Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan pernapasan mulai yang sederhana sampai yang kompleks menjadi
penyebab dari banyak kasus yang ada di ruang emergensi. Sistem respirasi berfungsi
untuk menyediakan oksigen bagi darah untuk dikirim keseluruh tubuh. Dan oksigen
merupakan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow. Kekurangan oksigen
dalam hitungan menit saja dapat mengancam jiwa seseorang, oleh karena itu masalah
kesehatan yang berpengaruh terhadap system pernapasan (respiratori) menuntut
asuhan keperawatan yang serius, dengan tujuan untuk menetukan kecukupan (adekuat
atau tidaknya) pertukaran gas.
Pengkajian yang dilakukan diruang emergensi merupakan awal dari evaluasi yang
dilakukan perawat terhadap pasien dan dapat secara cepat menentukan tingkat
keperahan pasien. Pengkajian yang cepat dan akurat pada pasien dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
Era yang semakin modern ini semakin banyak bermunculan masalah
kesehatan yang bersifat gawat darurat, sehingga kita sebagai tenaga kesehatan harus
selalu memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan untuk dapat menjadi perawat
yang professional. Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan cepat
dan tepat adalah asmah, karena kasus dapat menimbulkan berbagai macam
komplikasi seperti : henti napas, obstruksi jalan napas. Namun apabila mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat maka terjadinya komplikasi dapat dihindari.
Asma merupakan penyakit kronis yang di tandai dengan hiperreaktivitas jalan
napas, proses inflamasi dan obstruksi aliran udara yang reversibel (bronkospasme).
Asma menjadi salah satu masalah kesehatan utama baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Menurut data dari laporan Global Initiatif for Asthma (GINA)
tahun 2017 dinyatakan bahwa angka kejadian asma dari berbagai negara adalah 1-
18% dan diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di dunia menderita asma.
Prevalensi asma menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016
memperkirakan 235 juta penduduk dunia saat ini menderita penyakit asma dan kurang
terdiagnosis dengan angka kematian lebih dari 80% di negara berkembang.
Menurut Kementrian Kesehatan RI prevelensi asma tahun 2018 di Indonesia sebesar
2,4 % dan persentase kejadian asma di Provinsi Papua adalah 1,9 %.

1
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah Anatomi sistem pernapasan?
2. Apakah macam-macam Masalah kegawatdaruratan pernapasan?
3. Bagaiman pengkajian pernapasan; kegawatdaruratan pernapasan?
4. Apaka definisi dari asma?
5. Apakah Etiologi dari asma?
6. Bagaimana Patofisiologi dari asma?
7. Bagaimana Pathway dari asma?
8. Bagaimana Manifestasi klinis dari asma?
9. Apakah Komplikasi dari asma?
10. Bagaimana Pemeriksaan diaknostik dari asma?
11. Bagaimana Penatalaksanaan Umum dari asma?
12. Bagaimana Konsep asuhan keperawatan dari asma?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui anatomi sistem pernapasan
2. Mengetahui macam-macam Masalah kegawatdaruratan pernapasan
3. Mengetahui pengkajian pernapasan; kegawatdaruratan pernapasan
4. Mengetahui definisi dari asma
5. Mengetahui etiologi dari asma
6. Mengetahui patofisiologi dari asma
7. Mengetahui pathway dari asma
8. Mengetahui manifestasi klinis dari asma
9. Mengetahui komplikasi dari asma
10. Mengetahui pemeriksaan diaknostik dari asma
11. Mengetahui penatalaksanaan umum dari asma
12. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari asma

D. Manfaat penulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus kegawatdaruratan pernapasan dan
mencegahnya dari komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit kegawatdaruratan
pernapasan .

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan teori
1. Anatomi Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah, dan paru. Setiap
bagian dari sistem ini memainkan peranan yang penting dalam proses pernafasan,
yaitu dimana oksigen dapat masuk ke aliran darah dan karbon dioksida
dilepaskan.
a. Jalan nafas atas
Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang memungkinkan udara
atmosfer masuk melalui hidung, mulut dan bronkus hingga ke alveoli.
Jalan nafas atas terdiri dari rongga hidung dan rongga mulut, laring, trachea
sampai percabangan broncus. Udara yang masuk melalui rongga hidung akan
mengalami proses penghatan, pelembaban, dan penyaringan dari segala
kotoran. Setelah rongga hidung dapat dijumpai di daerah faring mulai dari
bagian belakang palatum mole sampai ujung bagian atas dari esofagus.
Faring terbagi menjadi tiga yaiut:
1) Nasofaring ( bagian atas ), di belakang hidung
2) Orofaring ( bagian tengah ), dapat dilihat saat membuka mulut
3) Hipofaring ( bagian akhir ), sebelum menjadi laring
Di bawah faring terletak esofagus dan laring yang merupakan permulaan
jalan nafas bawah. Di dalam laring ada pita suara ada pita otot-otot yang
dapat membuatnya bekerja, serta terdiri dari tulang rawan yang kuat. Pita
suara merupakan suatu lipatan jaringan yang mendekat di garis tengah.
Tepat diatas laring, terdapat struktur yang berbentuk seperti daun yang
disebut epiglotis. Epiglotis ini berguna sebagai pintu gerbang yang akan
menghantarkan udara yang menuju trakea. Sedangkan benda padat dana
cairan akan adihantarkan menuju esofagus. Di bawah laring jalan nafas akan
menjadi trakea, yang terdiri dari cincin-cincin tulang rawan.
b. Jalan nafas bagian bawah
Jalan nafas bawah terdiri dari bronkus dan percabangannya serta paru-paru.
Pada saat inspirasi, udara masuk melalui jalan nafas atas menuju jalan nafas
bagian bawah sebelum mencapai paru-paru. Trakea terbagi menjadi dua
cabang, yaitu bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Masing-masing
3
bronkus utama terbagi lagi menjadi beberapa bronkus primer dan kemudian
terbagi lagi menjadi bronkiolus.
2. Macam-macam Masalah kegawatdaruratan pernapasan
a. Eksaserbasi asma
Asma merupakan penyakit kronis yang di tandai dengan hiperreaktivitas jalan
napas, proses inflamasi dan obstruksi aliran udara yang reversibel
(bronkospasme).
b. Bronkitis akut
Merupakan infeksi pernapasan yang dapat sembuh sendiri yang ditandai
dengan batuk dan atau tanpa produksi sputum.
Tanda dan gejala:
1) Batuk yang selalu menjadi gejala dominan dan dapat berlangsung lebih
dari 3 minggu.
2) Sputum ada atau/tidak
3) Wheezing
4) Nyeri dada
5) Gejala seperti flu.
Intervensi:
1) Pengobatan simtomatik , termasuk istirahat dan hidrasi oral.
2) Dextromethorphan atau kodein dapat diberikan untuk meredakan batu
pada jangka pendek.
3) Bronchodilator dapat digunakan bila terdengar suara weehzing
4) Pendidikan kesehatan pada pasien berkaitan dengan penggunaan
antibiotik.
c. Eksarsebasi akut dari penyakit paru obstriktif kronis.
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut
dari respon inflamasi dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh
infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2011).
Tanda dan gejala:
1) Serangan akut
2) Meningkatnya dispnea
4
3) Perubahan pada jumlah dan warna sputum.
4) Suara napas yang menjauh, ronchi, wheezing dan crackles
5) Hipersonor pada perkusi
6) Penggunaan aksesoris pernapasan
7) Kelelahan
8) Distensi vena jugularis.
Intervensi:
1) Pulse oximetry untuk memantau respons terhadap terapi.
2) Pemberian oksigen
3) Broncodilator
4) Tirah baring dalam posisi high fowler
5) Pasang intravenous line (IV)
6) Pantau adanya disritmea jantung.
7) Ventilasi tekanan posistif non vasif dengan tujuan untuk mencegah
intubasi endotrakeal, karena sering kali sulit untuk menyapih.
d. Community acquired pneumonia (CAP)
Merupakan infeksi akut pada alveoli, jalan napas bagian bawah, dan
interstisium, paru.
Tanda-tanda:
1) Dispnea, takipnea
2) Demam dengan derajat yang bervariasi
3) Batuk kering atau batuk produktif.
4) Nyeri dada pleuritik.
5) Crackles, rhonchy, wheezing pada auskultasi
6) Dullness pada perkusi.
7) Kelelahan
Intervensi:
1) Berikan oksigen tambahan
2) Berikan hidrasi oral atau intrava
3) Pertimbangan manajemen gejala termasuk bronkodilator nebulasi dan
ekspetoran.
4) Berikan dosis antibiotik
5) Menilai risiko patogen yang tidak biasa dan mengobati dengan tepat.

5
6) Pasien mungkin memerlukan ventilasi mekanisme atau pengelolaan
sespsis berat.
e. Efusi pleura
Merupakan pengumpulan abnormal cairan di rongga pleura.
Tanda dan gejala:
1) Dispnea
2) Batuk produktif
3) Nyeri dada
4) Dullness pada perkusi di area fusi
5) Penurunan suara napas pada sisi yang terkena.
6) Penurunan ekspansi paru pada sisi efusi, needle thoracoscentesis
mungkin diindikasikan. Dan cepat memerlukan chest tube.
Intervensi:
1) Berikan oksigen
2) Berikan analgetik
3) Identifikasi dan obati proses penyakit yang mendasari.
4) Jika efusi besar dan mengganggu respirasi.
f. Pneumotoraks spontan
Pneumotoraks mengacu pada akumulasi udara dala rongga pleura.
Tanda dan gejala:
1) Serangan tiba-tiba nyeri dada pleuritik
2) Dispnea dan takipnea
3) Batuk
4) Penurunan suara napas pada sisi yang terkena.
Intervensi:
1) Posisikan pasien hight fowler
2) Pantau TTV.
3) Berikan oksigen tambahan
4) Pertahankan akses vaskuler
5) Berikan analgetik
6) Pemasangan cest tube di intercosta spce.
7) Needle toracostomy di indikasi hanya untuk penaganan darurat pada
tension pneumotoraks.

6
g. Emboli paru
Terjadi ketika bahan asing menyumbat satu atau lebih pembulu darah paru.
Tanda dan gejala:
1) Dispnea dan takipnea
2) Nyeri dada pleuritis
3) Takikardi
4) Kecemasan, ketakutan dan gelisah.
5) Pleural friction rub
6) Gejala yang tidak khas:
a) Kejang
b) Nyeri di abdomen, panggul dan bahu.
c) Sinkop
d) Wheezing
e) Demam
Intervensi terapeutik:
1) Berikan oksigen tambahan
2) Pantau TTV dan tingkat durasi oksigen dalam darah
3) Lakukan terapi heparin (bolus berdasarkan berat badan di ikuti denga
infus secara kontinyu), memeriksa waktu tromboplastin parsial setiap
6 jam.
4) Pertimbangkan terapi trombolitik intravena terutma jika hemodinamik
pasien tidak stabil.
h. Edema paru nonkardiogenik
Merupakan Akumulasi cairan dalam ekstravaskuler dari paru-paru.
Tanda dan gejala:
1) Sesak napas
2) Takipnea
3) Kecemasan, agitasi
4) Sensasi dari sufokasi
5) Ortopnea
6) Takikardi
7) Batuk
8) Crackles wheezes
9) Diaporesis
7
10) Sputum berbusa berwarna merah muda.
Intervensi:
1) Berikan oksigen konsentrasi tinggi
2) Pemasangan invus dengan pemberian cairan dengan hati-hati.
3) Bisa berikan ventilasi dengan tekanan positif non invasif.
4) Sering diperlukan ventilasi mekanik dengan tidal volume yang rendah
(strategi melindungi paru).
i. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Suatau bentuk edema paru nonkardiogenik, adalah sindrom inflamasi yang
ditandai dengan cedera alveolar yang menyebar, sehingga memungkinkan
cairan yang kaya akan protein masuk ke alveoli.
Tanda dan gejala:
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Takikardi
4) Sianosis
5) Kecemasan, gelisah
6) Penggunaan otot aksesoris
7) Demam
Intervensi:
1) Intubasi endotrkeal dan masuk ke ruangan kritis.
2) Ventilasi mekanik dengan positive end expiratory pressure (PEEP).
3) Sedasi dan blokade neuromuskular sering diperlukan.
4) Mengidentifikasi dan mengobati penyebab yang mendasari.
5) Manajemen cairan dengan hati-hati.
6) Pengkajian yang hati-hati.
j. Cedera akibat tenggelam
WHO Mendefenisikan tenggelam sebagai proses mengalami penurunan
pernapasan dari terendam dalam cairan.
Tanda dan gejala:
1) Riwayat tenggelam
2) Henti napas dan jantung.
3) Dispnea yang berlangsung beberapa jam.
4) Sianosis
8
5) Crackles, wheezing
6) Batuk (terkadang dengan sputum berbusa berwarna merah mudah)
7) Takikardi
8) Kebingungan mental, koma.
Intervensi:
1) Lakukan langkah-langkah BHD
2) Pertimbangkan cedera leherdan spinal yang terjadi secara bersamaan.
3) Membuat akses vaskuler.
4) Pantau analisa gas darah dan saturasi oksigen
5) Cek suhu tubuh, hangatkan paisen jika dibutuhkan.
6) Penambahan positive airway pressure, akan membantu memulihkan
alveoli yang kolaps.
7) Perbaiki ketidak seimbangan asam-basa.
8) Pertimbangkan antibiotik profilaksis.
9) Masukkan gastric tube untuk dekompresi, distensi lambung dan muntah
biasa terjadi.
10) Rawat selama minimal 24 jam untuk observasi; ARDS merupakan
komplikasi serius dari tenggelam.
k. Keracunan karbon monoksida
Merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dengan
afinitas untuk hemoglobin 200-250 kali dari oksigen; dengan adanya gas ini
molekul hemoglobin dengan cepat menjadi jenuh dengan karbon monoksida
dan tidak dapat mengangkut oksigen.
Tanda dan gejala:
1) Nausea
2) Nyeri kepala
3) Pusing
4) Gangguan penilaian.
Tingkat carboxyhemoglobin:
a) 5-10% nyeri kepala, pusing
b) 10%-20% nyeri kepala, mual, muntah, hilang koordinasi, kulit
memerah, dispnea.
c) 20%-40% kebingungan, latergi, gangguan penglihatan, dan angina.
d) 40%-60% disritmea, kejang, koma.
9
e) >60%kulit merah seperi ceri kematian.
Intervensi:
1) Berikan oksigen 100%
2) Pantau irama jantung dan tingkat COHb.
3) Terapi oksigen hiperbarik/ hyperbaric oxygen therapy.
3. Pengkajian pernapasan; kegawatdaruratan pernapasan
a. Pengkajian
Mengkaji kepatenan jalan napas dan pernapasan spontan merupakan langkah
pertama yang penting dalam perawatan pasien dengan kewatdaruratan jalan
napas.
1) Observasi tingkat kesadaran: AVPU
Alert: sadar lingkungan
Verbal: menjawab pertanyaan
Pain: nyeri
Unrespon: tidak ada respon.
2) Primary survey
 Airway (jalan napas) : (jika pasien trauma control cervical; dengan
cara pegang kepala (fiksasi) pasang neck collar bila curiga fraktur
cervikal).
Periksa airway dengan cara look, listen and feel.
Look: melihat kepatenan jalan napas, frekuensi, kedalaman, pola
napas, retraksi dinding dada, cuping hidung, dan penggunaan otot
bantu pernapasan.
Listen: mendengar suara napas, ada 3 yakni stridor, gurgling dan
snoring.
 Jika terdengar snoring / lidah jatuh kebelakang terdengar suara
ngorok ; tindakan manual lakukan jaw trust (trauma), chin lift
(nontrauma). Gunakan OPA (pasien tidak sadar), NPA (pasien
sadar).
 Jika terdengar Gurgling/kumur-kumur (ada cairan yang
menyumbat jalan napas) lakuka suction.
 Jika terdengar stridor/ penyempitan jalan napas terjadi karena
edema laring/faring (cedera inhalasi) dengan riwayat menghirup
uap panas, carbon monoksida; perlu airway definitif.
10
Feel: rasakan adanya aliran darah, sambil meraba nadi karotis.
Jika penaganan airway selesai/ clear lanjutkan ke breathing.
 Breathing/ pernapasan
Nilai frekuensi pernapasan.
Lakukan pemeriksaan IAPP:
 Lihat dada penderita dengan membuka baju untuk melihat
pernapasan yang baik. Lihat apakah ada jejas, luka terbuka dan
ekspansi kedua paru.
 Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam
paru dengan mendengarkan bising napas (sekaligus memeriksa
jantung).
 Perkusi untuk menilai adanya udara (hipersosnor) atau darah
(dull) dalam rongga pleura.
 Palpasi merasakan ada atau tidaknya suara krepitasi yang
menandakan adanya fraktur, dislokasi, atau keadaan yang
mengancam lainnya.
(ada 4 masalah yang mungkin terjadi atau ditemukan daerah torax
yang mengakibatkan gangguan ventilasi berat jika pasien trauma,
yakni:
 Tension pneumotoraks (terperangkapnya udara dalam rongga
pleura) tanda khasnya: trakea begeser kearah yang normal,
dan distensi vena jugularis, tindakannya pemberian oksigen
dan needle toracosintesis mid clavikula.
 Open pneumothorax: terdapat luka terbuka dan terdengar
suara sucking cest wound; peberian oksigen dan tutup dengan
kasa 3 sisi.
 Masive haematotoraks (perdarahan didalam rongga pleura):
dullness, pekak, redup dan terdapat tanda-tanda syok
hemoragik dengan pendarahan >1500 cc); oksigen, WSD.
 Flail cest dengan kontusio paru: pernapasan paradoksal, nyeri
hebat tindakannya pemberian analgetik tingkat tinggi.
 Cirkulation; kontrol pendarahan
a) Indetifikasi adanya perdarahan (lakukan stop bleeding)

11
b) Cek tanda-tanda syok (nadi cepat, akral dingin, tensi rendah).
c) Memasang infus 2 jalur
d) Mengambil sampel darah
 Disability; pemeriksaan status neurologis.
a) Nilai GCS; CM: 15-14, apatis: 13-12, delirium: 11-10,
somnolen:7-7, sopor:6-4, koma:3.
b) Reaksi pupil dengan pen light
c) Kekuatan otot motorik
 Exposure; mencari tanda yang mengancam yang lainnya.
BTLS: bentuk, tumor, luka dan sakit.
 Folley cateter; memasang kateter sambil memperhatikan kontra
indikasi.
 Gastric tube; pemasangan NGT bila ada kontraindikasi pasang OGT
 Heart monitor dan image; pasang EKG, pasang pulse oximetry,
pemeriksaan radiologi)
 Re evaluasi ABCDE
3) Secondary survey
a) Anamesa; KOMPAK
K=keluhan
O= obat
M= makana terakhir
P= penyakit penyerta
A= alergi
K= kejadian
b) Pemeriksaan fisik
 Tanda-tanda vital termasuk level saturasi oksigen (SPO2)
 Tingkat kesadaran: AVPU
 Warna kulit, kelembapan, dan suhu
 Suara napas
- Ada tidaknya suara napas, mengecil
- Kesimetrisan
 Pola dan laju pernapasan
- Cepat atau lambat
- Reguler atau ireguler
12
 Usaha bernapas
- Kualitas
 Ada pursed-lip breathing
 Penggunaan otot-otot aksesoris
- Intercostal
- Suprasternal
- Supraclavicular
 Pola bicara
Apakah pasien mampu berbicara dalam kalimat lengkap.
 Keberadaan indikator dari dari masalah pernpasan kronis.
4. Definisi asma
Asma merupakan penyakit kronis yang di tandai dengan hiperreaktivitas jalan
napas, proses inflamasi dan obstruksi aliran udara yang reversibel
(bronkospasme).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang meyebabkan peradangan:
penyempitan ini bersivat berulang namun reversibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadan ventilasi yang lebih normal,
(Sylvia A. Price dalam NANDA NIC-NOC 2015).
Asma dibedakan menjadi 2 jenis:
a. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya secara mendadak, sehingga gangguan asama bisa
datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapat pertolongan secepatnya, resiko
kematian bisa datang, gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran
adanya radang yang menyebabkan penyempitan saluran pernapafasan bagian
bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.
b. Asma kardial
Asma yang timbul karena kelainan jantung. Gejala asma kardial biasanya
terjadi pada malam hari, disertai sesak nafas yang hebat. Kejadian ini disebut

13
nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.

5. Etiologi
Menurut berbagai peneliti patologi dan etiologi asma belom diketahui dengan
pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar geajal asma yaitu:
Inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan yang ditandai dengan kalor
(panas karena valodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsangan sensori) dan function lease (fungsi yang terganggu).
Sebagai pemicunya adalah:
a. Infeksi virus (RSV)
b. Iklim : perubahan mendadak suhu dan tekanan udara.
c. Inhalan: debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk
sari, bau asap, uap cat)
d. Makanan: putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat.
e. Obat: aspirin
f. Kegiatan fisik: olahraga berat, kecapaian, tertawa berbahak bahak
g. Emosi

6. Patofisiologi
a. Asma bronkhial timbul akibat mengalami atopi dari pemaparan allergen
membentuk IgE menyerang sel- sel mast dalamparu yang menyebabkan
pelepasan sel-sel mast seperti histamin dan prostaglandin.Terjadi hiperreaktif
bronchus karena allergen (inhalan dan kontaktan), polusi, asapserta bau
tajam.Berdasarkan hal tersebut asmabronkhial merupakan penyakit
bronkhospasme yang reversible yang secara pathofishiologi disebut
sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan secara patologi sebagai suatu
peradangan saluran pernafasan. Mukosa dan dinding bronkus pada klien
asma bronkhial akan terjadi edema menyebabkan terjadinya
penyempitan pada bronkus dan percabangannya, sehingga akan
menimbulkan sesak, nafas berbunyi (wheezing), dan batuk yang produktif
(Muttaqin, 2008).
b. Asma nonalergnik (asma instrintik) terjadi bukan karena allergen tetapi
akibat faktor pencetus seperti insfeksi saluran pernafasan atas, olahraga,
14
atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stress psikologis.
Adanya gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf
bronkhokontraksi dan menimbulkan sesak nafas (Muttaqin, 2008).

15
7. Pathway

Faktor pencetus: Antigen yang terikat Mengeluarkan Edema mukosa, sekresi


Allergen, stress dan mediator: histamin, Permeabilitas kapiler produktif, kontriksi otot polos
IGE pada permukaan
cuaca platelet, bradikin, dll. meningkat meningkat
sel mast atau basofil

Konsentrasi O2 dalam darah


Spasme otot polos
sekresi kelenjar bronkus Tekanan partial di menurun
meningkat. oksigen alveoli
Hiperkapnea Gelisah : ansietas
Hipoksemia
Penyempitan/ obstruksi
proksimal dari bronkus Suplai O2 keotak Koma
pada tahap ekspirasi dan menurun
inspirasi

Gannguan pertukaran Asidosisi metabolik


 Mucus belebihan Suplai darah dan O2 ke jantung
gas berkurang
 Batuk
 Wheezing Peningkatan kerja
 Sesak napas otot pernapasan Suplai O2 kejaringan
Perfusi jaringan perifer
menurun Penurunan cardiak output

Ketidakfektifan bersihan Ketidak efektifan Penyempitan jalan Penurunan curah


jalan napas pola nafas Tekanan darah menurun
napas jantung

Hiperventilasi Kelemahan, keletihan


Nafsu makan menurun; Kebutuhan O2
ketidakseimbangan meningkat
nutrisi kurang dari
Retensi O2 Intoleransi aktivitas
kebutuhan tubuh. Asidosis respiratorik

16
8. Manifestasi klinis
a. Wheezing: lebih sering terjadi pada saat ekspirasi, namun bisa timbul saat
inspirasi atau tidak ada.
b. Batuk: dapat timbul tanpa wheezing, terutama pada anak-anak.
c. Penggunaan oto-otot asesoris pernapasan, terutama otot sternocleidomastoid
pada dewasa.
d. Sesak dada dan hiperresonan pada pemeriksaan perkusi (akibat hiperinflasi).
e. Kecemasan atau gelisah
f. Pembicaraan yang terhenti-henti (tidak mampu untuk berbicara satu kalimat
penuh.
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari asma bronkhial menurut Mansjoer (2008)
meliputi:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan dimana adanya udara dalamrongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukandada.
b. Pneumomediastenum
Pneumomediastenum atau disebut emfisema mediastinum adalah suatu
kondisi dimana adanya udara pada mediastinum. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah keudara luar
dari paru- paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.
c. Atelectasis
Atelectasis adalah pengerutan atau seluruh paru- paru akibat
penyumbatan saluran udara atau akibat dari pernafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan dari jamur
yaitu Aspergillus sp.
e. Gagal nafas
Gagal napas diakibatkan karena pertukaran oksigen dengan
karbondioksida dalam paru- paru yang tidak dapat mengontrol
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel- sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru- paru adalah kondisi dimana lapisan bagian
17
dalam saluran pernafasan yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak

10. Pemeriksaan diaknostik


a. Pemeriksaan laboratorium rutin
b. Gas darah arteri untuk menentukan derajat hipoksemia
c. Peak expiratory flo rate kurang dari 50% dari nilai prediksi.
d. Sebagai ukuran keterbatasan aliran darah, PEFR adalah indikator yang lebih
handal untuk keparahan eksaserbasi dari tingkat gejala.
11. Penatalaksanaan Umum
a. Biarkan pasien mempertahan kan posisi yang nyaman.
b. Kaji durasi serta keparahan dari gejala: dokumentasikan pengobatan yang
telah di dapat dalam upaya untuk mengelola eksaserbasi.
c. Dapatkan akses intravena ( pemasangan IV lines) untuk pemberian obat dan
hidrasi; dehidrasi dapat berkontribusi terhadap terjadinya penyumbatan lendir
dan pengeluaran katekolamin.
d. Lakukan monitoring jantung dan pulse oximetry terus menerus.
e. Berikan oksigen tambahan untuk menjaga pulse oximetry lebih besar dari
90%.
f. Berikan inhaled SABA seperti albutrol melalui nebulizer atau meterd dose
inhaler ( MDI ), sebaiknya dengan spacer.
g. Anti kolinernergik seperti ipratropium bromide sering dikombinasikan dengan
saba.
h. Ukur PEFR sebelum dan sesudah intervensi. Mengukur PEFR secara serial
selama pasien mampu bekerja sama. Ketidak mampuan pasian untuk
melakukan pemeriksaan PEFR merupakan indikator keparahan penyakit.
i. Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi komponin dari asma.
j. Magnesium sulfate dapat di pertimbangkan bila intervensi lain tidak efektif ;
magnesium meleraksasi otot halus bronkia melalui mekanisme yang tidak
pasti.
k. Heliox, campuran helium dan oksigen, dapat meningkatkan pertukaran udara
karena densitas helium yang rendah.
l. Intubasi endo trakeal dan perawatan ruang intensif biasanya di perlukan pada
pasien dengan henti napas atau gagal napas.

18
B. Konsep askep
1. Pengkajian
Pengkajian awal (A,B,C)
Pengkajia Data Masalah
Objektif subjektif
n
Airway  Wheezing (₊) Pasien Bersihan jalan
 Pasien kesulitan mengatakan napas tidak efektif
bernapas susah
 Batuk-batuk mengeluarkan
 Mucus berlebihan seputum.
Breathing  Peningkatan RR Pasien Pola napas tidak
 Napas cuping hidung mengatakan efektif
 Takipneu sesak
 Penggunaan otot
aksesorius untuk
pernapasan

Circulation  Sianosis Pasien Gangguan


 nadi lemah dan cepat mengatakan suli pertukaran gas.
 gelisah bernapas
 CRT>2 detik

Pengkajian dasar (persistem)


1) Keadaan umum: tampak lemah
2) Tanda- tanda vital
(Tekanan Darah menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu
meningkat, distress pernafasan sianosis)
3) TB/ BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
4) Kulit (Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek)
5) B1 (Breathing)

a) Inspeksi, inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan

kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi

19
otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, frekuensi

pernapasan.

b) Palpasi kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal

c) Perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menjadi datar dan rendah

d) Auskultasi, terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai

dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi,

dengan bunyi napas tambahan utamanya wheezing pada akhir

ekspirasi

6) B2 (Blood)

Memonitor dampak asma pada pada status kardiovaskular meliputi keadaan

hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.

7) B3 (Brain)

Diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran

klien.

8) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine. Perawat perlu memonitor ada tidaknya

oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.

9) B5 (Bowel)

Kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi. Pengkajian

tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-

kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.

20
10) B6 (Bone)

Kaji adanya edema ekstermitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada

ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen kaji

adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,

kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan

adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, kaji warna

rambut, kelemabapan, dan kusam. Kaji tentang bagaimana tidur dan istirahat

klien, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Kaji adanya

wheezing, sesak, dan optopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat

klien. Kaji aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan aktivitas

lainnya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d mucus dalam jumlah berlebihan
peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan brongkospasme.
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan dan deformitas diding
dada.
c. Gangguan pertukaran gas b.d retensi karbondiaoksida.
d. Ketidakseimbangan nutris kurang dari kebutuhan tubuh b.d laju metabolic,
dispnea saat makan, kelemahan otot pengunyah.

21
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas. NOC NIC
Definisi: ketidakmampuan untuk  respiratory status: ventilation Airway suction :
membersihkan sekresi atau obstruksi dari  respiratory status: airway patency - pastikan kebutuha oral / tracheal suctioning
saluran pernafasan untuk memperthan kan Kriteria hasil : - auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
bersihan jalan nafas.  mendemonstrasikan batuk efektif suctioning
Batasan Karakteristik: dan suara nafas yang bersih, tidak - informasikan pada klien dan keluarga klien tentang
 tidak ada batuk ada sianosis dan dyspneu (mampu suctioning
 suara nafas tambahan mengeluarkan sputum, mampu - minta klien nafas dalam sebelum suctioning
 perubahan frekuensi nafas bernafas dengan mudah, tidak ada dilakukan
 perubahan irama nafas pusrsed lips) - berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 sianosis  menunjukan jalan nafas yang paten memfasilitasi suctioning nasotrecheal
(klien merasa tidak tercekik, irama - gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
 kkesulitan berbicara atau mengeluaraka
nafas, frekuensi pernafasan dalam - anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
suara
rentang normal, tidak ada suara nafas setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
 penurunan bunyi nafas
abnormal) - monitor status oksigen klien
 dispneu
 mampu mengidentifikasi dan - hentikan suction dan berikan oksigen apabila klie
 sputum dalam jumlah yang berlebih
mencegah faktor yang dapat menunjukan bradikardi, peingkatan O2, dll
 batuk yang tidak efektif menghambat jalan nafas Airway Management
 orthopneu - buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
 gelisah trust bila perlu
 mata terbuka lebar - posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
faktor-faktor yang berhubungan : - identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
 lingkungan : nafas buatan
 perokok pasif - pasang mayo bila perlu
 menghisap asap - lakukan fisoterapi dada bila perlu
 merokok - keluarkan secret dengan batuk atau suction
 obstruksi jalan nafas : - auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 spasme jalan nafas - lakukan suction pada mayo

22
 mucus dalam jumlah berlebih - berikan bronkodilator bila perlu
 eksudat dalam jalan alveoli - berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
 materi asing dalam jalan nafas - atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 adanya jalan nafas buatan keseimbangan
 sekresi bertahan / sisa sekresi - mengatur respirasi dan status O2
 sekresi dalam bronki
 fisiologis :
 jalan nafas alergik
 asma
 penyakit paru obstruksi kronik
 hiperplasi dinding bronkial
 infeksi
 disfungsi neuromoskuler
2. Ketidakefektifan pola napas 1. Respiratory status:ventilation Airway management:
Definisi: inspirasi dan/ atau ekspirasi yang 2. Respiratory status :airway patency 1. Buka jalan nafas gunakan teknik chinlift atau jaw
tidak memberi ventilasi 3. Vital sign status thrust bila perlu.
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : 2. posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
 Perubahan kedalaman pernapasan 1. Mendemonstrasikan bentuk efektif 3. identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
 Perubahan ekskursi dada dan suara nafas yang bersih,tidak jalan nafas buatan
 Mengambil posisi tiga titik ada sianosis dan dyspnea(mampu 4. masang mayo bola perlu
 Bradipneu mengeluarkan sputum, mampu 5. lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Penurunan tekanan ekspirasi bernapas dengan mudah,tidak ada 6. keluarkan secret degan batuk atau suction.
pursed lips) 7. auskultasi suara nafas catat adanya suara
 Penurunan ventilasi semenit
2. Menunjukan jalan nafas yang paten tambahan.
 Penurunan kapasitas vital
(klien tidak merasa tercekik, irama 8. lakukan suction pada mayo.
 Dipneu
nafas ,frekuensi pernafasan dalam 9. berikan bronkodolator bila perlu
 Peningkatan diameter anteriorposterior
rentang normal, tidakada suara 10. berikan pelembab udara kassa basah NaCI
 Pernapasan cuping hidung nafas abnormal) Lembab.
 Ortopneu 3. Tanda-tanda vital dalam rentang 11. atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Fase ekspirasi memenjang normal (tekanan darah, nadi, keseimbangan.
pernafasan). 12. monitor respirasi dan statu O2

23
 Pernapasan bibir
 Takipneu Oxygen Therapy:
 Penggunaan otot aksesorius untuk 13. bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.
pernapasan 14. pertahankan jalan nafas yang paten
15. atur peralatan oksigenasi
Faktor yang berhubungan : 16. monitor aliran oksigen
 Ansietas 17. pertahankan posisi pasien
 Posisi tubuh 18. onservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.
 Defomitas tulang 19. monitor adanya kecemasan pasien terhadap
 Defomitas dinding dada oksigenasi.
 Keletihan
 Hiperventilasi Vital sign monitori:
 Sindrom hipoventilasi 20. monitor TD, nadi,suhu,dan RR.
 Gangguan musculoskeletal 21. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Kerusakan neurologis 22. Monitor VS saat pasien berbaring duduk atau
berdiri.
 Imaturitas neurologis
23. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
 Disfungsi neuromuscular
bandingkan.
 Obesitas
24. Monitor TD, nadi, RR,, sebelum,selama dan
 Nyeri setelah aktivitas.
 Keletihan otot pernapasan cedera medulla 25. Monitor kualitas dari nadi.
spinalis 26. Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
27. Monitor suara paru.
28. Monitorpola pernapasan abnormal.
29. Monitor suhu, warna dan kelembapan kulit
30. Monitor sianosis parifer.
31. Monitor adanya chusing thried (tekanan nadi
yang melebar,bradikardi peningkatan sistolik.
32. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan NIC: NOC:
dengan retensi karbondioksida. Setelah dilakukan asuhan Airway management

24
Definisi : kelebihan atau edfisit pada keperawatan klien menunjukkan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau
oksigenasi dan/atau eliminasi pertukaran gas adekuat, dengan juw thrust bila perlu
karbondioksida pada membrane alveolar- criteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kapiler 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
Batasan karakteristik : ventilasi dan oksigenasi yang 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
 pH darah arteri abnormal adekuat jalan nafas buatan
 pH arteri abnormal (mis, kecepatan, 2. Memelihara kebersihan paru-paru 4. Pasang mayo bila perlu
irama, kedalaman). dan bebas dari tanda-tanda 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Warna kulit abnormal (mis, pucat, distress pernafasan. 6. Keluarkan secret edngan batuk atau suction
kehitaman). 3. Mendemonstrasikan batuk efektif 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Sianosis (pada neonates saja) dan suara nafas yang bersih, tidak tambahan
 Penurunan karbondioksida ada sianosis dan dyspneu (mampu 8. Lakukan suction pada mayo
 Dispnea mengeluarkan sputum, mamapu 9. Berikan bronkodilator bila perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada 10. Berikan pelembab udara
 Hipoksia
pursed lips). 11. Atur intake atau cairan mengoptimalkan
 Nafas cuping hidung
4. Tanda-tanda vital dalam rentang keseimbangan.
 Gelisah
normal 12. Monitor respirasi dan status O2.
 Somnolen
 Takikardi Respiratory Monitoring
 Gangguan penglihatan 13. Monitoring rata-rata, kedalama, irama dan
usaha respirasi
14. Catat gerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals.
15. Monitor suara nafas seperti dengkur
16. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
17. Catat lokasi trakea

25
18. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan
paradogsis)
19. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
20. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
nafas utama.
21. Auskultsi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan Nutrition Management


kebutuhan tubuh berhubungan dengan laju keperawatan diharapkan kebutuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
metabolic, dispnea saat makan, kelemahan nutrisi dapat terpenuhi, dengan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
otot mengunyah. kriteria hasil : jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk Adanya peningkatan berat badan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
memenuhi kebutuhan metabolic sesuai dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
Batsana karakteristik : Berat badan ideal sesuai dengan dan vitamin C
 Kram abdomen tinggi badan. 5. Berikan substansi gula
 Nyeri abdomen Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandug tinggi
 Manghindari makanan kebutuhan nutrisi. serat untuk mencegah konstipasi
 Berat badan 20% atau lebih dibawah Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
berat badan ideal Menunjukan peningkatan fungsi dikonsultasikan dengan ahli gizi).
 Diare pengecapan dari menelan. 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
 Kehilangan rambut berlebihan Tidak terjadi penurunan berat makanan harian
badan yang berarti. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Bsisng usus hiperaktif
10.Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kurang makanan
11. Kaji kemempuan pasien untuk mendapatkan
 Kurang minat pada makanan
26
 Penurunan berat badan dengan asupan nutrisis yang dibutuhkan
makanan adekuat Nutrition Monitoring
 Membrane mukosa pucat 12. BB pasien dalam batas normal
 Ketidakmampuan memakan makanan 13. Monitor adanya penurunan berat badan
 Tonus otot menurun 14. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
 Mengeluh gangguan sensasi rasa dilakukan
15. Mnitor interaksi anak atau orang tua selama
 Mengeluh asupan makanan kurang dari
makan
RDA (recommended daily allowance)
16. Monitor lingkungan selama makan
 Cepat kenyang setelah makan
17. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
 Sariawan rongga mulut
selama jam makan
 Kelemahan otot pengunyah
18. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Kelemahan otot untuk menelan 19. Monitor turgor kulit
20. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
21. Monitor mual dan muntah
22. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
23. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
24. Monitor kalori dan intake nutrisi
25. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas oral
26. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.

27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang meyebabkan peradangan:
penyempitan ini bersivat berulang namun reversibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadan ventilasi yang lebih norma.
Asma dibedakan menjadi 2 jenis: Asma bronkial: Penderita asma bronkial,
hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu
binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi dan Asma kardial merupakan Asma
yang timbul karena kelainan jantung.
Dari masalah tersebut menimbulkan beberapa masalah keperawatan yang
sangat mengancam nyawa, yakni Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d mucus
dalam jumlah berlebihan peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan
brongkospasme, Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan dan
deformitas diding dada, Gangguan pertukaran gas b.d retensi karbondiaoksida,
Ketidakseimbangan nutris kurang dari kebutuhan tubuh b.d laju metabolic, dispnea
saat makan, kelemahan otot pengunyah.

B. SARAN
1. Kepada perawat atau tim kesehatan sebaiknya memberikan pengertian atau
penjelasan dan penyuluhan kepada penderita Thalasemia agar penderita mengerti
akan penyakit yang di deritanya.
2. Pencapaian penyembuhan maupun pemilih keadaan yang tepat pada waktunya di
dukung adanya kerja sama dengan klien, keluarga dan petugas kesehatan lainnya
, dalam memberikan perawatan dan pemenuhan yang sangat dibutuhkan.
3. Kepada perawat agar selalu memberikan dukungan pada keluarga.

28
DAFTAR PUSTAKA

Pusponegoro,aryono.2017.Buku Panduan BT&CLS Basic Trauma & Cardiac Life


Support.Jakarta: Yayasan Ambulans Dawat Darurat 118.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda NIC-NOC.Jogjakarta:MediaAction.

Rendra,Yus.jalan napas, ventilasi paru & penanganannya. Dari


https://www.slideshare.net/yusrendra/air-way-and-breathing-management di akses
tanggal: 18 Februari 2020.

Eka nur saadah.2010.asuhan keperawatan darurat. Dari


https://www.academia.edu/34772152/ASUHAN-KEPERAWATAN-
GAWAT-DARURAT diakses pada tanggal: 18 februari 2020.

Dexadiaz.2015.Askep Gawat Darurat Sistem Pernapasan. Dari


https://id.sribd.com/doc/279971817/askep-gawat-darurat-sitem-pernapasan
diakses tanggal 17 februari 2020.

Yolanda,H.Fika.2018.asuhan keperawatan pada klien asma bronchial dengan masalah


gangguan pertukaran gas. Dari
https://id.sribd.com/document/420609608/15120012/Hana-Fika-Yolanda-KTI-Pdf
diakses tanggal:17 Februari 2020.

Kementrian kesehatan.2018.prevalensi asma menurut provinsi. Dari


https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/prevalensi-asma-menurut-propinsi-
2018-1555042135
diakses pada tanggal 15 Februari 2020.

29

Anda mungkin juga menyukai