Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh
dunia dengan angka mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini
sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan
dibawah standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium
tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Tuberkulosis penyakit lama yang masih menjadi pembunuh terbanyak di
antara penyakit menular. Dunia pun masih belum bebas dari TBC. Berdasarkan
laporan WHO 2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di Indonesia, namun baru
terlaporkan ke Kementerian Kesehatan sebanyak 420.000 kasus.
Mereka yang belum diperiksa dan diobati akan menjadi sumber penularan bagi
orang di sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan seakan-akan masalah TBC tak
kunjung selesai. Dunia ingin mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030 dan
Indonesia turut berkomitmen mencapainya. Prevalensi jumlah kasus TB di
Gorontalo berjumlah 643 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Pada umunya gejala respiratorik yang ditimbulkan setelah seseorang
terkena tuberkulosis adalah batuk lebih dari 3 minggu, berdahak, batuk darah,
nyeri dada, serta sesak napas. Sesak napas adalah kondisi ketika kesulitan dalam
bernapas atau tidak cukup mendapat asupan udara. Penanganan sesak napas tidak
selalu sama, tergantung dari penyebabnya. Untuk menurunkan sesak napas kita
dapat melakukan latihan pernapasan. Latihan pernapasan merupakan tindakan
keperawatan dalam penatalaksanaan pasien dengan masalah gangguan sistem
pernapasan. Termasuk di dalamnya adalah latihan pernapasan active cycle of
breathing. Latihan pernapasan active cycle of breathing merupakan salah satu
latihan pernapasan yang selain berfungsi untuk membersihkan sekret juga dapat
mempertahankan fungsi paru. Latihan pernapasan ini dapat mengkoordinasikan
dan dapat melatih pengembangan (compliance) dan pengempisan (elastisitas)
paru secara optimal, serta pengaliran udara dari dalam paru menuju keluar saluran
pernapasan secara maksimal.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengangkat topik “Pengaruh Active
Cycle of Breathing Technique (ACBT) terhadap Penurunan Sesak Napas pada
Pasien TB Paru”

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui Pengaruh Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)
terhadap Penurunan Sesak Napas pada Pasien TB Paru
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Praktis
Menambah ilmu pengetahuan perawat tentang Active Cycle of
Breathing Technique (ACBT)
1.3.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pemberian intervensi
keperawatan
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS
2.1 Metode Pencarian
Analisis jurnal ini menggunakan 2 (dua) media atau metode pencarian jurnal,
yaitu sebagai berikut :
1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan alamat situs
http://www.pnri.go.id
2. Google Cendekia dengan alamat situs : https://scholar.google.co.id
2.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis
2.2.1 TB Paru
1. Anatomi dan Fisiologi
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh,
penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi.
Jadi di dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang di
tarik dari udara masuk ke dalam darah CO2 dikeluarkan dari darah secara
osmosis .seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorus (jalan
pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena
pulmonalis kemudian masuk ke sarambi kiri jantung (atrium sinistra) ke aorta
ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), disini terjadi oksidasi
(pembakaran) . sebagian ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO2 dan zat
ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi
kanan / atrium dextra) ke bilik kanan (ventrikel dextra) dan dari sini keluar
melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan
menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah
sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan
dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli) pada laring terdapat
epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga
makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan sewaktu bernapas epiglotis
terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring maka kita
mendapat serangan batuk, untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut
dari laring.
Selain itu dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk
menyaring debu-debu, kotoran dan benda asing.Adanya benda asing / kotoran
tersebut memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan bulu-bulu getar
sehingga terjadi bersin, kadang terjadi batuk.akibatnya benda asing/kotoran
tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dari kejadian tersebut
diatas udara yang masuk ke dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih.
Organ-organ pernafasan.Yaitu :
a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi).didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu, kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Bagian luar hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-
otot dan tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang
berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang
berjumlah tiga buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media
dan konka nasalis superior.
Diantara konka ini terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus
superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah)
dan meatus inferior ( lekukan bagian bawah). Meatus-meatus ini lah yang
dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang
berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut kona. dasar dari rongga
hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung
berhubungan dengan beberapa rongga yang di sebut sinus paranasalis,
yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada
rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus
etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang
menunjukan nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman sel
tersebut terutama terdapat di bagian atas.pada hidung di bagian mukosa
terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman (nerfus
olfaktorius).
b. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan
faring dengan organ-organ lain: ke atas berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, kedepan
berhubungan dengan rongga mulut tempat hubungan ini bernama istmus
fausium, ke bawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring, ke
belakang lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir jaringa ikat, juga di beberapa tempat terdapat
folikel getah bening.Perkumpulan getah bening ini dinamakan
adenoid.Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari
tekak.Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup
laring pada waktu menelan makanan.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di bagian depan faring
sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat di tutup oleh sebuah empeng
tenggorok yang di sebut epiglotis yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang di
bentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda ( huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
kea rah luar.panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari
jaringn ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan
udara pernapasan. Yang meisahkan trakea menjadi bronkus kanan dan
kiri disebut karina.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada
dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari padabronkus
kiri, terdiri dari 6 sampai 8 cincin, mempunyai 3 cabang bronkus kiri
lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih
kecil disebut bronkiolus ( bronkioli). Pada bronkiolus tidak terdapat
cincin lagi, dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru /
gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah bagian tubuh yang sebagian besar teridiri
dari gelembung (gelembung hawa, alveoli).gelembung alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaanya lebih
kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2masuk ke
dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi menjadi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus,
lobus puimo dektra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobules.paru-paru kiri, terdiri dari puimo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih
kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-
paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segemen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
segmen inferior. Tiap – tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi
belahan – belahan yang bernama lobules.
Diantara lobules yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan
ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap
lobules terdapat sebuah bronkiolus.Di dalam lobules bronkiolus
bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap – tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Letak paru- paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum.Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru – paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleuara. Pleura dibagi
menajadi: Pleura visceral yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru dan, pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada
sebelah luar. Antara keuda pleura ini terdapat rongga (cavum) yang
disebut cavum pleura. Pada keadaan normal kavum plura ini vakum
(hampa udara) sehingga paru-paru dapat kembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat), yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
g. Pembuluh darah paru
Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya
1
/3 dari tebal ventrikel kiri.Perbedaan ini menyebabkan kekuatan
kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain
aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-
paru dan aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah yang kaya
oksigen dibandingkan dengan darah pulmonal yang relative kekurangan
oksigen.Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri.Arteri
pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung oksigen dari
ventrikel kanan ke paru-paru.
Cabang-cabang nya menyentuh saluran-saluran bronchial, sampai ke
alveoli halus.Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan
jaringn kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara).Jadi
darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.Dari epitel alveoli,
akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan
sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru
ke serambi jantung kiri (darah mengandung oksigen), sisa dari vena
pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada
yang mencapai vena cava inferior maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam
menampung udara di dalamnya, kapasitas paru-paru dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a) Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat
tergantung pada bebrapa hal: kondisi paru-paru, umur, sikap dan
bentuk seseorang.
b) Kapasitas vital yaitu, jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksimal. Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru
dapat menampung udara sebanyak kurang lebih 5 liter. Waktu
ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara pada
waktu kita bernapas bisasa. Udara yang masuk ke dalam paru-paru
2.600 cm3 (2,5 liter). Jumlah pernapasan dalam keadaan normal orang
dewasa 16-18 kali/ menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut
akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa
bertambah cepat dan sebaliknya.
h. Proses terjadinya pernapasan
Terdiri dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi.Bernapas berarti
melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama,
dan terus menerus.Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada
otot-otot pernapasan. Reflex bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan
yang terletak dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat
napasnya, ini berarti bahwa reflex bernapas juga dibawah pengaruh
korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar
CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirasi terjadi bila
mukulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu
mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarakan antara sternum (tulang dada) dan vertebra
semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan
menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian
rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi
proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu orang bernapas, rangka dada terbesar
bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada.Ini terdapat pada
rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada
perempuan.Pernapasan perut.Jika pada waktu bernapas diafragma turun
naik, maka ini dinamakan pernapasan perut.Jika pada waktu bernapas
diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut.Kebanyakan
pada orang tua, karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas
lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur mengendap di dalamnya dan
ini banyak ditemukan pada pria.(Syaifuddin, 2006: hal 192).
2. Pengertian TB Paru
Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas
bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium
tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), dari satu individu ke individu lainya, dan membentuk kolonisasi di
bronkioulus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran
cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang –
kadang melalui lesi kulit. Apabila bakteri tuberkulin dalam jumlah yang
bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan
berhasil menempati saluran napas bawah, pejamu akan melakukan respons
imun dan inflamasi yang kuat. Karena respons yang hebat ini, terutama yang
diperantarai sel-T hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut akan
menderita tuberkulosis aktif. Hanya individu yang mengidap infeksi
tuberkulosis aktif yang menularkan penyakit ke individu lain dan hanya
selama masa infeksi aktif (Corwin, 2009).
3. Etiologi TB Paru
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran
0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak
bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai
lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini
mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA),
serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.Kuman tuberculosis juga tahan dalam
keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob (Widoyono, 2011)
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10
menit atau pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 %
selama 15- 30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di
tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahun-
tahun di dalam lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberculosis aktif lagi, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara.
Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90 % udara
bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali partukaran udara
(Widoyono, 2011)
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di
dalam sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Widoyono, 2011).
4. Patofisiologi TB Paru
Menurut Sudoyo, dkk (2009), proses perjalanan penyakit tuberculosis
Paru, yaitu :
i. Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan
berhari - hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap
oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian
baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan
oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan
gerakan silia bersama sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer
atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi
pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan
limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang.Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses
ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya
menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak
terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia
yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi
reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3) Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini
menyebar ke sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga dapat
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen ke
organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam
perjalanan tuberculosis primer.
j. Tuberculosis pasca primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul
bertahun – tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis
dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.Tuberculosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS, gagal ginjal.Tuberculosis pasca primer ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical
posterior lobus superior atau inferior).Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar
dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya
dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi :
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras,
menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai
granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan
bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk
jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan keluar maka akan
terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah
besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya
perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam
nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang
berlebihan sitokin dengan TNF nya.
Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB
yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat
kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak aktivitas ini dapat berimbas :
1) meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan teradi
TB Milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk
ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.
Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema
bila rupture ke pleura .
2) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini
dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi
cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi
oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma .
3) Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang
berkahir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk
seperti bintang disebut stellate shaped.Secara keseluruhan akan
terdapat tiga macam sarang yakini :
a) Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu
pengobatan lagi.
b) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang
lengkap dan sempurna.
c) Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini
dapat sembuh spontan tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi
kembali, sebaiknya di berikan pengobatan yang sempurna juga.
5. Manifestasi TB Paru
Menurut Sudoyo, dkk (2009), Tanda dan gejala tuberculosis Paru, yaitu :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan
kadang-kadang dapat mencapai 40-41 oC.serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus di setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah batuk berkembang dalam jaringan
paru yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non Produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah.Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
k. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
l. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
m. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun.Gejala malaise
sering ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam dan lain-lain.Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
6. Komplikasi
Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal
napas, dan kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi.
Kemungkinan galur lain yang resisten obat dapat terjadi (Corwin, 2009)
Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi, yaitu menyerang beberapa
organ vital tubuh, di antaranya:
1) Tulang
TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di
paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga
bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru.
Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang
bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-
tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat
kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat.
Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa
menjalankan aksinya.
Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul,
panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari
bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring
ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat
penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil,
kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika
kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa
dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong
karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.
2) Usus
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita
mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini
bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan
membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering
muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna.
Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama
dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa
luas bakteri itu merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika
ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu
lalu menyambungnya dengan bagian usus lain.
3) Otak
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama
dengan orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi,
gangguan kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di
otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani
perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak,
penderita tidak bisa kembali ke kondisi normal.
4) Ginjal
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses
pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak
mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara
lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan
sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan
dan pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak
dapat disembuhkan. Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok
ginjal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Sudoyo, dkk (2009), pemeriksaan diagnostic yangdapat
dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical
lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru
(misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding
tipis.lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila
terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.Pada klasifikasi
bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi.Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan
yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian
paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru.Gambaran
radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura
(pnemothorax)
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-
garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun
atelektasis dan emfisema.
b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah
banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan
radiologis biasa.Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan
sayatan dapat dibuat transversal.
c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai
proses-proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada
perut.Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan koronal.
d. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat
tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai
sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi,
laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
e. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
f. Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai
tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified
protein derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau
2 T.U ( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih
memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan ,
umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin
hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah terserang
Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non
sensitivity.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.
Disini peran antibody normal masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity
disini peran antibody selular paling menonjol.
8. Terapi
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati
juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis
terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan
Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi
dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Rekomendasi Dosis (mg/kg


Obat Anti TB BB)
Aksi Potensi
Esensial Per Per Minggu
Hari 3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.
2.2.2 Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)
Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) adalah salah satu tehnik untuk
membersihkan saluran pernapasan akibat sputum sehingga saluran napas akan bersih
dan pasien dapat bernapas lebih nyaman. Indikasi untuk dilakukan tehnik ini yaitu
pasien tirah baring lama, penyakit paru akut atau kronis, nyeri pada area thorax dan
abdomen post pembedahan atau trauma, obstruksi jalan napas akibat bronkospasme,
penyakit CNS yang mengarah pada kelemahan otot, dan abnormalitas orthopedic
yang mempengaruhi fungsi respirasi seperti skoliosis dan kifosis.
Prosedur Pelaksanaan Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) adalah :
1. Tahap pra interaksi
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menyanyakan persetujuan dan kesiapan pasien
3. Tahapan Siklus
a. Breathing control
Pasien diposisikan duduk rileks diatas tempat tidur atau di kursi,
kemudian dibimbing untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
teratur dan tenang, yang diulang sebanyak 3-5 kali oleh pasien. Tangan
Terapis diletakkan pada bagian belakang toraks pasien untuk merasakan
pergerakan yang naik turun selama pasien bernapas.
b. Thoracic Expansion Exercise
Masih dalam posisi duduk yang sama, pasien kemudian dibimbing untuk
menarik napas dalam secara perlahan lalu menghembuskannya secara
perlahan hingga udara dalam paru-paru terasa kosong. Langkah ini
diulangi sebanyak 3-5 kali oleh pasien, jika pasien merasa napasnya lebih
ringan, pasien dibimbing untuk mengulangi kembali dari kontrol
pernapasan awal.
c. Forced Expiration Technique
Setelah melakukan dua langkah diatas, selanjutnya pasien diminta untuk
mengambil napas dalam secukupnya lalu mengkontraksikan otot perutnya
untuk menekan napas saat ekspirasi dan menjaga agar mulut serta
tenggorokan tetap terbuka. Huffing dilakukan sebanyak 2-3 kali dengan
cara yang sama, lalu ditutup dengan batuk efektif untuk mengeluarkan
sputum.
Bila ketiga langkah diatas telah dilakukan oleh pasien, selanjutnya
terapis membimbing pasien untuk merilekskan otot-otot pernapasannya
dengan tetap melakukan kontrol pernapasan dan kemudian mengulangi siklus
tersebut 3 hingga 5 siklus atau sampai pasien merasa dadanya telah bersih dari
sputum.
Gambar 2.1 The cycle (Association of Chartered Physiotherapists in Respiratory
Care, 2011)
4. Tahapan Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan pasien
c. Mencuci tangan
d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perkembangan
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Author/Penulis Judul Metode Hasil Source
Titih Huriah; Pengaruh Quasi ACBT memberikan Google
Dwi Wulandari Active Cycle experiment pengaruh yang Cendekia
Ningtias, 2017 of Breathing dengan bermakna terhadap http://journal.u
terhadap rancangan jumlah sputum dan my.ac.id/index
Peningkatan pre-post test ekspansi toraks pada .php/ijnp/articl
nilai VEP1, with control kelompok intervensi e/view/3437
Jumlah group design dari pada kelompok
Sputum, dan kontrol dengan nilai p =
Mobilisasi 0,026 untuk jumlah
Sangkar sputum dan p = 0,004
Thoraks untuk ekspansi toraks,
Pasien PPOK sedangkan pada nilai
VEP1, ACBT tidak
memberikan pengaruh
yang bermakna dengan
nilai p = 0,058. Active
Cycle of Breathing
Technique (ACBT)
efektif dalam
membantu pengeluaran
sputum dan
meningkatkan ekspansi
toraks pasien PPOK,
tetapi kurang efektif
dalam meningkatkan
nilai VEP1.
Charity et al, Pulmonary This ACBT exercise Google
2015 Function reasearch facilitate modest Cendekia
Responses to used increases in ventilatory
Active Cycle prospective function but
Breathing cohort study significantly improve
Techniques in HF related symptoms,
Heart Failure greatly improving the
Patients at the quality of life in heart
University failure patients
Teaching
Hospital
(UTH),
Lusaka,
Zambia
Senthil et al, Effectiveness A pre post Acapella can be used as Google
2015 of active cycle xperimental an adjunctive exercise Cendekia
of breathing study design program along with
techniques ACBT to improve
(ACBT) versus airway clearance and
ACBT with breathing
Acapella on
airway
clearance in
Bronchiectasis
Tintin dkk Active Cycle Quasy Teknik pernapasan Google
of Breathing experimental active cycle of Cendekia
menurunkan purposive breathing mampu https://e-
keluhan Sesak sampling pre- menurunkan respiratory journal.unair.a
Napas post test rate (RR) c.id/JNERS/art
Penderita design icle/view/4954
Tuberkulosis
Paru

3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menurut Titih Huriah & Dwi Wulandari
Ningtias, 2017 bahwa hasil analisa data yang diperoleh dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) mampu
membantu meningkatkan nilai ekspansi toraks dan mengatasi masalah kesulitan
untuk mengeluarkan sputum pada pasien PPOK di Rumah Sakit Paru Respira
Yogyakarta. Breathing exercise yang menjadi salah satu bagian dari ACBT ini
didesain untuk melatih otot-otot pernapasan dan mengembalikan destribusi
ventilasi, membantu mengurangi kerja otot pernapasan dan membetulkan
pertukaran gas serta oksigen yang menurun. Breathing exercisa dan thoracic
expansion bertujuan untuk meningkatkan fungsi paru dan menambah jumlah
udara yang dapat dipompakan oleh paru sehingga dapat menjaga kinerja otot-otot
bantu pernapasan dan dapat menjaga serta meningkatkan ekspansi sangkar
thoraks.
Berdasarkan hasil penelitian menurut Tintin Sukartin, Sriyono, dan Iwan
Widia Sasmita bahwa terdapat perbedaan hasil post respiratory rate (RR) yang
signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan hasil uji
statistik Independent t-test (p=0,008). Pada kelompok perlakuan terjadi
penurunan nilai rata-rata RR dari 28,86 menjadi 24,86. Dengan menggunakan uji
paired t-test diperoleh hasil dengan nilai signifikansi p=0,002 yang berarti
terdapat perbedaan antara pre dan post. Pada kelompok kontrol nilai rata-rata
tidak menunjukkan perbedaan yang besar yaitu dari 27,43 menjadi 27,14 dengan
hasil uji statistik paired t-test (p=0,356) yang berarti tidak terdapat perbedaan pre
dan post terhadap RR kelompok kontrol. Teknik pernapasan active cycle of
breathing mampu menurunkan respiratory rate (RR) karena terjadi peningkatan
elastisitas dan compliance paru yang pada akhirnya meningkatkan ventilasi paru,
dimana pengeluaran CO2 dan O2 meningkat. Penurunan keluhan sesak dicapai
dengan latihan nafas active cycle of breathing. Hal ini terjadi pengeluaran mukus
dari saluran pernapasan serta peningkatan O2.
3.3 Implikasi Keperawatan
Temuan dalam peelitian ini memiliki beberapa implikasi bagi Perawat dan Pasien
3.3.1 Bagi Perawat
ACBT dapat diterapkan sebagai evidance based practice dalam
profesionalisme pemberi asuhan keperawatan bagi masyarakat, untuk
mengembangkan bentuk pelayanan nonfarmakologis sebagai salah satu
intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah pada pasien TB Paru.
3.3.2 Bagi Pasien
ACBT ini bisa dijadikan pola hidup pasien, untuk mengurangi akumulasi
sputum dalam saluran pernapasan, mengurangi sesak napas, dan meningkatkan
mobilisasi sangkar thoraks sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari 4 jurnal yang diambil untuk analisis didapatkan bahwa ada
Pengaruh Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) terhadap Penurunan
Sesak Napas pada Pasien TB Paru
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Perawat
Diharapkan literatur review ini khususnya bagi perawat dapat
diterapkan sebagai slah satu intervensi dalam menangangi masalah sesak
napas pada pasien TB Paru
4.2.2 Bagi Pasien
Diharapkan literatur review ini dapat dijadikan pola hidup pasien
untuk mengurangi sputum pada saluran pernapasan agar pasien tidak
merasakan sesak napas
DAFTAR PUSTAKA

Amin, & Zulkifli. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
FKUI.

Aru, S., Setyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Association of Chartered Physiotherapists in Respiratory Care. (2011). Retrieved


from www.acprc.org.uk: www.acprc.org.uk

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Jakarta .

Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan & Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai