Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PRNAFASAN

ASMA BRONKIAL

Keperawatan Medikal Bedah (Kmb I)

OLEH :

PRISCILLA ANANDA IMANUEL

113063J122027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah dengan masalah Asma


Bronkial ini telah dikonsulkan dan disetujui

Mengetahui

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Chrisnawati, MSN Dian Handrayani,S.,S.Kep.,Ners


I. Konsep Teori
Asma adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan yang
melibatkan inflamasi pada saluran pernafasan dan mengganggu aliran
udara, dan dialami oleh 22 juta warga Amerika. Inflamasi saluran nafas
pada asma meliputi interaksi komplek dari sel, mediator-mediator,
sitokin, dan kemokin. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
a. Anatomi & Fisiologi

Gambar 1. 1 Anatomi Fisiologi Paru


1. Trakea
Trakea juga dikenal sebagai tenggorokan. Trakea adalah
tulang tabung yang menghubungkan hidung dan mulut ke
paru-paru. Ini adalah tabung berotot kaku terletak di depan
kerongkongan yang sekitar 4,5 inci panjang dan lebar 1 inci.
2. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
ketinggian kirakira veterbrata torakalis kelima, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Trakea bercabang menjadi bronkus utama (primer) kiri
dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek lebih lebar dan lebih
vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di
bawah arteri disebut lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah
arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang
yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

3. Bronkioli
Bronkioli membentuk percabangan menjadi bronkioli
terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lender dan silia.
Bronkioli terminalis ini kemudian menjadi bronkioli
respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara
udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai titik
ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara
dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam
pertukaran gas.
4. Pleura
Parietal dan Pleura Visceral Pleura yang bagiannya
menempel dengan dinding dalam rongga dada disebut pleura
parietalis dan bagian yang melekat dengan paru-paru disebut
pleura visceralis. Sebetulnya pleura ini merupakan kantung
yang dindingnya berisi cairan serosa yang berguna sebagai
pelumas sehingga tidak menimbulkan sakit bila antara dinding
rongga dada dan paru-paru terjadi gesekan pada waktu
respirasi.
5. Lobus
Lobus merupakan jalur dari paru-paru yang terdiri dari
beberapa bagian yaitu paru kiri terdiri dari dua lobus (lobus
superior dan lobus inferior) dan paru kanan terdiri dari tiga
lobus yaitu (lobus superior, lobus medius dan lobus inferior).

b. Definisi
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubahubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan. Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif
terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang,
asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya
sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-
tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko
kematian bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul
lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran
pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot
polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir, dan
pembentukan timbunan lendir yang berlebih.
b. Etiologi
Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:

a. Genetik

Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya

bakat alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia

terpapar dengan faktor pencetus. Adapun faktor pencetus dari

asma adalah:

a. Alergen

Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi


menjadi tiga, yaitu:

1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti

debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.

2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan

obat-obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta

blocker, kodein, dan sebagainya.

3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan

aksesoris lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.

b. Infeksi saluran pernapasan

Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus.

Virus Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang


paling sering menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua

pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan

oleh infeksi saluran pernapasan.

c. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering

mempengaruhi asma, perubahan cuaca menjadi pemicu

serangan asma.

d. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang

menyumbang 2-15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja

di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.

e. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan

serangan asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat.

Lari cepat paling mudah menimbulkan asma

f. Stress

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya

serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan

asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus segera

diobati penderita asma yang mengalami stres harus diberi

nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.

c. Menifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma
diantaranya ialah :
a. Stadium Dini

Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek

2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau

ketiga, sifatnya hilang timbul

3) Wheezing belum ada

4) Belum ada kelainan bentuk thorak

5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE

6) BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

2) Wheezing

3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

4) Penurunan tekanan parsial O2

b. Stadium lanjut/kronik

1) Batuk, ronchi

2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan

3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan

4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent


chest)

5) Thorak seperti barel chest

6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus

7) Sianosis

5) BGA Pa O2 kurang dari 80%


6) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler
kiri dan kanan pada
Ro paru

7) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis


respiratorik

d. Epidemiologi
Prevalensi asma pada anak laki-laki dibanding anak perempuan
adalah 1,5:1. Perbandingan tersebut lebih kurang sama ketika
menjelang dewasa. Akan tetapi, saat menopause perempuan lebih
banyak daripada laki laki. Asma menyerang 1-18% populasi di
berbagai negara. Dapat diperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma dengan penambahan 180.000 orang tiap tahunnya.
Suatu survei menggunakan kuesioner ISAAC pada siswa usia 13-14
tahun di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa di Jakarta
Barat, prevalensi asma sebesar 13,1% (Dharmayanti, Hapsari, &
Azhar, 2015). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2018, prevalensi asma pada semua umur sebanyak 4,5%.
Asma terjadi pada perempuan sebanyak 2,5% dan laki-laki sebanyak
2,3%. Prevalensi asma berdasarkan diagnosis dokter lebih banyak
terjadi di perkotaan (2,6%) daripada di perdesaan (2,1%). Prevalensi
asma terbanyak berdasarkan diagnosis dokter tahun 2018 adalah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (4,5%) dan terendah adalah
Provinsi Sumatera Utara (1,0%). Prevalensi asma di Provinsi Jawa
Timur sebanyak 2,57%. Prevalensi asma di Kabupaten Malang
sendiri sebesar 2,95% (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2018b).
e. Patofisiologi
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu,
asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita.
Bendabenda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh
sistem di tubuh penderita sehingga dianggap sebagai benda asing
(antigen). Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya antibody
yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil,
basophil, dan immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang
memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi
yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci).

Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan


pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil
chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin.
Peningkatan mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan
permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran
pernafasan (terutama bronkus). Pembengkakan yang hampir merata
pada semua bagian pada semua bagian bronkus akan menyebabkan
penyempitan bronkus

(bronkokontrikis) dan sesak nafas.

Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang


masuk saat inspirasi sehingga menurunkan ogsigen yang dari darah.
kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga
penderita pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga
akan meningkatkan sekres mucus dan meningkatkan pergerakan
sillia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi
mucus yang cukup banyak

Pathway

 
Pathway (Brunner & Suddarth, 2002)
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan

berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan

fisik, dan tes laboratorium. Adapun pemeriksaan penunjang yang

dilakukan adalah:

1) Tes Fungsi Paru

Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat

diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau

sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau

nebulizer),

peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20%

menunjukkan diagnosis asma. Dalam spirometry akan


mendeteksi:

a) Penurunan forced expiratory volume (FEV)

b) Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)

c) Kehilangan forced vital capacity (FVC)

d) Kehilangan inspiratory capacity (IC)

2) Pemeriksaan Radiologi

Pada waktu serangan menunjukkan gambaran

hiperinflamasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan

peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun.


Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai

berikut:

a) Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus

akan bertambah

b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin

bertambah

c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase

paru.

d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru

e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen

pada paru.

3) Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi

positif pada asma secara spesifik

4) Elektrokardiografi

a) Terjadi right axis deviation

b) Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock

c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau

terjadi depresi segmen ST negatif

5) Scanning paru

Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru

h. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma

yaitu:

a. Prinsip umum dalam pengobatan asma:

1) Menghilangkan obstruksi jalan napas.

2) Menghindari faktor yang bisa menimbulkan


serangan asma.

3) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga

mengenai penyakit asma dan pengobatannya.

b. Pengobatan pada asma CPengobatan farmakologi

a) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas.

Terbagi menjadi dua golongan, yaitu:

(1) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin),


misalnya terbutalin/bricasama.

(2) Santin/teofilin (Aminofilin)

b) Kromalin

Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada

penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti

asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.

c) Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam

dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat diberikan

secara oral.

d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak

ada respon maka segera penderita diberi steroid oral.

c. Pengobatan non farmakologi


a) Memberikan penyuluhan

b) Menghindari faktor pencetus

c) Pemberian cairan

d) Fisioterapi napas (senam asma)

e) Pemberian oksigen jika perlu

d. Pengobatan selama status asmathikus

a) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam

b) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit

c) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-

pelan selama 20 menit dilanjutkan drip RL atau D5

mentenence (20 tpm) dengan dosis 20 mg/kg bb per 24 jam

d) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan


e) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV

f) Antibiotik spektrum luas

i. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan karena

penyakit asma menurut yaitu:

a. Status Asmatikus: suatu keadaan darurat medis berupa serangan

asma akut yang bersifat refrator terhadap pengobatan yang lazim

dipakai.

b. Atelektasis: ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis

c. Hipoksemia

d. Pneumothoraks

e. Emfisema
f. Deformitas Thoraks

g. Gagal Jantung

II. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit sekarang ( Keluhan utama )

Ny. N mengatakan sesak napas


b. Keluhan yang menyertai

Ny. N mengatakan batuk dan pilek


c. Riwayat penyakit dahulu

Ny.N mengatakan mempunyai riwayat penyakit asma kurang

lebih 3 tahun

d. Riwayat penyakit keluarga

Ny. N mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit yang diderita

dari keluarga.

e. Faktor pencetus

Ny N mengatakan sesak terjadi apabila kedinginan


3. Fokus pengkajian
Data Subjektif
a. Ny. N mengatakan sesak napas dan batuk berdahak

b. Ny. N mengatakan serangan asma terjadi jika ia merasa

kedinginan, atau terkena paparan debu.


c. Ny. N mengatakan serangan sesak sering terjadi tiba-tiba

dan terjadi di malam hari

d. Ny. N mengatakan ketika serangan terjadi gejala lain yang

di timbulkan yaitu pilek dan batuk


e. Ny. N juga mengatakan ketika batuk sulit untuk

mengeluarkan dahak

Data Objektif
a. Nampak sesak.

b. terdapat bunyi suara napas tambahan (ronchi)

c. pernapasan 28 x/menit.

d. Irama napas cepat,

e. Nampak batuk berdahak dengan konsistensi kental dan

berwarna kuning.

f. TTV :

TD : 120/80 mmHg.

Respirasi : 28x/

menit. Nadi :

100x /menit

Suhu : 36.0C.

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum :

1) Kesadaran : Composmentis

2) GCS : 15

3) TTV :

TD : 120/80mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,0’C
Respirate Rate : 28x/menit
b. Kulit :

1) Inspeksi :Tidak pucat, tidak sianosis, tidak ada lesi


2) Palpasi :Turgor kulit kurang baik

c. Kepala :

1) Inspeksi : Simetris, tidak ada benjolan

2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

d. Mata :

1) Inspeksi : Pergerakan bola mata simetris, Reeflek pupil


normal,

Konjungtivita anemis, Kornea bening


2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

e. Hidung

1) Inspeksi : Bentuk simetris, ada pernapasan cuping, terpasang


02

2) Palpasi : Tidak nyeri tekan

f. Mulut

1) Inspeksi : Mukosa bibir kering, Pucat, gigi dan lidah bersih

2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

g. Telinga

1) Inspeksi : Bentuk daun telinga simetris, bersih, tidak ada


secret

2) palpasi : Tidak ada nyeri tekan

3) Perkusi : Pendengaran normal,

h. Leher

1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar


tiroid,

2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

i. Jantung
1) Inspeksi : Dada simetris

2) Palpasi : Pergerakan napas simetris

3) Keluhan nyeri dada : Tidak ada

j. Paru-paru

1) Inspeksi : Bentuk dada simetris

2) Palpasi : Pregerakan napas simetris

3) Auskultasi : Irama napas tidak teratur dan cepat, terdengar

suara napas tambahan (ronchi)

4) Keluhan : Sesak, batuk non produktif

k. Punggung

1) Inspeksi : Bentuk punggung simteris, tidak ada lesi


l. Abdomen

1) Keluhan : Mual

2) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembesaran hepar dan


limfe

3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

4) Auskultasi : Bising usus 14x/menit

m. Eksteremitas

1) Inspeksi : Eksteremitas atas dan bawah Tidak ada kelainan


n. Neurologi :

1) Kesadaran : Composmentiis

2) GCS : 4 – 5 – 6 = 15

3) Keluhan : Pusing

5. Pemeriksaan Laboratorium :

HB : 13,25 g/dl
Leukosit : 12.900 jul
6. Terapi :

a. Nebuleizer dosis : 1 amp combivent : 2 ml Nacl 2


kali perhari

b. Ambroksol tablet dosis : 3 kali 1 tablet perhari

c. Cetrisin Tablet dosis : 3 kali 1 tablet perhari

Oksigen dosis : 5 Liter permenit


2. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita
Asma Bronkial sebelum dilakukan tindakan invasif menurut (Nurarif
et al, 2015) dan (PPNI, 2017):

1. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)


Definisi Masalah : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab : Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernafasan )
1) Gejala Dan Tanda
a) Data Mayor
(1) Subjektif
(a) Dipsnea
(2) Objektif
(a) Penggunaan otot bantu pernapasan
(b) Fase ekspirasi memanjang
(c) Pola napas yang abnormal (misalnya
takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-slokes
b) Data Minor
(1) Subjektif
(a) Ortopnea
(2) Objektif
(a) Pernapasan pursed lip
(b) Pernapasan cuping hidung
(c) Diameter thoraks anterior posterior
meningkat
(d) Ventilasi semenit menurun
(e) Kapitas vital menurun
(f) Tekanan Ekspirasi menurun
(g) Tekanan Inspirasi menurun
(h) Ekskursi dada berubah
2) Kondisi Klinis Terkait
a) Trauma thoraks

2. Nyeri Akut (D. 0077)


Definisi : pengalaman sensorik atau emosioal yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi,
iskemia, neoplasma)
1) Gejala dan Tanda
a) Data Mayor
(1) Subjektif Mengeluh nyeri

(2) Objektif

(a) Tampak meringis

(b) Bersikap protektif

(c) Gelisah

(d) Frekuensi nadi meningkat

(e) Sulit tidur

b) Data Minor
(1) Subjektif
Tidak tersedia

(2) Objektif

(a) Tekanan darah meningkat

(b) Pola napas berubah

(c) Nafsu makan berubah

(d) Proses berfikir terganggu

(e) Menarik diri

(f) Berfokus pada diri sendiri

(g) Diaforesis

2) Kondisi Klinis Terkait

Infeksi

3. Defisit Nutrisi (D.0019)

Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi


kebutuhan metabolisme.
Penyebab : Ketidakmampuan mencerna makanan
1) Gejala dan Tanda
a) Data Mayor
(1) Subjektif
Tidak tersedia
(2) Objektif
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang
ideal
b) Data Minor
(1) Subjektif
(a) Cepat kenyang setelah makan
(b) Keram atau nyeri abdomen
(c) Nafsu makan menurun
(2) Objektif
(a) Bising usus hiperaktif
(b) Otot pengunyah lemah
(c) Otot menelan lemah
(d) Membran mukosa pucat
(e) Sariawan
(f) Serum albumin turun
(g) Rambut rontok berlebihan
(h) Diare
2) Kondisi Klinis
Terkait Infeksi
4. Intoleransi aktivitas (D.0056)
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari hari.
Penyebab : Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
1). Gejala dan tanda
a) Data mayor
(1) Subjektif
Mengeluh lelah
(2) Objektif
Frekuensi jantung meningkat lebih dari 20% dari
kondisi istirahat
b) Data minor
(1) Subjektif
(a) Dyspnea/setelah aktivitas
(b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
(c) Merasa lemah
(2) Objektif
(a) Tekanan darah berubah lebih dari 20% dari
kondisi istirahat
(b) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah
aktivitas
(c) Gambaran EKG menunjukan iskemia
(d) Sianosis
4) Kondisi klinis terkait
PPOK
3. Intervensi dan Evaluasi

Diagnosa 1: Pola nafas tidak efektif


Kriteria Hasil Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengetahui pola napas 1. Mem S: pasien mengatakan
keperawatan 1x24 jam 1. Monitor dalam batas normal onitor pola nafas tidak sesak lagi,
pola nafas (frekuensi, 2. Bunyi napas tambahan 2. Men
diharapkan pola nafas kedalaman, usaha nafas) dengar bunyi nafas O: pasien bernapas
menunjukan adanya
membaik. Dengan 2. Monitor tambahan normal, respirasi dalam
gangguan pada paru
bunyi nafas tambahan (mis. 3. Mem batas normal, spo
Kriteria hasil : 3. Jalan napas yang paten
Gurgling, mengi, wheezing, pertahankan dalam batas normal
ronchi memberikan kenyaman dan kepatenan jalan
1. Dyspnea kering) terhindarnya dari nafas A: pola napas tidak
menurun Terapeutik kekurangan oksigen 4. Mem efektif teratasi
2. Penggunaan 3. Pertahank 4. Pisisi yang tepat membantu beri posisikan P: hentikan intervensi
otot bantu nafas menurun an kepatenan jalan nafas kepatenan dan kenyaman semi-fowler atau
3. Pemanjanga head-tilt dan chin-lift pola napas fowler
n fase ekspirasi menurun (jaw-thrust jika curiga 5. Memenuhi kebutuhan 5. Mem
4. Otopnea trauma sevikal) oksigen bagi tubuh berikan oksigen
menurun 4. Posisikan 6. Batuk efektif dapat jika perlu
5. Pernapasan semi-fowler atau fowler 6. Meng
membantu pengluaran
pursed-lip menurun 5. Berikan ajarkan teknik
6. Frekuensi sekret dan kenyamanan
oksigen jika perlu batuk efektif
nafas membaik Edukasi
bernapas 7. Mem
6. Ajarkan 7. Obat yang tepat membantu beri obat sesuai
teknik batuk efektif membersikan atau order dokter
Kaloborasi mempelancar pernapasan
7. Kolaboras
i

pemberian
bronkodilator,ekspektor
an, mukolitik,
jika perlu.
Diagnosa 2 : Nyeri akut
Setelah dilakukan asuhan Observasi 1. Mengetahui skala nyeri 1. Mengkaji skala
nyeri S: diharapkan pasien
1. Identifikasi skala nyeri

keperawatan selama 1 x 24 2. Identifikasi agar memberi tindakan 2. mengidentifikasi mengatakan nyeri


jam diharapkan nyeri lokasi, yang tepat lokasi, karakteristik, berkurang, O:
karakteristik, 2. Posisi nyeri dapat durasi, frekuensi,
menurun kualitas, intensitas sakla nyeri 0,
durasi, frekuensi, membantu dan sipat nyeri
kualitas, nyeri.
Kriteria hasil : dapat membantu tindakan A: neri akut teratasi
intensitas nyeri. 3. Memberi posis dan
yang tepat teknik napas dalam
1. Keluhan Terapeutik 3. Tindakan yang tepat dapat P: intervensi dihentikan
3. Berikan teknik 4. Mengajarkan
nyeri menurun membantu mengurangi
nonfarmakologis teknik distrasi
2. Melapork rasa nyeri
an nyeri untuk 4. Sumber dan jenis nyeri 5. Memberi terapi
terkontrol meningkat mengurangi rasa nyeri obat sesuai order
membantu diagnosa dan
3. Meringis 4. Pertimbangan intervensinyang tepat dokter
menurun jenis dan sumber nyeri dalam
4. Pengguna
5. Tenik seperti relaksasi
pemilihan strategi meredakan
an analgetik menurun nyeri dapat membantu
5. Tekanan Edukasi mengurang nyeri
darah 6. Terapi yang tepat
5. Anjurkan tekhnik
membantu dalam
membaik nonfarmakologi
penyembuhan dan
untuk
mengurangi rasa nyeri mengurai rasa nyeri
Kolaborasi
6. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

Diagnosa 3 : Defisit Nutrisi


Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengatahui jenis 1. menanyakan apakah S: pasien mengatakan
keperawatan 1x 24 jam 1. Identifikasi alergi dan makanan yang ada ada alergi tidak ada muntah, nafsu
intoleransi makanan mempengaruhi sistem makan atau tidak makan
diharapkan status nutrisi 2. Monitor asupan makanan 2. memonitor asupan
kekebalan tubuh dan meningkat
3. Timbang berat badan makanan
membaik makanan yang tidak O: pasien nampak
4. Identifikasi makanan yang 3. menimbang berat
disukai disukai badan menghabiskan
Kriteria hasil Terapeutik 2. Mengetahui input dan output 4. menanyakan makanan, BB
5. Berikan makanan makanan makanan yang
1. Porsi makanan yang meningkat
tinggi 3. Berat badan yang naik atau disukai
dihabiskan meningkat kalori dan protein turun 5. memberikan makanan A: defisit nutrisi
2. Berat bada membaik Kolaborasi menginformasikan bahwa yang tinggi kalori dan teratasi
3. Nafsu makan 6. Kolaborasi dengan ahli gizi nutrisi yang diterima protein
membaik tentang cara meningkatkan 6. berkkaloborasi dengan P: hentikan interpensi
cukup atau kurang
asupan makanan ahli gizi tentang
peningkatan
4. Indeks masa tubuh 4. Menambah nasfsu makan nutrisi
(IMT) membaik bagi pasien
5. Frekuensi 5. Memenuhi asupan energi
makan membaik bagi pasien
6. Memenuhi kebutuhan
nutrisi yang sesuai

Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas


Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengetahui seberapa 1. Mengidentifkasi S: pasien mengatakan
keperawaan diharapkan 1. Identifkasi gangguan fungsi jauh fungsi tubuh mampu gangguan saat aktivitas tidak
tubuh yang mengakibatkan bergeraj dan beraktifitas fungsi tubuh sesak
akitifitas pasien meingkat kelelahan yang
2. Lokasi bagian tubuh
dengan Kriteria hasil 2. Monitor lokasi dan mengakibatkan O: pasien tidak sesak
yang tidak mampu
ketidaknyamanan selama 2. kelelahan saat beraktivitas seperti
1. Kemudahan melakukan aktifitas
beraktivitas lama dapat Memonitor mandi, terlihat sehat
melakukan aktifitas Terapeutik menentukan intervensi lokasi dan
2. Dyspnea saat 3. Sediakan lingkungan yang tepat ketidaknyamanan A: intoleransi aktivitas
nyaman dan rendah stimulus 3. Ruangan dan lingkungan selama melakukan teratasi
beraktifitas menurun
3. Dspnea setelah (mis. Cahaya, suara, yang aman dapat 3. aktifitas
kunjungan) membantu aktivitas dan Menyediakan P: intervensi dihentikan
beraktifitas menurun
Edukasi pemulihan yang baik lingkungan nyaman
4. Perasaan 4. Anjurkan tirah baring 4. Istirahat yang cukup 4. dan rendah stimulus
lemah menurun 5. Melakukan aktvitas secara Menganjurkan tirah
mengembalikan kekuatan
5. Tekanan darah bertahap 5. baring
otot untuk beraktivitas
membaik Melakukan aktvitas
secara normal
6. Frekueni nadi 5. Aktivitas yang tepat dan secara bertahap
membaik
teratur melatih kekutan
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ayni (2019). Karya Tulis Ilmiah Efusi Pleura. http://repo.stikesicme-


jbg.ac.id/2528/.
Diakses tanggal 23 april 2020.
Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2.


Jakarta: Bumi Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1
2015.
Jakarta: Media Action Publishing.

PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017). philipeng.com. Dipetik


April22, 2017, dari
philipeng.com.sg:http://www.philipeng.com.sg/ms

/conditions/pleural-effusion/

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Syahruddin, E., Hudoyo, A., Arief, N., Pulmonologi, D., & Respirasi, K.
(2009). Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru. J Respir Indo, 29(4), 1-
9.

Tika, H. (2020). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA YANG DI RAWAT DI
RUMAH SAKIT.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Yovi, I., Anggraini, D., & Ammalia, S. (2017). Hubungan karakteristik dan
Etiologi Efusi Pleura di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. J Respir
Indo, 37(2), 135-144.
LEMBAR KONSULTASI

Nama :

NIM :

Judul Kasus :

Ruangan :

Nama Pembimbing Akademik :

Nama Pembimbing Klinik :

No Hari/Tanggal Materi Bimbingan Paraf Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai