuk
2) Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang
jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak
napas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan
terdengar bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja.
Terdapat retraksi supra sternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga.
4
Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi
tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosisi sekitar
mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak
lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi
pernapasan abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal.
3) Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit
sehingga suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat
berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti
ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang
mendadak meninggi.
6. Manifestasi Klinik Atau Tanda Dan Gejala
a. Dispnea berat (sesak nafas)
b. Retraksi dada
c. Napas cuping hidung
d. Wheezing
e. Diaphoresis
f. Sianosis
g. Kecemasan dan penurunan tingkat kesadaran
h. Pernapasan yang dalam dan cepat
i. Batuk produktif, sering pada malam hari
j. Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu
serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan
tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras (Price, 2005).
7. Diagnosis Kriteria
a. Ringan : Denyut nadi < 100/menit, (APE > 60 %)
b. Sedang : Denyut nadi 100 – 120/menit, (APE 40 – 60 %)
c. Berat : Denyut nadi > 120 /menit, (APE < 40 % atau 100/menit)
8. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : pasien tampak kesulitan bernafas, batuk dan sianosis, ada
gerakan otot bantu nafas, ada gerakan cuping hidung,
5
b. Perkusi : resonan meningkat atau melemah
c. Palpasi : taktil vremitus meningkat menurun atau menetap
d. Auskultasi : bunyi nafas melemah, lebih whezing pada ekspirasi,
adagerakan udara selama inspirasi dan ekspirasi
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah ( terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik )
2) Sputum (eosinofil, spiral curshman, kristal charcot – leyden )
b. Penunjang
1) Tes faal paru : pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
a) Obstruksi jalan nafas
b) Reversibiliti kelainan faal paru
c) Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-
ponsif jalan nafas.
2) Pemriksaan AGDA
Pemeriksaan AGDA sebaiknya dilakukan pada :
a) Serangan asma akut berat
b) Membutuhkan perawatan rumah sakit
c) Tidak respon dengan pengobatan rumah sakit
d) Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneumotoraks dll
Pada keaadan fasiliti tidak memungkinkan pemeriksaan analisa
gas darah tidak perlu dilakukan. Pada keadaan dibawah ini analisa gas
darah mutlak dilakukan yaitu :
a) Mengancam jiwa
b) Tidak respon dengan pengobatan atau memburuk
c) Gagal nafas
d) Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah.
3) Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa
melalui prosedur yang standar. Untuk mendapatkan nilai yang akurat ,
diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.
Obstruksi jalan nafas diketahui dari nilai rasio VEP1 / KVP < 75% atau
<80 % nilai prediksi.
6
Adapun manfaat dari pemeriksaan spirometri dalam diagnosis
asma antara lain :
a) Obstruksi jalan nafas diketahui dari nilai rasio VEP 1/ KVP < 75%
atau <80 % nilai prediksi.
b) Reversibiliti yaitu perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari , atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasiatau oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat
membantu diagnosis asma
c) Menilai derajat berat asma
4) Arus puncak ekspirasi (APE)
Nilai APE diperoleh dari pemeriksaan yang lebih sederhana
yaitu alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relative sangat
murah, mudah dibawa.
Manfaat dari APE dalam diagnosis asma
a) Revesibiliti yaitu perbaikan nilai > 15% setelah inhalasi
bronkodilator
b) Variabiliti menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat
digunakan menilai derajat berat penyakit.
10. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
b. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnyasehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan danbekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
a. Pengobatan non farmakologik:
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
7
4) Fisiotherapy
5) Beri O2 bila perlu.
b. Pengobatan farmakologik. Golongan obat yang termasuk obat antiasma
adalah:
Bronkodilator
Untuk bronkodilatasi atau pelebaran bronkus.
a. Agonis β 2
Terbutalin, salbutamol, dan feneterol memiliki lama kerja 4 - 6 jam,
sedangkan agonis β 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam, seperti
salmeterol, foemoterol, bambuterol, dan lain – lain. Bentuk aerosol dan
inhalansi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang
jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
b. Metilxantin
Teofilin dan aminofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya
berkaitan dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini
dapat ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan
jangka panjang.
c. Antikolinergik
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek
supresi dan profilaksis. Salah satu contoh antikolinergik ini adalah atropin.
Jenis obat-obatan ini menimbulkan efek bronkodilator.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi konstriksi
saluran nafas. Jenis kortikosteroid yang biasa digunakan adalah
hidrokortison. Obat jenis ini biasanya diberikan secara intravena
(Smeltzer, 2002; Price, 2005).

8
Penatalaksanaan Dirumah :

Penilaian berat serangan


Klinis : gejala (batuk, sesak, menggi, dada terasa berat) yang bertambah APE
<80% nilai terbaik atau prediksi

Terapi awal
Inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (setiap 20 menit , 3 kali dalam 1 jam ), atau
bronkodilator oral

Respon baik Respon buruk


gejala (batuk , berdahak, menggi,sesak) Gejala menetap atau bertambah berat
membaik perbaikan dengan agonis beta APE <60% prediksi / nilai terbaik
2 dan bertahan selama 4 jam. APE - Tambahkan kortikosteroid oral
>80% prediksi / nilai terbaik - Agonis beta 2 diulang

- Lanjutkan agonis beta2 inhalasi Segera ke dokter / IGD /


setiap 3-4 jam untuk 24 – 48 jam, RS
alternatif : bronkodilator oral setiap
6-8 jam
- Steroid inhalasi diteruskan dengan
dosis tinggi (bila sedang
menggunakan steroid inhalasi ) Hubungi dokter untuk
selama 2 minggu , kemudian instruksi selanjutnya
kembali ke dosis sebelumnya.

Skema ; algoritme penatalaksanaan asma di rumah.


Kemampuan penderita untuk dapat mendeteksi dini perburukan asmanya
adalah penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut. Bila penderita
dapat mengobati dirinya sendiri saat serngan dirumah, maka ia tidak hanya
mencegah keterlambatan pengobatan tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk
mengontrol asmanya sendiri. Idealnya penderita mencatat gejala, kebutuhan
bronkodilator dan faal paru (APE) setiap harinya dalam kartu ahrian (pelangi
asma), sehingga paham mengenai bagaimana dan kapan :
a. Mengenal perburukan asmanya
b. Memodifikasi atau menambah pengobatan
c. Menilai berat serangan
9
d. Mendapatkan bantuan medis atau dokter
11. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks
e. Emfisema
f. Deformitas thoraks
g. Gagal nafas

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas.
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita asma untuk masuk RS.
Keluhan utama pada penderita asma yaitu sesak napas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan sesak napas, adanya
suara napas tambahan berupa wheezing, adanya penggunaan otot bantu
napas, dan adanya riwayat kontak dengan alergen seperti debu, bulu
kucing, dan lainnya.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan, seperti: riwayat mengalami
serangan asma.
e. Riwayat kesehatan keluarga.
Biasanya terdapat riwayat keturunan dalam keluarga.

10
f. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga
perlu diketahui, apakah ada yang menderita gangguan yang sama dengan
yang diderita.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Catatan tentang lingkungan sekitar seperti terdapatnya zat-zat alergen
seperti debu, bulu kucing, atau faktor lainnya yang dapat menjadi
pencetus asma.
h. Riwayat Tumbuh kembang
Mengkaji tingkat tumbuh kembang anak untuk memudahkan intervensi
dari masalah keperawatan yang muncul
i. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan
Riwayat kontak dengan zat-zat alergen seperti debu, bulu kucing.
Biasa berada dalam kondisi yang penuh dengan zat-zat alergen.
Lingkungan tempat tinggal berdebu, dan terdapat banyak binatang
berbulu seperti kucing, anjing, dll.
Status Ekonomi
Apakah anak/keluarga status ekonomi rendah/sedang/tinggi
2) Pola nutrisi dan metabolisme.
Pada pasien asma biasanya terjadi kesulitan dalam mengkonsumsi
makanan karena mengalami sesak napas, pasien biasanya selalu selalu
menangis dan tidak mau makan.
3) Pola Eliminasi
Pola eliminasi normal sesuai dengan usia, tidak terdapat gangguan.
4) Pola tidur dan istirahat
Pasien dengana asma biasanya mengalami kesulitan dalam tidur dan
istirahat terutama pada malam hari karena bisanya asma dapat timbul
akibat suhu dingin pada malam hari.
5) Pola Aktivitas
Pasien dengan asma biasanya mengalami keterbatasan gerak karena
kurangnya suplai oksigen ke jaringan. Pasien sering mengeluh sesak
11
saat aktifitas dan munculnya serangana sma saat pasien melakukan
aktifitas gerak yang berlebih.
6) Pola Persepsi Kognitif.
Anak dengan asma tampak tidak merespon jika diberi pertanyaan. Hal
tersebut terjadi karena pasien lemah dan juga sesak napas sehingga
mengalami kesulitan unutk berbicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Kemungkinan terjadi gangguan akibat seringnya mengalami serangan
asma dan efek hospitalisasi.
8) Pola hubungan dan peran
Interaksi dengan keluarga/orang lain biasanya pada klien normal
9) Pola reproduksi seksual
Pada sistem reproduksi biasanya tidak terjadi gangguan.
10) Pola penanggulangan stress
Anak dengan asma apabila menginginkan sesuatu atau tidak suka
terhadap sesuatu,maka akan menangis dan lebil rewel. Selain itu
kemungkinan juga dapat terjadi peningkatan sesak napas.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola kepercayaan pada anak belum bisa dikaji
(NANDA, 2011)
j. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan persistem yang diprioritaskan pada bagian
thorax.
Pada thorax :
1) Inspeksi : Mengamati gerakan untuk menunjang inspeksi
2) Palpasi : bentuk dada, otot yang bekerja
3) Auskultrasi : Mengetahui apakah ada suara bising (wheezing/mengi
pada bronki)
4) Perkusi :Untuk memgamati adanya cairan atau tidak pada
cavum pleura
Kulit thorak kering, muka pucat, bibir kering
k. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sputum
12
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal
b) eosinopil.
c) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang
d) bronkus.
e) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
f) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid
g) dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
3) Radiologi
a) Tes fungsi paru dengan spirometri/peak flow meter untuk
menentukan adanya obstruksi jalan nafas.
b) Thorax photo didapatkan penyempitan bronkus spasme.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
dan peningkatan produksi mukus ditandai dengan wheezing, sesak napas,
dan batuk-batuk pada malam hari
b. Kurang pengetahuan berhubungan dnegan kurang informasi ditandai
dengan klien gelisah dan keluarga klien selalu bertanya tentang penyakit
anaknya kepada petugas kesehatan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan kelemahan
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi ditandai dengan
ibu pasien mengatakan anknya sesak memerlukan tenaga untuk bernafas,
13
pasien tampak menggunakan pernafasan cuping hidung, pasien nafas
lewat mulut, pasien tampak menggunakan otot-otot bantu pernafasan.
3. Perencanaan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
dan peningkatan produksi mukus ditandai dengan wheezing, sesak napas,
dan batuk-batuk pada malam hari
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam
diharapkan jalan napas klien kembali paten dengan kriteria hasil :
NOC : Respiratory Status: Airway Patency
a) RR dalam batas normal (16-20x/menit)
b) Tidak adanya suara napas tambahan (Wheezing)
NIC: Asthma Management
a) Ajarkan teknik penggunaan alat medikasi seperti nebulizer
b) Monitor frekwensi, irama, dan kedalaman pernapasan
c) Auskultasi suara pernapasan apakah ada suara tambahan atau tidak
d) Ajarkan teknik pernapasan/relaksasi
e) Kaji faktor pencetus terjadinya serangan asma pada anak seperti faktor
alergen, aktifitas
f)Ajarkan penggunaan obat yang dapat meringankan serangan asma
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi ditandai dengan
ibu pasien mengatakan anaknya sesak memerlukan tenaga untuk bernafas,
pasien tampak menggunakan pernafasan cuping hidung, pasien nafas
lewat mulut, pasien tampak menggunakan otot-otot bantu pernafasan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatanselama ….x 24 jam
diharapkan pola napas klien kembali efektif dengan kriteria hasil :
NOC: Respiratory status: ventilation
a) Ibu pasien mengatakan sesak anaknya berkurang
b) NCH (-)
c) Penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada
d) RR di batas normal sesuai usia.
NIC: Respiratory Monitoring
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman napas
b) Catat pergerakan dada, penggunaan otot accessory, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals
14
c) Monitor pola napas
d) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust, jika
diperlukan
e) Monitor suara napas tambahan seperti snoring dan crowing
f) Catat perubahan saturasi O2
g) Berikan terapi pengobatan dengan nebulizer, sesuai kebutuhan atau
indikasi
NIC: Ventilation assistance
a) Mempertahankan jalan napas pasien
b) Berikan posisi untuk mengurangi dispnea
c) Berikan posisi untuk memfasilitasi ventilasi pernapasan
d) Membantu memberikan perubahan posisi, atau disesuaikan
NIC: Oxygen therapy
a) Monitor jumlah aliran oksigen
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan kelemahan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam
diharapkan klien mampu beraktivitas seperti biasa dengan kriteria hasil :
NOC: Activity Tolerance
a) klien dapat melakukan (ADL) secara sederhana seperti berpindah dari
tempat tidur secara mandiri dan turun dari tempat tidur
b) Frekuensi pernapasan klien dalam batas normal
NOC: Vital Sign
a) Irama pernapasan klien dalam batas normal
NIC: Energy Management
a) Kaji tingkat toleransi aktifitas pasien dan penyebabnya serta tanda
gejala yang dialami oleh pasien
b) Anjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat
c) Anjurkan pasien untuk istirahat di sela-sela waktu makan
d) Anjurkan pasien untuk tidak terlalu banyak melakukan aktivitas
e) Anjurkan pasien dan keluarga unutk meningkatkan intake nutrisi dan
adekuat
f) Tingkatkan kualitas dan kuantitas isitrahat pasien

15
4) Kurang pengetahuan berhubungan dnegan kurang informasi ditandai
dengan klien gelisah dan keluarga klien selalu bertanya tentang penyakit
anaknya kepada petugas kesehatan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x 24 jam
diharapkan keluarga klien mengetahui penyebab dan penanganan penyakit
asma dengan kriteria hasil :
NOC: Knowledge: Asthma Management
a) Pasien dan keluarga tahu tanda dan gejala asma
b) Pasien dan keluarga tahu penyebab asma
c) Pasien dan keluarga mengetahui faktor penyebab asma
d) Pasien mengatahui cara pertolongan pertama terhadap serangan asma
e) Pasien mampu menggunakan obat yang diresepkan oleh doterd alam
penanganan asma
NIC Label >> Counseling
a) Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga pasien.
Bangun hubungan terapeutik berdasarkan kepercayaan pasien
b) Tunjukan sikap empati yang tulus dan tidak dibuat-buat
c) Berikan informasi factual tentang penyakit asma yang dialami oleh
pasien dan keluarga sesuai kebutuhan
d) Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang
menyebabkan ketidaknyamanan
e) Ajarkan pasien dan keluarga dalam penggunaan obat asma yang benar
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan perencanaan yang di buat.
5. Evaluasi

No. DX Evaluasi
DX 1 NOC : Respiratory Status: Airway Patency
1. RR dalam batas normal (16-20x/menit)
2. Tidak adanya suara napas tambahan (Wheezing)
DX 2 NOC: Respiratory status: ventilation
1. Ibu pasien mengatakan sesak anaknya berkurang
2. NCH (-)
3. Penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada

16
4. RR di batas normal sesuai usia.
DX 3 NOC: Activity Tolerance
1. klien dapat melakukan (ADL) secara sederhana seperti
berpindah dari tempat tidur secara mandiri dan turun dari
tempat tidur
2. Frekuensi pernapasan klien dalam batas normal
NOC: Vital Sign
a) Irama pernapasan klien dalam batas normal
DX 4 NOC: Knowledge: Asthma Management
1. Pasien dan keluarga tahu tanda
dan gejala asma
2. Pasien dan keluarga tahu
penyebab asma
3. Pasien dan keluarga mengetahui
faktor penyebab asma
4. Pasien mengatahui cara
pertolongan pertama terhadap serangan asma
5. Pasien mampu menggunakan
obat yang diresepkan oleh dokter dalam penanganan asma

17
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC)


Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St.
Louis, Missouri: Mosby Elsevier
NANDA. 2012-2014. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification,
Philadelphia, USA.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Smelzer, Suzanne. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8 Vol. 3. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai