NON TRAUMA
STATUS ASMATIKUS
DISUSUN OLEH
Hamdan Jaelani
2011102411070
2023
KONSEP TEORI
a. Pengertian
Asma merupakan gangguan pada saluran bronkial dengan ciri
bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Bronkus
mengalami inflamasi atau peradangan dan hiperesponsif sehingga saluran
nafas menyempit dan menimbulkan kesulitan dalam bernafas. ((AMELIA,
2021)
Asma adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan
serangan sesak nafas dan mengi (wheezing), bervariasi beratdan
frekuensi serangannya dari orang ke orang, gejala bisa terjadi
beberapa kali sehari atau seminggu dipengaruhi faktor individual dan
beberapa orang menjadi buruk pada saat beraktivitas di malam
hari. (Asma, 2020)
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi
hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan allergen. Reaksi hipersensitif
pada bronkus dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus
(Febriana, 2019).
Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit inflamasi kronis yang
terjadi pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada
saluran tersebut. Asma sering ditandai dengan gejala episodik berulang
seperti mengi, sesak napas, batuk, dan rasa tertekan di dada terutama pada
malam atau dini hari. Status asmatikus merupakan serangan asma yang
berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya serta tidak memberikan
respon terhadap terapi yang diberikan.
b. Etiologi
Asma terjadi dalam keluarga menunjukkan bahwa asma
merupakan gangguan yang diturunkan. Tampaknya, faktor lingkungan
(misal, infeksi virus, alergen, polutan) berinteraksi dengan faktor
keturunan mengakibatkan penyakit asma. Faktor lain yang memicu
termasuk keadaan pemicu (stress, tertawa, menangis), olahraga, perubahan
suhu dan bau-bau yang menyengat. Asma termasuk sebagai komponen
dari triad penyakit yaitu asma, polip nasal dan alergi aspirin (Joyce M. &
Jane Hokanson, 2014). Obstruksi jalan nafas pada asma disebabkan oleh:
1. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan nafas.
2. Pembengkakan membrane bronkus.
3. Bronkus terisi oleh mucus yang kental.
c. Klasifikasi
Klasifikasi pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesak
nafas), dan wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai
dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita
bernafas cepat, dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga ke depan
serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma menurut (Utami, 2018) yaitu :
1) Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk,
sesak nafas, wheezing).
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
5) Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi) sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel
d. Tanda dan Gejala
Gejala asma sering timbul pada malam dan pagi hari. Gejala yang
ditimbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam
hari, sesak napas saat bernapas (whezzing atau mengi) rasa tertekan
didada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas atau susah
bernapas. Gejala ini terjadi terjadi secara revelsibel dan episodic berulang
(Brunner & Suddarth, 2015). Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan
lingkungan, seperti berhadapan dengan bulu binatang, uap kimia,
perubahan cuaca, debu, obat ( aspirin, beta-blocker), olahraga berat,
serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stress.
Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya
komplikasi terhadap asma sehingga bertambahnya gejala terhadap distress
pernapasan yang biasa dikenal dengan Status Asmaticus. Status asmaticus
yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan whezzing, ronchi
ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa
berlangsung menjadi pernapsan labored (perpanjangan ekhalasi),
perbesaran vena leher, hipoksemia, respirasi sianosis, dyspnea dan
kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi
dibronkus maka suara whezzing dapat hilang dan biasanya menjadi
pertanda adanya bahaya gagal pernapasan.
Gejala asma dapat mengantarkan penderitanya berujung kematian
seketika, sehingga sangat penting sekali penyakit ini dikontrol dan
dikendalikan untuk kepentingan keselamatan bagi penderitanya (Bunner &
Suddarth, 2015). Menurut (Kurniati et al., 2018), Tanda dan gejalanya :
- Batuk menjadi gejala yang dominan
- Sputum bisa atau tidak ada
- Wheezing
- Nyeri dada atau Pleuritic chest pain
- Gejala seperti flu
e. Patofisiologi
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan
penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja,
sehingga terapi utama pada saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti
betaegonis dan golongan metil ksantin saja. Namun, para ahli
mengemukakan konsep baru yang kemudian digunakan hingga kini, yaitu
bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernafasan, yang
ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan
terhadap rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga terdapat
penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran
udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distal,
perubahan mekanis paru-paru, dan meningkatnya kesulitan bernafasan.
Selain itu juga dapat terjadi peningkatan sekresi mukus yang berlebihan
Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor
pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau
idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan
karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-anak yang
memiliki keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau
hay fever). Asma instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh
karena faktor-faktor diluar mechanism imunitas, dan umumnya dijumpai
pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik, di mana pasien tidak
memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya
asma antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga.
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi
saluran napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu
respons inflamasi, baik pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi
karakteristik inflamasi pada asma umunya sama, yaitu terjadinya infiltrasi
eosinofil dan limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitelial pada
saluran nafas dan dan peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini
bahkan dapat dijumpai juga pada penderita asma yang ringan. Pada pasien
yang meninggal karena serangan asma , secara histologis terlihat adana
sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus glikoprotein dan eksudat protein
plasma yang memperangkap debris yang berisi se-sel epitelial yang
terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya penebalan
lapisan subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir di
sepanjang saluran napas, dan trakea sampai ujung bronkiolus. Juga terjadi
hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan
hiperserkesi mukus yang kemudian turut menyumbat saluran napas
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel
inflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel
inflamasi utama yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada
serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan eosinofil,
sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah
histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin
yaitu : interleukin
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari
meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya
rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan
memicu pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang
merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien, dan faktor
kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien merupakan
bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik eosinofil
bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat terjadinya
f. Pathway
Reaksi hipersensitivitas
saluran nafas (bronkiolus)
Pengeluaran zat-zat
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
g. Pemeriksaan Penunjang : Lab, Radiologi, Usg, dll
- Pemeriksaan 1aboratorium, Pemeriksaan sputum, Pemeriksaan sputum
pada penderita asma akan didapati :
a. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
1. Kristal-kristal charcot leydenyang merupakan degranulasi dari
Kristal eosinophil
2. Spiral Curshman, yakni yang merupakan cest cell(sel cetakan)
dari cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4. Netrofil dan eosinopil
b. Pemeriksaan Darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dan SGOT dan LDH
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
- Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru
yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis,
serta diafragma yang menurun.
- Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai allergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
- Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu:
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
- Scanning Paru
Dengan scaming paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru
- Spirometri
reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pambenan bronkodilator
actosol (inhaler atau nebulizer).
h. Penatalaksanaan Medis
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim
dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut.
1) Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
2) Agonis B
3) Aminofilin
4) Kortikosteroid
5) Antikolonergik
6) Pengobatan Lainnya
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Survey Primer
- Airway : Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
- Breathing : Bradipnea, tachicpne, apnea, suaranya biasanya
wheezing,ronchi.
- Circulation : Denyut jantung normal, Bradikardi, Tachikardi, Iramanya
S1, S2 atau Mur-mur.
- Disability : GCS, Midriasis, Miosis
b. Survey Sekunder
- Kepala : Simetris, Asimetris, Hematome, Lain – lain
- Rambut : Kotor, Berminyak, kering, rontok,
- Muka : asimetris, Bell spalsy, Kelainan Kongeneital
- Hidung : Asimetris, Epitaksis.
- Mulut : Simetris, Asimetris, Bibir Pucat
- Gigi : Karies, goyang, tambal, gigi palsu
- Lidah : Kotor, gerakan asimetris
- Tenggorokan : Faring merah, sulit menelan, tonsil membesar
- Leher : Pembesaran tiroid, pembesaran vena jugularis
- Dada : Asimetris, ronchi, wheezing,nyeri dada, tachikardi, bradikardi,
palpitasi
- Abdomen : Kembung, tegang, asites, tidak ada bising usus, nyeri
tekan
- Genetalia : Perdarahan, keputihan, hernia
- Integumen : Turgor dingin, decubitus, pucat
- Extermitas : Kekuatan otot, tremor, kejang.
c. Analisa Data
Do:
- Mengi, wheezing
dan / atau ronkhi
kering
- Gelisah.
- Sianosis.
- Bunyi napas
menurun.
- Frekuensi napas
berubah.
- Pola napas
berubah.
3. Ds : Kurang terpapar informasi Ansietas
- Merasa khawatir (takut sulit bernafas
dengan akibat disebabkan gagal nafas yang
- Sulit berat)
berkonsentrasi
- Merasa tidak
berdaya
- Palptasi
Do :
- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Frekuensi napas
meningkat.
- Frekuensi nadi
meningkat.
- Tekanan darah
meningkat.
- Diaforesis.
- Tremos.
- Muka tampak
pucat.
-
4 Ds: Ketidakseimbangan antara Intoleransi
- Merasa tidak suplai dan kebutuhan oksigen Aktivitas
nyaman setelah
beraktivitas
- Merasa lemah
- Dispnea
saat/setelah
aktivitas
Do :
- Frekuensi jantung
meningkat >20%
dari kondisi sehat
- Tekanan darah
berubah >20% dari
kondisi istirahat
- sianosis
.
d. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. (Ernawati,
2018)
1. Gangguan Pertukaran Gas b/d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d Hipersekresi Jalan Nafas
3. Ansietas b/d Kurang terpapar informasi (takut sulit bernafas disebabkan
gagal nafas yang berat)
4. Intoleransi Aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Defisit Pengetahuan b/d Kurang terpapan informasi
(PPNI, 2017a)
e. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. (Ernawati, 2018)
f. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. (Ernawati, 2018)
Tanggal/Jam IMPLEMENTASI
1/10/22 Observasi
2/ 10/22 Terapeutik
g. Evaluasi
EVALUASI
No Tanggal/Hari/Tahun Dx Evaluasi
P : Planning
Yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan
selanjutnya berdasarkan analisis
DISCHARGE PLANNING
1. Pengertian
Discharge planning atau perencanaan pulang adalah suatu mekanisme
untuk memberikan asuhan keperawatan secara terus-menerus, memberikan
informasi tentang kebutuhan kesehatan berkelanjutan setelah pasien pulang,
melaksanakan evaluasi dan mengarahkan untuk perawatan diri sendiri (Rafi’i,
2019)
2. Tujuan
Tujuan perencanaan pulang pasien (Rafi’i, 2019) adalah:
1. Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan
dan kemungkinan adanya komplikasi dari penyakitnya dan hal-hal yang
perlu pembatasan yang akan diberlakukan pada pasien di rumah.
2. Mengembangkan kemampuan pasien dan keluarga untuk merawat dan
memenuhi kebutuhan pasien dan memberikan lingkungan yang aman untuk
pasien di rumah.
3. Memastikan bahwa rujukan yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya
pada pasien dibuat dengan tepat.
3. Bentuk – bentuk Pengkajian Discharge Planning
Pengkajian pasien yang dirawat di rumah sakit meliputi pengkajian secara
biologis, psikologis, sosial dan kultural. Pengkajian tersebut ditambahkan
dengan pengkajian yang terkait dengan discharge planning untuk melengkapi
atau menggali data yang lebih akurat untuk pelaksanaan discharge planning.
Berikut adalah beberapa contoh pengkajian yang terkait discharge planning.
(Rafi’i, 2019)
Meninggal
B. Kontrol
Waktu :
Tempat :
C. Lanjutan keperawatan di rumah (luka :
operasi,pengobatan dan lain-lainya)
Lain – lainnya :
Samarinda, …….
(Rafi’i, 2019)
DAFTAR PUSTAKA