Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


ASMA BRONKHIALE
DI UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

OLEH

BEKTI KAPTININGSIH,S.Kep

. NIM 14901.09.22044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Asma berasal dari kata “Asthma” diambil dari bahasa Yunani yang berarti
“sukar bernapas”. Proses inflamasi kronik yang terjadi pada asma menyebabkan saluran napas
menjadi hiperresponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontriksi, edema dan
hipersekresi kelenjar sehingga menghambat aliran udara di saluran pernapasan dengan
manifestasi klinis yang bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk–
batuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya
inflamasi yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau
tanpa pengobatan (Yuliasari & Aila, 2020).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,
2018).
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti
debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul
lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian bawah.
Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih. (Nurarif & Kusuma, 2015).

1.2 ETIOLOGI
Etiologi Asma Bronkhial menurut Nurarif & Kusuma (2016) adalah sebagai pemicu
timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus, RSV), iklim (perubahan mendadak suhu,
tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, sisa-sisa seranga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau
asap, uap cat), makanan, obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa
terbahak-bahak), dan emosi.
Etiologi Asma Bronkial menurut Muttaqin (2018) adalah sebagai berikut
a. Alergen Alergen adalah zat-zat yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan
asma misalnya debu rumah, spora jamur, bulu kucing, beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu aktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial.
Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernapasan.
c. Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang
yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronkial, beberapa faktor ini
mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih
menonjol pada wanita dan anak.
d. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat Sebagai penderita asma bronkial akan mendapatkan
serangan asma yang bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani tejadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif terhadap obat tertentu seperti
penisilin, salsilat, beta bloker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi udara Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik, kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam
g. Cuaca Saat cuaca lebih dingin tubuh akan bereaksi memproduksi senyawa histamin sehingga
terjadi reaksi alergi yang dapat menyebabkan asma
h. Lingkungan kerja Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-5 % klien dengan asma bronkial.

1.3 MANIFESTASI KLINIS


a. Terdengar bunyi nafas wheezing/mengi terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation).
(Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang
yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma)
b. Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
c. Batuk kronik (terutama di malam hari atau cuaca dingin). Adanya keluhan penderita yang
merasakan dada sempit.
d. Serangan asma yang hebat, penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam
mengatur pernafasan.
e. Pada anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama
serangan asma, rasa cemas (sering menangis) yang berlebihan, sehingga penderita dapat
memperburuk keadaanya.
f. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat
1.4 KLASIFIKASI ASMA BRONKHIALE
Menurut Muttaqin & Kumala (2011).secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
a. Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap
alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang
menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan
pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan
keadaan peka bagi penderita.
b. Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen lingkungan
yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.
Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada yang menderita
asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis. Di Inggris jelas penyebabya
House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput
. c. Asma bronkial campuran (Mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

1.5 PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Patofisiologi asma tampaknya melibatkan hiper-responsivitas pada jalan napas setelah
terpajan satu atau lebih rangsangan iritan. Stimulan yang diketahui memicu reaksi asmatik antara
lain infeksi virus, respon alergik terhadap debu, serbuk sari, tungau, atau bulu binatang, latihan
fisik, pajanan dingin, dan refluks saluran cerna. Karena jalan napas yang rentan dan hiper-
responsif, reaksi dan bronkokonstriksi, keduanya dapat terjadi bersamaan. Meskipun
bronkokonstriksi dan perasaan saluran nafas menyempit merupakan gejala pertama dari serangan
asmatik, reaksi inflamasi yang lambat dapat memburuk asma menjadi penyakit yang serius
(Corwin, 2019).
Mediator inflamasi utama pada reaksi asmatik adalah eosinofil, salah satu jenis sel darah
putih. Eosinofil terkonsentrasi di satu area dan melepaskan zat kimia yang menstimulasi
degranulasi sel mast. Eosinofil juga menarik jenis sel darah putih lainnya, termasuk basofil dan
neutrofil, menstimulasi produksi mukus, dan meningkatkan pembengkakan serta edema jaringan.
Respon inflamasi diawali oleh stimulus, tetapi mungkin memerlukan waktu paling lama 12 jam
untuk memperlihatkan gejala (Corwin, 2019).
Asma yang lebih akut adalah efek dari histamin kimiawi pada otot polos bronkus.
Histamin dilepaskan bersamaan dengan IgE yang memediasi degranulasi sel-mast dan dengan
cepat menyebabkan konstriksi dan spasme otot polos bronkiolus. Histamin juga menstimulasi
produksi mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, selanjutnya menyebabkan kongesti dan
pembengkakan ruang intertisial paru (Corwin, 2019).
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu
fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru
total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran
gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu nafas.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun
kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas yang besar, sedangkan pada
saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. (Sudoyo, 2020)
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-
daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksia. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi agar
kebutuhan oksigen terpenuhi (Sudoyo, 2020).
Dengan demikian adanya penyempitan jalan napas pada asma dapat memunculkan
masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif, gangguan
pertukaran gas, dan intoleransi aktivitas.
2.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo (2020) :


a. Spirometri Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respons pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup
(inhaler dan nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP 1 sebanyak ≥ 12 % atau
(≥ 200 ml) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari ≥ 12 % atau (≥
200 ml) tidak berarti bukan asma. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan
diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Banyak
pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Hal ini
mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan asma dan bahkan bila berlangsung lama
atau kronik dapat berlanjut menjadi penyakit paru obstruktif kronik.
b. Uji provokasi bronkus Uji provokasi dilakukan beberapa cara seperti uji provokasi dengan
histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. VEP 1 sebesar 20 % atau lebih dianggap bermakna. Dianggap
bermakna bila APE paling sedikit 10 %. Akan halnya uji provokasi pada pasien alergi
terhadap alergen yang di uji.
c. Pemeriksaan sputum Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan
neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik.
d. Pemeriksaan eosinofil total Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada
pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan antar asma dan bronchitis
kronik. Pemeriksaan ini dapat juga dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup
tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.
e. Uji kulit Tujuan uji kulit adalah untuk membedakan adanya antibodi IgE spesifik dalam
tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis karena uji alergen yang positif tidak selalu
merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya
. f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum Kegunaan pemeriksaan IgE
total hanya untuk menyokong adanya atopi.
Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan
atau hasilnya kurang dapat dipercaya.
g. Foto dada Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi
saluran nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologi di paru atau komplikasi asma
seperti pneumotoraks, pneumodiastinum, atelektasis, dan lain-lain.
h. Analisa gas darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2, 35 mmHg) kemudian pada
stasium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya
pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg), hipoksemia, dan
asidosis respiratorik

3.1 PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan Medis (Muttaqin & Kumala, 2015).

1) Golongan adrenergik

Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda
diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-
anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.

2) Golongan methylxanthine

Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5
– 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan
pemberian adrenalin tidak memberi hasil.

3) Golongan antikolinergik

Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat enzym


Guanylcyclase.

4) Antihistamin.

Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi juga
ada yang tidak setuju

5) Kortikosteroid.

Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid


sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.

6) Antibiotika.

Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada
infeksi sekunder.

7) Ekspektoransia.

Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah: air
minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans).
b. Penatalaksanaan keperawatan di rumah
Menurut mutaqqin, (2018) jika pasien tidak mendapat serangan asma maka perawatan
dirumah ditujukan untuk mencegah timmbulnya serangan asma dengan memberikan
pendidikan kesehatan pada keluarga pasien. Mencegah serangan asma dengan
menghilangkan faktor pencetus timmbulnya serangan. Pendidikan kesehatan yang diberikan
tersebut antara lain :
1) Menghilangkan faktor pencetus misalnya debu rumah, bau-bau yang merangsang, hawa
dingin dan lainnya
2) Keluarga harus mengenali tanda-tanda akan terjadi serangan asma
3) Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila dirasakan anak akan
mengalami serangan asma serta wajib mengetahui obat mana yang lebih efektif bila anak
mendapat serangan asma
4) Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang cukup bergizi tetapi
menghindari makanan yang mengandung cukup alergen bagi anaknya.
5) Kapan anak harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat tidak boleh sammpai habis.
Lebih baik jika obat tinggal 1 – 2 kali pemakaian anak sudah dibawa kontrol ke dokter atau
jika anak batuk/ pilek walaupun belum terlihat sesak napas harus segera dibawa berobat.

4.1 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada asma menurut Sudoyo (2010) antara lain :

a. Pneumotoraks

b. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis

c. Ateletaksis

d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik

e. Gagal napas

f. Bronkitis

g. Fraktur iga

5.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Spirometer

Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup ( Nebulizer),


2. Sputum

Eosinifil meningkat

3. Uji kulit atau test alergen

4. Radiologi,thorax

Yaitu patofisiologis paru/ komplikasi asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia ( PCO2 turun).Kemudian fase lanjutan normokapnia dan hiperkapnia ( PCO2
naik).Foto dada AP dan Lateral. Ditemukan hiperinflasi paru,diameter anteroposterior
membesat pada foto lateral,dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.

5. Analisa Gas Darah

Hiperkarbia sebagai tanda air trapping,asidosis metabolic,atau respiratori

6.1 ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), asuhan keperawatan dengan asma meliputi :

1. Pengkajian

a. Biodata

Asma bronchial dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai pada usia dini.
Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40
tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan diusia sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia
30 tahun.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma dalah dispnea (sampai bisa berhari-
hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).

2) Riwayat kesehatan dahulu

Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini, di
antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis,
urtikaria, dan eskrim).
3) Riwayat kesehatan keluarga

Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan,
tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota
keluarganya.

c. Pemeriksaan

1) Inspeksi

a) Pemeriksaan dada dimulai dari thorak posterior, klien pada posisi duduk.

b) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.

c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.

d) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa, dan
gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.

e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.

f) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung pernapasan diafragma, dan


penggunaan otot bantu pernapasan.

g) Kelainan pada bentuk dada. Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan


pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau
pleura.

h) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat


mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

2) Palpasi

a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi


abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus
(vibrasi).

b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : mata,
lesi, bengkak.

c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara

3) Perkusi . Suara perkusi normal.:

a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
b) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung, mamae, dan
hati.

c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara.

Suara perkusi abnormal :

a) Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan


timbul pada bagian paru yang berisi darah.

b) Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada
perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi jaringan.

4) Auskultasi

a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan bunyi nafas


normal, bunyi nafas tambahan (abnormal), dan suara.

b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring
ke alveoli, dengan sifat bersih.

c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.

d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub, dan crackles.

6.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi Mukus

2. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

4. Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernafasan

5. Ansietas b.d krisis situasional

6. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit

7. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi


DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta:
Mediaction Muttaqin dan Kumala (2011).

Gangguan Gastoentistenal-aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba


Medika. PPNI (2016).

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.


Jakarta: DPP PPNI PPNI (2018).

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1.


Jakarta: DPP PPNI PPNI (2018).

Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI Sodikin (2020).

Keperawatan Anak: Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC Wong, Donna L. 2009.

Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC


STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH

Pesantren Zainul Hasan Probolinggo NIM :14901.09.22044

Ruangan : UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT ( NON TRAUMA )

I. IDENTITAS

Nama : Ny.H.K

Umur : 29Tahun

Agama : Islam

Alamat : Dsn Kabuaran RT 28/ RW 16 Desa Kotaanyar

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan :IRT

Tanggal Datang : 16 Mei 2023

Diagnosa Medis : Asma Bronchiale

No. Register : 0122870

Tanggal Pengkajian : 16 Mei 2023

II. DATA SUBYEKTIF


 KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
SESAK NAFAS DAN BATUK

 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


KLIEN MENGATAKAN MULAI TADI MALAM SESAK NAFAS,BATUK SUDAH 3 HARI TIDAK BISA
KELUAR DAHAK, NAFAS TERASA BERAT TIMBUL BUNYI NGIK NGIK PADA PAGI HARI
TADI.HIDUNG PILEK.

 RIWAYAT PENYAKIT YANG LALU


KLIEN MEMPUNYAI RIWAYAT ASMA MULAI KECIL

 RIWAYAT ALERGI
TERDAPAT ALERGI PADA CUACA DINGIN DAN DEBU

 PENGOBATAN YANG DIGUNAKAN SELAMA INI


BILA SESAK MUNCUL KLIEN MINUM OBAT NEONAPASI YANG DIBELI DITOKO.BILA TIDAK
SEMBUH BARU KLIEN KEPUSKESMAS

III. DATA OBYEKTIF


A. AIRWAY
PASIEN TERLIHAT SESAK SAAT BERNAFAS, TERDAPAT PERNAPASAN CUPING HIDUNG

B. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI SLANG O2 DG KECEPATAN 3 LT/MNT,RR 32 X/MNT

C. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 104X/MNT,TEKANAN DARAH 130/90 MMHG,AKRAL
KULIT HANGAT SUHU 37.4C

D. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN BAWAH.HANYA LENGAN KANAN YG
TERASAS SAKIT BILA DIANGKAT.BILA DUDUK KEPALA PUSING DAN MUAL

IV. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus sesuai kasus dan yang
berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6

b. TTV : TD130/90 MMHG,


HR : 104X/MNT
RR: 32X/MNT
Suhu: 37.4 C
c. Kepala dan Leher
Kepala simetris,tidak ada hematoma.rambut hitam tertutup kerudung
Leher tidak ada pembesaran kel tyroid
d. Mata
Penglihatan normal,visus baik
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus

e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga

f. Hidung
Penciuman terganggu karena pilek
Terdapat pernapasan cuping hidung
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose

g. Mulut
Tidak ada kelainan

h. Thorak / dada
Terdapat Whwsing +/+ ,Ronchi +/+
Pernapasan dada RR 32x/mnt

i. Abdomen
Tidak ada kelainan
Nyeri tekan -

j. Genetalia
Tidak ada kelainan

k. Anus
Tidak ada kelainan

l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan

m. Integumen
Terdapat luka lecet pada lengan kanan atas.

n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
TIDAK ADA

VI. PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR SEMIFOWLER
2. BERI OKSIGEN NASAL 3LT/MN
3. OBSERVASI TTV
4. BERI TERAPI BRONKHODILATOR ,EKSPEKTORAN DENGAN NEBULIZER
COMBUVENT 2CC + CAIRAN NACL 2CC
5. OBSERVASI SELAMA 1 JAM
6. BOLEH PULANG DENGAN TERAPI ORAL
SALBUTAMOL 3X1
METHYLPREDNISOLON 3X1
AMBROXOL 3X1

PROBOLINGGO15-MEI -2022

Pembimbing Ruangan Nama Mahasiswa

THERESIA NILUH ERNAWATI,S.Kep.Ns BEKTI KAPTININGSIH


2. ANALISA DATA

TGL/JAM DATA KEMUNGKINAN MASALAH


PENYEBAB
16-05- DS: Ketidak seimbangan Gangguan pertukaran
2023 - Klien mengatakan sesak mulai ventilasi dan perfusi gas
JAM tadi malam
09.00 - Batuk sudah 2 hari
- Pilek
- Tidak bisa mengeluarkan
dahak
- lemes
DO:
- Terdapat pernapasan cuping
hidung
- RR 32x/mnt
-Nadi 104x/mnt
TD 130/90mmHg

16-05- DS: Depresi pusat pernafasan Pola nafas tidak


2023 - Klien mengatakan sesak mulai efektif
JAM tadi malam
09.00 - Batuk sudah 2 hari
- Pilek
- Tidak bisa mengeluarkan
dahak
- lemes
DO:
- Terdapat pernapasan cuping
hidung
- RR 32x/mnt
-Nadi 104x/mnt
TD 130/90mmHg

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi

2. Pola nafas tidak efektif b.d Depresi pusat pernafasan

3. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi Mukus


4. INTERVENSI KEPERAWATAN

TGL/ DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


JAM KEPERAWATAN
16/05/20 Gangguan Setelah 1.Atur posisi tidur klien
pertukaran gas b.d dilakukan
23 2. Bersihkan sekret pada mulut dan
Ketidak asuhan
Jam seimbangan hidung,jika perlu
keperawatan
ventilasi dan
09.00 selama 2 jam 3. pertahankan kepatenan jalan nafas
perfusi
diharapkan 4.Siapkan dan atur peralatan
pertukaran gas
pemberian oksigen
meningkat
dengan kriteria 5. berikan oksigen murni
-Dypnoe 1 6. monitor kecepatan aliran oksigen
-bunyi nafas
7. kolaburasi pemberian terapi
bertambah 1
-napas cuping farmakologi
hidung 1
16/05/20 Pola nafas tidak Setelah 1.Identifikasi kemungkinan adanya
efektif b.d Depresi
23 dilakukan alergi
pusat pernafasan
Jam asuhan 2. Atur posisi semifowler
09.00 keperawatan 3. monitor TTV
selama 2 jam 4. Beri oksigen murni
diharapkan pola 5. Berikan terapi inhalasi sesuai advis
nafas membaik dokter
dengan kriteria 6. anjurkan bernapas lambat selama
hasil pemerian terapi inhalasi
Dypnoe 1 7. Posisikan inhaler didalam mulut
-bunyi nafas mengarah ketenggorokan dengan bibir
bertambah 1
ditutup rapat
-napas cuping
8. Observasi keadaan klien setelah
hidung 1
pemberian inhalasi
-
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TGL/JAM DX IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI


KEPERAWATAN
16/05/2023 1 1. Mengatur posisi klien tidur Jam 12.00
Jam 09.00 semifowler dengan mengatur S: klien
tempat tidur pasien mengatakan
2. Membersihkan sekret pada mulut merasa nyaman
dan hidung dengan dan nafas sudah
menggunakan tissu longgar setelah
3. Mempertahankan kepatenan diberikan oksigen
jalan nafas dan dinebuliser
4. Menyiapkan dan mengatur O: K/U cukup
peralatan oksigenasi mulai dari oksigen
tabung sampai slang O2 terpasang
5. Memberikan oksigen Pernapasan
menggunakan nasal O2 dengan cuping hidung 1
kecepatan 3 lt/mnt Whezing -/-
6. Memonitor kecepatan aliran Ronchi -/-
oksigen secara periodik dan A: Masalah
pastikan fraksi yang diberikan teratasi
cukup P: Intervensi no 7
7. Melaksanakan kolaburasi dilanjutkan
dengan dokter untuk terapi dirumah
farmakologi yaitu pemberian obat
brochodilator dan expextoran
16/05/2023 2 1. Melakukan Identifikasi Jam 13.00
Jam 09.00 kemungkinan adanya alergi menjadi S: Sesak sdh
penyebab sesak pada klien hilang setelah
2. Mengatur posisi tidur semifowler pemberian terapi
pada klien dengan meninggikan bed inhalasi
Pasien O: K/U cukup
3. Memonitor TTV,Tekana oksigen
darah,respirasi,nadi secara periodik terpasang
4. Memberikan oksigen murni lewat Pernapasan
nasal 3lt/mnt cuping hidung 1
5. MemBerikan terapi inhalasi sesuai Whezing -/-
advis dokter,Combivent 2cc + cairan Ronchi -/-
NaCl 2cc A: Masalah
6. Menganjurkan bernapas lambat teratasi
selama pemberian terapi inhalasi P: Intervensi no 9
berlangsung dilanjutkan
7. Memposisikan inhaler didalam dirumah
mulut mengarah ketenggorokan
dengan bibir ditutup rapat
8. Melakukan Observasi keadaan
klien setelah pemberian inhalasi
dg tetap memberikan oksigen
min selama 2 jam pasca inhalasi
9. Memberikan terapi oral untuk
terapi maintenan dirumah
STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH

Pesantren Zainul Hasan Probolinggo NIM :14901.09.22044

Ruangan : UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT ( NON TRAUMA )

I. IDENTITAS

Nama : An M.A

Umur : 3 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Dsn Krajan RT 18/RW 02,Desa Triwungan Kotaanyar

Agama : Islam

Pendidikan : Belum sekolah

Pekerjaan :-

Tanggal Datang : 15 Mei 2023

Diagnosa Medis : Febris Confulsi

No. Register : 0022897

Tanggal Pengkajian : 15 Mei 2023

VII. DATA SUBYEKTIF


 KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
KEJANG DEMAM

 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


KELUARGA KLIEN MENGATAKAN KLIEN SUDAH PANAS SELAMA 2 HARI,BILA MALAM MENGIGIL
PILEK,TADI JAM 08.00 KLIEN KEJANG 1X DIRUMAH ,MUNTAH 1X,
 RIWAYAT PENYAKIT YANG LALU
KLIEN PERNAH PUNYA RIWAYAT KEJANG SAAT USIA 2 TAHUN,DAN MRS DI RIZANI

 RIWAYAT ALERGI
TIDAK ADA RIWAYAT ALERGI MAKANAN,OBAT MAUPUN CUACA

 PENGOBATAN YANG DIGUNAKAN SELAMA INI


PASIEN TIDAK PERNAH MENJALANI PENGOATAN APAPUN,DAN SAAT INI JUGA TIDAK SEDNG
MENGKONSUMSI OBAT APAPUN

VIII. DATA OBYEKTIF


E. AIRWAY
PASIEN BERNAFAS DENGAN EFEKTIF,TIDAK DITEMUKAN ADANYA OBSTRUKSI JALAN NAFAS

F. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI MASKER OKSIGEN DG KECEPATAN 5 LT/MNT,RR 30X/MNT

G. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 100X/MNT,TEKANAN DARAH 90/60 MMHG,AKRAL KULIT
PANAS,SUHU 39.2C

H. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN ATAS DAN BAWAH.

PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus sesuai kasus dan yang
berkaitan)

a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS

b. TTV : TD 90/60 MMHG,


HR : 100X/MNT
RR: 25X/MNT
Suhu: 39.2 C
c. Kepala dan Leher
Kepala normal simetris,rambut bersih dan hitam pendek
Tidak ada pembesaran kel tyroid

d. Mata
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus

e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose

g. Mulut
Tidak ada kelainan

h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada

i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis

j. Genetalia
Tidak ada kelainan

k. Anus
Tidak ada kelainan

l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan

m. Integumen
Tidak ada kelainan

n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


GDA : 164 MMHG
X. PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR SEMIFOWLER
2. BERI OKSIGEN NASAL 3LT/MN
3. OBSERVASI TTV
4. BERI ANTIKEJANG PERSUPOSITORIA
5. PASANG INFUS D5 ¼ S 20 TPM
6. KOMPRES HANGAT
7. BERI INJEKSI ANTIPIRETIK PARASETAMOL 160 MG IV
8. LAKUKAN LABORAT DL DAN GDA
9. RUJUK RS RIZANI UNTUK TERAPI SPESIALIS

PROBOLINGGO 15-MEI -2022

Pembimbing Ruangan Nama Mahasiswa

THERESIA NILUH ERNAWATI,S.Kep.Ns BEKTI KAPTININGSIH


STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH

Pesantren Zainul Hasan Probolinggo NIM :14901.09.22044

Ruangan : UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT ( NON TRAUMA )

I. IDENTITAS

Nama : Tn. W

Umur : 63 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Dsn Krajan RT 08/RW 02,Desa Pasembun Kotaanyar

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak Sekolah

Pekerjaan :-

Tanggal Datang : 20 Mei 2023

Diagnosa Medis : S. Ilius Paralitik

No. Register : 0225378

Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2023

XI. DATA SUBYEKTIF


 KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
NYERI PERUT TIDAK BISA KENTUT

 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


KLIEN MENGATAKAN PERUT SAKIT MULAI TADI MALAM JAM 23.00,TIDAK BISA BERAK 3
HARI,TIDAK BISA BUANG ANGIN MULAI TADI MALAM,MUNTAH 1X

 RIWAYAT PENYAKIT YANG LALU


KLIEN PUNYA RIWAYAT DARAH TINGGI SUDAH 5 TAHUN INI,TIDAK ADA RIWAYAT DM MAUPUN
PARU MENAHUN
 RIWAYAT ALERGI
TIDAK ADA RIWAYAT ALERGI MAKANAN,OBAT MAUPUN CUACA

 PENGOBATAN YANG DIGUNAKAN SELAMA INI


PASIEN MINUM OBAT DARAH TINGGI DARI PUSKESMAS SETIAP HARI,YAITU AMLODIPIN 2X
SEHARI

XII. DATA OBYEKTIF


I. AIRWAY
PASIEN BERNAFAS DENGAN EFEKTIF,TIDAK DITEMUKAN ADANYA OBSTRUKSI JALAN NAFAS

J. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI MASKER OKSIGEN DG KECEPATAN 3 LT/MNT,RR 28X/MNT

K. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 100X/MNT,TEKANAN DARAH 190/100 MMHG,AKRAL
KULIT PANAS,SUHU 37.2C

L. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN ATAS DAN BAWAH.

PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus sesuai kasus dan yang
berkaitan)

a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; LEMAH ,KESADARAN COMPOS MENTIS ,GCS 4 5 6

b. TTV : TD 190/100 MMHG,


HR : 100X/MNT
RR: 28X/MNT
Suhu: 37.2 C
c. Kepala dan Leher
Kepala normal simetris,rambut bersih dan hitam pendek
Tidak ada pembesaran kel tyroid

d. Mata
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus

e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga

f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose
g. Mulut
Tidak ada kelainan

h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada

i. Abdomen
Inspeksi :Perut terlihat membesar
Palpasi :,distandit +
Auskultasi :.Bising usus sulit didengar
Perkusi : suara hipertimpani

j. Genetalia
Tidak ada kelainan

k. Anus
Tidak ada kelainan

l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan

m. Integumen
Tidak ada kelainan

n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf

XIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


GULA DARAH ACAK,DL

XIV.PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR SEMIFOWLER
2. BERI OKSIGEN NASAL 3LT/MN
3. OBSERVASI TTV
4. PASANG LINGKAR ABDOMEN
5. PASANG CATETER
6. PASANG NGT DAN PUASAKAN KLIEN
7. PASANG CAIRAN PARENTERAL, SIAPKAN RUJUKAN KE RS RIZANI

PROBOLINGGO 20-MEI -2022

Pembimbing Ruangan Nama Mahasiswa

THERESIA NILUH ERNAWATI,S.Kep.Ns BEKTI KAPTININGSIH,S.Kep


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
CEDERA KEPALA RINGAN
DI UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

OLEH

BEKTI KAPTININGSIH,S.Kep

. NIM 14901.09.22044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
2023
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.(Syahrir H.2012)

Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat terjadi
kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di rumah sakit
< 48 jam. (George, 2009)

Cedera otak ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau menurunya kesadadaran
sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainya (Sastrodiningrat,
2013).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera otak ringan (COR) adalah
gangguan fungsi otak normal karena trauma yang disertai dengan keadaan pingsan yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan tidak disertai kerusakan jaringan otak akibat
trauma kepala.

2. Etiologi

Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi deselerasi,


coup-countre coup, dan cedera rotasional.

1. Cedera Akselerasi: terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(misalnya, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala)

2. Cedera Deselerasi: terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan

3. Cedera akselerasi-deselerasi: sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan


bermotor dan episode kekerasan fisik
4. Cedera coup-countre coup: terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukuli
di bagian belakang kepala.

5. Cedera rotasional: terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam substansi
alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.

3. Klasifikasi

1 Menurut Brunner dan Suddarth, (2013) cedera kepala ada 2 macam yaitu:

a. Cedera kepala terbuka

Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa dan bentuk
dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk
ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam atau tembakan. Cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki
abses langsung ke otak.

b. Cedera kepala tertutup

Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedar kepala tertutup meliputi:
komusio (gegar otak), kontusio (memar) dan laserasi.

2 Berdasarkan Advenced Trauma Life Support (ATLS) tahun 2004,

Klasifikasi berdasarkan mekanismenya, cedera kepala dibagi menjadi:

a. Cedera kepala tumpul, biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
ataupun terkena pukulan benda tumpul.

b. Cedera kepala tembus, biasanya disebabkan oleh luka tusukan, atau luka tembak.
(American College Of Surgeon Commite on Trauma, 2014)

3 Cedera kepala berdasarkan nilai GCS (Menurut Heller, 2012):


a. Cedera kepala ringan Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit.
Ditandai dengan: nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta seperti pada fraktur
tengkorak, kontusio/hematoma.

b. Cedera kepala sedang Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam,
dapat mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung).

c. Cedera kepala berat Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio
serebral, laserasi, hematoma dan edema serebral.

4. Manifestasi Klinis Menurut Tom (2011),

Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan COR (GCS 13-15), yaitu:

1. Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi


2. Tidak ada kehilangan kesadaran
3. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5. Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
6. Tidak adanya criteria cedera kepala sedang sampai berat
7. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap
setelah cedera.
8. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan
cemas.
9. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkah laku
10. Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan

5. Komplikasi

Komplikasi akibat cedera kepala ringan anatara lain:


1 Gegar Otak

Gegar otak bisa memengaruhi fungsi otak seseorang, namun jarang menyebabkan
kerusakan permanen. Tapi sayangnya, gegar otak seringkali tidak disadari karena
sebagian besar orang yang mengalami cedera kepala masih tetap sadar. Seiring
berjalannya waktu, orang yang mengalami gegar otak akan mulai merasakan gejala-
gejala berupa kehilangan keseimbangan, perubahan emosi, migren, sampai amnesia.
Sebaiknya, segera periksakan diri ke dokter bila kamu mengalami gejala gegar otak
tersebut.

2. Epilepsi
Trauma kepala ringan yang tidak segera ditangani bisa berkembang menjadi semakin
parah dan berpotensi tinggi menyebabkan epilepsi. Gangguan pada sistem saraf pusat
(neurologis) ini ditandai dengan gejala berupa kejang sampai hilang kesadaran.
3 Sindrom
Cedera Otak Kedua Komplikasi pembengkakan otak yang berkembang sangat cepat
dan bersifat fatal, biasanya terjadi pada cedera otak kedua. Cedera ini terjadi tidak lama
setelah gegar otak pertama, di mana pengidap gegar otak belum sepenuhnya pulih.
4 Penumpukan Efek Akibat Cedera Otak
Cedera otak yang terjadi berulang kali dapat menyebabkan penumpukan gangguan
fungsi otak yang dapat bersifat permanen pada pengidapnya.
5 Vertigo dan Sakit Kepala
Komplikasi ini bisa dialami oleh pengidap selama satu minggu hingga beberapa bulan
setelah mengalami cedera otak. Vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi
labirintin).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk trauma kepala menurut Pierce A. Grace & Neil R. Borley,
2010 antara lain:

1 CT Scan (dengan / tanpa kontras) :

Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ventrikuler, dan pergeseran jaringan otak.

2 MRI (dengan / tanpa kontras) :

Menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio, dapat mendiagnosis tumor, infark,
dan kelainan pada pembuluh darah.

3 Angiografi serebral :
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema
dan trauma perdarahan. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan
vaskuler serebral.

4 Angiografi substraksi digital :

Suatu jenis angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi untuk
memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak di
sekitarnya.

6 EEG (Electro Ensephalogram) :


Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis. EEG
mengukur aktifitas listrik lapisan superficial korteks serebri melalui elektroda yang dipasang
di luar tengkorak pasien.
7 ENG (Electro Nistagmogram) :
Merupakan pemeriksaan elektro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat.

8. X-ray :

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur).Pergeseran struktur dari garis tengah
(karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang.

9. GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan meningkatkan tekanan intakranial.

10. Kimia (elektrolit darah) :

Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK / perubahan mental.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan
menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri dari
perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf, radiologi, anastesi, dan
rehabilitasi medik.

Klien dengan cedera kepala harus dipantau terus dari tempat kecelakaan, selama
transportasi: di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang perawatan dan unit ICU sebab
sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya. Menurut
prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan berdasarkan beratnya cedera yang
didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa (Tom, 2011).

1. Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 )

a. Cedera kepala simpleks ( simple head injury ) Klien mengalami cedera kepala tanpa
diikuti dengan gangguan kesadaran, amnesia maupun gangguan kesadaran lainya. Pada
kliendemikian dilakukan perawatan luka, periksa radiologi hanya atas indikasi dan kepada
kelurga diminta untuk mengobservasi kesadaran.

b. Kesadaran terganggu sesaat Klien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah


cedera kepala dan saat diperiksa sudah sadar kembali, maka dilakukan pemeriksaan foto
kepala dan penatalaksanaan selanjutnya seperti cedera kepala simpleks.

2. Klien dengan kesadaran menurun

a. Cedera kepala ringan atau minor head injury ( GCS : 13-15) Kesadaran disorientasi atau
not abay comand tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan
perawatan luka, dilakukan foto kepala, CT Scan Kepala dilakukan jika dicurigai adanya
hematoma intrakranial, misalnya ada interval lusid, pada follow up kesadaran semakin
menurun atau timbul lateralisasi, oservasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping
tanda-tanda vital. Klien cedera kepala biasanya disertai dengan cedera multipel fraktur, oleh
karena itu selain disamping kelainan serebral juga bisa disertai dengan kelainan sistemik
( Corwin, 2000).

3. Penatalaksanaan trauma kepala menurut Smeltzer (2001) dan Long (1996) antara lain:

a. Dexamethason / Kalmetason : sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai


dengan berat ringannya trauma.

b. Terapi hiperventilasi (pada trauma kepala berat) : untuk mengurangi vasodilatasi.

c. Analgetik : sebagai pereda nyeri.

d. Gliserol (manitol 20% glukosa 40%) : larutan hipertonis sebagai anti edema.
e. Metronidazole : untuk pengobatan infeksi anaerob, atau antibiotik yang mengandung
penicillin sebagai barier darah otak.

f. Cairan infuse dextrose 5%, aminousin, aminofel, diberikan 18 jam pertama sejak
terjadinya kecelakaan, selama 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak

. g. Tindakan pembedahan

8. Patofisiologi Mekanisme cedera otak

Merupakan hal yang bersifat kompleks, bervariasi, dan belum sepenuhya dipahami.
Trauma mekanik, iskemia, kerusakan energi seluler, cedera reperfusi eksitotoksin, edema,
cedera vaskuler, dan cedera yang menginduksi apoptosis, merupakan factor-faktor yang
berpengaruh pada hampir semua cedera otak akut.

Ada dua fase utama dari cedera kepala yang diakibatkan oleh trauma kepala. Fase
pertama adalah kerusakan otak awal yang terjadi segera pada saat benturan, yang meliputi
cedera neural, cedera glial primer, dan respon vaskuler, dimana hal ini dapat meliputi
laserasi kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, kontusi, perdarahan pungtat, perdarahan
subarachnoid dan cedera aksonal difus.

Ada dua jenis cedera primer yang dapat terjadi yaitu cedera otak fokal dan difus. Tipe
yang paling sering dari cedera otak traumatik (75-90%) adalah konkusi ringan dan konkusi
cerebral klasik. Cedera otak fokal terhitung sebanyak lebih dari dua per tiga dari kematian
akibat cedera otak, sedangkan cedera aksonal difus terhitung sebanyak kurang dari
sepertiganya. Sedangkan fase kedua dari cedera merupakan perkembangan kerusakan
neurologi yang terjadi setelah cedera primer, dimana hal ini dapat berkembang dalam waktu
beberapa hari sampai minggu. Cedera sekunder dapat diakibatkan oleh adanya edema
cerebral, hipoksia, dan perdarahan yang tertunda (George D, 2009)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Asuhan Keperawatan
Teori
a. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam lima tahap kegiatan yang
meliputi:
1. Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa, agama, status
perkawinan, alamat, nomor MR, tanggal masuk dan penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran. 2) Riwayat penyakit sekarang Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala
yang akibat dari kecelakaan lalu lintas jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala.
Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun, konfulse, muntah, sakit
kepala, lemah, liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
3) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya
riwayat hipertensi, riwayat cidera sebelumnya, DM, dan penggunaan obat-obatan.
4) Riwayat penyakit keluarga Adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan DM.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum penurunan kesadaran pada COR umumnya GCS 13-15.
2. B1 (BREATHING) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor,
ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
3. B2 (BLOOD) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan padapusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik
ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia)
4. B3 (BRAIN) Cidera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama akibat
pengaruh peningkatan TIK yang disebakan adanya perdarahan .
• Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan.
• Pengkajian fungsi cerebral : status mental,fungsi intelektual, lobus frontalis, hemisfer.
• Pengkajian saraf kranial :
Saraf I : kelainan pada penciuman
Saraf II : kelainan pada lapang pandang
Saraf III,IV,VI: gangguan mengangkat kelopak mata
Saraf V : gangguan penurunan kemampuan kordinasi gerakan mengunyah
Saraf VII : presepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII : perubahan fungsi pendengaran
Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut
Saraf XI : mobilitas leher tidak ada gangguan
Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan.
5. B4 (BLADDER)
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia urin,
ketidakmampuan menahan miksi.
6. B5 (BOWEL)
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
7. B6 (BONE)
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.

c. Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera otak) d.d pola napas
abnormal (D.0005)
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma) d.d pasien mengeluh nyeri (D.0077)
3) Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala (D.0017)
STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH

Pesantren Zainul Hasan Probolinggo NIM :14901.09.22044

Ruangan : UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT ( TRAUMA )

I. IDENTITAS

Nama : Tn.A

Umur : 55 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Dsn Kokonan RT 08/RW 02,Desa Sidorejo Kotaanyar

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Proyek

Tanggal Datang : 15 Mei 2023

Diagnosa Medis : Cedera Kepala Ringan

No. Register : 0291611

Tanggal Pengkajian : 15 Mei 2023

XV. DATA SUBYEKTIF


b. KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
KEPALA PUSING ,MUNTAH

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


PASIEN DATANG DENGAN POST KECELAKAAN JATUH DARI SEPEDA MOTOR SAAT
BERANGKAT KERJA DIDAERAH KOTAANYAR JAM 07.20 WIB,SAAT KEJADIAN PASIEN
SADAR,KEPALA TERASA PUSING DANMUNTAH 1X DITKP.TERDAPAT BENGKAK DIPELIPIS
KANAN,LUKA LECET DITANGAN KANAN.SAAT DITANYA KEJADIANNYA PASIEN MASIH INGAT
SEMUA.

D. RIWAYAT PENYAKIT YANG LALU


KLIEN TIDAK MEMPUNYAI RIWAYAT PENYAKIT MENAHUN
E. RIWAYAT ALERGI
TIDAK ADA RIWAYAT ALERGI MAKANAN,OBAT MAUPUN CUACA

f. PENGOBATAN YANG DIGUNAKAN SELAMA INI


PASIEN TIDAK PERNAH MENJALANI PENGOATAN APAPUN,DAN SAAT INI JUGA TIDAK SEDNG
MENGKONSUMSI OBAT APAPUN

XVI.DATA OBYEKTIF
M. AIRWAY
PASIEN BERNAFAS DENGAN EFEKTIF,TIDAK DITEMUKAN ADANYA OBSTRUKSI JALAN NAFAS

N. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI OKSIGEN NASAL DG KECEPATAN 3 LT/MNT,RR 24X/MNT

O. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 94X/MNT,TEKANAN DARAH 140/90 MMHG,AKRAL KULIT
HANGAT

P. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN BAWAH.HANYA LENGAN KANAN YG
TERASAS SAKIT BILA DIANGKAT.BILA DUDUK KEPALA PUSING DAN MUAL

XVII. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus
sesuai kasus dan yang berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6

b. TTV : TD140/90 MMHG,


HR : 94X/MNT
RR: 24X/MNT
Suhu: 36.4 C
c. Kepala dan Leher
Kepala terdapat luka hematoma pada pelipis kanan dg diameter 2cm. Lecet pada sekitar hematom
Leher normal tdk ada pembesaran kel tyroid

d. Mata
Penglihatan normal,visus baik OD 5/5 OS 5/5
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus

e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga

f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose

g. Mulut
Tidak ada kelainan

h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada

i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis

j. Genetalia
Tidak ada kelainan

k. Anus
Tidak ada kelainan

l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan

m. Integumen
Terdapat luka lecet pada lengan kanan atas.

n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf

XVIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


TIDAK ADA

XIX.PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR TERLENTANG TANPA BANTAL
2. BERI OKSIGEN NASAL 3LT/MN
3. OBSERVASI TTV
4. NILAI KESADARAN KLIEN
5. LAKUKAN RAWAT LUKA
6. BERI BEBAT TEKAN PADA DAERAH HEMATOM DENGAN ELASTOMUL
7. OBSERVASI PASIEN SELAMA 2-3 JAM,BILA TERJADI MUNTAH
DANPENURUNAN KESADARAN RUJUK RS.BILA TIDAK TERJADI PASIEN
BOLEH PULANG DENGAN TERAPI DAN KIE
8. TERAPI ORAL ASAM MEFENAMAT 3X500MG
CITICOLIN 3X200MG
AMOKSILIN 3X500MG
MECOBALAMIN 1X1
KONTROL KEPOLI UMUM

PROBOLINGGO15-MEI -2022

Pembimbing Ruangan Nama Mahasiswa

THERESIA NILUH ERNAWATI,S.Kep.Ns BEKTI KAPTININGSIH

2. ANALISA DATA

Tgl/jam DATA KEMUNGKINAN MASALAH


PENYEBAB
15/5/202 DS: Agen pencedera fisik Nyeri akut
3 -Pasien mengatakan kepala
JAM pusing setelah jatuh tadi
08.00 -Muntah 1x ditempat kejadian
DO:
-Terdapat luka lecet dan
hematoma pada pelipis kanan
-Terdapat bekas muntah dibaju
pasien
- Tekanan darah 140/90 mmHg
- Nadi 96x/mnt,RR 24x/mnt

Jam DS: Cedera Kepala Risiko perfusi


08.00 -Pasien mengatakan kepala serebral tidak efektif
pusing setelah jatuh tadi
-Muntah 1x ditempat kejadian
DO:
-Terdapat luka lecet dan
hematoma pada pelipis kanan
-Terdapat bekas muntah dibaju
pasien
- Tekanan darah 140/90 mmHg
- Nadi 96x/mnt,RR 24x/mnt
-GCS 4 5 6

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d adanya agen pencedera fisik
2. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b.dcedera kepala

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisik keperawatan selama 2-3 jam 1. 1. Identifikasi lokasi,
(trauma) d.d pasien tingkat nyeri menurun dengan karakteristik, durasi,
mengeluh nyeri kriteria hasil : - Mengeluh nyeri frekuensi, kualitas dan
(D.0077) menurun (5) - Frekuensi nadi intensitas nyeri. 2.
membaik (5) Identifikasi skala nyeri
- Pola napas membaik (5) 3. Identifikasi respon nyeri
- Tekanan darah membaik (5) non verbal
4. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
5. Fasilitasi istirahat tidur
6. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
7. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko perfusi Setelah dilakukan perawatan 1. Identifikasi penyebab
serebral tidak efektif selama 3x24 jam, perfusi serebral peningkatan TIK
b.d cedera kepala meningkat dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda/gejala
(D.0017) - Tingkat kesadaran meningkat peningkatan TIK
(5) 3. Monitor status
- TIK menurun (5) pernapasan 4. Monitor
- Sakit kepala menurun (5) intake dan output cairan
5. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
6. Berikan posisi semi
fowler
7. Beri bantuan oksigen
8. Pertahankan suhu tubuh
normal

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DX IMPLEMENTASI EVALUASI
KEP
1 1. Melakukan Identifikasi lokasi, karakteristik, Tgl 15/05/2023 jam 12.00
durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri. DS: Klien mengatakan
2. Menilai tingkat nyeri dengan menggunakan pusing berkurang
skala nyeri -tidak ada rasa mual
Angka 0 ; tidak nyeri maupun muntah
Angka 1-3 ; nyeri ringan DO :
Angka 4-7 ; nyeri sedang Tekanan darah 120/80 .Nadi
Angka 8-10 : nyeri hebat/berat 88x/mnt, RR : 22X/MNT
3. Melakukan identifikasi respon nyeri non verbal GCS 4 5 6
dengan melihat mimik wajah pasien saat muncul A.Masalah sebagian teratasi
rasa nyeri tersebut P. Intervensi no 7, 8
4. Menghindarkan lingkungan yang memperberat dilanjutkan dirumah dengan
nyeri dengan menempatkan pasien diruangan yang terapi dokter,peroral
terpisah dengan pasien lain selama observasi Asam Mefenamat 3x500mg
dilakukan Citicolin 3X200mg
5. Menganjurkan pasien untuk tirah baring dan Amoksilin 3x500 mg
bedrest ditempat tidur selama observasi dilakukan Mecobalamin 1x1
6.Menjelaskan penyebabtimbulnya nyeri karena
adanya benturan pada kepala saat
kecelakaan ,dan rasa nyeri ini kemungkinan akan
sering muncul setelah kejadian ini
7. Mengajarkan terapi non farmakologi dengan
tehnik relaksasi saat muncul nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Antrain 1gr iv
Ranitidin 1amp iv
2 1. Melakukan Identifikasi penyebab peningkatan Tgl 15/05/2023 jam 12.00
TIK,yaitu karena traum pada kepala saaat DS: Klien mengatakan
kecelakaan pusing berkurang
2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK -tidak ada rasa mual
dengan melakukan observasi tekanan darah,dan maupun muntah
kesadaran pasien DO :
3. Melakukan monitor status pernapasan dan Tekanan darah 120/80 .Nadi
memberikan bantuan oksigen nasal untuk 88x/mnt, RR : 22X/MNT
memberikan oksigenasi pada otak
4. Memasang cairan parienteral dan melakukan GCS 4 5 6
puasa bila pasien masih mengeluh mual A.Masalah sebagian teratasi
5. Menyediakan lingkungan yang tenang dan jauh P. Intervensi no 7, 8
dari kegaduhan untuk memberikan relaksasi pada dilanjutkan dirumah dengan
pasien terapi dokter,peroral
6. Memberikan posisi semi fowler bila klien sdh Asam Mefenamat 3x500mg
tidak muntah Citicolin 3X200mg
7. Memberikan oksigen nasal 3l/mnt dan Amoksilin 3x500 mg
melakukan observasi pernapasan Mecobalamin 1x1
8. Mempertahankan suhu tubuh pasien normal
untuk memberikan rasa nyaman
STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH

Pesantren Zainul Hasan Probolinggo NIM :14901.09.22044

Ruangan : UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT ( TRAUMA )

I. IDENTITAS

Nama : Sdr.AG

Umur : 25 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Dsn PANDE RT 30/RW 04,Triwungan Kotaanyar

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Proyek

Tanggal Datang : 20 Mei 2023

Diagnosa Medis : Vulnus ictum

No. Register : 0292287

Tanggal Pengkajian :20 Mei 2023

XX. DATA SUBYEKTIF


g. KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
TELAPAK KAKI KANAN TERKENA PAKU

H. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


TELAPAK KAKI KANAN TERKENA TUSUK PAKU SAAT KERJA BAKTI DIKAMPUNG TADI JAM
08.00.TERDAPAT LUKA TUSUK,NYERI,KELUAR DARAH.

I. RIWAYAT PENYAKIT YANG LALU


KLIEN TIDAK MEMPUNYAI RIWAYAT PENYAKIT MENAHUN
J. RIWAYAT ALERGI
TIDAK ADA RIWAYAT ALERGI MAKANAN,OBAT MAUPUN CUACA

k. PENGOBATAN YANG DIGUNAKAN SELAMA INI


PASIEN TIDAK PERNAH MENJALANI PENGOATAN APAPUN,DAN SAAT INI JUGA TIDAK SEDNG
MENGKONSUMSI OBAT APAPUN

XXI.DATA OBYEKTIF
Q. AIRWAY
PASIEN BERNAFAS DENGAN EFEKTIF,TIDAK DITEMUKAN ADANYA OBSTRUKSI JALAN NAFAS

R. BREATHING
SAAT INI PASIEN TIDAK MENGELUH SESAK,RR 24X/MNT

S. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 94X/MNT,TEKANAN DARAH 120/80 MMHG,AKRAL KULIT
HANGAT

T. DISABILITY
PADA TELAKA KAKI KANAN TERDAPAT LUKA TUSUK DIAMETER 0.5,KELUAR DARAH,

EXTERMITAS ATAS DAN BAWAH BERGERAK BEBAS

XXII. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus
sesuai kasus dan yang berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6

b. TTV : TD120/80 MMHG,


HR : 94X/MNT
RR: 24X/MNT
Suhu: 36.4 C
c. Kepala dan Leher
Kepala normal,rambut hitam,tidak ada benjolan pada kepala,
Leher normal,tidak ada pembesaran kel tyroid

d. Mata
Penglihatan normal,visus baik OD 5/5 OS 5/5
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus

e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulang nose

g. Mulut
Tidak ada kelainan

h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada

i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis

j. Genetalia
Tidak ada kelainan

k. Anus
Tidak ada kelainan

l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan

m. Integumen
Kulit bersih,ada bekas kotoran tanah pada tangan dan kaki.

n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf

XXIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


TIDAK ADA

XXIV. PENATALAKSANAAN
1. POSISIKAN KLIEN TIDUR TERLENTANG
2. BERSIHKAN TELAPAK KAKI YANG TERKENA PAKU DENGAN CAIRAN NACL
3. MENGOBSERVASI AREA LUKA ADAKAN SISA BENDA ASING PADA TELAPAK KAKI
4. LAKUKAN DESINFEKTAN DAN BERI INJEKSI LIDOCAIN 1 ML
5. CROSS INSISI PADA AREA TUSUKAN DENGAN MENGGUNAKAN MESS
6. CUCI AREA INSISI DENGAN BETADIN DAN NACL.
7. SETELAH BERSIH,TUTUP AREA LUKA DENGAN KASSA KERING
8. INJEKASI ATS 1500 IU (IM)
9. TERAPI ORAL ASAM MEFENAMAT 3X500 MG
10. KLIEN DIPULANGKAN

PROBOLINGGO 20 -MEI -2022

Pembimbing Ruangan Nama Mahasiswa


THERESIA NILUH ERNAWATI,S.Kep.Ns BEKTI KAPTININGSIH
STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH

Pesantren Zainul Hasan Probolinggo NIM :14901.09.22044

Ruangan : UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT ( TRAUMA )

I. IDENTITAS

Nama : Tn.S

Umur : 35 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Dsn Kokonan RT 08/RW 02,Desa Sidorejo Kotaanyar

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan ;Bengkel

Tanggal Datang : 25 Mei 2023

Diagnosa Medis : Corpus Alienum (gram pada mata)

No. Register : 0225779

Tanggal Pengkajian : 25 Mei 2023

XXV. DATA SUBYEKTIF


l. KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
MATA KIRI SAKIT

M. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


KLIEN DATANG KEUGD DENGAN KELUHAN MATA KIRI TERKENA PERCIKAN BENDA SAAT
NGELAS DITEMPAT KERJA TADI JAM 10.00.TERASA NYERI DAN MENGGANJAL

N. RIWAYAT PENYAKIT YANG LALU


KLIEN TIDAK MEMPUNYAI RIWAYAT PENYAKIT MENAHUN

O. RIWAYAT ALERGI
TIDAK ADA RIWAYAT ALERGI MAKANAN,OBAT MAUPUN CUACA
p. PENGOBATAN YANG DIGUNAKAN SELAMA INI
PASIEN TIDAK PERNAH MENJALANI PENGOATAN APAPUN,DAN SAAT INI JUGA TIDAK SEDNG
MENGKONSUMSI OBAT APAPUN

XXVI. DATA OBYEKTIF


U. AIRWAY
PASIEN BERNAFAS DENGAN EFEKTIF,TIDAK DITEMUKAN ADANYA OBSTRUKSI JALAN NAFAS

V. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI MASKER OKSIGEN DG KECEPATAN 5 LT/MNT,RR 28X/MNT

W. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 94X/MNT,TEKANAN DARAH 140/90 MMHG,AKRAL KULIT
HANGAT

X. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN BAWAH.HANYA LENGAN KANAN YG
TERASAS SAKIT BILA DIANGKAT.BILA DUDUK KEPALA PUSING DAN MUAL

XXVII. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus
sesuai kasus dan yang berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6

b. TTV : TD120/70 MMHG,


HR : 88X/MNT
RR: 24X/MNT
Suhu: 36.6C
c. Kepala dan Leher
Kepala terdapat luka hematoma pada pelipis kanan dg diameter 2cm. Lecet pada sekitar hematom
Leher normal tdk ada pembesaran kel tyroid

d. Mata
Penglihatan pada mata kiri kabur,sakit,visus OD 5/5,OS 4/5
Konjungtiva tidak anemis,sklera merah ,

e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga

f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose

g. Mulut
Tidak ada kelainan

h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada

i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis

j. Genetalia
Tidak ada kelainan

k. Anus
Tidak ada kelainan

l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas bisa bergerak bebas
m. Integumen
Tidak ada kelainan

n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf

XXVIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


TIDAK ADA

XXIX. PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR TERLENTANG TANPA BANTAL
2. OBSERVASI TTV
3. BERI TETES MATA PANTOCAIN PADA MATA KIRI 1 TTS
4. TUNGGU 5-10 MNT,LALU LAKUKAN IRIGASI MATA KIRI MENGGUNAKAN
CAIRAN STERIL ( AQUABEDEST INJ)SAMPAI BERSIH
5. OBSERVASI ADANYA GRAM
6. BERI SALEP GENTAMICIN SALP MATA ,TUTUP DENGAN KASA KERING
7. TERAPI ASAM MEFENAMAT 3X500 MG
GENTAMYCIN SLP MATA 2X OS
8. KONTROL POLI UMUM 3 HARI LAGI

PROBOLINGGO 25-MEI -2022

Pembimbing Ruangan Nama Mahasiswa

THERESIA NILUH ERNAWATI,S.Kep.Ns BEKTI KAPTININGSIH

LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN GADAR DENGAN Dx ASMA BRONCHIALE

TERHADAP PENDERITA

DI UGD PUSKESMAS KOTAANYAR

Probolinggo,

Mengetahui

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Rizka Yunita,S.Kep.Ns.M.Kep Bekti Kaptiningsih,S.Kep

NIDN. 0710069004 NIM. 14901.09.22044

Anda mungkin juga menyukai