Anda di halaman 1dari 26

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

SISTEM RESPIRASI: TUBERKULOSIS PARU

A. Konsep dasar Medis


1. Definisi
Tuberkulosis paru (TBC) yaitu suatu penyakit infeksius menyerang organ
parenkim pada paru (Brunner & Suddarth, 2016). Tuberkulosis paru yaitu penyakit
pada paru-paru yang diserang oleh penyakit infeksius biasa ditandai adanya
pembentukan granuloma yang menyebabkan terjadinya nekrosis pada jaringan dan
sifatnya menahun dan juga menular dari sipenderita TBC keorang lain melalui
percikan ludah.(Angelina, 2016).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular secara langsung penyebabnya
kuman mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar bakteri tuberkulosis menyerang
paru- paru, tetapi juga dapat mengenai organ-organ tubuh lainnya (Margareth TH,
2015).
Tuberkulosis paru (TBC) merupakan bakteri berupa batang yang tahan
asamalkohol (acidalcoholfastbacillus /AAFB) Mycobacterium tuberkulosisyang
utama menembus paru, usus, dan juga kelenjar getah bening.(Sutanto & Fitriani,
2017).
Penyakit tuberkulosis paru yaitu suatu penyakit dari basil kecil tahan terhadap
asam dinamakan mycobacterium tuberculosis yang dapat menular melalui bersin
batuk air ludah dari penderita tuberkulosis keorang yang dinyatakan sehat.

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Respirasi atau pernapasan merupakan suatu mekanisme pertukaran gas


oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dengan
karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme. Sistem respirasi
terdiri dari dua bagian yaitu 1) saluran nafas bagian atas, udara yang masuk
pada bagian ini dihangatkan, disaring dan dilembabkan, dan 2) saluran nafas
bagian bawah (paru), merupakan tempat pertukaran gas. Pertukaran gas terjadi
di paru.Alveoli merupakan tempat terjadinya pertukaran gas antara O2 dan
CO2 di paru. Pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam
proses respirasi terdapat pada rongga pleura dan dinding dada. Rongga pleura
terbentuk dari dua selaput serosa, yang meliputi dinding dalam rongga dada
yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis.
Saluran napas bagian atas terdiri dari (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017, p.
44) :
a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu,
dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Bagian depan terdapat
nares (cuping hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan
bagian atas farings (nasofaring). Rongga hidung terbagi menjadi 2 bagian
yaitu vestibulum, merupakan bagian lebih lebar tepat di belakang nares
anterior, dan bagian respirasi.Permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit
yang memiliki kelenjar sabesea besar, yang meluas ke dalam vestibulum
nasi tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut
yang kaku dan besar. Rambut pada hidung berfungsi menapis benda-benda
kasar yang terdapat dalam udara inspirasi
b. Faring
faring merupakan saluran otot yang terletak tegak lurus antara dasar
tengkorak (basis kranii) dan vertebra servikalis VI. Faring merupakan
tempat persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan. Letaknya
berada dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher, ke atas berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus
fausium, ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke
belakang lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat,
juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening.Perkumpulan getah
bening ini dinamakan adenoid.Di sebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri
dan kanan dari tekak.Di sebelah belakang terdapat epiglottis (empang
tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
Faring dibagi menjadi tiga, yaitu 1) Nasofaring, yang terletak di bawah
dasar tengkorak, belakang dan atas palatum molle. Pada bagian ini terdapat
dua struktur penting yaitu adanya saluran yang menghubungkan dengan
tuba eustachius dan tuba auditory.Tuba Eustachii bermuara pada
nasofaring dan berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi
membrane timpani. Apabila tidak sama, telinga terasa sakit. Untuk
membuka tuba ini, orang harus menelan.Tuba auditory yang
menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah. 2) Orofaring
merupakan bagian tengah farings antara palatum lunak dan tulang hyodi.
Pada bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang dimana
orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini.Orofaring terletak di
belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah.Dasar atau pangkal
lidah berasal dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring ini memiliki
fungsi pada sistem pernapasan dan sistem pencernaan.Refleks menelan
berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong
masuk ke saluran cerna (oesophagus) dan secara stimulant, katup menutup
laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran
pernapasan.Orofaring dipisahkan dari mulut oleh fauces.Fauces adalah
tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila
faringeal, dan tonsila lingual.3)Laringofaring terletak di belakang larings.
Laringofaring merupakan posisi terendah dari farings.Pada bagian bawah
laringofaring sistem respirasi menjadi terpisah dari sitem digestif.Udara
melalui bagian anterior ke dalam laring dan makanan lewat posterior ke
dalam esophagus melalui epiglottis yang fleksibel.

Saluran napas bagian bawah , terdiri dari (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017,
pp. 47–49):
a. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorokan berupa saluran udara, yang
terletak di depan faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke dalam trakea dibawahnya mempunyai fungsi untuk pembentukan suara.
Bagian ini dapat ditutup oleh epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berfungsi menutupi laring pada waktu kita menelan makanan.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain 1)Kartilago tiroid (1 buah)
terletak di depan jakun sangat jelas terlihat pada pria; 2)Kartilago
ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker; 3)Kartilago krikoid (1 buah)
yang berbentuk cincin; dan 4)Kartilago epiglotis (1 buah). Laring dilapisi
oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi
oleh sel epitelium berlapis (Syaifuddin, 2012; Anderson, 1999). Pada
proses pembentukan suara, suara terbentuk sebagai hasil dari kerjasama
antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah, dan bibir. Pada pita
suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara ini tidak dapat
bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki oleh aliran udara
maka tulang rawan gondok dan tulang rawan bentuk beker tadi
diputar.Akibatnya pita suara dapat mengencang dan mengendor dengan
demikian sela udara menjadi sempit atau luas.Pergerakan ini dibantu pula
oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru dihembuskan dan
menggetarkan pita suara.Getaran itu diteruskan melalui udara yang
keluarmasuk.Perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal dan
panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara
wanita
b. Trakea
Trakea merupakan batang tenggorokan lanjutan dari laring, terbentuk
oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan.Panjang trakea 9-
11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos.Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang
menghasilkan lendir.Lendir ini berfungsi untuk penyaringan lanjutan udara
yang masuk, menjerat partikel-partikel debu, serbuk sari dan kontaminan
lainnya. Sel silia berdenyut akan menggerakan mukus sehingga naik ke
faring yang dapat ditelan atau dikeluarkan melalui rongga mulut. Hal ini
bertujuan untuk membersihkan saluran pernapasaan. Trakea terletak di
depan saluran esofagus, mengalami percabangan di bagian ujung menuju
ke paru-paru, yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan
disebut karina
c. Bronkus
Bronkus merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini disebut karina. Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan
dan kiri, bronkus lobaris kanan terdiri 3 lobus dan bronkus lobaris kiri
terdiri 2 lobus.Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus
segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus
segmental.Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik dan syaraf. Berikut adalah organ percabangan dari bronkus yaitu
1)Bronkiolus, merupakan cabang-cabang dari bronkus segmental.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir
yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
nafas.2)Bronkiolus terminalis, merupakan percabagan dari bronkiolus.
Bronkiolus terminalismempunyai kelenjar lendir dan silia.3)Bronkiolus
respiratori, merupakan cabang dari bronkiolus terminalis. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas
konduksi dan jalan udara pertukaran gas. 4)Duktus alveolar dan sakus
alveolar. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolar dan sakus alveolar, kemudian menjadi alveoli
d. Paru-Paru
Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada
atau kavum mediastinum.Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus
oleh selaput yang bernama pleura.Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, pleura
visceral (selaput pembungkus) yang langsung membungkus paru-paru dan
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Pada
keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru
dapat mengembang mengempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)
yang berguna untuk melumasi permukaanya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas .Paru-paru merupakan bagian tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli).Gelembung alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.Jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m².
Alveoli merupakan tempat pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah.Banyaknya gelembung paru-paru ini
kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru
terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus yaitu lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen
pada inferior.
Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.Di antara lobulus satu dengan yang
lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah
bening dan syaraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.Di dalam
lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3 mm. Persyarafan pada pernapasan disuplai
melalui Nervus Phrenicus dan Nervus Spinal Thoraxic. Nervus Phrenicus
mensyarafi diafragma, sedangkan Nervus Spinal Thoraxic mempersyarafi
intercosta.Paru juga dipersyarafi oleh serabut syaraf simpatis dan para
simpatis.Pada paru terdapat peredaran darah ganda.Darah yang miskin
oksigen dari ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri
pulmonalis.Selain sistem arteri dan vena pulmonalis, terdapat pula arteri
dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk memperdarahi jaringan
bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya oksigen.Ventilasi paru
(bernapas) terdiri otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot
interkostal.Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan eperti otot-otot
perut.Volume udara pernapasan terdiri dari atas volume tidal (VT), volume
kemplemen (VK), volume suplemen (VS), volume residu (VR), kapasitas
vital (KV), dan kapasitas total (KT). Volume tidal (VT) adalah volume
udara yang keluar masuk paru-paru sebagai akibat aktivitas pernapasan
biasa (500 cc).Volume komplemen (VK) adalah volume udara yang masih
dapat dimasukkan secara maksimal ke dalam paru-paru setelah inspirasi
biasa (1500 cc).Volume suplemen (VS) adalah volume udara yang masih
dapat dihembuskan secara maksimal dari dalam paru-paru setelah
melakukan ekspirasi biasa (1500 cc).Volume residu (VR) adalah volume
udara yang selalu tersisa di dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi
sekuatkuatnya (1000 cc). Kapasitas vital (KV) adalah volume udara yang
dapat dihembuskan sekuatkuatnya setelah melakukan inspirasi sekuat-
kuatnya (KV = VT + VK + VS) 3500 cc. Kapasitasi total (KT) adalah
volume total udara yang dapat tertampung di dalam paru-paru (KT = KV +
VR) 4500 cc

b. Fisiologi
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandungoksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.Penghirupan udara
ini disebut inspirasi dan penghembusannya disebut ekspirasi.Jadi, dalam paru-
paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang masuk kedalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah secara osmosis.CO2 dikeluarkan melalui traktus
respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-
kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung (atrium
sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan
sel-sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung
(serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra)
dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru
Pernapasan terdiri dari 2 mekanisme yaitu inspirasi (menarik napas)
dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi
dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.Bernapas
merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan.Refleks
bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum
penyambung (medulla oblongata).Oleh karena seseorang dapat menahan,
memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks
bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat
peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah.
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari
nervus frenikus lalu mengerut datar.Muskulus interkostalis yang letaknya
miring, setelah mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga
(kosta) menjadi datar.Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan
vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan
menjadi cekung,muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian
rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses
respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
rongga pleura dan paru-paru. Pada pernapasan dada, pada waktu seseorang
bernapas, rangka dada terbesar bergerak.Ini terdapat pada rangka dada yang
lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.Pada pernapasan
perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan
pernapasan perut. Kebanyakan pernapasan perut terdapat pada orang tua,
karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan
oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan
pada laki-laki.

3. Klasifikasi
Klasifikasi dari penyakit tuberkulosis paru, diantaranya adalah sebagai berikut
(Angelina, 2016):
a. Kategorisasi menurut organ fisik yang mungkin terinfeksi :
1) Tuberkulosis Paru-paru.
Tuberkulosis pada paru merupakan sumber penyakit penyerang jaringan
parenkim paru. Bukan termasuk pleura dan kelenjar didalam hilar.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru-paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ fisik selain paru, seperti parietal, selaput
dalam otak, pericardium, tulang atau alat gerak, kulit, usus, ginjal, saluran air
seni, alat reproduksi, dan lainnya.
b. Kategorisasi dari hasil laboratorium sputum dahak mikroskop penderita
Tuberkulosis Paru
1) TB paru pada BTA hasilnya positif
a) Minimal dua dari tiga sampel secret SPS pada BTA hasilnya positif.
b) Dari 1 sampel sekret SPS pada BTA hasilnya positif, dan hasil photo
toraks pada dada menentukan adanya bayangan bakteri tuberkulosis.
c) Dari 1 sampel sekret SPS hasil BTA menunjukkan positif &
perkembang-biakan bakteri tuberkulosis hasilnya positif.
d) Dari 1/lebih sampel sekret yang hasilnya positif sesudah tiga spesimen
sekret SPS dipemeriksaan sebelum BTA hasilnya negatif dan tidak
menunjukkan perbaikan sesudah dimasukkan obat antibiotika non OAT.
2) TB paru pada BTA hasilnya negatif
a) Diagnostik TB paru BTA hasilnya negatif berkriteria seperti berikut:
b) Setidaknya ada tiga spesimen sekret SPS pada BTA hasilnnya negatif.
c) Hasil photo toraks hasilnya normal tidak terdapat TB paru.
d) Menunjukan tidak membaik sesudah diberikan antibiotika non OAT.
e) Dokter mempertimbangkan mengenai pemberian obat.
c. Kategorisasi TB dari tangga keparahannya
1) Tuberkulosis paru BTA hasilnya negatif dan photo toraks hasilnya positif
terbagi dengan didasari tingkat keparahannya dari penyakit yang dialami,
berat/ringan penyakitnyaa. Dikatakan akut apabila gambaran hasil photo
toraks menunjukan kerusakan didalam paru menjadi luas (misalproses
dari“far advanced”), atau dikatakan kondisi penderita memburuk.
2) Tuberkulosis ekstraparu terbagi dengan dasar kenaikan nilai parah dari
penyakit, yaitu:
a) Tuberkulosis ekstra paru ringan, semisal: tuberkulosis kelenjar limfa,
pertulangan tidak termasuk tulang bagian belakang, persendian, dan
kelenjar pada adrenali.
b) Tuberkulosis ekstra peparu berat, semisal: infectious disease, milier,
perikarditise, peritonitisme, pleuritis-eksudativa-bilateral, tuberkulosis
pada kerangka bagian belakang, tuberkulosis pada organ usus,
tuberkulosis pada jalan kencing dan alat reproduksi.
d. Kategorisasi menurut riwayat pasien berobat, terbagi atasbebrapa tipe, yaitu :
1) Pasien Kasus Aktual
Yaitu klien belum merasakan OAT atau telah merasakan OAT minim 4
minggu.
2) Pasien Kasus Kumat-kumatan
Yaitu klien TBC sudah melakukan pengobatan tuberkulosis dan telah
dibuktikan sembuh melalui pemberian obat-obatan lengkap, tetapi
didiagnosis lagi menunjukkan BTA hasilnya positif.
3) Kasus pasien sesudah berhenti minum obat(default)
Yaitu klien yang sudah berhenti minum obat2 bulan lebih tetapi pemeriksaan
BTA hasilnya positif.

4. Patofisiologi
Asal muasal penularan penyakit penderita tuberkulosis paru diuji BTA paru
hasilnya positif. Disaat penderita batukatau bersin, bakteri berterbangan keudara
dalam bentuk basil berasal dari percikan dahak. Penderita tuberkulosis bersin
sekaligus batuk mampu memproduksi berkisar tiga ribu basil percikan doplet dahak.
Secara umum penularan TB dalam ruangan terbuka terjadi dalam waktu panjang.
Karena terdapat adanya sirkulasi udara dapat mengurangi jumlah percikan ludah,
sementara panas cahaya matahari mampu membunuh kuman mycobacterium
tuberculosis. (Guyton & Hall, 2016).
Kuman mycobacterium tuberculosis yang keluar melalui percikan ludah hanya
mampu bertahan beberapa jam saja dikeadaan yang gelap dan lembab. Daya
penularan penyakit dapat diperhentikan berdasarkan banyaknya bakteri dari paru.
Derajat kepositifan makin tinggi hasil pemeriksaan dahak, makin menularlah
pengidap tersebut. Penyebab orang terpapar bakteri mycobacterium tuberculosis
ditentukan oleh banyaknya jumlah percikan diudara dan lamanya orang menghirup
udara tersebut (Brunner & Suddarth, 2016).
Virus masuk pada jaringan alveolus melalui saluran pernafasan. Basil tersebut
dapat membangkitkan reaksi peradangan secara langsung. Bakteri tidak membunuh
dinamakan Leukosit memfagosit, leukosit tergantikan oleh makrofag setelah hari
pertama. Alveolus yang sudah terinfeksi akan mengalami konsolidasi. Kemudian
makrofag mengadakan infiltrasi dapat menyatu menjadi sel-sel tuberkel epiteloid.
Jaringan kemudian mengalami necrose ceseosa dan jaringan granulasi akan menjadi
fibrosa berlebih kemudian terbentuklah jaringan seperti parutan kolagenosa, respon
peradangan lainnya terjadi melepasnya bahan tuberkel ke-trakeobronkiale kemudian
terjadinya penumpukan sekret. TB sekunder ada apabila bakteri dengan dorman aktif
lagi jika imun penderita menurun (Guyton & Hall, 2016).
5. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri dinamakan Mycobacterium
Tuberculosis, Jenis bakteri ini berbentuk seperti batang amat kecil panjang ukuran 1-
4 /um dan tebalnya 0,3-0,6/um (Guyton & Hall, 2016). Mycobacterium Tuberculosis
termasuk bakteri sifatnya aerob kemudian kuman tersebut menyerang jaringan yang
mempunyai konsentrasi tinggi terhadap oksigen termasuk paru-paru. Tuberkulosis
paru merampak parenkim paru melalui droplet batuk, bersin dan pada saat berbicara
kemudian berterbangan melalui udara dari penderita ke orang lain. Kuman
Mycobacterium Tuberculosis berupa batang, dan bersifat mampu bertahan terhadap
pewarnaan atau asam, maka dari itu dinamakan basil tahan asam atau disingkat
(BTA) (Angelina, 2016).
Mycobacterium Tuberculosissangat rentan terkena paparan sinar matahari
secara langsung, tetapi mycobacterium tuberculosis mampu hidup bertahan diruang
gelap dan lembab hingga beberapa jam. Pada jaringan tubuh bakteri tuberkulosis
dapat melakukan dorman atau inaktif (penderita tertidurnya lama) hingga beberapa
tahun lamanya. Penyebaran dari Mycobacterium Tuberculosis dapat melewati
droplet hingga nukles, kuman tuberkulosis dihirup oleh orang dari udara kemudian
menginfeksi organ tubuhnya terutama paru-paru. Diperkirakan, satu penderita
tuberkulosis paru dengan BTA positif yang tidak diobati dapat 10-15 orang tertular
disetiap tahunya (Brunner & Suddarth, 2016).

6. Tanda gejala
Bukti gejala tuberkulosis dibagi 2 (dua) golongan seperti gejala sistemik dan
gejala respiratorik (Inayah & Wahyono, 2018).
a. Gejala sistemik.
1) Badan Panas
Tuberkulosis paru gejala pertamanya kadang kala muncul suhu meningkat
dikit disiang hingga disore hari. Badan suhu meningkat menjadi makin tinggi
apabila prosess jadi progresif kemudian penderita merasakan badannya
menjadi hangat atau wajahnya panas.
2) Badan Kedinginan/menggigil
Badan merasa dingin terjadi apabila suhu fisik akan naik secara kilat, tetapi
tidak ada panas dengan angka sama dapat menjadi reaksi umum lebih kuat.
3) Peluh dimalam hari
Peluh malam bukan salah satu gejala patognomonis dari penyakit TB paru.
Tetapi peluh malam pada umumnya akan timbul jika proses sudah lanjut,
kecuali penderita dengan vasodilation labil, peluh malam juga bisa muncul
lebih awal. tachycardia dan kliyengan hanya muncul apabila disertai panas.
4) Malaise
Lantaran penyakit Tuberkulosis paru sifatnya radang menahun, maka
penderita akan merasakan badan sakit tidak enak dirasakan, nafsu makan
berkurang, pegal linu,badan semakin kurus, kliyengan, dan gampang capek.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk-batuk
Batuk awal mulai muncul jika proses dari penyakit TBC sudah mengena
bronkeolus, selanjutnya mengakibatkan peradangan bronkeolus, dan batuk
menjadi aktif. Kemudian bermanfaat sebagai pembuang produk pengeluaran
dahak yang meradang tersebut.
2) Sekret
Sesuatu yang sifatnya mukoid membuntangi paru-paru dan keluar dengan
jumlah sedikit, kemudian akan menjelma seperti muko purulen berwarna
kuning atau hijau sampai purulen tersebut mengalami perubahan dengan
tekstur kental jika secret telah terbentuk menjadi lunak atau seperti keju.
3) Nyeri pada dada
Nyeri dadakan muncul jika sistem syaraf yang ada dalam parietal sudah
mengenai, gejala yang dirasakan sifatnya domestik.
4) Sesak Nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

5) Ronchi
Satu hasil pemeriksaan yang tersiar bunyi tambahan seperti suara gaduh
terutama pada saat penderita ekspirasi disertai adanya sekret pada
pernafasan.

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pengamatan fisik beserta cara anamnesa
b. Cek Lab darah rutin untuk mengetahui LED normal atau terjadi peningkatan.
c. Test photo thoraks PA&lateral. Hasil photo thoraks ada gambaran penunjang
designation tuberkulosis, yaitu :
1) Terdapat gambaran lesi yang terletak diarea paru-paru atau bagian apikal
lobus bagian dasar.
2) Terdapat gambaran berawan dan berbintik atau bopeng.
3) Terdapat adanyaa kavisitas satu atau dobel.
4) Terdapat kecacatan pada bilateral, pertama diarea arah paru-paru.
5) Terdapat adanya suatu kategorisasi.
6) Setelah melakukan photo kembali sebagian minggu akan datang hasilnya
terdapat gambaran masih tampak menetap.
7) Adanya bayangan milier
d. Pemeriksaan sputum Basil Tahan Asam
Suatu cara untuk memastikan diagnosis tuberkulosis paru, akan tetapi
pemeriksaan tidak sensitif yaitu hanya 30-70% penderita TBC yang terdiagnosis
hanya berdasarkan pemeriksaan sputum BTA.
e. Tes Peroksidase Anti Peroksidase
Cara untuk menguji serologi dari imunoperoksidase dengan memakai alat
histogen imunoperoksidase staning untuk menentukan ada tidaknya IgG bersifat
spesifik terhadap suatu basil Tuberkulosis.
f. Tes mantoux atau tuberkulin
g. Teknik PCR (polymerase chain reaction)
Mendeteksi DNA kuman Mycobacterium Tuberculosis secara spesifik melalui
aplifikasi dengan berbagai tahap sehingga mampu mendeteksi meskipun hanya
ada-1 mikro organisme didalam spesimen. Dan juga dapat mendeteksi adanya
retensi adanya TB.
h. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)
Mendeteksi dengan cara grouth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
suatu metabolisme asam lemak oleh Mycobacterium Tuberculosis
i. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELIA)
Mampu mendeteksi respon humoral yang memakai antigen atau anti body yang
terjadi. Cara pelaksanaannya cukup rumit dan antibodynya dapat menetap
diwaktu lama sehingga dapat menimbulkan masalah.(Brunner & Suddarth,
2016).

8. Komplikasi
a. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumo toraks,
gagal napas.
b. TB ekstra Paru: Pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar
limfe, kor pulmoal ( Alwi, 2017)

9. Penatalaksanaan
a. Tujuan pengobatan TB adalah :
1) menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
2) mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3) mencegah kekambuhan TB
4) mengurangi penularan TB kepada orang lain
5) mencegah perkambangan dan penularan resisten obat
b. Prinsip pengobatan TB
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efesien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekut
harus memenuhi prinsip :
1) Pengobatan diberikan dalam betuk paduan OTA yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
2) Diberikan dalam dosis yang tepat
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

c. Tahapan pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud :
1) Tahap awal :
2) Pengobatan diberikan setiap hari, panduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pengoatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tampa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu.
3) Tahap lanjutan :
4) Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang panting untuk membunuh
sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Table 2.1 OAT Line Pertama
Nama obat Sifat Efek samping

Isoniasid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,


gangguan fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine berwarna merah,
gangguan fungsi hati, trombositopeni,
demam, skinrash, sesak nafas, anemia
hemolitik
Pirazinamide(Z) Bakterisidal Gangguan gatrointestinal, gangguan
fungsi hati, gout artritis
Streptomisin(S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni
Etambutol(E) Bakteriostatiki Gangguan penglihatan, buta warna,
neuritis perifer
( Kemenkes RI, 2014 ).

Table 2.2 Kisaran dosis OAT lini pertama bagai pasien dewasa
OAT Dosis
Harian 3x/ minggu
Kisaran Dosis Maksimum Kisaran Dosis Maksimum/hari
(mg/kg BB) (mg) (mg/kg BB) (mg)
Isoniasid 5(4–6) 300 10 ( 8 – 12 ) 900
Rifampisin 10 ( 8 – 12 ) 600 10 ( 8 – 12 ) 600
Pirazinamid 25 ( 20 – 30 ) - 35 ( 30 – 40 ) -
Straptomisin 15 ( 15 – 20 ) - 30 ( 25 – 35 ) -
Etambutol 15 ( 12 – 18 ) - 15 ( 12 – 18 ) 1000
( Kemenkes RI, 2014 ).
Catatan : pemberian streptomisi untuk yang berumur >60 tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >500
mg/hari.
e. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia ( sesuai rekomendasi WHO )
Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Pengendalian
Tuberculosis di Indonesia adalah :
1) Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3
2) Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3) Kategori Anak : 2 (HRS)/4(HR) atau 2HRZA(s)/4-10HR
4) Obat yang digunakan dalam tatalaksan pasien TB resisten obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisin, kepreomisin, levofloksasin,
etionamide, sikloserine, moksifloksasin, sarta OAT lini-1, yaitu pirazinamid
dan etambol.
f. Panduan OAT KDT Lini pertama dan peruntukannya.
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis
c) pasienTB ekstra paru
Table 2.3 Dosis Panduan OAT KDT kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
hari RHZE (150/75/400/275) selama 16 minggu 4 RH (150/150 )
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 4 KDT
38 – 37 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 4 KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 4 KDT
≥71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 4 KDT
( Kemenkes RI, 2014 ).
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BAT positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) :
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1
sebelumnya
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat

Tabel 2.4 Dosis Panduan OAT KDT kategori 2:2


(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjut 3 kali seminggu
RHZE(150/75/400/275) + S RH(150/150) + E(400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 500 2 tab 4KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab etambutol


mg streptomisin
inj.
38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 3 tab 4KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab etambutol
750 mg
streptomisin inj.
55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 4 tab 4KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab etambutol
1000 mg
streptomisin inj.
≥ 71 kg 5 tab 4KDT + 100 5 tab 4KDT 5 tab 2 KDT + 5 tab etambutol
mg streptomisin (>dosis maks)
inj.
( Kemenkes RI, 2014 ).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data pasien
Penyakit tuberkulosis ( TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanyabanyak di temukan pada pasien yang tinggal di
daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari
kedalam rumah sangat minim.
Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun usia paling
umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB paru-paru
(extraplumonary) dibandingkan TB Paru-paru dengan perbandingan 3:1.
Tuberkulosis luar paru-paru adalah tb berat yang terutama ditemukan pada usia <
tahun. Angka kejadian (prevalansi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup
rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru-paru
menyerupai kasus pada pasien dewasa(sering disertai lubang/kavitas pada paru-
paru)
b. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41 derajat Celcius) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum)
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru
4) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
5) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat bada
menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam
6) Sianosis, sesak nafas dan kolaps merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung terdorong kesisi yang
sakit. Pada foto thorak , pada sisis yang sakit tampak bayangan hitam
diafragma dan diafragma menonjol keatas.
c. Pemeriksaan fisik
1) Pada tahap dini sulit diketahui
2) Roncho basah, kasar dan nyaring
3) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara umforik
4) Pada keadaan lanjut atropi, retraksi interkostal dan fibrosis
5) Bila mengenai pleuraterjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
(Somantri, p. 2007)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
Sekresi yang tertahan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hyambatan upaya napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar
kapiler.
d. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh.
e. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa keperawatan SLKI SIKI

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawtan Manajemen jalan napas
dengan hipersekresi jalan napas. Sekresi yang selama 1x 24 jam maka bersihan jalan nafas
tertahan meningkat dengan kriteria hasil: Observasi :
1. batuk efektif (meningkat) 1. Monitor pola napas
2. produksi sputum (menurun) 2. Monitor bunyi napas
Data mayor :
3. mengi (menurun) 3. Monitor sputum
Ds:-
4. dispnea (menurun)
Do:
5. gelisah (menurun) Teraupetik
 batuk tidak efektif
6. frekuensi napas (membaik) 4. Pertahankan kepatenan jalan
 tidak mampu batuk 7. pola nafas (membaik) napas dengan head tilt chin lift
 seputum berlebihan atau jaw trust
 mengi, whezing dan atau ronkhi kering (PPNI, 2019, P. 18) 5. Posisikan semifowle atau fowler
Data minor 6. Berikan minum air hangat
Ds: 7. Lakukan fisioterapi dada
 dispnea 8. Lakukan penghisapan lendir
 sulit bicara kurang dari 15 detik
 ortopnea 9. Lakukan hiperoksigenisasi
Do: sebelum penghisapan
 gelisah endotrakeal
 sianosis 10. Berikan oksigen
 bunyi nafas menurun
 frekuensi nafas berubah Edukasi
 pola nafas berubah 11. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
(PPNI, 2017, p. 18) 12. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
NO Diagnosa keperawatan SLKI SIKI

bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

(PPNI, 2018a, p. 187):


2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen asma
hambatan upaya nafas selama 3 x 24 jam maka pola nafas membaik
Data Mayor: dengan kriteria hasil: Observasi :
Ds: 1. Ventilasi semenit(meningkat) 1. Monitor dan frekuensi dan
 Dispnea 2. Dispnea (menurun) kedalaman napas
Do: 3. Penggunaan otot bantu nafas (menurun) 2. Monitor tanda dan gejala
 Penggunaan otot bantu pernapasan 4. Pemanjangan fase ekspirasi (menurun) hipoksia
 Fase ekspirasi memanjang 5. Frekuensi nafas (membaik) 3. Monitor bunyi napas
 Pola nafas abnormal 6. Kedalaman nafas (membaik) 4. Monitor saturasi O2
(PPNI, 2019, p. 95)
Data Minor Terapeutik :
Ds: 1. Berikan posisi semi fowler 30-40
 Ortopnea derajat
2. Pasang oksimetri nadi
Do: 3. Berikan O2 6-15 ltr untuk
 Pernapasan pursed-lip mempertahankan Spo2
4. Pasang jalur intravena untuk
 Pernapasan cuping hidung
pemberian obat dan hidrasi
 Ventilasi semenit menurun
5. Ambil sample darah untuk
 Kapasitas vital menurun pemeriksaan darah lengkap dan
 Tekanan ekspirasi menurun AGD
 Tekanan inspirasi menurun
Kolaborasi
(PPNI, 2017, p. 26) 6. Anjurkan meminimalkan ansietas
yang dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen
NO Diagnosa keperawatan SLKI SIKI

7. Anjurkan bernapas lambat dan


dalam

Edukasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator sesuai indikasi

(PPNI, 2018, p. 186-187)

3 Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan setelah dilakukan intervensi keperawatan Terapi oksigen (PPNI, 2018a, p. 431)
Perubahan Membrane Alveolus-Kapiler selama 1 x 24 jam maka pertukaran gas Observasi
membaik dengan kriteria hasil: 1. monitor kecepatan aliran oksigen
Data Mayor: 1. Dispnea (menurun) 2. monitor tanda-tanda hipoventilasi
Ds: 2. Bunyi nafas tambahan (menurun) 3. monitor tanda dan gejala toksikasi
 Dispnea 3. Pusing (menurun) oksigen dan atelectasis
Do: 4. Pengelihatan kabur (menurun) 4. monitor tingkat kecemasan akibat
 PCO2 meningkat/menurun 5. Diaforesis (menurun) terapi oksigen
 PO2 menurun 6. Gelisah (menurun) 5. monitor posisi terapi oksigen
 Takikardia 7. PO2 (membaik) 6. moitor efektifitas terapi oksigen
 PH arteri meningkat/menurun 8. Takikardia (membaik)
 Bunyi nafas tambahan 9. PH arteri (membaik) Teraupetik
10. Sianosis (membaik) 7. bersihkan secret pada mulut,
Data Minor 11. Pola nafas (membaik) hidung dan trakea, jika perlu
Ds: 12. Warna kulit (membaik) 8. pertahankan kepatenan jalan
napas
 Pusing
9. siapkan dan atur peralatan
 Pengelihatan kabur
(PPNI, 2019, p.94) pemberian oksigen
Do:
 Sianosis Edukasi
NO Diagnosa keperawatan SLKI SIKI

 Diaforesis 10. ajarkan pasien dan keluarga cara


 Gelisah menggunakan oksigen di rumah
 Napas cuping hidung 11. kolaborasi penggunaan oksigen
 Pola nafas abnormal saat beraktivitas atau tidur
 Warna kulit annormal
 Kesadaran menurun (PPNI, 2018a, p. 431)

(PPNI, 2017, p. 26)


4 Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama:
kebutuhan metabolisme selama 3x24 jam. status nutrisi membaik Manajemen Nutrisi
dengan kriteria hasil: Obervasi:
Tanda mayor: 1. porsi makanan yang dihabiskan 1. Identifikasi status nutrisi
Ds: (meningkat) 2. Identifikasi alergi atau intoleransi
- 1. Pengetahuan standar nutrisi yang tepat Makanan
Do: (meningkat) 3. Identifikasi makanan yang
 berat badan menurun minimal 10 % di 2. Prasaan cepat kenyang (menurun) disukai
bawah rentang ideal 3. Nyeri abdomen (menurun) 4. Monitor asupan makanan
4. Sariawan(menurun) 5. Monitor berat badan
tanda minor 5. Rabut rontok (menurun) Terapeutik:
Ds: 6. Frekuensi makan (membaik) 6. Sajikan makanan secara menarik
 cepat kenyang setelah makan 7. Nafsu makan (membaik) 7. Berikan makanan tinggi kalori
 kram/nyeri abdomen dan tinggi protein
 nafsu makan menurun (PPNI. 2019.p.121). Edukasi:
Do: 8. Ajarkan diet yang diprogramkan
 Bising usus hiperaktif Kolaborasi:
 Membran mukosa cepat 9. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis: Pereda
 Sariawan
nyeri, antiematik)
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan (PPNI. 2018.p.200).
NO Diagnosa keperawatan SLKI SIKI

 Diare

(PPNI. 2017, p. 56)


6 Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Energi
selama 3 x 24 jam maka Toleransi Monitor
Data Mayor Aktivitas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor kelelahan fisik dan
Ds: 1. Kemudahan dalam melakukan emosional
 Mengeluh lelah aktivitas sehari- hari (meningkat) 2. Monitor lokasi dan
Do: 2. Kecepatan berjalan ( meningkat) ketidaknyamanan selama
 Frekuensi jantung meningkat > 20% 3. Keluhan lelah (menurun) melakukan aktivitas
dari kondisi istirahat 4. Dispnea saat atau setelah aktivitas dari Teraupetik
sedang 1. Fasilitasi duduk di sisi tempat
Data Minor: (menurun) tidur, jika tidak dapat
Ds: 5. Tekanan darah(membaik) berpindah atau berjalan
6. Ekg dari sedang (membaik) 2. Sediakan lingkungan nyaman
 Dispnea saat/setelah beraktifitas dan rendah stimulus
(PPNI,2019,p.149)
 Merasakan tidak nyaman setelah Edukasi
beraktivitas 1. Anjurkan tirah baring
 Merasa lemah 2. Anjurkan melakukan aktivitas
Do: secara bertahap
 Tekanan darah berubah >20% dari 3. Anjurkan menghubungi
kondisi istirahat perawat jika tanda dan gejala
 Gambaran EKG menunjukan aritmia kelelahan tidak berkurang
saat/setelah beraktivitas 4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
 Gambaran EKG menunjukan Iskemik Kolaborasi
 Sianosis 1. Kolaborasi dalam pemberian
(PPNI, 2017,p. 128) obat dengan tim farmasi
(PPNI. 2018.p.176).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien
untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
Daftar Pustaka

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.


Angelina, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (5th ed.). Jakarta: EGC.
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Guyton, & Hall. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Singapore: Elsevier.
Inayah, S., & Wahyono, B. (2018). Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi
DOTS Samhatul. 2(2), 331–341.
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan NANDA
NIC NOC. Jakarta: TIM.
Margareth TH, M. C. R. (2015). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika.
Somantri, Irma. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperwatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperwatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperwatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai