Anda di halaman 1dari 69

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bronkitis adalah sebuah kondisi dimana saluran bronkus mengalami inflamasi.

Saluran ini membawa udara ke paru – paru. Orang yang mengalami bronkitis sering

menderita batuk disertai lendir (mukus). Mukus merupakan cairan pelicin pada

saluran bronkial. Bronkitis juga dapat menyebabkan mengi (sebuah siulan atau suara

melengking ketika bernapas), nyeri dada atau ketidaknyamanan, demam, dan sesak

napas (1).

Klasifikasi bronkitis terdiri dari bronkitis akut dan bronkitis kronik. Karakter

bronkitis akut ditandai dengan adanya batuk dengan atau tanpa produksi sputum yang

berlangsung kurang dari 3 minggu. Bronkitis akut sering terjadi selama masa akut

akibat virus seperti influenza. Virus menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis,

dimana bakteri mencapai sekitar 10% (2; 3).

Bronkitis kronik, salah satunya adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK). ditandai dengan adanya batuk selama 3 bulan atau lebih pertahun sekurang-

kurangnya selama 2 tahun. Bronkitis kronik biasanya berkembang karena cedera yang

berulang pada saluran udara yang disebabkan oleh iritasi zat-zat yang dihirup.

Merokok merupakan penyebab paling umum, diikuti dengan paparan polutan udara

seperti sulfur dioksida atau nitrogen dioksida, pajanan iritasi pernapasan individu

yang terpapar asap rokok, iritasi paru-paru kimia, atau immunocompromised yang

memiliki peningkatan resiko mengembankan bronkitis (4).

1
Bronkitis sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan

merupakan 5 alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di negara-

negara yang memang mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak ada

perbedaan ras terhadap kejadian bronkitis ini meskipun lebih sering terjadi pada

populasi dengan status sosioekonomi rendah dan orang-orang yang tinggal di daerah

urban dan industri.

Hal mengenai insidensi penyakit terkait jenis kelamin, bronkitis lebih sering

dialami oleh pria dibandingkan wanita. Di Amerika Serikat, hingga dua pertiga pria

dan seperempat wanita mengalami bronkitis yang disertai emfisema hingga

menyebabkan kematian. Meskipun dapat ditemukan hampir pada semua usia,

bronkitis akut lebih sering didiagnosis pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun,

sementara prevalensi bronkitis kronis lebih sering terjadi pada orang tua yang berusia

lebih dari 40 tahun. Sementara itu, data epidemiologi di Indonesia itu sendiri masih

sangat minim(10;12).

Penegakan diagnosis dari bronkitis ini dapat ditegakkan dari gejala klinis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan

laboratorium. Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang

yang penting dilakukan untuk mendiagnosis penyakit ini, yaitu seperti foto thoraks,

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), bronkoskopi dan pemeriksaan

radiologi lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meninjau lebih jauh

mengenai gambaran radiologi pada bronkitis.

2
1.2 Tujuan Kegiatan

1.2.1 Mengidentifikasi masalah kesehatan pada keluarga yang menderita penyakit

bronkitis kronik serta menentukan solusi.

1.2.2 Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit

bronkitis kronik, penyebab, faktor resiko, dan pengobatan serta pentingnya

menghindari faktor pencetus agar penyakit tidak kambuh.

1.2.3 Sebagai salah satu tugas akhir dalam kepanitraan klinik Rotasi II di

Puskesmas Seberang Padang.

1.3 Manfaat Kegiatan

1.3.1 Dapat menjadi masukan kepada masyarakat, petugas puskesmas dan

khususnya keluarga sebagai upaya untuk mencegah kekambuhan penyakit dan

memberi keterangan pada pasien bahaya dan komplikasi apabila faktor

pencetus tidak dijauhi.

1.3.2 Sebagai bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam

menganalisa dan memberikan solusi pada permasalahan yang dihadapi oleh

keluarga binaan.

1.4 Metode Kegiatan

Metode yang digunakan pada kegiatan ini adalah pembinaan langsung

keluarga binaan yang berobat ke puskesmas Seberang Padang, keluarga dikunjungi

beberapa kali dalam 3 minggu. Pembinaan ini meliputi penatalaksanaan yang

komprehensif yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap masalah

penyakit bronkitis kronik di keluarga tersebut.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Respirasi

Pernafasan adalah pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju sel dan

keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel ke udara bebas. Pemakaian O 2 dan

pengeluaran CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel di dalam tubuh;

tetapi sebagian besar sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas

langsung dengan udara karena sel-sel tersebut letaknya sangat jauh dari tempat

pertukaran gas tersebut. Karena itu, sel-sel tersebut memrlukan struktur tertentu

untuk menukar maupun mengangkut gas-gas tersebut(4).

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah rongga

hidung (cavum nasi), faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru-paru.

Saluran nafas ini terbagi atas saluran nafas bagian atas dan bawah. Saluran nafas atas

terdiri dari rongga hidung (cavum nasi) dan faring yang terbagi atas nasofaring,

orofaring, dan laringofaring. Sementara itu saluran nafas bagian bawah terdiri dari

laring, yang merupakan batas saluran nafas atas dan bawah, trakea, bronkus,

bronkiolus, serta alveolus yang berada di paru-paru(24).

Gambar 2.1. Anatomi Saluran Pernafasan

4
Bagian masing-masing dari saluran nafas atas dan bawah ini dijelaskan

sebagai berikut(13):

1) Saluran nafas atas

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga

hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar

sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi

menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu,

terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel

kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai

banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di

sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua

lubang yang disebut choana.

Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput

lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga

hidung.

b. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan

percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofaring) pada bagian

depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.

Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat

terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan

menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil

5
berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena

saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian,

saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara

tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.

Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar

masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga

menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara percakapan.

c. Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di

leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan

kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga

bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke

saluran pernapasan.

Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di

dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang

tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-

cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung

bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru

(alveolus).

d. Pangkal Tenggorokan (laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring

berada diantara orofaring dan trakea, didepan laringofaring. Salah satu tulang

6
rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal

laring.

Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis

pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara

pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai

tempat keluar masuknya udara.

Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk

jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok

(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal

tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok

terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru,

misalnya pada waktu kita bicara.

2) Saluran Nafas Bawah

Pemisah saluran nafas atas dan bawah adalah laring yang kemudian akan

menuju trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus yang terdapat di paru-paru.

a. Trakea

Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang

rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan  oleh membran

fibroelastic menempel pada dinding depan esofagus.

b. Bronkus

Merupakan percabangan trakea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut

carina. Bronkus kanan lebih pendek, lebar, dan lebih dekat dengan trakea

dibandingkan dengan bronkus kiri. Bronkus kanan bercabang menjadi lobus

7
superior, medius, dan inferior sedangkan bronkus kiri terdiri dari lobus superior dan

inferior.

c. Paru

Merupakan  jalinan atau susunan bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus

respiratorius, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.

Gambar 2.2. Anatomi Saluran Nafas Bawah (www. innerbody.com)

2.2 Fisiologi Sistem Pernafasan

Keadaan fisiologi paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses

ventilasi, distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi

pada orang tersebut dalam keadaan normal (jantung dan paru tanpa beban kerja

yang berat) menghasilkan tekanan aerosol gas darah arteri ( PaO2 sekitar 96

mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg) yang normal. Tekanan parsial ini

diupayakan dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang berbeda,

yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada

beban kerja (exercise) 2000-3000 mL/Menit(6).

8
Respirasi adalah suatau proses pertukaran gas (pengambilan oksigen dan

emilinasi karbondioksida). Pertukaran gas memerlukan empat proses yang

mempunyai ketergantungan satu sama lain(6) :

1. Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi

2. Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran

darah

3. Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan CO2

4. Proses yang berkaitan dengan regulasi pernafasan.

Gambar 2.3. Fisiologi Pernafasan

(www. virtualmedicalcentre.com)

Secara anatomi sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (nasal

caviti, oral cavity, pharynx, epiglotis, larynx) dan bagian bawah (trachea,

bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus

terminalis, bronchiolus respiratorius, alveolus).

9
Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi yaitu : ventilasi, perfusi,

dan difusi (6; 7).

1) Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru.

Ventilasi paru mencakup gerakan dasar atau kegiatan bernafas atau

inspirasi dan ekspirasi. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya

perbedaan tekanan antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, di mana

pada saat inspirasi tekanan intrapleural lebih negatif (752 mmHg) dari pada

tekanan atmosfer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.

Hukum Boyle’s :

Jika volume meningkat maka tekanan menurun

Jika volume menurun maka tekanan meningkat

a. Inspirasi yang Bersifat Aktif

Selama inspirasi terjadi kontraksi otot diafragma dan intercosta

eksterna, hal ini akan meningkatkan volume intrathorak sehingga akan

menurunkan tekanan intratorak dan tekanan intrapleural semakin

negatif. Hal ini membuat paru mengembang dan tekanan intrapulmoner

menjadi semakin negatif sehingga udara masuk ke paru-paru.

b. Ekspirasi yang Bersifat Pasif

Selama ekspirasi terjadi relaksasi otot diafragma dan interkosta

eksterna, hal ini akan menurunkan volume intratorak dan meningkatkan

tekanan intratorak. Hal ini menyebabkan tekanan intrapleural semakin

10
positif dan paru-paru mengempis sehingga tekanan intrapulmonal

menjadi makin positif dan udara keluar dari paru-paru.

Ventilasi tergantung pada faktor :

 Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas

akan menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru.

 Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan.

 Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru

 Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal

interkosta, internal interkosta, otot abdominal.

2) Perfusi paru

Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk

dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang

mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung. Darah ini

memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran

oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru

merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan

dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat

dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan

darah sistemik.

Adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan

ventilasi dan perfusi. Pada orang dewasa sehat pada saat istirahat ventilasi

alveolar (volume tidal = V) sekitar 4,0 lt/menit, sedangkan aliran darah

11
kapiler pulmonal (Q) sekitar 5,0 lt/menit, sehingga rasio ventilasi dan

perfusi adalah :

Alveolar ventilasi (V) = 4,0 lt/mnt = 0,8

Aliran darah kapiler pulmonar(Q) 5,0 lt/mnt

Besarnya rasio ini menunjukkan adanya keseimbangan pertukaran gas.

Misalnya jika ada penurunan ventilasi karena sebab tertentu maka rasio

V/Q akan menurun sehingga darah yang mengalir ke alveolus kurang

mendapatkan oksigen. Demikian halnya dengan jika perfusi kapiler

terganggu sedangkan ventilasinya adekuat maka terjadi penigkatan V/Q

sehingga daya angkut oksigen juga akan rendah.

3) Difusi

Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area

konsentrasi rendah. Oksigen terus menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke

dalam aliran darah dan karbondioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam

alveoli. Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membran kapiler.

Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses difusi.

Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan

parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk

dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg

sedangkan alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

2.3 Defenisi Bronkitis

Bronkitis adalah penyakit respiratorius di mana membran mukosa pada jalur

bronkus di paru-paru mengalami inflamasi. Karena mukosa bronkus tersebut

12
membengkak (edema) dan menebal sehingga akan mempersempit saluran nafas yang

menuju paru-paru. Hal ini dilihat dari gejala batuk yang diikuti pengeluaran dahak

dan dapat juga disertai keluahn lainnya seperti sesak nafas. Bentuk dari penyakit ini

terdiri dari 2 bentuk, yaitu bronkitis akut (berlangsung kurang dari 3 minggu) dan

bronkitis kronik yang frekuensinya hilang timbul selama periode lebih dari 2 tahun(8).

2.4 Klasifikasi

1) Bronkitis Akut

Bronkitis akut biasanya terjadi dalam waktu yang cepat (kurang dari 3

minggu) dan membaik dalam beberapa minggu. Bentuk dari bronkitis akut ini

sering menyebabkan serangan batuk dan produksi sputum yang dapat juga

disertai oleh infeksi saluran nafas atas. Dalam beberapa kasus, virus

merupakan penyebab tersering infeksi walaupun terkadang bakteri juga dapat

menyebabkannya. Jika kondisi seseorang tersebut baik, maka proses

peradangan membran mukosa tersebut akan pulih dalam beberapa hari(8;9).

2) Bronkitis Kronik

Secara klinis didefinisikan sebagai batuk harian dengan produksi sputum

selama paling kurang selama 3 bulan dalam periode waktu 2 tahun. Bronkitis

kronik ini merupakan gangguan jangka panjang yang serius yang sering

membutuhkan pengobatan medis secara teratur. Pada bronkitis kronis terdapat

inflamasi dan pembengkakan pada dinding lumen saluran nafas yang

menyebabkan penyempitan dan obstruksi jalur udara yang masuk. Inflamsi ini

akan merangsang produksi mukus di mana menyebabkan obstruksi saluran

13
nafas yang lebih berat lagi dan akan meningkatkan resiko infeksi oleh bakteri

pada paru-paru.(9;10)

2.5 Epidemiologi

Di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi penyakit bronkitis. Sebagai

pembanding, berdasarkan estimasi dari National Center for Health Statistics tahun

2006 di Amerika Serikat, terdapat sekitar 9,5 juta orang atau 4% dari jumlah

populasinya didiagnosis mengalami bronkitis kronik. Data statistik ini masih di

bawah taksiran dari prevalensi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yaitu sebesar

50%. Hal ini dikarenakan tidak tercatatnya laporan gejala dan kondisi bronkitis ini

masih belum terdiagnosis.(11;14)

Overdiagnosis terhadap bronkitis kronik sebaiknya perlu dilakukan oleh para

klinisi. Bagaimanapun juga istilah bronkitis sering dianggap sebagai peradangan paru

yang tidak spesifik serta gejala batuk yang dialami bersifat self-limiting atau sembuh

sendiri sehingga kriteria diagnosisnya tidak ditemukan dan menyebabkan

insidensinya terus meningkat.(11)

Dalam sebuah studi, bronkitis akut diderita oleh 44 dari 1000 orang dewasa

setiap tahunnya, dan 82% episodenya terjadi pada musim gugur atau dingin.

Perbandingannya yaitu 91 juta kasus influenza, 66 juta kasus deman flu biasa, dan 31

juta kasus dengan infeksi saluran nafas atas lainnya yang terjadi pada tahun itu.(11)

. Bronkitis akut sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan

merupakan 5 alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di negara-

negara yang memang mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak ada

perbedaan ras terhadap kejadian bronkitis ini meskipun lebih sering terjadi pada

14
populasi dengan status sosioekonomi rendah dan orang-orang yang tinggal di daerah

urban dan industry. (11;18)

Hal mengenai insidensi penyakit terkait jenis kelamin, bronkitis lebih sering

dialami oleh pria dibandingkan wanita. Di Amerika Serikat, hingga dua pertiga pria

dan seperempat wanita mengalami emfisema hingga menyebabkan kematian.

Meskipun dapat ditemukan hampir pada semua usia, bronkitis akut lebih sering

didiagnosa pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun, sementara prevalensi

bronkitis kronis lebih sering terjadi pada orang tua yang berusia lebih dari 50 tahun.

Sementara itu, data epidemiologi di Indonesia itu sendiri masih sangat minim.(13;16)

2.6 Gejala Klinis

Batuk merupakan gejala klinis yang sering diamati. Bronkitis akut mungkin

akan sulit dibedakan dari infeksi saluran nafas atas lainnya pada beberapa hari

pertama. Meskipun demikian, jika batuk berlangsung lebih dari 5 hari maka bisa

diarahkan sebagai penyakit bronkitis akut.(12;16)

Pasien dengan bronkitis akut, dapat biasanya dapat terjadi selama lebih dari 10-

20 hari. Produksi sputum hampir dialami pada seluruh orang yang mengeluhkan

batuk akibat bronkitis akut ini. Warna sputum biasanya jernih, kuning, hijau, atau

bahkan seperti seperti warna darah. Sputum purulen dilaporkan pada 50% orang

dengan bronkitis akut. Perubahan warna sputum dikarenakan pelepasan peroksidase

oleh leukosit dalam sputum. Karena itulah, warna sputum tidak dapat menjasi

indikator terhadap adanya infeksi bakteri. (12)

Demam bukan merupakan tanda khas dan biasanya ketika disertai dengan batuk

akan lebih mengarah pada influenza ataupun pneumonia. Mual, muntah, dan diare

15
jarang dikeluhkan. Kasus yang berat mungkin akan menyebabkan malaise dan nyeri

dada. Ketika keluhan berat hingga mengenai trakea, gejala dengan sensasi terbakar

pada daerah substernal akan dirasakan dan nyeri dada berhubungan pada saat batuk

serta proses bernafas.(18;21)

Sesak nafas dan sianosis tidak teramati pada penyakit bronkitis ini kecuali

pasien memiliki penyakit paru obstruktif kronik ataupun kondisi lainnya yang

mengganggu fungsi paru. Gejala lain dari bronnkitis akut ini meliputi nyeri

tenggorokan, hidung berair atau tersumbat, nyeri kepala, nyeri otot dan kelelahan.
(12;18)

2.7 Patofisiologi

Selama episode bronkitis akut, jaringan yang melapisi lumen bronkus megalami

iritasi dan membran mukosa menjadi hiperemis dan edema sehingga mengganggu

fungsi mukosiliar bronkus. Akibatnya, saluran nafas menjadi menjadi sempit akibat

debris dan proses inflamasi. Respon akibat produksi mukus yang banyak ini akhirnya

ditandai dengan batuk produktif(12;18).

Dalam kasus pneumonia mycoplasma, iritasi bronkus menyebabkan perlekatan

organisme (Mycoplasma pneumonia) pada mukosa saluran respirasi yang akan

membuat sekresi mukosa semakin kental. Bronkitis akut biasanya berlangsung

kurang lebih 10 hari. Jika inflamasinya terus berlajut ke bawah hingga ujung cabang

bronkus, bronkiolus dan kantung alveolus, maka akan menyebabkan

bronkopneumonia(12).

Bronkitis kronik dihubungkan dengan produksi mukus yang berlebihan

sehingga menyebabkan batuk berdahak selama lebih dari 3 bulan atau lebih dalam

16
periode waktu minimal 2 tahun. Epitel alveoli merupakan target maupun tempat awal

inflamasi pada bronkitis kronik(10).

Infiltrasi netrofil dan distribusi perubahan jaringan fibrotik peribronkial

disebabkan oleh aktivitas dari interleukin 8 (IL-8), colony-stimulating factors, dan

kemotaktik serta sitokin proinflamatori lainnya. Sel epitel saluran nafas akan

melepaskan mediator inflamasi ini sebagai respon terhadap toksin, agen infeksi, dan

stimulus inflamasi lainnya serta untuk mengurangi pelepasan produk regulasi seperti

angiotensin-converting enzim ataupun endopeptidase(10;13).

Bronkitis kronik dapat dikatagorikan sebagai bronkitis kronik sederhana,

bronkitis mukopurulen kronik, ataupun bronkitis kronik yang disertai obstruksi.

Produksi sputum (industri) menandakan adanya bronkitis kronik sederhana. Produksi

sputum purulen yang persisten ataupun berulang tanpa adanya penyakit supuratif

lokal seperti bronkiektasis, menunjukkan adanya bronkitis mukopurulen kronik(10;19).

Bronkitis kronik dengan obstruksi harus dibedakan dengan asma. Perbedaannya

dibedakan berdasarkan riwayat penyakit di mana pasien yang dikatakan mengalami

bronkitis kronik dengan obstruksi memilki riwayat batuk produktif yang lama dan

onset mengi (wheezing) yang munculnya belakangan, sementara pasien yang

memiliki asma dengan obstruksi kronik lebih dulu mengalami mengi (wheezing)

dibandingkan batuk produktif(19).

Bronkitis kronik dapat terjadi akibat serangan dari bronkitis akut berulang atau

dapat juga muncul perlahan-lahan karena merokok berat atau inhalasi dari udara yang

terkontaminasi oleh polutan di lingkungan. Jika orang tersebut lebih sering batuk

daripada biasanya, kemungkinan lapisan bronkus yang menghasilkan lendir (mukus)

17
sudah mengalami penebalan dan penyempitan saluran nafas yang menyebabkan sulit

untuk bernafas. Karena fungsi silia untuk menyaring udara bersih dari zat iritan dan

benda asing terganggu, saluran bronkus akan cenderung mengalami infeksi lebih jauh

hingga menyebabkan kerusakan jaringan(10;15).

Gambar 2.4. Proses Peradangan pada Bronkitis

2.8 Diagnosis

1. Anamnesa

Anamnesis bertujuan untuk mendapatksan gejala sebagai berikut(15;20;21):

a. Batuk berdahak.

Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya

pasien mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi

1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid,

jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.

b. Sesak nafas

18
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat.

Terutama pada musim dimana udara dingin dan berkabut.

c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).

d. Wheezing (mengi).

Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak progresif

lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut

e. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu

hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri

tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik,

kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa

minggu

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik bisa di dapatkan(19;20;21):

1)    Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun

inspirasi disertai bising mengi.

2)    Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter

anteroposterior dada meningkat).

3)    Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.

4)    Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih

rendah, pekak jantung berkurang.

19
5)    Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di

pinggir sternum.

6)    Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan

peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki

3. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah

sebagai berikut: (19;20;21)

1. Cultures dan Staining.

Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza, Mycoplasma

pneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika organisme ini diduga. Metode

kultur dan tes imunofluoresensi telah dikembangkan untuk diagnosis

laboratorium pneumoniae infection dengan mendapatkan usap tenggorokan.

Kultur dan gram stainning dari dahak sering dilakukan, meskipun tes ini

biasanya tidak menunjukkan pertumbuhan atau flora saluran pernapasan

normal. Kultur darah dapat membantu jika superinfeksi bakteri dicurigai.

2. Kadar Procalcitonin. 

Kadar  procalcitonin mungkin berguna untuk membedakan infeksi bakteri dari

infeksi nonbakterial. Penelitian telah menunjukkan bahwa tes tersebut dapat

membantu terapi panduan dan mengurangi penggunaan antibiotik

3. Sitologi sputum.

Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.

4. Radiografi Dada. 

20
Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik temuan pemeriksaan

menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak memiliki tanda-tanda

pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat dibenarkan pada pasien, bahkan

tanpa tanda-tanda klinis lain infeksi. Pemeriksaan radiologi Ada hal yang

perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis

yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang

bertambah ataupun tramline shadow yang menunjukkan adanya penebalan

dinding bronkus.

5. Bronkoskopi.

Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan adanya aspirasi

benda asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis lainnya dari pohon

trakeobronkial dan paru-paru.

6. Tes Influenza.

Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti bahwa untuk

pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.

7. Spirometri. 

Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut sering

memiliki bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar dalam volume

ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya menyelesaikan lebih 4-

6 minggu.

8. Laringoskopi. 

Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.

9. Temuan histologis.

21
Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan submukosa, edema, fibrosis

peribronchial, busi lendir intraluminal, dan otot polos peningkatan temuan

karakteristik di saluran udara kecil pada penyakit paru obstruktif kronis

2.9 Gambaran Radiologis Bronkitis

1. Bronkitis akut

Radang akut bronkus berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas.

Penyakit ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan komplikasi. Juga tidak

terdapat gambaran roentgen yang positif pada keadaan ini. Tetapi foto

roentgen berguna jika ada komplikasi pneumonitis pada penderita dengan

infeksi akut saluran nafas. Gejala biasanya hebat(21).

1. Bronkitis kronik

Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada

foto thoraks. Acapkali berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorik sudah

dapat ditegakkan diagnosisnya. Pada foto hanya tampak corakan yang ramai

di bagian basal paru. Gambaran radiogram bronkitis kronik hanya

memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya tidak spesifik.

Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru

oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal

paru ini dapat merupakan variasi normal foto thoraks. Tidak ada kriteria yang

pasti untuk menegakkan diagnosis bronkitis kronik pada foto thoraks biasa.

Penyakit ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, misalnya asma,

infeksi, dan lain-lain(22).

22
Infeksi merupakan penyebab kedua tersering terjadinya bronkitis kronik.

Infeksi ini dapat spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit bronkitis kronik dan

emfisema ternyata selalu berhubungan dengan bronkitis asma oleh adanya

spasme bronkus(22).

Cor pulmonale kronik umumnya disebabkan oleh penyumbatan emfisema

paru yang kronik dan sering ditemukan pada bronkitis asma kronik(22).

Bronkitis kronik secara radiologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan,

sedang, dan berat. Pada golongan yang ringan ditemukan corakan paru yang

ramai di bagian basal paru. Pada golongan yang sedang, selain corakan paru

yang ramai, juga terdapat emfisema dan kadang-kadang disertai bronkiektasis

di pericardial kanan dan kiri, sedangkan golongan yang berat ditemukan hal-

hal tersebut di atas dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi bronkitis

kronik(22).

Beberapa gambaran radiologi bronkitis dapat diperlihatkan sebagai berikut:

a. Thorak

Terdapat sekitar 50% penderita bronchitis kronik memiliki gambaran

roentgen thoraks normal. Jika terdapat abnormalitas pada foto thoraks,

biasanya tanda yang ditemukan adalah akibat adanya emfisema, superimpos

infeksi ataupun kemungkinan terjadinya bronkiektasis.

Gambaran radiologi yang mendukung adanya bronchitis kronik adalah

dengan ditemukannya gambaran “dirty chest”. Hal ini ditandai dengan

terlihatnya corakan bronkovaskular yang ramai. Gambaran opasitas yang

kecil mungkin akan terlihat pada semua tempat di seluruh lapangan paru

23
namum penilaian gambaran ini bersifat subjektif. Terdapat beberapa

korelasi antara bronchitis kronik dengan adanya edema perivascular dan

peribronkial, inflamasi kronik dan fibrosis. Jika gambaran ini terlihat jelas,

dengan beberapa bayangan linear dan opasitas nodular yang berat, maka

gambarannya akan mirip dengan fibrosis interstisial, limfangitis karsinoma,

maupun bronkiektasis.

Gambaran tramline maupun tubular shadow yang tipis lebih mengarah pada

bronkiektasis namun gambaran ini dapat dialami oleh penderita bronchitis

kronik. Opasitas ini berhuubungan dengan hilus dan kejelasannya akan

didemonstrasikan dengan tomografi. Namun sekali lagi, penyakit ini hanya

bersifat mengarahkan dan bukan mejadi prosedur diagnostik.

 Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai

terbentuknya jaringan fibrotik pada bronkus dan percabangannya, maka

corakan bronkovaskular akan terlihat ramai dan konturnya irregular. Ini

merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling sering ditemukan pada

foto thoraks(23).

Gambar 2.5. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan bronkuvaskular


yang ramai hingga menuju percabangan perifer di paru

24
 Gambaran Tubular Shadow menunjukkan adanya bayangan garis-garis

yang paralel keluar dari hilus menuju basal paru dari corakan paru yang

bertambah

Gambar 2.6. Adanya gambaran tubular shadow pada bronkitis kronik

 Gambaran berupa tramline shadow berupa garis parallel akibat penebalan

dinding bronkus yang juga menjadi gambaran khas bronkiektasis.

Gambar 2.7. Tramline appearance terlihat sepanjang pinggiran bayangan jantung

25
 Struktur bronkovaskular yang irreguler

Gambar 2.8. Sisi lapangan paru kiri atas yang diperbesar menunjukkan struktur
bronkovaskuler yang irregular dengan diameter yang bervariasi.

Gambar 2.9. Menunjukkan foto thoraks yang diperbesar dari bagian kiri paru. Garis
yang membujur secara kranio-kaudal adalah batas medial skapula. Anak panah
menunjukkan pola stuktur bronkovaskular dengan pola irregular.

 Corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema

26
Gambar 2.10 Foto thoraks laki-laki yang memilki riwayat merokok lama. Terlihat
adanya corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema. Volume paru tampak
membesar, sela iga melebar, dan difragma mendatar.
Helms & William (2007)

b. Computed tomography (CT) scan

 Gambaran tremline shadow appearance berupa garis paralel sejajar akibat

penebalan dinding bronkus dan dilatasi bronkus ringan akibat peradangan

bronkus.

Gambar 2.11. Terlihat adanya tramline appearance

27
 Penebalan dinding bronkus akibat bronkitis kronis berdasarkan gambaran

Computed Tomography (CT) scan juga terlihat pada panah merah dan

lendir di dalam bronkus pada panah kuning berikut:

Gambar 2.12. Gambaran CT-Scan Thoraks Bronkitis Kronik

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki kondisi

tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor risiko dan

mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam penatalaksanaan umum

ini adalah pendidikan buat penderita untuk mengenal penyakitnya lebih baik,

menghindari polusi, menghentikan kebiasaan merokok, menghindari infeksi saluran

napas, hidup dalam lingkungan yang lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi

kebutuhan cairan.6

28
Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan

komplikasi.Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan

rehabilitasi.6,

Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti10 :

o Mengurangi kelebihan lendir

o Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ;

o Memfasilitasi penghapusan lendir

o Modifikasi batuk

Tujuan ini dapat dicapai oleh sejumlah farmakologis dan sarana nonfarmakologis

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan penyakit

adalah10:

 Menghentikan kebiasaan merokok.

 Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko

terjadinya iritasi saluran napas.

 Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak terjadi

eksaserbasi akut.

Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih reversibel dapat

dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari penyakit berlanjut menjadi

kelainan yang ireversibel dapat dilakukan.

1. Non medikamentosa

a. Berhenti merokok dapat meningkatkan batuk pada banyak pasien dengan

bronkitis kronik dengan meningkatkan fungsi mukosiliar dan sel goblet

29
dengan menurunkan hiperplasia. Berhenti merokok juga telah terbukti

mengurangi cedera saluran napas dan menurunkan kadar lendir di dikelupas

sel tracheobronchial dahak dibandingkan dengan mereka yang terus merokok.

Sebuah studi lanjutan longitudinal besar ditemukan bahwa tingkat kejadian

CB jauh lebih tinggi di saat perokok dibandingkan dengan mantan perokok.16

Merokok merupakan penyebab utama PPOK dan berhenti merokok

merupakan terapi yang sejauh ini dapat mengurangi progeresiviti penyakit.

Proses inflamasi di jaringan masih terus berlangsung walaupun sudah berhenti

merokok. Kecanduan nikotin merupakan masalah utama yang menjadi target

terapi. Terapi pengganti nikotin hanya menunjukkan keberhasilan 5-15%. Saat

ini sedang dikembangkan vaksin yang mampu menetralisir nikotin dalam

darah. Jorenby dkk. menemukan Bupropion yang merupakan suatu anti

depresan cukup berhasil bila digunakan sebagai terapi berhenti merokok.

Pemberian bupropion selama 6-9 minggu memberikan keberhasilan berhenti

merokok sebesar 18% dibandingkan dengan nikotin skin patch 9% dan

plasebo 6%. Obat ini ditoleransi dengan baik dan hanya menimbulkan efek

samping berupa serangan epilepsi sekitar 0,1% pada penderita. 10

b. Rehabilitasi

Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi

pekerjaan. Fisioterapi dilakukan untuk mobilisasi dahak, latihan bernapas

menggunakan otot-otot dinding perut sehingga didapatkan kerja napas yang

efektif. Latihan relaksasi berguna untuk menghilangkan rasa takut dan cemas

30
dan mengurangi kerja otot yang tidak perlu. Rehabilitasi psikis perlu untuk

menghilangkan rasa cemas dan takut. 10

2. Medikamentosa

a. Mukolitik dan ekpetorat

Guaifenesin bekerja dengan peningkatan vagally dimediasi dalam jalan

napas. Meskipun telah ditunjukkan penggunaan jangka panjang umum

guaifenesin belum terbukti bermanfaat dalam COPD atau bronkitis kronik.


16

b. Methylxanthines and Short-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists

(SABA)

Keduanya meningkatkan mucus clearance oleh beberapa mekanisme :

 Meningkatkan napas diameter luminal

 Meningkatkan frekuensi beat silia melalui peningkatan intraseluler

adenosin siklik monofosfat tingkat

 Meningkatkan lendir hidrasi dengan merangsang sekresi saluran

napas Cl- melalui aktivasi fibrosis kistik transmembran

regulator

Ini menurunkan viskositas mukus, memungkinkan untuk transportasi lebih

mudah dengan silia pernafasan. Pada percobaan dalam model hewan,

jangka pendek b-agonis dikaitkan dengan up regulation clearance

mukosiliar. Demikian pula , methylxanthines meningkatkan mukosiliar

tidak hanya melalui properti bronchodilatory mereka tetapi

31
juga dengan merangsang frekuensi silia beat, menambah saluran napas

transport ion epitel untuk meningkatkan lendir hidrasi dan mempromosikan

sekresi lendir di saluran udara lebih rendah. Studi klinis theophylline di CB

telah menunjukkan fungsi paru-paru meningkat tapi tidak ada perubahan

konsisten dalam batuk dan produksi sputum.16

c. Long-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists

Efek dari long-acting - b adrenergik agonis reseptor ( LABAs )

pada fungsi mukosiliar telah dikaitkan dengan manfaatnya

efek pada fungsi paru-paru. LABAs juga mengurangi hiperinflasi

dan meningkatkan arus puncak ekspirasi, yang penting

komponen batuk. Bukti in vitro menunjukkan salmeterol yang dapat

merangsang ciliary beat frekuensi. Demikian pula, formoterol secara

signifikan meningkatkan bersihan mukosiliar dibandingkan dengan plasebo

pada pasien dengan bronchitis.10,16

d. Anticholinergics

Antikolinergik yang bekerja pada reseptor muscarinic dipercaya dapat

membantu mukus clearance oleh peningkatan diameter luminal

dan dengan menurunkan permukaan dan submukosa kelenjar sekresi

musin. Mereka juga dipercaya untuk memfasilitasi lendir batuk –induced

clearance. Namun, antikolinergik mungkin bisa mengeringkan saluran

nafas dengan depleting lendir permukaan saluran napas, sehingga membuat

pengeluaran dahak lebih sulit. In vivo , literatur

tidak mendukung penggunaan antikolinergik untuk pengobatan

32
CB. Bromide Ipratropium telah ditunjukkan untuk mengurangi kuantitas

dan tingkat keparahan batuk di bronchitics kronis namun tidak

efektif dalam meningkatkan pembersihan mukosiliar pada PPOK . di

sebuah studi dari 470 pasien dengan FEV1 39 % diprediksi , tiotropium

meningkatkan fungsi paru-paru , tetapi tidak mempengaruhi gejala batuk.

Dalam studi lain dari 39 pasien dengan COPD , tiotropium berkurang

jumlah batuk , tapi mukosiliar tidak diperbaiki.16

e. Glucocorticoids

Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi peradangan dan

produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi menurunkan

hiperplasia sel goblet. Deksametason juga telah terbukti menurunkan epitel

ekspresi gen musin gen MUC5AC di sel epitel bronkial manusia. Mereka

juga dapat mempercepat pembersihan mukosiliar. Kortikosteroid inhalasi

dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan kualitas -hidup

skor pada PPOK.10

f. Phosphodiesterase-4 Inhibitors

Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan menurunkan peradangan

dan membuat relaksasi otot polos saluran napas dengan mencegah

hidrolisis adenosin monofosfat siklik untuk tidak aktif. Cilomilast dan

roflumilast adalah second generation sangat spesifik PDE - 4 inhibitor .

Sebuah metaanalisis dari 23 acak uji coba roflumilast atau cilomilast

dibandingkan dengan placebo menemukan bahwa pengobatan dengan

33
inhibitor PDE - 4 hanya sedikit meningkat FEV1 ( 45.59 ml , 95 % CI ,

39,1-52,03 ) tetapi mengurangi kemungkinan eksaserbasi ( OR , 0,78 , 95

% CI,0,72-0,85). Roflumilast signifikan meningkatkan prebronchodilator

FEV1 dan penurunan tingkat sedang sampai parah eksaserbasi dalam uji

coba secara acak pasien dengan COP . Dibandingkan dengan plasebo ,

roflumilast menurun eksaserbasi sebesar 17 % ( 95 % CI , 8-25 % )

( 109 ) . Dalam dua uji coba 24 - minggu, 933 pasien dengan PPOK sedang

sampai berat secara acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah salmeterol

atau salmeterol saja , dan 743 pasien secara acak ditugaskan untuk

roflumilast ditambah tiotropium atau tiotropium saja. Jadi, pada bronkitis

kronik PDE - 4 inhibitor mungkin memainkan peran preventif dalam

mencegah perkembangan eksaserbasi pada pasien dengan CB dan COPD.10

g. Antioksidan

Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang terpolusi

mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.

Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-radikal

anion superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida

yang diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan

menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap jaringan paru dan

menekan efek radikal bebas dari asap rokok. N-asetilsistein merupakan

suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.

Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan

parenkim paru oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di

34
samping sebagai anti oksidan, obat ini bersifat mukolitik yaitu

mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah dikeluarkan. Pemberian N-

asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis kronik

memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi sputum,

banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna. 16

h. Antibiotik

Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien

bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti –

inflamasi Dan mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan bronkitis

kronik. Mereka telah Terbukti dapat menghambat sitokin proinflamasi ,

menurunkan neutrofil Pecah , menghambat Migrasi Dan peningkatan

apoptosis, eosinophilic menurunkan peradangan, meningkatkan

Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet sekresi. Dan penurunan

bronkokonstriksi. 16

TABLE 4. SUMMARY OF THERAPEUTIC INTERVENTIONS FOR CHRONIC


BRONCHITIS
Intervention Mechanism of Action
Improves mucociliary function, decreases goblet
Smoking cessation
cell hyperplasia
Physical measures (chest PT, Augments shear stresses to improve mucociliary
HFCWO, flutter valve) clearance
Expectorants Vagally mediated increase in airway secretions
Mucolytics (hypertonic saline, Rehydration of airway mucus, hydrolysis of mucus
dornase alpha) DNA
Improves lung function, increases ciliary beat
Methylxanthines
frequency
Improves lung function, increases ciliary beat
SABA
frequency
Improves lung function, increases ciliary beat
LABA
frequency, reduces hyperinflation, improves PEF

35
TABLE 4. SUMMARY OF THERAPEUTIC INTERVENTIONS FOR CHRONIC
BRONCHITIS
Intervention Mechanism of Action
Anticholinergics Improves lung function, decreases mucus secretion
Glucocorticoids Reduces inflammation and mucus production
PDE-4 inhibitors Reduces inflammation, improves lung function
Breaks down mucin polymers, reduces mucus
Antioxidants
production
Macrolides Reduces inflammation, reduces goblet cell secretion

Tabel Obat-obatan yang digunkan pada Bronkitis Kronik

Obat Inhaler (µg) Larutan Oral Vial Durasi


Nebulizer injeksi (jam)
(mg/ml) (mg)
Adrenergik (β2-agonis)
Fenoterol 100-200 (MDI) 1 0,5% (sirup) 4-6
Salbutamol 100, 200 MDI&DPI 5 5mg (pil), 0,1 ; 0,5 4-6
0,24% (sirup)
Terbutaline 400,500 (DPI) 2,5 ; 5 (pil) 0,2; 4-6
0,25
Formoterol 4,5-12 MDI&DPI 12+
 Salmeterol 25-50 MDI&DPI  12+
Antikolinergik
Ipatropium bromide 20,40(MDI) 0,25-0,5 6-8

Oxitropium bromide 100 (MDI) 1,5 7-9

Tiotropium 18(DPI) 24+

Methylxanthines
Aminophylline 200-600mg 240mg 24
(pil)
Theophylline 100-600mg 24
(pil)
Kombinasi adrenergik & antikolinergik
Fenoterol/Ipatropium 200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8
Salbutamol/Ipatropium 75/15 (MDI) 0,75/4,5 6-8
Inhalasi Glukortikosteroid
Beclomethasone 50-400(MDI&DPI) 0,2-0,4

36
Budenosid 100,200,400(DPI) 0,20, 0,25, 0,5
Futicason  50-500(MDI &DPI)
Triamcinolone 100(MDI) 40  40
Kombinasi β2 kerja panjang plus glukortikosteroid  dalam satu inhaler
Formoterol/ 4,5/160; 9/320
Budenoside (DPI) 
50/100,250,500(DPI)
Salmoterol/Fluticasone
25/50,125,250(MDI)
Sistemik Glukortikosteroid
Prednisone 5-60 mg(Pil)
4, 8 , 16 mg
Methy-Prednisone (Pil)

2.11 Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita

berhadapan dengan pasien bronkitis(17) :

1) Tuberkulosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa

bronkitis )

2) Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar )

3) Penyakit paru penyebab hemoptosis misalnya karsinoma paru)

4) Fistula bronkopleural dengan emfisema

Namun berdasarkan kemiripan gambaran radiologi, bronkiektasis dapat

menjadi diagnosis banding dari bronkitis kronik ini. Gambaran khas bronkiektasis

yang berupa tramline shadow pada foto thoraks juga dapat ditemukan pada bronkitis

kronik.

37
Gambar 2.13. Terlihat gambaran foto CT-Scan dan thoraks bronkiektasis. Gambaran
tramline appearance tampak pada foto thoraks.

2.14 Gambaran tuberkulosis paru primer yang menunjukkan adanya penebalan hilus

38
Gambar 2.15. Karsinoma Bronkus. Tampak tumor primer pada hilus kiri. Nodul pada
soft tissue merupakan proses metastasis

39
BAB 3

KELUARGA BINAAN

3.1 Pengenalan Keluarga Binaan

Keluarga Tn. Z merupakan keluarga yang kami pilih untuk dijadikan keluarga

binaan yang merupakan salah satu aktivitas yang diwajibkan saat menjalani Rotasi II

di Puskesmas Seberang Padang. Kami mengenal keluarga ini berawal dari kunjungan

Tn. ke Puskesmas Seberang Padang. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan

fisik kami mendiagnosis pasien dengan diagnosis kerja bronkitis kronik eksaserbasi

akut. Penyakit pasien bukan termasuk penyakit menular namun penderita bronkitis

kronik memiliki faktor resiko menderita komplikasi lain pada dirinya. Hal-hal yang

kami lakukan antara lain:

 Melakukan home visit beberapa kali

 Melakukan evaluasi permasalahan pada keluarga tersebut secara holistik

 Memberi edukasi pemecahan masalah serta diskusi tentang permasalahan

yang dialami keluarga tersebut.

Berikut berupa informasi yang kami peroleh mengenai anggota keluarga binaan kami:

No Nama Jenis Kelamin Usia Status Pendidikan Pekerjaan


(tahun)
1 Tn. Z Laki-laki 72 Pasien SMA Tidak bekerja
2 Ny. A Perempuan 70 Istri SMP Tidak bekerja
3 Tn. SA Laki-laki 47 Menantu SMA Berdagang
4 Ny. AD Perempuan 46 Anak SMA Ibu Rumah Tangga
5 Tn. D Laki-laki 58 Menantu SMA Berdagang
6 Ny. ZE Perempuan 56 Anak SMA Berjualan nasi
7 An. P Laki-laki 12 Cucu Pelajar SD Pelajar
8 An. KRN Laki-laki 5 Cucu Belum Tidak Ada
Sekolah

40
3.2 Identifikasi Permasalahan

Identifikasi permasalahan pada keluarga ini kami telusuri berdasarkan beberapa

faktor, secara garis besar sebagai berikut :

3.2.1 Kesehatan Individu

Permasalahan utama yang kami temui pada keluarga ini bermula dari

kunjungan Tn. Z ke Balai Pengobatan Lansia Puskesmas Seberang Padang pada

tanggal 11 Maret 2016 dengan keluhan utama batuk kering sejak 3 hari yang lalu,

disertai kontrol tekanan darah. Permasalahan kesehatan pada anggota keluarga

lainnya kami lakukan di rumah pasien saat kunjungan rumah untuk pertama kalinya.

41
Berikut hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang kami lakukan terhadap

Tn. Z di Puskesmas:

1. Identitas Pasien

a. Nama/Kelamin/Umur : Tn. Z/ Laki-laki/ 72 tahun

b. Pekerjaan/pendidikan : Tidak Bekerja/ Sma

c. Alamat : Jl. Seberang Padang Selatan III/3, RT 003,

RW 006, Kelurahan Seberang Padang,

Kecamatan Padang Selatan, Padang

2. Anamnesis

- Keluhan Utama

Batuk kering sejak ± 3 hari yang lalu dan kontrol Tekanan Darah

- Riwayat Penyakit Sekarang

 Batuk kering sejak + 3 hari yang lalu. Batuk tidak dipengaruhi oleh

cuaca dan aktivitas.

 Riwayat batuk-batuk lama ada, sudah dirasakan sejak 2 tahun yang

lalu. Pasien sudah pernah memeriksakan dahaknya dengan hasil BTA

negatif

 Sesak nafas sejak 1 hari sebelum berobat. Sesak nafas dirasakan

bertambah saat banyak berbicara dan cuaca dingin. Sesak nafas tidak

dipengaruhi perubahan posisi tubuh.

 Riwayat terbangun tiba-tiba di malam hari akibat batuk dan sesak

nafas tidak ada.

42
 Riwayat demam lama tidak ada.

 Riwayat penurunan berat badan tidak ada.

 Riwayat bersin-bersin pagi yang berulang tidak ada.

 Riwayat mata merah, gatal, dan berair tidak ada.

 Riwayat galigato tidak ada.

 Pasien merokok sejak berusia 20 tahun dan secara rutin merokok setiap

hari selama ± 30 tahun, sebanyak 2 bungkus/hari. Sejak sakit ini,

pasien mengurangi konsumsi rokok menjadi 10 batang per hari.

 Nafsu makan baik. Pasien dapat menghabiskan makanannya setiap kali

makan, frekuensi 3 kali sehari.

 BAB dan BAK tidak ada keluhan.

- Riwayat Alergi

 Riwayat bersin-bersin di pagi hari tidak ada

 Riwayat hidung tersumbat di pagi hari dan bila cuaca dingin ada

 Riwayat asma tidak ada

 Riwayat alergi makanan tidak ada

 Riwayat alergi obat tidak ada

 Riwayat alergi serbuk sari tidak ada

 Riwayat kaligata tidak ada

- Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga

 Pasien telah menderita keluhan batuk berulang sejak 2 tahun yang lalu,

hilang timbul.

43
 Pasien telah dikenal menderita hipertensi sejak tahun 2010, kontrol

teratur. Tekanan darah tertinggi yang pernah terukur adalah 170

mmHg.

 Saudara laki-laki pasien dikenal menderita hipertensi.

 Riwayat rawatan di rumah sakit ada, baik pasien pernah dirawat saat

akan dioperasi mata dengan diagnosis katarak.

 Pasien tidak menderita penyakit diabetes mellitus & riwayat diabetes

mellitus dalam keluarga tidak ada.

 Riwayat menderita batuk lama atau mengkonsumsi obat dalam jangka

waktu lama (6 bulan atau lebih) tidak ada.

 Riwayat kontak langsung atau erat dengan penderita TB disangkal.

 Riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada.

 Riwayat menderita penyakit jantung, dislipidemia, dan penyakit

keluarga lainnya disangkal.

- Riwayat Kebiasaan

 Pasien biasanya mandi teratur 2x sehari dengan menggunakan sabun

bersama dengan anggota keluarga lain dan menggunakan handuk

sendiri.

 Pakaian mengganti pakaian hanya 1x sehari, siang hari pasien lebih

sering mengenakan pakaian dalam atas dan sarung selama di rumah,

 Pasien merokok setiap hari rata-rata 10 batang per hari sejak setahun

lalu.

44
 Pasien dulu bekerja sebagai sopir tanki minyak selama + 50 tahun dan

sering keluar kota, paparan debu tinggi.

- Aspek Psikologis di Keluarga

 Hubungan dengan keluarga baik.

 Faktor stress dalam keluarga tidak ada.

- Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Jumlah Anak : 5 orang

c. Status Ekonomi Keluarga `: Cukup, penghasilan + Rp. 2.000.000,-/bulan

diperoleh dari anak-anak pasien yang telah

bekerja baik yang di luar kota maupun yang

serumah dengan pasien

d. KB :-

e. Kondisi Rumah :

- Rumah adalah rumah permanen 1 lantai, seluas 60 m2, lantai semen,

atap seng tanpa loteng

- Rumah terdiri dari 4 kamar tidur dengan ukuran (3x1,5)m2, 1 ruang

tamu, 1 ruang keluarga, 1 ruang makan, 1 gudang, dua buah kamar

mandi, dan dapur.

- Kebersihan rumah cukup bersih tetapi barang-barang di rumah tertata

kurang rapi.

45
- Ventilasi dan pecahayaan rumah cukup, rumah mempunyai jendela

disertai dengan ventilasi yang cukup.

- Lantai rumah terbuat dari semen dan di alas dengan tikar yang terbuat

dari plastik.

- Lantai dapur sebagian terbuat dari semen.. Dapur terkesan gelap

karena kurang mendapat cahaya, walaupun telah dipasang bohlam.

- Kamar mandi dan jamban terdapat di dalam rumah. Untuk keperluan

mandi dan mencuci diambil dari air sumur yang terletak di sebelah

kamar mandi. Air minum menggunakan galon isi ulang. Septic tank

terdapat di belakang depan rumah , berjarak ±10 meter dari sumur.

- Halaman rumah cukup bersih dan tertata rapi, terdapat tempat

makanan yang biasa digunakan anak bungsu pasien berdagang

makanan pada pagi dan siang hari.

- Jarak dengan rumah yang lain 1 meter

- Penghuni rumah adalah : pasien, istri pasien, anak pertama pasien

(perempuan) dan suami serta 1 orang anaknya, anak kelima

(perempuan) dengan suami dan 1 orang anaknya. Kesan: Higiene dan

sanitasi cukup baik.

f. Kondisi Lingkungan Keluarga

- Pasien tinggal di lingkungan cukup padat penduduknya

- Lingkungan sekitar cukup bersih dan cukup tertata dengan rapi.

46
3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : CMC

Nadi : 80x/ menit

Nafas : 20x/menit

TD : 130/80 mmHg

Suhu : 36,7 0C

BB : 68 Kg

TB : 175 cm

IMT : 21,22 (kesan: gizi baik)

Edema : (-)

Anemis : (-)

Sianosis : (-)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Kulit : teraba hangat, kering.

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB

Leher : JVP 5 – 2 cm H2O

THT : Tidak ditemukan kelainan

Dada :

Paru :

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

47
Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (+/+) , ronkhi kasar (+/+)

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : LSD

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) N

Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik CRT < 2 detik. Refleks fisiologis +

+/++, refleks patologi -/-

4. Diagnosis Kerja

Bronkitis kronik eksaserbasi akut

Hipertensi terkontrol obat

5. Diagnosis Banding

Asma bronkial.

6. Pemeriksaan Laboratorium Anjuran

- Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, differential count, hitung leukosit)

48
- Foto Roentgen thorax proyeksi PA-lateral

- Spirometri

7. Diagnosis

Bronkitis kronik eksaserbasi akut

Hipertensi terkontrol obat

8. Managemen

a. Preventif :

- Edukasi pada pasien bahwa penyakit yang dideritanya tidak dapat

disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan membiasakan pola hidup

sehat serta dengan mengkonsumsi obat secara teratur berdasarkan

petunjuk dokter.

- Menjelaskan pada pasien mengenai penyebab penyakit pasien serta faktor

resiko yang dimiliki oleh pasien yaitu berupa laki-laki dan riwayat

perokok berat dan mengedukasi pasien untuk menghentikan konsumsi

rokok.

- Mengedukasi pasien mengenai komplikasi yang akan dialami pasien bila

konsumsi rokok tidak dihentikan berupa sesak nafas berkepanjangan

akibat menumpuknya cairan di paru.

- Menjelaskan kepada pasien bahwa sesak napas yang dialaminya

berhubungan dengan pajanan asap rokok dan polusi udara. Apabila pasien

mengalami infeksi saluran pernapasan, pasien dianjurkan untuk segera

berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan primer.

49
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan hipertensi biasanya

berlanjut seumur hidup. Ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan

akan menyebabkan naiknya tekanan darah. Pasien juga diberitahu bahwa

masih ada kemungkinan untuk menurunkan dosis antihipertensi atau

jumlah obatnya bila patuh terhadap terapi nonfarmakologis. Akan tetapi,

karena adanya penyakit kronis lain yang pengobatannya dapat

mempengaruhi tekanan darah, tekanan darah pasien harus dikontrol

dengan rutin.

- Jelaskan target tekanan darah yang harus dicapai pada pasien, dimana

berdasarkan kategori penyakit dan usianya adalah <140/90 mmHg dengan

pemberian antihipertensi dan modifikasi gaya hidup mencakup penurunan

berat badan, peningkatan konsumsi sayur dan buah, mengurangi konsumsi

garam, dan aktivitas fisik teratur.

- Menjelaskan kepada pasien bahwa obat hipertensi yang dikonsumsinya

sesuai dengan dosis dan aman untuk dikonsumsi, sehingga tidak perlu

takut bila harus memakan obat setiap hari. Pasien diberitahu mengenai

efek samping obat hipertensi yang diberikan (batuk-batuk, letih lesu,

pusing, dan lainnya).

- Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi yang dideritanya

menimbulkan gejala sakit kepala, sulit tidur, hingga rasa berat di tengkuk.

Konsumsi obat antihipertensi dan kontrol tekanan darah teratur akan

membantu mengurangi atau menghilangkan gejala ini. Pasien harus

menyadari bahwa pengobatan hipertensi memerlukan kepatuhan dan harus

50
dikontrol karena tidak dapat disembuhkan dan dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi.

- Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi yang dideritanya dapat

menyebabkan komplikasi pada bagian tubuh lainnya, yakni jantung, otak,

ginjal, pembuluh darah, dan mata. Hipertensi dapat menyebabkan

terjadinya pembesaran ruang jantung, nyeri dada, hingga gagal jantung.

Otak dapat dipengaruhi dan dapat terjadi stroke. Kegagalan fungsi ginjal

juga dapat terjadi apabila tekanan darah tidak terkontrol.

- Menjelaskan kepada pasien bahwa kecenderungan untuk menderita

hipertensi dapat diturunkan, sehingga anak pasien diberikan edukasi

mengenai hipertensi.

b. Promotif :

- Konsumsi makanan rendah lemak serta perbanyak asupan sayur dan buah.

Upayakan tidak terjadi penambahan berat badan.

- Menganjurkan pasien untuk meneruskan kebiasaan jalan pagi selama 30

menit, teratur, dan sangat baik bila dilakukan setiap hari, bila sulit

membiasakan diri, dapat dimulai minimal 3 kali seminggu.

- Menjelaskan semua anjuran yang diterima pasien kepada istri pasien,

sehingga dapat membantu mengontrol penyakit pasien.

- Menghindari rokok dan pajanan asap rokok

- Jika keluar rumah (kemungkinan terpapar polusi udara) dianjurkan untuk

menggunakan masker

51
- Periksa kadar glukosa darah dan kolesterol total secara rutin 1 x 6 bulan

untuk menghindari terjadinya penyakit kardiovaskuler.

c. Kuratif :

- Amroxol 3 x 2 sendok makan selama 5 hari.

- Amlodipin 1 x 5 mg (untuk 15 hari, setelah itu kembali kontrol).

- Vitamin B Kompleks (2 x 1 tablet/hari)

d. Rehabilitatif :

- Minum obat secara teratur.

- Kontrol rutin di Puskesmas untuk pemeriksaan tekanan darah dan

monitoring terapi.

- Kontrol kembali ke Puskesmas apabila gejala tidak berkurang atau

bertambah berat

RESEP
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Lubuk Buaya
Dokter : Millah Fithriyah Zindany, Gustiva Sari, Ilham Rizka Putra
Tanggal : 15 Februari 2016
R/ Ambroxol syr 15 mg/5mL fls No.I
∫ 2 dd CII
R/ TabCTM 4 mg No. X
∫ 3 dd tab I
R/ Tab Amldipin 5mg No. XV
∫ 1 dd tab I
R/ Tab Vitamin B Kompleks No. X
∫ 2 dd tab I

Pro : Tn. Z
Umur : 72 tahun
Alamat : Jl. Seberang Padang Selatan III/3

52
Kesehatan individu pada anggota keluarga yang lain kami lakukan pada

kunjungan pertama ke rumah pasien dengan anamnesis ringkas pada tanggal 12 Maret

2016. Berikut status kesehtan yang kami peroleh:

 Ny. A/ istri/ 70 tahun/ IRT

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup.

 Ny. AD /anak/ 46tahun/ IRT

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup

 Tn. SA/menantu/47 tahun/ sopir

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup, merokok

 Tn D/menantu/ 58 tahun/ sopir

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup, merokok

 Ny. ZE/anak/ 56 tahun/ berdagang nasi

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup.

 An. P/cucu/ 12 tahun/ pelajar kelas VI SD

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup.

 An. KRN/cucu/ 5 tahun/ belum sekolah

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup.

3.2.2 Kesehatan Rumah dan Lingkungan

Berikut adalah kondisi lingkungan rumah yang kami temukan pada keluarga ini:

- Rumah adalah rumah permanen 1 lantai, seluas 60 m2, lantai semen,

atap seng tanpa loteng

53
- Rumah terdiri dari 4 kamar tidur dengan ukuran (3x1,5)m2, 1 ruang

tamu, 1 ruang keluarga, 1 ruang makan, 1 gudang, dua buah kamar

mandi, dan dapur.

- Kebersihan rumah cukup bersih tetapi barang-barang di rumah tertata

kurang rapi.

- Ventilasi dan pecahayaan rumah cukup, rumah mempunyai jendela

disertai dengan ventilasi yang cukup.

- Lantai rumah terbuat dari semen dan di alas dengan tikar yang terbuat

dari plastik.

- Lantai dapur sebagian terbuat dari semen.. Dapur terkesan gelap

karena kurang mendapat cahaya, walaupun telah dipasang bohlam.

- Kamar mandi dan jamban terdapat di dalam rumah. Untuk keperluan

mandi dan mencuci diambil dari air sumur yang terletak di sebelah

kamar mandi. Air minum menggunakan galon isi ulang. Septic tank

terdapat di belakang depan rumah , berjarak ±10 meter dari sumur.

- Halaman rumah cukup bersih dan tertata rapi, terdapat tempat

makanan yang biasa digunakan anak bungsu pasien berdagang

makanan pada pagi dan siang hari.

- Jarak dengan rumah yang lain 1 meter

- Penghuni rumah adalah : pasien, istri pasien, anak pertama pasien

(perempuan) dan suami serta 1 orang anaknya, anak kelima

(perempuan) dengan suami dan 1 orang anaknya. Kesan: Higiene dan

sanitasi cukup baik.

54
3.2.3 Kebiasaan Hidup Sehat

Berikut adalah permasalahan pokok yang kami temukan pada keluarga ini

berkaitan dengan kebiasaan hdiup sehat:

 Kebiasaan menjaga kerapian barang-barang di dalam rumah masih kurang

 Kebiasaan menjaga kebersihan diri masih kurang

 Kebiasaan kontrol ke tenaga kesehatan dan menjalankan nasehat petugas

masih belum maksimal.

3.2.4 Permasalah Sosial dan Ekonomi

Status sosial dan ekonomi pada keluarga ini cukup dengan penghasilan yang

didapat pasien dari anak-anak dan menantu, kira-kira + Rp 2.000.000,-/ bulan. Pasien

sekarang tidak bekerja hanya di rumah menjalani keseharian kemudian terkadang

membantu anak bungsu pasien yang berdagang makanan di depan rumah. Pasien

sudah tidak memiliki beban tanggungan karena semua anak telah berkeluarga dan ada

yang tinggal di luar kota, semua anak cukup memperhatikan kebutuhan orangtua.

3.2.5 Permasalahan Psikologi

Permasalah psikologi yang dihadapi pasien dari hasil kabin kami yaitu tidak

ada. Kehidupan pasien dengan istri dan 2 keluarga anak-anaknya berjalan harmonis.

Istri pasien senang membantu memasak bila anak membutuhkan pertolongan, pasien

juga tidak bekerja banyak selama di rumah.

3.3 Pemecahan Masalah

Setelah mengetahui pasti permasalahan yang ada pada keluarga ini kami

lakukan diskusi untuk pemecahan masalah yang dihadapi keluarga. Berikut adalah

55
solusi pemecahan masalah yang kami sampaikan pada keluarga binaan saat home visit

ke rumah berikutnya:

3.3.1 Kesehatan Individu

3.3.1.1 Pada Pasien

 Edukasi pada pasien bahwa penyakit yang dideritanya tidak dapat

disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan membiasakan pola hidup sehat

serta dengan mengkonsumsi obat secara teratur berdasarkan petunjuk dokter.

 Menjelaskan pada pasien mengenai penyebab penyakit pasien serta faktor

resiko yang dimiliki oleh pasien yaitu berupa laki-laki dan riwayat perokok

berat dan mengedukasi pasien untuk menghentikan konsumsi rokok.

 Mengedukasi pasien mengenai komplikasi yang akan dialami pasien bila

konsumsi rokok tidak dihentikan berupa sesak nafas berkepanjangan akibat

menumpuknya cairan di paru.

 Menjelaskan kepada pasien bahwa sesak napas yang dialaminya berhubungan

dengan pajanan asap rokok dan polusi udara. Apabila pasien mengalami

infeksi saluran pernapasan, pasien dianjurkan untuk segera berobat ke fasilitas

pelayanan kesehatan primer.

 Memberikan penjelasan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan tubuh

dengan mengganti pakaian setiap selesai mandi.

 Menyarankan pasien menjaga kelembaban kulit agar tidak terlalu kering

dengan mengganti sabun dengan sabun bayi yang bersifat melembabkan dan

menggunakan lotion seperti anak-anak pasien.

56
3.3.1.2 Pada Anggota Keluarga Lainnya

 Ny. A/ istri/ 70 tahun/ IRT

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup, riwayat hipertensi (+)

Untuk mengatasi masalah kesehatan istri pasien:

- Memberikan penjelasan pada istri pasien tentang pentingnya aktivitas fisik

rutin untuk menjaga kebugaran tubuh, minimal melakukan jalan pagi hari

dapat dilakukan bersama suami minimal 3x seminggu selama 30 menit.

- Memberikan informasi terkait faktor resiko yang dimiliki pasien dan

penjelasan mengenai penyebab serta komplikasi penyakit hi[ertensinya bila

tidak dikontrol dengan obat.

- Mengedukasi pasien untuk mengurangi konsumsi makanan tinggi lemak

dan konsumsi garam yang diperbolehkan hanya seujung sendok teh setiap

harinya.

 Tn. SA/menantu/47 tahun/ sopir

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup, merokok

Untuk mengatasi masalah kesehatan menantu pasien:

- Memberikan penjelasan pada anak pasien tentang pentingnya aktivitas fisik

rutin untuk menjaga kebugaran tubuh, minimal melakukan jogging pagi

hari minimal 3x seminggu selama 30 menit dan pentingnya menjaga

kebugaran tubuh dengan istirahat yang cukup minimal 6 jam sehari.

- Memberikan penjelasan mengenai cara mengatur makanan yang seimbang

agar kesehatan tubuh terjaga.

57
- Menjelaskan efek dan komplikasi merokok terhadap kesehatan agar pasien

berhenti merokok dan menghemat ditambah lagi anak pasien yang masih

berusia 5 tahun, apabila konsumsi rokok tidak dihentikan, bisa jadi

kematian sebagai komplikasi yang didapat sementara anak masih kecil dan

butuh perhatian ayah.

 Ny. AD/anak/46 tahun/ Ibu rumah tangga

Status gizi: normoweight, aktivitas kurang cukup

Untuk mengatasi masalah kesehatan anak pasien:

- Menjelaskan pentingnya aktivitas fisik bagi pasien dan sangat tidak sehat

setiap hari berdiam diri di rumah tanpa olahraga.

- Mengedukasi untuk memperhatikan kebersihan anggota keluarga terutama

keluarga inti karena telah memiliki anak yang sekarang berusia 5 tahun

yang masih butuh perhatian banyak baik dari segi kebersihan maupun

kesehatannya.

- Mengingatkan kembali agar mendaftarkan anak sekolah pada akhir tahun

ajaran ini karena umur anak sudah cukup untuk masuk taman kanak-kanak.

 An. P/ cucu/ 5 tahun/ belum sekolah

Status gizi: normoweight, aktivitas cukup.

Untuk mengatasi masalah kesehatan menantu pasien:

- Mengajarkan anak cara menjaga kebersihan tubuh secara sederhana seperti

mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah makan, setelah cebok, dan

58
setelah bermain kemudian juga mengajarkan untuk mengganti pakaian

setiap selesai mandi.

- Aktivitas bermain anak tidak perlu dibatasi selama masih bisa diawasi oleh

orangtua, biarkan anak bersosialisasi dengan anak-anak seumurannya

namun tetap diperhatikan kebersihan diri anak setiap selesai bermain.

- Mengedukasi anak beberapa penyakit yang dapat diperoleh bila kebersihan

tidak dijaga dengan baik.

Anggota keluarga lain yaitu Ny. ZE, Tn. D, dan An. P tidak berada di rumah setiap

kali kami berkunjung sehingga masalah kesehatan pribadi dan pemecahan

permasalahannya belum bisa dilakukan. Ny. ZE dan Tn. D sedang bekerja dan tidak

berada di rumah pada saat kunjungan dilakukan, sementara An. P masih di sekolah.

3.4 Follow Up

3.4.1 Kunjungan Rumah Pertama

Dilakukan 1 hari setelah pasien datang berobat ke BP Umum Puskesmas

Seberang Padang, tepatnya pada tanggal 12 Maret 2016.

- Riwayat Penyakit Sekarang:

 Batuk sudah mulai berkurang.

 Sesak nafas jarang, pasien mengalami sesak hanya setelah bekerja

terlalu berat.

 Pasien telah meminum obat yang diberikan dari Puskesmas kemarin

sesuai dengan petunjuk dokter.

59
- Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CMC

Nadi : 88x/ menit

Nafas : 20x/menit

TD : 120/80 mmHg

Suhu : 37,0 0C

Edema : (-)

Anemis : (-)

Sianosis : (-)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Kulit : teraba hangat, turgor kembali cepat

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB

THT : Tidak ditemukan kelainan

Dada :

Paru :

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi: suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (+/+)

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

60
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : LSD

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) N

Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik CRT < 2 detik. Refleks

fisiologis ++/++, refleks patologi -/-

- Diagnosis Kerja

Bronkitis kronik ekaserbasi akut dalam terapi.

Hipertensi terkontrol.

- Manajemen

 Edukasi mengenai penyakitnya dan penyebabnya.

 Edukasi mengenai cara pemakaian obat yang benar

 Edukasi pasien agar menggunakan sarung kaki tahan air saat mencuci.

 Anjuran menjaga kebersihan rumah dan membuka jendela waktu siang

hari.

 Anjuran untuk membersihkan dapur dan lingkungan sekitar rumah.

61
 Anjuran menguras bak mandi minimal sekali seminggu dan menaburkan

bubuk abate untuk mencegah demam berdarah.

 Anjuran untuk merapikan pakaian-pakaian yang sering ditumpuk di

ruang depan agar rumah terlihat lebih rapi.

 Anjuran untuk kurangi konsumsi rokok total agar penyakit benar-benar

tidak kambuh lagi.

3.4.2 Kunjungan Rumah Kedua

Dilakukan 1 minggu setelah pasien datang berobat ke BP Umum Puskesmas

Seberang Padang, tepatnya pada tanggal 19 Maret 2016.

- Riwayat Penyakit Sekarang:

 Batuk sudah sangat jarang.

 Sesak nafas tidak dirasakan lagi.

 Pasien belum bisa menghentikan konsumsi rokok namun konsumsi telah

dikurangi dari 10 batang menjadi 6 batang per hari.

- Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CMC

Nadi : 82x/ menit

Nafas : 18x/menit

TD : 120/70 mmHg

Suhu : 36,5 0C

Edema : (-)

62
Anemis : (-)

Sianosis : (-)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Kulit : teraba hangat, turgor kulit baik

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB

THT : Tidak ditemukan kelainan

Dada :

Paru :

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : LSD

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )

Perkusi : Timpani

63
Auskultasi : BU (+) N

Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik CRT < 2 detik. Refleks fisiologis

++/++, refleks patologi -/-

- Diagnosis Kerja

Bronkitis Kronik

Hipertensi terkontrol

- Manajemen

 Anjuran untuk kurangi konsumsi makanan berminyak agar pasien tidak

mengeluhkan batuk lagi.

 memberikan edukasi pada pasien agar menata barang-barang di rumah

karena terlihat persis sama dengan kunjungan pertama dimana terdapat

beberapa tempat yang masih perlu dirapikan seperti ruang tamu depan

dan ruang keluarga.

 Mengedukasi kembali agar pasien menghentikan rokok dan mengganti

kebiasaan konsumsi rokok dengan konsumsi permen pedas untuk

menghilangkan candu.

3.4.3 Kunjungan Rumah Ketiga

Dilakukan 18 hari setelah pasien datang berobat ke BP Umum Puskesmas

Seberang Padang, tepatnya pada tanggal 28 Maret 2016.

- Riwayat Penyakit Sekarang:

 Batuk berdahak sejak 2 hari ini.

 Sesak nafas tidak ada

64
 Pasien banyak mengonsumsi gorengan dalam seminggu ini.

 Obat batuk telah habis dan hanya tersisa obat hipertensi.

 Pasien masih mengonsumsi rokok sebanyak 3-4 batang per hari, sudah

berkurang dari sebelumnya yang 6 batang per hari.

- Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CMC

Nadi : 80x/ menit

Nafas : 20x/menit

TD : 130/80 mmHg

Suhu : 37,0 0C

Edema : (-)

Anemis : (-)

Sianosis : (-)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Kulit :

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB

THT : Tidak ditemukan kelainan

Dada :

Paru :

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

65
Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi basah (+/+)

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : LSD

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) N

Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik CRT < 2 detik. Refleks fisiologis

++/++, refleks patologi -/-

- Diagnosis Kerja

Infeksi saluran nafas atas

Hipertensi terkontrol

- Manajemen

 Pemberian obat batuk sirup berupa Ambroksol 3 x 2 sendok makan selama

5 hari.

66
 Menargetkan pengurangan konsumsi rokok pasien dalam minggu besok

hanya boleh maskimal 2 batang per hari dan diawasi oleh anak bungsu

pasien kedisiplinannya.

 Mengedukasi pasien untuk tidak mengonsumsi makanan yang banyak

mengandung minyak terlebih dahulu terutama gorengan, dan minum air

putih setiap selesai makan.

67
BAB 4

ANALISIS MASALAH

4.1 Menetapkan Masalah Kesehatan dalam Keluarga dan Rekomendasi Solusi

Sesuai dengan Masalah Kesehatan Keluarga melalui Pendekatan

Komprehensif dan Holistik

Faktor resiko :

 Faktor biologis

 Adanya riwayat pasien menderita penyakit seperti ini sebelumnya

- Edukasi mengenai potensi berulangnya penyakit ini.

- Edukasi mengenai faktor resiko penyakit berupa kebiasaan merokok

pasien yang bisa diperbaiki apabila pasien memiliki tekad kuat untuk

melakukannya.

 Faktor kesehatan keluarga

 Higiene pribadi dan keluarga cukup baik

- Edukasi mengenai higiene dan kebesihan rumah.

- Menambah pencahayaan di dapur dengan menggunakan bohlam yang

lebih terang untuk menjaga pasien dan istri dari risiko jatuh karena umur

keduanya sudah 70 tahunan.

68
- Menyusun pakaian-pakaian bersih ke dalam keranjang atau lemari yang

terdapat di kamar agar tidak menumpuk di ruangan tamu karena dapat

menjadi sarang nyamuk bila lama-lama dibiarkan.

- Penyuluhan dengan media leaflet mengenai PHBS, dan efek samping

rokok.

 Lingkungan rumah

 Rumah berada di lingkungan perumahan padat penduduk. Disekitar rumah

terdapat pohon-pohon, dianjurkan untuk menyapu halaman minimal 1 kali

dalam seminggu agar dedaunan yang jatuh tidak menumpuk di halaman

rumah.

 Pasien sering menjemur pakaian di pagar depan rumah, perlu dianjurkan

untuk menggunakan kayu-kayu yang tidak dipakai atau tali untuk membuat

tempat jemuran pakaian yang bisa diletakkan di belakang rumah agar bagian

depan rumah tampak rapi dan bersih.

 Ventilasi dan penerangan cukup baik, dianjurkan untuk membuka jendela saat

siang, agar sirkulasi udara dapat berjalan baik, terutama bagian dapur yang

pencahyaannya agak kurang.

 Bak mandi yang masih terbuat dari semen, dianjurkan untuk membersihkan

bak madi minimal ekali dalam seminggu agar bak mandi tidak berlumut dan

air tetap terjaga kebersihannya.

69

Anda mungkin juga menyukai