OLEH
BEKTI KAPTININGSIH,S.Kep
. NIM 14901.09.22044
1.1 DEFINISI
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Asma berasal dari kata “Asthma” diambil dari bahasa Yunani yang berarti
“sukar bernapas”. Proses inflamasi kronik yang terjadi pada asma menyebabkan saluran napas
menjadi hiperresponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontriksi, edema dan
hipersekresi kelenjar sehingga menghambat aliran udara di saluran pernapasan dengan
manifestasi klinis yang bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk–
batuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya
inflamasi yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau
tanpa pengobatan (Yuliasari & Aila, 2020).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,
2018).
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti
debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul
lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian bawah.
Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih. (Nurarif & Kusuma, 2015).
1.2 ETIOLOGI
Etiologi Asma Bronkhial menurut Nurarif & Kusuma (2016) adalah sebagai pemicu
timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus, RSV), iklim (perubahan mendadak suhu,
tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, sisa-sisa seranga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau
asap, uap cat), makanan, obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa
terbahak-bahak), dan emosi.
Etiologi Asma Bronkial menurut Muttaqin (2018) adalah sebagai berikut
a. Alergen Alergen adalah zat-zat yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan
asma misalnya debu rumah, spora jamur, bulu kucing, beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu aktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial.
Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernapasan.
c. Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang
yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronkial, beberapa faktor ini
mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih
menonjol pada wanita dan anak.
d. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat Sebagai penderita asma bronkial akan mendapatkan
serangan asma yang bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani tejadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif terhadap obat tertentu seperti
penisilin, salsilat, beta bloker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi udara Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik, kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam
g. Cuaca Saat cuaca lebih dingin tubuh akan bereaksi memproduksi senyawa histamin sehingga
terjadi reaksi alergi yang dapat menyebabkan asma
h. Lingkungan kerja Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-5 % klien dengan asma bronkial.
3.1 PENATALAKSANAAN
1) Golongan adrenergik
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda
diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-
anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
2) Golongan methylxanthine
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5
– 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan
pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
3) Golongan antikolinergik
4) Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi juga
ada yang tidak setuju
5) Kortikosteroid.
6) Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada
infeksi sekunder.
7) Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah: air
minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans).
b. Penatalaksanaan keperawatan di rumah
Menurut mutaqqin, (2018) jika pasien tidak mendapat serangan asma maka perawatan
dirumah ditujukan untuk mencegah timmbulnya serangan asma dengan memberikan
pendidikan kesehatan pada keluarga pasien. Mencegah serangan asma dengan
menghilangkan faktor pencetus timmbulnya serangan. Pendidikan kesehatan yang diberikan
tersebut antara lain :
1) Menghilangkan faktor pencetus misalnya debu rumah, bau-bau yang merangsang, hawa
dingin dan lainnya
2) Keluarga harus mengenali tanda-tanda akan terjadi serangan asma
3) Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila dirasakan anak akan
mengalami serangan asma serta wajib mengetahui obat mana yang lebih efektif bila anak
mendapat serangan asma
4) Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang cukup bergizi tetapi
menghindari makanan yang mengandung cukup alergen bagi anaknya.
5) Kapan anak harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat tidak boleh sammpai habis.
Lebih baik jika obat tinggal 1 – 2 kali pemakaian anak sudah dibawa kontrol ke dokter atau
jika anak batuk/ pilek walaupun belum terlihat sesak napas harus segera dibawa berobat.
4.1 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada asma menurut Sudoyo (2010) antara lain :
a. Pneumotoraks
c. Ateletaksis
e. Gagal napas
f. Bronkitis
g. Fraktur iga
1. Spirometer
Eosinifil meningkat
4. Radiologi,thorax
Yaitu patofisiologis paru/ komplikasi asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia ( PCO2 turun).Kemudian fase lanjutan normokapnia dan hiperkapnia ( PCO2
naik).Foto dada AP dan Lateral. Ditemukan hiperinflasi paru,diameter anteroposterior
membesat pada foto lateral,dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), asuhan keperawatan dengan asma meliputi :
1. Pengkajian
a. Biodata
Asma bronchial dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai pada usia dini.
Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40
tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan diusia sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia
30 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma dalah dispnea (sampai bisa berhari-
hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini, di
antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis,
urtikaria, dan eskrim).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan,
tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota
keluarganya.
c. Pemeriksaan
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari thorak posterior, klien pada posisi duduk.
d) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa, dan
gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
2) Palpasi
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : mata,
lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara
a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
b) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung, mamae, dan
hati.
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
b) Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada
perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring
ke alveoli, dengan sifat bersih.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub, dan crackles.
Amin & Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta:
Mediaction Muttaqin dan Kumala (2011).
Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI Sodikin (2020).
I. IDENTITAS
Nama : Ny.H.K
Umur : 29Tahun
Agama : Islam
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :IRT
RIWAYAT ALERGI
TERDAPAT ALERGI PADA CUACA DINGIN DAN DEBU
B. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI SLANG O2 DG KECEPATAN 3 LT/MNT,RR 32 X/MNT
C. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 104X/MNT,TEKANAN DARAH 130/90 MMHG,AKRAL
KULIT HANGAT SUHU 37.4C
D. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN BAWAH.HANYA LENGAN KANAN YG
TERASAS SAKIT BILA DIANGKAT.BILA DUDUK KEPALA PUSING DAN MUAL
IV. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus sesuai kasus dan yang
berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6
e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman terganggu karena pilek
Terdapat pernapasan cuping hidung
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose
g. Mulut
Tidak ada kelainan
h. Thorak / dada
Terdapat Whwsing +/+ ,Ronchi +/+
Pernapasan dada RR 32x/mnt
i. Abdomen
Tidak ada kelainan
Nyeri tekan -
j. Genetalia
Tidak ada kelainan
k. Anus
Tidak ada kelainan
l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan
m. Integumen
Terdapat luka lecet pada lengan kanan atas.
n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
TIDAK ADA
VI. PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR SEMIFOWLER
2. BERI OKSIGEN NASAL 3LT/MN
3. OBSERVASI TTV
4. BERI TERAPI BRONKHODILATOR ,EKSPEKTORAN DENGAN NEBULIZER
COMBUVENT 2CC + CAIRAN NACL 2CC
5. OBSERVASI SELAMA 1 JAM
6. BOLEH PULANG DENGAN TERAPI ORAL
SALBUTAMOL 3X1
METHYLPREDNISOLON 3X1
AMBROXOL 3X1
PROBOLINGGO15-MEI -2022
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. IDENTITAS
Nama : An M.A
Umur : 3 Tahun
Agama : Islam
Agama : Islam
Pekerjaan :-
RIWAYAT ALERGI
TIDAK ADA RIWAYAT ALERGI MAKANAN,OBAT MAUPUN CUACA
F. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI MASKER OKSIGEN DG KECEPATAN 5 LT/MNT,RR 30X/MNT
G. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 100X/MNT,TEKANAN DARAH 90/60 MMHG,AKRAL KULIT
PANAS,SUHU 39.2C
H. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN ATAS DAN BAWAH.
PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus sesuai kasus dan yang
berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS
d. Mata
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus
e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose
g. Mulut
Tidak ada kelainan
h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada
i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis
j. Genetalia
Tidak ada kelainan
k. Anus
Tidak ada kelainan
l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan
m. Integumen
Tidak ada kelainan
n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf
I. IDENTITAS
Nama : Tn. W
Umur : 63 Tahun
Agama : Islam
Agama : Islam
Pekerjaan :-
J. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI MASKER OKSIGEN DG KECEPATAN 3 LT/MNT,RR 28X/MNT
K. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 100X/MNT,TEKANAN DARAH 190/100 MMHG,AKRAL
KULIT PANAS,SUHU 37.2C
L. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN ATAS DAN BAWAH.
PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus sesuai kasus dan yang
berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; LEMAH ,KESADARAN COMPOS MENTIS ,GCS 4 5 6
d. Mata
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus
e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose
g. Mulut
Tidak ada kelainan
h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada
i. Abdomen
Inspeksi :Perut terlihat membesar
Palpasi :,distandit +
Auskultasi :.Bising usus sulit didengar
Perkusi : suara hipertimpani
j. Genetalia
Tidak ada kelainan
k. Anus
Tidak ada kelainan
l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan
m. Integumen
Tidak ada kelainan
n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf
XIV.PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR SEMIFOWLER
2. BERI OKSIGEN NASAL 3LT/MN
3. OBSERVASI TTV
4. PASANG LINGKAR ABDOMEN
5. PASANG CATETER
6. PASANG NGT DAN PUASAKAN KLIEN
7. PASANG CAIRAN PARENTERAL, SIAPKAN RUJUKAN KE RS RIZANI
OLEH
BEKTI KAPTININGSIH,S.Kep
. NIM 14901.09.22044
1. Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.(Syahrir H.2012)
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat terjadi
kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di rumah sakit
< 48 jam. (George, 2009)
Cedera otak ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau menurunya kesadadaran
sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainya (Sastrodiningrat,
2013).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera otak ringan (COR) adalah
gangguan fungsi otak normal karena trauma yang disertai dengan keadaan pingsan yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan tidak disertai kerusakan jaringan otak akibat
trauma kepala.
2. Etiologi
1. Cedera Akselerasi: terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(misalnya, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala)
2. Cedera Deselerasi: terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan
5. Cedera rotasional: terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam substansi
alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.
3. Klasifikasi
1 Menurut Brunner dan Suddarth, (2013) cedera kepala ada 2 macam yaitu:
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa dan bentuk
dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk
ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam atau tembakan. Cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki
abses langsung ke otak.
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedar kepala tertutup meliputi:
komusio (gegar otak), kontusio (memar) dan laserasi.
a. Cedera kepala tumpul, biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
ataupun terkena pukulan benda tumpul.
b. Cedera kepala tembus, biasanya disebabkan oleh luka tusukan, atau luka tembak.
(American College Of Surgeon Commite on Trauma, 2014)
b. Cedera kepala sedang Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam,
dapat mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung).
c. Cedera kepala berat Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio
serebral, laserasi, hematoma dan edema serebral.
5. Komplikasi
Gegar otak bisa memengaruhi fungsi otak seseorang, namun jarang menyebabkan
kerusakan permanen. Tapi sayangnya, gegar otak seringkali tidak disadari karena
sebagian besar orang yang mengalami cedera kepala masih tetap sadar. Seiring
berjalannya waktu, orang yang mengalami gegar otak akan mulai merasakan gejala-
gejala berupa kehilangan keseimbangan, perubahan emosi, migren, sampai amnesia.
Sebaiknya, segera periksakan diri ke dokter bila kamu mengalami gejala gegar otak
tersebut.
2. Epilepsi
Trauma kepala ringan yang tidak segera ditangani bisa berkembang menjadi semakin
parah dan berpotensi tinggi menyebabkan epilepsi. Gangguan pada sistem saraf pusat
(neurologis) ini ditandai dengan gejala berupa kejang sampai hilang kesadaran.
3 Sindrom
Cedera Otak Kedua Komplikasi pembengkakan otak yang berkembang sangat cepat
dan bersifat fatal, biasanya terjadi pada cedera otak kedua. Cedera ini terjadi tidak lama
setelah gegar otak pertama, di mana pengidap gegar otak belum sepenuhnya pulih.
4 Penumpukan Efek Akibat Cedera Otak
Cedera otak yang terjadi berulang kali dapat menyebabkan penumpukan gangguan
fungsi otak yang dapat bersifat permanen pada pengidapnya.
5 Vertigo dan Sakit Kepala
Komplikasi ini bisa dialami oleh pengidap selama satu minggu hingga beberapa bulan
setelah mengalami cedera otak. Vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi
labirintin).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk trauma kepala menurut Pierce A. Grace & Neil R. Borley,
2010 antara lain:
Menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio, dapat mendiagnosis tumor, infark,
dan kelainan pada pembuluh darah.
3 Angiografi serebral :
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema
dan trauma perdarahan. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan
vaskuler serebral.
Suatu jenis angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi untuk
memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak di
sekitarnya.
8. X-ray :
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur).Pergeseran struktur dari garis tengah
(karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang.
9. GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan meningkatkan tekanan intakranial.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan
menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri dari
perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf, radiologi, anastesi, dan
rehabilitasi medik.
Klien dengan cedera kepala harus dipantau terus dari tempat kecelakaan, selama
transportasi: di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang perawatan dan unit ICU sebab
sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya. Menurut
prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan berdasarkan beratnya cedera yang
didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa (Tom, 2011).
a. Cedera kepala simpleks ( simple head injury ) Klien mengalami cedera kepala tanpa
diikuti dengan gangguan kesadaran, amnesia maupun gangguan kesadaran lainya. Pada
kliendemikian dilakukan perawatan luka, periksa radiologi hanya atas indikasi dan kepada
kelurga diminta untuk mengobservasi kesadaran.
a. Cedera kepala ringan atau minor head injury ( GCS : 13-15) Kesadaran disorientasi atau
not abay comand tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan
perawatan luka, dilakukan foto kepala, CT Scan Kepala dilakukan jika dicurigai adanya
hematoma intrakranial, misalnya ada interval lusid, pada follow up kesadaran semakin
menurun atau timbul lateralisasi, oservasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping
tanda-tanda vital. Klien cedera kepala biasanya disertai dengan cedera multipel fraktur, oleh
karena itu selain disamping kelainan serebral juga bisa disertai dengan kelainan sistemik
( Corwin, 2000).
3. Penatalaksanaan trauma kepala menurut Smeltzer (2001) dan Long (1996) antara lain:
d. Gliserol (manitol 20% glukosa 40%) : larutan hipertonis sebagai anti edema.
e. Metronidazole : untuk pengobatan infeksi anaerob, atau antibiotik yang mengandung
penicillin sebagai barier darah otak.
f. Cairan infuse dextrose 5%, aminousin, aminofel, diberikan 18 jam pertama sejak
terjadinya kecelakaan, selama 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak
. g. Tindakan pembedahan
Merupakan hal yang bersifat kompleks, bervariasi, dan belum sepenuhya dipahami.
Trauma mekanik, iskemia, kerusakan energi seluler, cedera reperfusi eksitotoksin, edema,
cedera vaskuler, dan cedera yang menginduksi apoptosis, merupakan factor-faktor yang
berpengaruh pada hampir semua cedera otak akut.
Ada dua fase utama dari cedera kepala yang diakibatkan oleh trauma kepala. Fase
pertama adalah kerusakan otak awal yang terjadi segera pada saat benturan, yang meliputi
cedera neural, cedera glial primer, dan respon vaskuler, dimana hal ini dapat meliputi
laserasi kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, kontusi, perdarahan pungtat, perdarahan
subarachnoid dan cedera aksonal difus.
Ada dua jenis cedera primer yang dapat terjadi yaitu cedera otak fokal dan difus. Tipe
yang paling sering dari cedera otak traumatik (75-90%) adalah konkusi ringan dan konkusi
cerebral klasik. Cedera otak fokal terhitung sebanyak lebih dari dua per tiga dari kematian
akibat cedera otak, sedangkan cedera aksonal difus terhitung sebanyak kurang dari
sepertiganya. Sedangkan fase kedua dari cedera merupakan perkembangan kerusakan
neurologi yang terjadi setelah cedera primer, dimana hal ini dapat berkembang dalam waktu
beberapa hari sampai minggu. Cedera sekunder dapat diakibatkan oleh adanya edema
cerebral, hipoksia, dan perdarahan yang tertunda (George D, 2009)
1. Asuhan Keperawatan
Teori
a. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam lima tahap kegiatan yang
meliputi:
1. Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa, agama, status
perkawinan, alamat, nomor MR, tanggal masuk dan penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran. 2) Riwayat penyakit sekarang Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala
yang akibat dari kecelakaan lalu lintas jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala.
Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun, konfulse, muntah, sakit
kepala, lemah, liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
3) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya
riwayat hipertensi, riwayat cidera sebelumnya, DM, dan penggunaan obat-obatan.
4) Riwayat penyakit keluarga Adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan DM.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum penurunan kesadaran pada COR umumnya GCS 13-15.
2. B1 (BREATHING) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor,
ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
3. B2 (BLOOD) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan padapusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik
ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia)
4. B3 (BRAIN) Cidera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama akibat
pengaruh peningkatan TIK yang disebakan adanya perdarahan .
• Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan.
• Pengkajian fungsi cerebral : status mental,fungsi intelektual, lobus frontalis, hemisfer.
• Pengkajian saraf kranial :
Saraf I : kelainan pada penciuman
Saraf II : kelainan pada lapang pandang
Saraf III,IV,VI: gangguan mengangkat kelopak mata
Saraf V : gangguan penurunan kemampuan kordinasi gerakan mengunyah
Saraf VII : presepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII : perubahan fungsi pendengaran
Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut
Saraf XI : mobilitas leher tidak ada gangguan
Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan.
5. B4 (BLADDER)
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia urin,
ketidakmampuan menahan miksi.
6. B5 (BOWEL)
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
7. B6 (BONE)
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.
c. Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera otak) d.d pola napas
abnormal (D.0005)
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma) d.d pasien mengeluh nyeri (D.0077)
3) Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala (D.0017)
STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH
I. IDENTITAS
Nama : Tn.A
Umur : 55 Tahun
Agama : Islam
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Proyek
XVI.DATA OBYEKTIF
M. AIRWAY
PASIEN BERNAFAS DENGAN EFEKTIF,TIDAK DITEMUKAN ADANYA OBSTRUKSI JALAN NAFAS
N. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI OKSIGEN NASAL DG KECEPATAN 3 LT/MNT,RR 24X/MNT
O. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 94X/MNT,TEKANAN DARAH 140/90 MMHG,AKRAL KULIT
HANGAT
P. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN BAWAH.HANYA LENGAN KANAN YG
TERASAS SAKIT BILA DIANGKAT.BILA DUDUK KEPALA PUSING DAN MUAL
XVII. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus
sesuai kasus dan yang berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6
d. Mata
Penglihatan normal,visus baik OD 5/5 OS 5/5
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus
e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose
g. Mulut
Tidak ada kelainan
h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada
i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis
j. Genetalia
Tidak ada kelainan
k. Anus
Tidak ada kelainan
l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan
m. Integumen
Terdapat luka lecet pada lengan kanan atas.
n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf
XIX.PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR TERLENTANG TANPA BANTAL
2. BERI OKSIGEN NASAL 3LT/MN
3. OBSERVASI TTV
4. NILAI KESADARAN KLIEN
5. LAKUKAN RAWAT LUKA
6. BERI BEBAT TEKAN PADA DAERAH HEMATOM DENGAN ELASTOMUL
7. OBSERVASI PASIEN SELAMA 2-3 JAM,BILA TERJADI MUNTAH
DANPENURUNAN KESADARAN RUJUK RS.BILA TIDAK TERJADI PASIEN
BOLEH PULANG DENGAN TERAPI DAN KIE
8. TERAPI ORAL ASAM MEFENAMAT 3X500MG
CITICOLIN 3X200MG
AMOKSILIN 3X500MG
MECOBALAMIN 1X1
KONTROL KEPOLI UMUM
PROBOLINGGO15-MEI -2022
2. ANALISA DATA
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d adanya agen pencedera fisik
2. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b.dcedera kepala
INTERVENSI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DX IMPLEMENTASI EVALUASI
KEP
1 1. Melakukan Identifikasi lokasi, karakteristik, Tgl 15/05/2023 jam 12.00
durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri. DS: Klien mengatakan
2. Menilai tingkat nyeri dengan menggunakan pusing berkurang
skala nyeri -tidak ada rasa mual
Angka 0 ; tidak nyeri maupun muntah
Angka 1-3 ; nyeri ringan DO :
Angka 4-7 ; nyeri sedang Tekanan darah 120/80 .Nadi
Angka 8-10 : nyeri hebat/berat 88x/mnt, RR : 22X/MNT
3. Melakukan identifikasi respon nyeri non verbal GCS 4 5 6
dengan melihat mimik wajah pasien saat muncul A.Masalah sebagian teratasi
rasa nyeri tersebut P. Intervensi no 7, 8
4. Menghindarkan lingkungan yang memperberat dilanjutkan dirumah dengan
nyeri dengan menempatkan pasien diruangan yang terapi dokter,peroral
terpisah dengan pasien lain selama observasi Asam Mefenamat 3x500mg
dilakukan Citicolin 3X200mg
5. Menganjurkan pasien untuk tirah baring dan Amoksilin 3x500 mg
bedrest ditempat tidur selama observasi dilakukan Mecobalamin 1x1
6.Menjelaskan penyebabtimbulnya nyeri karena
adanya benturan pada kepala saat
kecelakaan ,dan rasa nyeri ini kemungkinan akan
sering muncul setelah kejadian ini
7. Mengajarkan terapi non farmakologi dengan
tehnik relaksasi saat muncul nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Antrain 1gr iv
Ranitidin 1amp iv
2 1. Melakukan Identifikasi penyebab peningkatan Tgl 15/05/2023 jam 12.00
TIK,yaitu karena traum pada kepala saaat DS: Klien mengatakan
kecelakaan pusing berkurang
2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK -tidak ada rasa mual
dengan melakukan observasi tekanan darah,dan maupun muntah
kesadaran pasien DO :
3. Melakukan monitor status pernapasan dan Tekanan darah 120/80 .Nadi
memberikan bantuan oksigen nasal untuk 88x/mnt, RR : 22X/MNT
memberikan oksigenasi pada otak
4. Memasang cairan parienteral dan melakukan GCS 4 5 6
puasa bila pasien masih mengeluh mual A.Masalah sebagian teratasi
5. Menyediakan lingkungan yang tenang dan jauh P. Intervensi no 7, 8
dari kegaduhan untuk memberikan relaksasi pada dilanjutkan dirumah dengan
pasien terapi dokter,peroral
6. Memberikan posisi semi fowler bila klien sdh Asam Mefenamat 3x500mg
tidak muntah Citicolin 3X200mg
7. Memberikan oksigen nasal 3l/mnt dan Amoksilin 3x500 mg
melakukan observasi pernapasan Mecobalamin 1x1
8. Mempertahankan suhu tubuh pasien normal
untuk memberikan rasa nyaman
STIKES Hafshawaty Nama Mahasiswa :BEKTI KAPTININGSIH
I. IDENTITAS
Nama : Sdr.AG
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Proyek
XXI.DATA OBYEKTIF
Q. AIRWAY
PASIEN BERNAFAS DENGAN EFEKTIF,TIDAK DITEMUKAN ADANYA OBSTRUKSI JALAN NAFAS
R. BREATHING
SAAT INI PASIEN TIDAK MENGELUH SESAK,RR 24X/MNT
S. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 94X/MNT,TEKANAN DARAH 120/80 MMHG,AKRAL KULIT
HANGAT
T. DISABILITY
PADA TELAKA KAKI KANAN TERDAPAT LUKA TUSUK DIAMETER 0.5,KELUAR DARAH,
XXII. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus
sesuai kasus dan yang berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6
d. Mata
Penglihatan normal,visus baik OD 5/5 OS 5/5
Konjungtiva tdk anemis,seklera tdk icterus
e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulang nose
g. Mulut
Tidak ada kelainan
h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada
i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis
j. Genetalia
Tidak ada kelainan
k. Anus
Tidak ada kelainan
l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas pada tangan kanan terasa nyeri apabila digerakkan
m. Integumen
Kulit bersih,ada bekas kotoran tanah pada tangan dan kaki.
n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf
XXIV. PENATALAKSANAAN
1. POSISIKAN KLIEN TIDUR TERLENTANG
2. BERSIHKAN TELAPAK KAKI YANG TERKENA PAKU DENGAN CAIRAN NACL
3. MENGOBSERVASI AREA LUKA ADAKAN SISA BENDA ASING PADA TELAPAK KAKI
4. LAKUKAN DESINFEKTAN DAN BERI INJEKSI LIDOCAIN 1 ML
5. CROSS INSISI PADA AREA TUSUKAN DENGAN MENGGUNAKAN MESS
6. CUCI AREA INSISI DENGAN BETADIN DAN NACL.
7. SETELAH BERSIH,TUTUP AREA LUKA DENGAN KASSA KERING
8. INJEKASI ATS 1500 IU (IM)
9. TERAPI ORAL ASAM MEFENAMAT 3X500 MG
10. KLIEN DIPULANGKAN
I. IDENTITAS
Nama : Tn.S
Umur : 35 Tahun
Agama : Islam
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan ;Bengkel
O. RIWAYAT ALERGI
TIDAK ADA RIWAYAT ALERGI MAKANAN,OBAT MAUPUN CUACA
p. PENGOBATAN YANG DIGUNAKAN SELAMA INI
PASIEN TIDAK PERNAH MENJALANI PENGOATAN APAPUN,DAN SAAT INI JUGA TIDAK SEDNG
MENGKONSUMSI OBAT APAPUN
V. BREATHING
SAAT INI PASIEN MEMAKAI MASKER OKSIGEN DG KECEPATAN 5 LT/MNT,RR 28X/MNT
W. CIRCULATION
NADI BRACHIALIS KUAT DAN TERATUR: 94X/MNT,TEKANAN DARAH 140/90 MMHG,AKRAL KULIT
HANGAT
X. DISABILITY
PASIEN BISA MENGGERAKKAN ANGGOTA TUBUH BAGIAN BAWAH.HANYA LENGAN KANAN YG
TERASAS SAKIT BILA DIANGKAT.BILA DUDUK KEPALA PUSING DAN MUAL
XXVII. PENGKAJIAN HEAD TO TOE (Diisi pada bagian dari pemeriksaan fisik focus
sesuai kasus dan yang berkaitan)
a. Penampilan Umum
KEADAAN UMUM; BAIK,KESADARAN COMPOS MENTIS GCS : 4 5 6
d. Mata
Penglihatan pada mata kiri kabur,sakit,visus OD 5/5,OS 4/5
Konjungtiva tidak anemis,sklera merah ,
e. Telinga
Pendengaran baik
Tidak ada luka pada telinga
f. Hidung
Penciuman baik
Tidak ada perdarahan yang keluar,tidak terdapat fraktur maupun krapitasi pada tulan nose
g. Mulut
Tidak ada kelainan
h. Thorak / dada
Tidak ada jejas dan krapitasi pada tulang dada
i. Abdomen
Abdomen tidak ada jejas,tidak ada yeri tekan pada lien maupun sympisis
j. Genetalia
Tidak ada kelainan
k. Anus
Tidak ada kelainan
l. Muskuloskeletal
Extermitas bawah bisa bergerak bebas,tidak ada fraktur
Extermitas atas bisa bergerak bebas
m. Integumen
Tidak ada kelainan
n. Neurologi
Tidak ada kelainan pada sistem saraf
XXIX. PENATALAKSANAAN
1. BERI POSISI TIDUR TERLENTANG TANPA BANTAL
2. OBSERVASI TTV
3. BERI TETES MATA PANTOCAIN PADA MATA KIRI 1 TTS
4. TUNGGU 5-10 MNT,LALU LAKUKAN IRIGASI MATA KIRI MENGGUNAKAN
CAIRAN STERIL ( AQUABEDEST INJ)SAMPAI BERSIH
5. OBSERVASI ADANYA GRAM
6. BERI SALEP GENTAMICIN SALP MATA ,TUTUP DENGAN KASA KERING
7. TERAPI ASAM MEFENAMAT 3X500 MG
GENTAMYCIN SLP MATA 2X OS
8. KONTROL POLI UMUM 3 HARI LAGI
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN GADAR DENGAN Dx ASMA BRONCHIALE
TERHADAP PENDERITA
Probolinggo,
Mengetahui