Disusun Oleh:
Nurhaliza Fitriana
144012265
• Debu rumah / kapang Kelelahan Peningkatan metabolisme Bantal kapuk atau bulu Perubahan
endokrin
Zat adiktif pangan mengandung sulfitZat lain yang menimbulkan Perubahan suhuPerubahan kelembaban Peningkatan
kebutuhan oksigen
Stimulasi IgE
Tekanan gas
Inspirasi / ekspirasi Pneumothoraks
ANSIETAS Krisis situasional intrapleural dan
memanjang alveolar semakin
Akses informasi rendah meningkat Penurunan
Inspirasi / ekspirasi
Ventilasi
Kurang terpapar informasi memanjang
Hipoksia
Obstruksi tidak
Lumen tertekan dan
Penurunan teratasi
semakin sempit
perfusi alveoli
Ekspirasi terhalang paru Alveoli semakin
GANGGUAN banyak yang
Udara belum mendapat
Merangsang eosinophil pelembapan, penghangatan terkonsentrasi pada
dan pembersihan yang
area yang terpajan Degranulasiadekuat dari partikel debu antigen (pemecahan) Sel Mast
Pembengkakan
otot polos
Perubahan status
kesehatan
DEFISIT
PENGETAHUAN
POLA NAPAS
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo (2020) :
a. Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan
diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler dan nebulizer)
golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP 1 sebanyak ≥ 12 %
atau (≥ 200 ml) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang
kurang dari ≥ 12 % atau (≥ 200 ml) tidak berarti bukan asma.
Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan
diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Hal ini
mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan asma dan
bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi
penyakit paru obstruktif kronik.
b. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi dilakukan beberapa cara seperti uji provokasi dengan
histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam
hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. VEP 1 sebesar 20 %
atau lebih dianggap bermakna. Dianggap bermakna bila APE paling
sedikit 10 %. Akan halnya uji provokasi pada pasien alergi terhadap
alergen yang di uji.
c. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan
neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik.
d. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien
asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan antar asma
dan bronchitis kronik. Pemeriksaan ini dapat juga dipakai sebagai
patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid
yang dibutuhkan pasien asma.
e. Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk membedakan adanya antibodi IgE
spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis karena
uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma,
demikian pula sebaliknya.
f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya
atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji
kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya.
g. Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses
patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumodiastinum, atelektasis, dan lain-lain.
h. Analisa gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2, 35
mmHg) kemudian pada stasium yang lebih berat PaCO2 justru
mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma
yang sangat berat terjadi hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg),
hipoksemia, dan asidosis respiratorik.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis (Muttaqin & Kumala, 2015).
1) Golongan adrenergik
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15
menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda,
dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak
diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
2) Golongan methylxanthine
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan
secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc.
Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan
pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
3) Golongan antikolinergik
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah
menghambat enzym Guanylcyclase.
4) Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan
pendapat. Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
5) Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta
Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek
bronkodilator.
6) Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali:
sebagai profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
7) Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas.
Beberapa ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer
sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans).
b. Penatalaksanaan keperawatan di rumah
Menurut mutaqqin, (2018) jika pasien tidak mendapat serangan
asma maka perawatan dirumah ditujukan untuk mencegah
timmbulnya serangan asma dengan memberikan pendidikan
kesehatan pada keluarga pasien. Mencegah serangan asma
dengan menghilangkan faktor pencetus timmbulnya serangan.
Pendidikan kesehatan yang diberikan tersebut antara lain :
1) Menghilangkan faktor pencetus misalnya debu rumah, bau-bau
yang merangsang, hawa dingin dan lainnya
2) Keluarga harus mengenali tanda-tanda akan terjadi serangan
asma
3) Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila
dirasakan anak akan mengalami serangan asma serta wajib
mengetahui obat mana yang lebih efektif bila anak mendapat
serangan asma
4) Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang
cukup bergizi tetapi menghindari makanan yang mengandung
cukup alergen bagi anaknya.
5) Kapan anak harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat
tidak boleh sammpai habis. Lebih baik jika obat tinggal 1 – 2
kali pemakaian anak sudah dibawa kontrol ke dokter atau jika
anak batuk/ pilek walaupun belum terlihat sesak napas harus
segera dibawa berobat.
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada asma menurut Sudoyo (2010)
antara lain :
a. Pneumotoraks
b. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
c. Ateletaksis
d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
e. Gagal napas
f. Bronkitis
g. Fraktur iga
C. Asuhan Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), asuhan keperawatan dengan asma
meliputi :
1. Pengkajian
a. Biodata
Asma bronchial dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun
dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
Predisposisi laki-laki dan perempuan diusia sebesar 2 : 1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma dalah
dispnea (sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk,
dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan
riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis, urtikaria,
dan eskrim).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya
riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya
tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota
keluarganya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada
posisi duduk.
b) Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan
yang lainnya.
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
d) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya,
skar, lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti
kifosis, skoliosis, dan lordosis.
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
f) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernapasan.
g) Kelainan pada bentuk dada. Observasi kesemetrian
pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada
paru atau pleura.
h) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi,
yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan
kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji
saat inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara
3) Perkusi . Suara perkusi normal.:
a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal.
b) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas
bagian jantung, mamae, dan hati.
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara. Suara perkusi abnormal : a) Hiperrsonan
(hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah. b)
Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih
tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah hati, di mana
areanya seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal), dan suara.
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub,
dan crackles.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi Mukus
2. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
4. Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernafasan
5. Ansietas b.d krisis situasional
6. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
7. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
E. Intervensi Keperawatan
No
SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas L.01001 Manajemen jalan napas I.0934
efektif b.d pengingkatan Setelah dilakukan tindakan Observasi
sekret keperawatan 1. Monitor pola
diharapankan bersihan napas
jalan napas meningkat dengan (frekuensi, kedalaman dan
kriteria hasil : usaha napas
1. Batuk efektif dari skala 3 2. Monitor bunyi napas
(sedang) ke skala 5 tambahan (gurgling,
(meningkat) whezing da ronchi)
2. Produksi sputum dari skala 3. Monitor sputum (jumlah,
3 (sedang) ke skala 5 warna)
(menurun) Terapeutik
3. Mengi dari skala 3 (sedang) 1. Pertahankan kepatenan
ke skala 5 (menurun) jalan napas
4. Wheezhing dari skala 3 2. Posisikan fowler atau
(sedang) ke skala 5 semifowler
(menurun) 3. Berikan minum air hangat
5. Sianosis dari skala 3 4. Lakukan fisioterapi dada
(sedang ke skala 5 5. Lakukan pengisapan lendir
(menurun) 6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkudilator, ekspektoran
atau mukolitik jika perlu
2 Pola napas tidak efektif b.d Pola Napas L.01004 Manajemen jalan napas I.0934
depresi pusat pernafasan Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan diharapkan pola 4. Monitor pola
napas membaik dengan kriteria napas
hasil : (frekuensi, kedalaman dan
1. Dispnea dari skala 3 usaha napas
(sedang) ke skala 5 5. Monitor bunyi napas
(menurun)\ tambahan (gurgling,
2. Penggunaan otot bant whezing da ronchi)
napas dari skala 3 (sedang) 6. Monitor sputum (jumlah,
ke skala 5 (menurun) warna)
3. Pemanjangan fase ekspirasi Terapeutik
dari skala 3 (sedang) ke 7. Pertahankan kepatenan
skala 5 (menurun) jalan napas
4. Frekuensi napas dari skala 8. Posisikan fowler atau
3 (sedang) ke skala 5 semifowler
(membaik 9. Berikan minum air hangat
5. Kedalaman napas dari skala 10.Lakukan fisioterapi dada
3 (sedang) ke skala 5
11.Lakukan pengisapan lendir
(membaik)
12.Berikan oksigen
Edukasi
3. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
4. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
bronkudilator, ekspektoran
atau mukolitik jika perlu
3 Gangguan pertukaran gas b.d Pertukaran gas L.01003 Terapi oksigen I.01026
ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Observasi
ventilasiperfusi keperawatan 1. Monitor kecepatan aliran
diharapkan pertukaran oksigen
gas meningkat dengan kriteria 2. Monitor efektifitas terapi
hasil : oksigen (oksimetri, analisa
1. Dispnea dari skala 3 (sedang) gas darah)
ke skala 5 3. Monitor
(menurun) tanda-tanda
DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta:
Mediaction
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC