Anda di halaman 1dari 38

MODUL

PENYAKIT SISTEM RESPIRASI

COVID 19

A. ANATOMI SISTEM PERNAFASAN


Respirasi atau pernapasan merupakan suatu mekanisme pertukaran gas oksigen
(O2) yang dibutuhkan tubuh untukmetabolism sel dengan karbondioksida (CO2)
yang dihasilkan dari metabolisme. Sistem respirasi terdiri dari 2 bagian yaitu,
saluran nafas bagian atas, udara yang masuk pada bagian ini dihangatkan,
disaring dan dilembabkan, dan saluran nafas bagian bawah (paru) merupakan
tempat pertukaran gas. Alveoli merupakan tempat terjadinya pertukaran gas
antara O2 dan CO2 di paru, pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran
gas dalam proses respirasi terdapat pada rongga pleura dan dinding dada.
Rongga pleura terbentuk dari dua selaput serosa, yang meliputi dinding dalam
rongga dada yang disebut pleura parletalis dan yang meliputi paru disebut pleura
veseralis.

Gambar 1. Sistem Respirasi manusia

Gambar 2. Proses aliran udara


1. Organ Pernapasan

Organ pernapasan pertama yang kita pelajari adalah organ pernapasan atas.
Organ pernapasan atas ini terdiri atas hidung, nasofaring (terdapat
pharyngeal tonsil dan tuba eustachius), orofaring (merupakan pertemuan
rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah), dan laringofaring
(tempat persilanganantara aliran udara dan aliran makanan).

a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan
kotoran yang yang masuk ke dalam lubang hidung. Bagian depan terdapat
nares (cuping hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan bagian
atas faring (nasofaring). Rongga hidung terbagi menjadi 2 bagian yaitu
vestibulum, merupakan bagian lebih lebar tepat di belakang nares anterior,
dan bagian respirasi. Permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang memiliki
kelenjar sabesa besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi tempat terdapat
kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang kaku dan besar.
Rambut pada hidung berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat
dalam udara. Pada dinding lateral hidung menonjol tiga lengkungan tulang
yang dilapisi oleh mukosa, yaitu : 1) konka nasalis superior, 2) konka nasalis
medius, dan 3) komka nasalis inferior, yang terdapat jaringan kavernosus
atau jaringan erektil yaitu pleksus vena besar, berdinding tipis, dan dekat
dengan permukaan. Di antara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan
meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan
bagian tengah) dan meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus
inilah yang dilewati oleh udara pernapasan. Di sebelah dalam terdapat lubang
yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut koana, disebelah
belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit- langit terdapat
satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga
pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditive eustaki, yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris. Dasar dari
rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas. Rongga hidung berhubungan
dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranalis, yaitu sinus maksilaris
pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus
sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis pada rongga tulang
tapis. Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung syaraf penciuman yang
menuju ke konka nasalis yang terdapat sel-sel penciuman yang terletak
terutama di bagian atas konka. Pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut-serabut syaraf atau respektor dari syaraf penciuman disebut nervus
olfaktorius. Fungsi hidung adalah
i. saluran udara pernapasan
ii. penyaringan (filtrasi, penghangatan, dan pelembaban),
iii. penerimaan bau, merupakan fungsi ephithelium olfaktori pada bagian
medial rongga hidung
iv. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara-suara
fenotik dimana berfungsi sebagai ruang resonasi,
v. Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernapasan
oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.

b. Faring
Tekak atau Faring merupakan saluran otot yang terletak tegak lurus antara
dasar tengkorak (basis krani) dan vertebra servikalis. Faring merupakan
tempat persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan. Letaknya berada
dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher, ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah
terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esophagus.
Dibawah selapu lendir terdapat jaringan ikat, juga beberapa tempat terdapat
folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini disebut adenoid. Di
sebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah
belakang terdapat epiglottis (empang tenggorokan) yang berfungsi menutup
laring pada waktu menelan makanan. Faring dibagi menjadi 3, yaitu
i. Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas
palatum mole. Pada bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu
adanyasaluran yang menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba
auditory. Tuba Eustachius bermuara pada nasofaring dan berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrane timpani.
Apabila tidak sama, telinga serasa sakit. Untuk membuka tuba ini, orang
harus menelan makanan atau minuman. Tuba Auditory yang
menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah
ii. Orofaring merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan
tulang hyoid. Pada bagian ini traktus respiratori dan traktus digestif
menyilang dimana orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini.
Orofaring terletak dibelakang rongga mulut dan permukaan belakang
lidah. Proses respirasi pada faring Dasar atau pangkal lidah berasal
dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring ini memiliki fungsi
pada sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Refleks menelan awal dari
orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk ke
saluran cerna (esophagus) dan secara stimulant, katup menutup laring
untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring
dipisahkan dari mulut oleh fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya
macam-macam tosila,seperti tonsila palatina, tonsila faringeal, dan tonsila
lingual.
iii. Laringofaring terletak dibelakang laring. Laringofaring merupakan posisi
terendah dari faring. Pada bagian bawah laringofaring sistem respirasi
menjadi terpisah dari sistem digestif. Udara melalui bagian anterior ke
dalam larings dan makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui
epiglottis yang fleksibel.
Saluran pernapasan bagian bawah ini terdiri atas :
a. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorokan berupa saluran udara yang
terletak di depan faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke dalam trakea di bawahnya mempunyai fungsi untuk pembentukan
suara. Bagian ini dapat ditutup oleh epiglottis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi menutupi laring pada waktu kita menelan
makanan. Laring terdiri dari lima tulang rawan antara lain, 1) Kartilago
tiroid (1 buah) terletak di depan jakun sangat jelas terlihat pada pria, 2)
Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker, 3) Kartilago krikoid
(1 buah) yang berbentuk cincin, dan 4) Kartilago epiglottis (1 buah).
Laring dilapisi oleh selaput lender, kecuali pita suara dan bagian
epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
Pada proses pembentukan suara, suara tebentuk sebagai hasil dari
kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir.
Pada pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara ini
tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki oleh
aliran udara maka tulang rawan gondok dan tulang rawan berbentuk beker
tadi diputar. Akibatnya pita suara dapat mengencang dan mengendor
dengan demikian sela udara menjadi sempit atau luas. Pergerakan ini
dibantu pula otot-otot laring, udara yang dari paru-paru dihembuskan dan
menggetarkan pita suara. Getaran itu diteruskan melalui udara yang
keluar masuk, perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal dan
panjangnya pita suara.

b. Trakea
Trakea merupakan batang tenggorokan lanjutan dari laring, terbentuk
oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan. Panjang trakea 9-
11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos. Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang
menghasilkan lendir. Lendir ini berfungsi untuk penyaringan lanjutan
udara yang masuk, menjerat partikel-partikel debu, serbuk dari dan
kontaminan lainnya. sel silia berdenyut akan menggerakan mucus
sehingga naik ke faring yang dapat ditelan atau dikeluarkan melalui
rongga mulut. Hal ini bertujuan untuk membersihkan saluran pernapasan.
Trakea terletak di depan saluran esophagus, mengalami percabangan di

bagian ujung menuju ke paru-paru yang memisahkan trakea menjadi


bronkuskiri dan kanan disebut karina.
c. Bronkus
Bronkus merupakan percabangan trakea kanan dan kiri, tempat
percabangan ini disebut karina. Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan
dan kiri, bronkus lobaris kanan terdiri 3 lobus dan bronkus lobaris kiri
terdiri 2 lobus. Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus
segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menajdi 9 bronkus segmental.
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik dan syaraf. Berikut adalah organ percabangan dari bronkus yaitu
1) Bronkiolus, merupakan cabang-cabang dari bronkus segmental.
Bronkiolus mengandung kelenjar submucosa yang memproduksi lendir
yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam
jalan nafas. 2) Bronkiolus terminalis, merupakan percabangan dari
bronkiolus. Bronkiolus terminalis mempunyai kelenjar lendir dan silia. 3)
Bronkiolus respiratori, merupakan cabang dari bronkiolus terminalis.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain
jalan nafas konduksi dan jalan udara pertukaran gas. 4) Duktus alveolar
dan sakus alveolar. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam
duktus alveolar dan sakus alveolar, kemudian menjadi alveoli.

d. Paru-paru
Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum, pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau
hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus
oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, pleura
visceral (selaput pembungkus) yang langsung membungkus paru-paru
dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah
luar. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga
paru-paru dapat mengembang mengempisdan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk melumasi permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada
gerakan bernapas.

Paru-paru merupakan bagian tubuh yang sebagian besar terdiri dari


gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel, jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m2. Bagian dalam paru-paru Alveoli merupakan tempat
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari
darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000
buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu
paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus yaitu lobus pulmo dekstra superior,
lobus media, dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang
kecil bernama segmen. Paru- paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-
paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
lobus inferior, tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya
dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah bening dan
syaraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus,
bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus, tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3 mm. Respirasi alveolus Persyarafan pada
pernapasan disuplai melalui Nervus Phrenicus dan Nervus Spinal
Thoraxic. Nervus Phrenicus mensyarafi diafragma, sedangkan Nervus
Spinal Thoraxic mempersyarafi intercostal, paru juga dipersyarafi oleh
serabut syaraf simpatis dan para simpatis. Pada paru terdapat peredaran
darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan masuk ke
paru melalui arteri pulmonalis, selain sistem arteri dan vena pulmonalis,
terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk
memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya
oksigen. Ventilasi paru (bernapas) terdiri otot-otot pernapasan, yaitu
diafragma dan otot-otot interkostal. Selain ini ada otot-otot pernapasan
tambahan eperti otot-otot perut. Volume udara pernapasan terdiri dari atas
volume tidal (VT), volume kemplemen (VK), volume suplemen (VS),
volume residu (VR), kapasitas vital (KV), dan kapasitas total (KT).
Volume tidal (VT) adalah volume udara yang keluar masuk paru-paru
sebagai akibat aktivitas pernapasan biasa (500 cc).Volume komplemen
(VK) adalah volume udara yang masih dapat dimasukkan secara
maksimal ke dalam paru-paru setelah inspirasi biasa (1500 cc). Volume
suplemen (VS) adalah volume udara yang masih dapat dihembuskan
secara maksimal dari dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi biasa
(1500 cc). Volume residu (VR) adalah volume udara yang selalu tersisa
di dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi sekuat- kuatnya (1000
cc). Kapasitas vital (KV) adalah volume udara yang dapat dihembuskan
sekuat- kuatnya setelah melakukan inspirasi sekuat-kuatnya (KV = VT +
VK + VS) 3500 cc. Kapasitasi total (KT) adalah volume total udara yang
dapat tertampung di dalam paru-paru (KT = KV + VR) 4500 cc
2. Fisiologi Sistem Respirasi

Manusia sangat membutukan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak


mendapatkan oksigen selama 4 menit saja dapat mengakibatkan kerusakan
pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagi dan bisa menimbulkan kematian.
Kalau penyediaan oksigen berkurang, juga dapat menimbulkan anoksia
serebralis. Untuk memenuhi oksigen tersebut dalam tubuh manusia terjadi
beberapa macam pernapasan antara lain pernapasan paru dan pernapasan sel.
Marilah kita pelajari mengenai kedua pernapasan tersebut.
a. Pernapasan Paru-paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paru- paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada
waktu bernapas, masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan
dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari
darah, oksigen kemudian menembus membran, diambil oleh sel darah
merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Karbondioksida merupakan hasil buangan di dalam paru yang menembus
membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus
berakhir sampai pada mulut dan hidung.
Pernapasan pulmoner (paru) terdiri atas empat proses yaitu:
i. Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar
ii. Arus darah melalui paru- paru, darah mengandung oksigen masuk ke
seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru
iii. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian
iv. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dar pada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika
konsentrasinya dalam darah merangsang pusat pernapasan pada otak,
untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah
(hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk
ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru
dan di paru-paru terjadi pernapasan eksternal.
b. Pernapasan Sel
Transport gas paru-paru dan jaringan. Pergerakan gas O2 mengalir dari
alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir
dari jaringan ke alveoli. Jumlah kedua gas yang di transport ke jaringan
dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut
dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin).
Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia
reversible (rangkaian perubahan udara) yang mengubah menjadi
senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan
O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2
dalam darah menjadi 17 kali. Pengangkutan oksigen ke jaringan. Sistem
pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem
kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya
yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-
paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam
darah. Aliran darah bergantung pada derajat konsentrasi dalm jaringan
dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2
yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik) hemoglobin. Transport
oksigen melalui lima tahap sebagai berikut :
1. Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu
kita menarik napas, tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159
mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi
udara atmosfer, tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.
2. Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk
mengambil oksigen yang berbeda dalam alveoli. Dalam darah ini
terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya
perbedaan tekanan parsial itu apabila sampai pada pembuluh kapiler
yang berhubungan dengan membrane alveoli maka oksigen yang
berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam pembuluh
kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam
pembuluh menjadi 100 mmHg.
3. Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah
diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen
yaitu oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian
terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin
dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung
pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke
jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.
4. Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen
dibawa melalui cairan interstisial dahulu. Tekanan parsial oksigen
dalam cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam
pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen
dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi
oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam interstisial.
5. Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20
mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel.
Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolism yaitu reaksi
oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan
protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi.
Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O2.
Hemoglobin adalah protein yang terikat pada rantai polipeptida, dibentuk
porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing atom besi dapat
mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu molekul O2.
Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi
bukan oksidasi. Transpor karbondioksida. Kelarutan CO2 dalam darah
kira- kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat lebih banyak CO2 dari
pada O2 dalam larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah
dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya
anhydrase (berkurangnya sekresi kerikngat) karbonat berdifusi ke dalam
plasma. Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah
melalui kapiler-kapiler jaringan. Sebagian dari CO2 dalam sel darah
merah bereaksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin
membentuk senyawa karbamino (senyawa karbondioksida). Besarnya
kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan oleh selisih
antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml
CO2 dalam darah arterial 2,6 ml dalam senyawa karbamino dan 43,8 ml
dalam HCO2.21

3. Proses Pernapasan (Inspirasi dan Ekspirasi)

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghirupan udara ini disebut inspirasi dan penghembusannya disebut
ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang
masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. CO2
dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk
kedalam tubuh melalui kapiler-kapilervena pulmonalis kemudian masuk ke
serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian keseluruh
tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran).
Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui
peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra)
menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri
pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan
epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa
metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan
melalui traktus urogenitalis dan kulit.

Pernapasan terdiri dari 2 mekanisme yaitu inspirasi (menarik napas) dan


ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan
eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas
merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks
bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum
penyambung (medulla oblogata). Oleh karena seseorang dapat menahan,
memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks
bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat
peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam
darah. Gambar di bawah adalah proses Inpirasi.
Proses pernapasan inspirasi pada manusia Inspirasi terjadi bila muskulus
diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut
datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin
luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang
menarik paru- paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan
masuklah udara dari luar.

Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan
menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian
rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses
respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
rongga pleura dan paru-paru. Pada pernapasan dada, pada waktu seseorang
bernapas, rangka dada terbesar bergerak. Ini terdapat pada rangka dada
yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan. Pada
pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka
ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pernapasan perut terdapat
pada orang tua, karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas
lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya
dan banyak ditemukan pada laki-laki
B. KONSEP PENYAKIT COVID 19

1. DEFINSI COVID 19

Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran pernapasan


yang disebabkan oleh coronavirus. Pengurutan genetika virus ini
mengindikasikan bahwa virus ini berjenis beta coronavirus yang
terkait erat dengan virus SARS (WHO, 2020).
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,
berkapsul dan tidak bersegmen yang termasuk dalam ordo Nidovirales,
keluarga Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dalam dua sub keluarga
yang dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik genom.
Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,
deltacoronavirus dan gamma coronavirus (Burhan, dkk 2020).
Struktur coronavirus seperti kubus dengan protein S yang berlokasi di
permukaan virus. Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan
secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan yang mengandung
klorin, pelarut lipid dengan suhu 56oC selama 30 menit, eter, alkohol,
asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan
kloroform. Sedangkan penggunaan klorheksidin tidak efektif dalam
menonaktifkan virus (Wang, dalam Yuliana 2020).

Infeksi virus corona yang disebut COVID-19 pertama kali


ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini
menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua
negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.
COVID 19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus
bernama SARS-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan
antara hewan dan manusia). Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang
diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala
berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS- CoV). SARS CoV2
adalah virus jenis baru yang belum pernahdiidentifikasi sebelumnya
pada manusia dan menyebabkan Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19).
2. Etiologi
Secara umum, virus corona memiliki sampul yang melingkupi
materi genetik, yang terdapat berbagai protein dengan berbagai fungsi,
salah satunya berikatan dengan reseptor membran sel. Hal inilah yang
membuatvirus dapat mudah masuk ke dalam sel tubuh. Struktur virus
menyerupai mahkota atau crown sehingga dinamai virus corona atau
coronanvirus.
Coronavirus adalah kelompok besar virus yang dapat
menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Beberapa penyakit-
penyakit pada manusia yang ditimbulkan virus dari keluarga
coronavirus adalah selesma, Middle East Respiratory Syndrome
(MERS), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), dan penyakit
yang dinyatakan pandemi tertanggal 11 Maret 2020 oleh WHO,
Coronavirus Disease 19 (COVID- 19).
Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO menyebutkan
ditemukannya kasus kategori pneumonia yang belum diketahui
penyebabnya di Wuhan, China. Hari ke hari jumlah kasus meningkat
hingga akhirnya WHO menetapkan kasus ini sebagai Public Health
Emergency of International Concern/ Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (PHEIC/KKMMD). Di tanggal
12 Februari 2020, nama COVID-19 resmi digunakan untuk penyakit
baru ini dengan virus penyebabnya disebut SARS-CoV-2.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam
genus beta corona virus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa
virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkanwabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada
2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.
3. Manifestasi Klinis COVID-19
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia,
pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80%
kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan
sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Gejala klinis
utama yang muncul yaitu demam (suhu ≥ 38oC) yang lebih dari 40%
demam pasien memiliki suhu puncak antara 38,1-39oC dan 34% suhu
pasien lebih dari 39oC, batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat
disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah
dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat
perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik,
asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi
sistem koagulasi dalam beberapa hari. Kebanyakan pasien memiliki
prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan
meninggal (Yuliana dalam PDPI, 2020).
Berdasarkan kondisi pasien, gejala yang muncul dapat
dikategorikan sebagai berikut, gejala ringan didefinisikan sebagai
pasien dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa
disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum),
anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit
kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada
beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien
COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam,
ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan
>30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93%
tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala
yang atipikal.
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya
sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit
masihnormal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala. Pada
fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah,
diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-
paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan.
Serangankedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala
awal. Pada saatini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru
memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan
mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya
inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang
mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya (Susilo dkk,
2020).

4. Cara Penularan
Virus corona ditularkan antara manusia dan hewan (zoonis) karena
mengalami spillover. Spillover ini dapat terjadi karena berbagai faktor,
misalnya mutasi atau peningkatan kontak antara manusia dengan
hewan yang memiliki virus corona. Pada mulanya SARS ditularkan
kucing luwak dan MERS ditularkan unta. Saat ini, kelelawar diduga
sebagai hewan yang berperan menjadi sumber penularan dan
trenggiling menjadi reservoir sementara SARS-CoV-2. Pada beberapa
minggu pertama, wabah COVID- 19 diketahui berasosiasi dengan
pasar makanan laut yang menjual hewan hidup di Wuhan karena semua
pasien saat itu memiliki riwayat bekerja atau mengunjungi pasar
tersebut.
Selain zoonis, penyakit ini juga menular antar manusia.
Penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber
transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. COVID-
19 menular melalui droplet (yang keluar ketika batuk, bersin, atau
menghembuskan napas) dankontak erat, berbeda dengan tuberkulosis
yang menular melalui udara atau airbone.
Virus yang keluar bersama droplet menempel di permukaan benda.
Orang lain dapat tertular COVID-19 bila menyentuh mata, hidung,
atau mulut dengan tangan yang telah berkontak benda dengan droplet
yang mengandung virus. Virus dapat bertahan di lingkungan sekitar
tiga jam hingga beberapa hari (pada tembaga hingga 4 hari, hingga 24
jam pada papan kardus, serta hingga 2-3 hari pada plastik dan stainless
steel). Droplet yang dikeluarkan ketika batuk atau bersin dapat
menempel pada benda berjarak satu sampai tiga meter.
Penulisan lain menemukan bahwa virus ini ditemukan pula pada
feses sehingga diduga berpotensi sebagai salah satu rute transmisi.
Selain itu, pada biopsi sel epitel rektum, duodenum, dan gaster
ditemukan bukti infeksi SARS-CoV-2. Lebih lanjut, ditemukan 23%
pasien yang virusnya masih terdeteksi dari sampel feses padahal sudah
tidak terdeteksi pada sampel saluran napas.

5. Patofisiologi
Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan
dan kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti
babi, sapi, kuda, kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus
zoonatik yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke manusia.
Banyak hewan liaryang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai
vektor untuk penyakitmenular tertentu. Kelelawar, tikus bambu, unta
dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk coronavirus.
Coronavirus pada kelelawarmerupakan sumber utama untuk kejadian
severe acute respiratorysyndrome (SARS) dan Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) (Yuliana, dalam PDPI, 2020).
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya.
Virustidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari coronavirus
setelah menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan
dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S yang ada
dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi
spesies host-nya serta penentutropisnya (Yuliana, dalam Wang 2020).
Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host
yaitu enzim ACE-2. ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan
nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel
eritrosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah
berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA denom
virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA
melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap
selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus (Yuliana, Fehr 2015).
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas
kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus
hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi
akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat
berlanjut meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah
penyembuhan. Masa inkubasivirus sampai muncul penyakit sekitar 3-
7 hari (Yuliana, PDPI 2020).

Periode inkubasi adalah waktu antara pertama kali terkena virus hingga
pertama kali gejala muncul. Periode inkubasi COVID-19 berlangsung
1-14hari, biasanya sekitar lima hari. Gejala yang muncul dapat berupa
demam, batuk nonproduktif, sesak, mialgia, dan lemas. Pada
pemeriksaanpenunjang dapat ditemukan jumlah leukosit normal atau
leukopenia daan bukti radiologis yang mengarah ke pneumonia
(Findyartini dkk, 2020).
Gambar 1. Skema perjalanan penyakit COVID-19, diadaptasi dari berbagai sumber (Susilo dkk, 2020)

Gambar 2. Perjalanan penyakit pada COVID-19 berat (Susilo dkk, 2020)


6. Pathway
Menurut (Natalia et al., 2020)

7. Klasifikasi Pasien COVID-19


Menurut tim penulis kedokteran FK UI, 2020 klasifikasi pasien
COVID- 19 yang terdiri dari :
a. Orang Tanpa Gejala
Orang yang terinfeksi COVID-19, namun tidak menunjukkan
gejala. Meskipun tidak menunjukkan keluhan sakit, OTG dapat
menularkan COVID-19 ke orang lain, dan ada kontak erat dengan
pasien COVID- 19.
b. Orang Dalam Pemantauan
1) Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA):
demam (≥38oC) atau riwayat demam disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sakit
tenggorokan/pilek dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala, memenuhi salah satu kriteria berikut :

a) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri


yang melaporkan transmisi lokal
b) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi
lokaldi Indonesia
2) Seseorang dengan gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejalamemiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi atau probabel COVID-19.
c. Pasien Dalam Pengawasan
1) Seseorang yang mengalami demam (≥38oC) atau riwayat
gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk/sesak napas/pneumonia ringan hingga berat
dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memenuhi
salah satu kriteria berikut :
a) Memiliki perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal
b) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi
lokaldi Indonesia
2) Seseorang yang mengalami demam (≥38oC) atau riwayat
demam atau gejala gangguan sistem pernapasan dan pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi atau probabel COVID-19.
3) Seseorang yang mengalami ISPA berat/pneumonia berat yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab
lain yang memungkinkan berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
d. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19
tetapi inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang
dengan hasil konfirmasi positif pan-coronavirus atau
betacoronavirus.
e. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.

8. Faktor Resiko
Penyakit komorbid seperti hipertensi dan diabetes melitus, jenis
kelamin laki-laki dengan status perokok aktif merupakan faktor resiko
dari infeksi Sars-CoV-2. Tingginya kejadian pada jenis kelamin laki-
laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi.
Pada perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada
peningkatan ekspresi reseptor ACE2. Pasien kanker dan penyakit hati
kronik juga lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2. Kanker
diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif, sitokin yang berlebihan,
supresi induksi agen proinflamasi, dan gangguan maturasi sel
dendritik. Pasien dengan sirosis atau penyakit hati kronik juga
mengalami penurunan respon imun, sehingga lebih mudah terjangkit
COVID-19, dan dapat mengalami luaran yang lebih buruk.
Menurut Susilo (2020), infeksi saluran napas akut yang menyerang
pasien HIV umunya memiliki risiko mortalitas yang lebih besar
dibandingkan pasien yang tidak HIV. Menurut studi meta-analisis
yang dilakukan oleh Yang, dkk menunjukkan bahwa pasien pasien
COVID-19 dengan riwayat penyakit sistem respirasi akan cenderung
memiliki manifestasi klinis yang lebih parah.
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti hematologi rutin, hitung jenis,
fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan
prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi.
Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga kadang diduga
sebagai pasien dengue.
b. Pencitraan radiologi

Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto


toraks, dan CT-scan toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan
gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan
peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis. Foto
thoraks kurang sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40%
kasus tidak di temukan kelainan pada foto thoraks.

Gambar 3. Gambaran foto toraks pada COVID-19. (Susilo dkk, 2020)

Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus


sebagai temuan utama. Konsolidasi subpleural posterior juga
ditemukan walaupun jarang. Pada gambaran CT scan dipengaruhi
oleh perjalanan klinis:

1) Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal,


predominan gambaran ground-glass. Penebalan septum
interlobularis, efusi pleura, dan limfadenopati jarang
ditemukan.
2) Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus,
predominan gambaran ground-glass. Efusi pleura 5%,
limfadenopati 10%.
3) Dua minggu sejak onset gejala: masih predomina gambaran
ground-glass, namun mulai terdeteksi konsolidasi
4) Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-
glass dan pola retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis,
penebalanpleura, efusi pleura, dan limfadenopati.
Gambar 4. Gambaran CT Scan pada COVID-19. Tampak gambaran ground-glass bilateral

c. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah


1) Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan
orofaring)
2) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat
endotrakeal)
d. Pemeriksaan antigen-antibodi
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan oleh WHO sebagai dasar
diagnosis utama, dikarekan perlunya observasi lanjutan bagi
pasien yang dinyatakan negatif serologi dan pemeriksaan ulang
bila dianggapada faktor resiko tertular. Perlu dipertimbangkan pula
onset paparan dan durasi gejala sebelum memutuskan pemeriksaan
serologi. Dilaporkan pemeriksaan IgM dan IgA terdeteksi mulai
hari ke 3-6 setelah onset gejala.
e. Pemeriksaan virologi
Who merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh
pasienyang termasuk dalam kategori suspek. Pada individu yang
tidak memenuhi kriteria suspek atau asimtomatis juga boleh
dilakukan pemeriksaan dengan mempertimbangkan aspek
epidemiologi, protokol skrining setempat, dan ketersediaan alat.
Pengerjaan pemeriksaan molekuler membutuhkan fasilitas dengan
biosafety level 2 (BSL-2).
Sampel dikatakan positif COVID-19 bila rRT-PCR positif minimal
duatarget genom (N, E, S, atau RdRP) yang spesifik SARS-CoV-
2 atau rRT-PCR betacoronavirus, ditunjang dengan hasil
sequencing sebagianatau seluruh genom virus yang sesuai dengan
SARS-CoV-2.
Hasil negatif palsu pada tes virologi dapat tejadi bila kualitas
pengambilan atau manajemen spesimen buruk, spesimen diambil
saat infeksi masih sangat dini, atau gangguan teknis di
laboratorium. Oleh karena itu, hasil negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi SARS-CoV-2, terutama pada pasien dengan
indeks kecurigaan yang tinggi.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi untuk mendapatkan sampel BAL merupakan metode
pengambilan sampel dengan tingkat deteksi paling baik. Induksi
sputum mampu meningkatkan deteksi virus pada pasien yang
negatif SARS-CoV-2 melalui swab nasofaring/orofaring. Namun,
tindakan initidak direkomendasikan rutin karena risiko aerosolisasi
virus.
g. Pungsi pleura sesuai kondisi
h. Pemeriksaan sampel darah, feses dan urin untuk pemeriksaan
virologi belum merekomendasikan rutin dilakukan karena
dianggap belum bermanfaat dalam praktek di lapangan. Pada
pemeriksaan virus hanya terdeteksi sekitar <10% pada sampel
darah, jauh lebih rendah dibandingkan dengan swab. Begitupun
pada pemeriksaan urin, sampai saat ini belum ada yang berhasil
mendeteksi virus di urin.
10. Penatalaksanaan COVID 19
Sampai saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus
pasienCOVID-19, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang
dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien
gagal napas dapat dilakukan ventilasi mekanik. Menurut National
Health Commisission (NHC) China telah meneliti beberapa obat yang
berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa
(IFN-𝛼), lopinavir/ritonavir (LPV/r). Ribavirin (RBV), klorokuin
fosfat (CLQ/CQ),remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga
terdapat beberapa obatantivirus lainnya yang sedang dalam masa uji
coba di tempat lain.
a. Terapi Etiologi/ Definitif
Meskipun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui
ujiklinis, China telah membuat rekomendasi obat untuk penangan
COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian dosis
dan administrasi sebagai berikut :
1) IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi
2) LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral
3) RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan
dikombinasikandengan IFN-alfa atau LPV/r
4) Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/hari
peroral
5) Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/hari per oral.
b. Manajemen Simtomatik dan Suportif
1) Oksigen

Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan oksigen.


Indikasioksigen adalah distress pernapasan atau syok dengan
desaturase, target kadar saturasi oksigen >94%. Oksigen
dimulai dari 5 liter per menit dan dapat ditingkatkan secara
perlahan sampai mencapai target. Pada kondisi kritis, boleh
langsung digunakan nonrebreathing mask.
2) Antibiotik
Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang
dicurigai infeksi bakteri dan bersifat sedini mungkin. Pada
kondisi sepsis, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam.
Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik empirik berdasarkan
dengan profil mikrobalokal.
3) Kortikosteroid
Shang, dkk dalam Susilo (2020) merekomendasikan pemberian
kortiksteroid. Landasannya adalah studi Chen, dkk. pada 401
penderita SARS yang diberikan kortiksteroid, 152 di antaranya
termasuk kategori kritis. Hasil studi menunjukkan
kortikosteroid menurunkan mortalitas dan waktu perawatan
pada SARS kritis. Dosis yang diberikan adalah dosis rendah-
sedang (≤0.5-1 mg/kgBB metilprednisolon atau ekuivalen)
selama kurang dari tujuh hari.
4) Vitamin C
Vitamin C diketahui memiliki fungsi fisiologis pleiotropik
yang luas. Kadar vitamin C suboptimal umum ditemukan pada
pasien kritis yang berkorelasi dengan gagal organ dan luaran
buruk. Penurunan kadar vitamin C disebabkan oleh sitokin
inflamasi yang mendeplesi absorbsi vitamin C. Kondisi ini
diperburuk dengan peningkatan konsumsi vitamin C pada sel
somatik. Oleh karena itu, pemberian dosis tinggi vitamin C
sangat berguna untuk mengatasi sekuens dari kadar yang
suboptimal pada pasien kritis.
5) Ibuprofen dan tiazolidindion
6) Profilaksis tromboemboli vena
Pengunaan profilaksis antikoagulan low molecular-weight
heparin (LMWH) subkutan dua kali sehari lebih dipilih
dibandingkan heparin. Bila ada kontraindikasi, WHO
menyarankan profilaksis mekanik, misalnya dengan
compression stocking.
7) Plasma konvalesen
Plasma dari pasien yang telah sembuh COVID-19 diduga
memiliki efek terapeutik karena memiliki antibodi terhadap
SARS-CoV-2. Shen C, dkk. melaporkan lima serial kasus
pasien COVID-19 kritisyang mendapatkan terapi plasma ini.
Seluruh pasien mengalami perbaikan klinis, tiga diantaranya
telah dipulangkan. Plasma konvalesen telah disetujui FDA
untuk terapi COVID-19 yang kritis. Donor plasma harus sudah
bebas gejala selama 14 hari, negatif pada tes deteksi SARS-
CoV-2, dan tidak ada kontraindikasi donor darah.
8) Imunoterapi
Wang C, dkk dalam Susilo, dkk (2020) melakukan identifikasi
antibodi yang berpotensial sebagai vaksin dan antibodi
monoklonal. Mereka menggunakan ELISA untuk menemukan
antibodi yang sesuai, sampel berasal dari tikus percobaan.
Hasil akhir menemukan bahwa antibodi 47D11 memiliki
potensi untuk menetralisir SARS-CoV-2 dengan berikatan
pada protein S.
c. Isolasi pada semua kasus, sesuai dengan gejala klinis yang
muncul,baik ringan maupun sedang.
d. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
e. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit
f. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat
g. Observasi ketat dan pahami komorbid pasien

11. Komplikasi

a. Pneumonia (infeksi paru-paru)


Pneumonia akan menyebabkan kantung udara (alveolus) yang ada
di paru-paru meradang dan membuat pasien sulit bernapas. Pada
sebuah riset pada pasien positif Covid-19 yang kondisinya parah,
terlihat bahwa paru- parunya terisi oleh cairan, nanah, dan sisa-sisa
atau kotoran sel. Hal ini menghambat oksigen yang seharusnya
diantarkan ke seluruh tubuh. Padahal, oksigen sangat dibutuhkan
agar berbagai organ di tubuh bisa menjalankan fungsinya. Jika
tidak ada oksigen, maka organ tersebut akan rusak.
b. Gagal napas
Saat mengalami gagal napas, tubuh tidak bisa menerima cukup
oksigendan tidak dapat membuang cukup banyak karbon dioksida.
Kondisi gagal napas akut terjadi pada kurang lebih 8% pasien yang
positif Covid-19 dan merupakan penyebab utama kematian pada
penderita infeksi virus corona.
c. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS adalah salah satu komplikasi corona yang cukup umum
terjadi, sekitar 15% - 33% pasien mengalaminya. ARDS akan
membuat paru-paru rusak parah karena penyakit ini membuat
paru-paru terisi oleh cairan. Akibatnya, oksigen akan susah masuk,
sehingga menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas hingga
perlu bantuan ventilator atau alat bantu napas.
d. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Penyakit ini akan membuat proses pembekuan darah terganggu.
Sehingga, tubuh akan membentuk gumpalan-gumpalan darah yang
tidak pada tempatnya. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan pada
organ dalam atau gagal organ vital (gagal ginjal, gagal hati, gagal
jantung, dan lainnya). Di Tiongkok, penyakit ini umum dialami
oleh pasien yang meninggal akibat infeksi Covid-19.
e. Syok Septik
Syok septik terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi malah
salah sasaran. Jadi, bukannya menghancurkan virus penyebab
penyakit, zat-zat kimia yang dibuat tubuh justru menghancurkan
organ yang sehat.

Jika proses ini tidak segera berhenti, tekanan darah akan turun
drastis hingga pada tahap yang berbahaya dan menyebabkan
kematian.
f. Kematian
C. ASUHAN KEPERAWATAN COVID 19
1. Pengkajian

a. Anamnesis
Pneumonia Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah
peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS CoV-2).
Sindrom gejala yang muncul beragam, dari ringan sampai syok
septik (berat) (PDPI, 2020).
Pada anamnesis gejala dapat ditemukan tiga gejala utama,
diantaranya demam, batuk kering (sebagian batuk berdahak) dan
sulit bernapas atau sesak. Tetapi perlu diingat bahwa pada beberapa
kondisi, terutama pada geriatri atau mereka dengan
imunokompromis biasanya tidak mengalami demam. Gejala
tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan
batuk berdahak. Pada beberapa kondisi dengan perburukan dapat
muncul tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe
Acute Respiratory Infection- SARI). SARI adalah infeksi saluran
napas akut dengan riwayat demam (suhu≥38oC) dan batuk dengan
onset 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit (PDPI,
2020).
b. Wawancara
Mengenai riwayat perjalanan pasien ataupun riwayat
kontak dengan pasien terkonfirmasi COVID-19.
c. Pemeriksaan fisik
Menurut PDPI (2020), pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
beberapa manifestasi klinis tergantung dengan ringan atau
beratnya kondisi pasien. Fokus pemeriksaan pada pemeriksaan fisik
diantaranya:
1) Tingkat kesadaran : kompos mentis atau penurunan kesadaran
2) Tanda vital : frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas
meningkat, tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh
meningkat, saturasi oksigen dapat normal atau menurun.
3) Dapat disertai retraksi otot pernapasan
4) Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris
statis dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah
konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan
ronki kasar
d. Pemeriksaan penunjang

Menurut PDPI (2020), pemeriksaan penunjang yang


dilakukanguna memperkuat diagnosa yang ditetapkan diantaranya
:
1) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-Scan, USG toraks
2) Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
a) Saluran napas atas dengan swab tenggorokan (nasofaring
dan orofaring)
b) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat
endotrakeal)
3) Bronkoskopi
4) Pungsi plura sesuai kondisi
5) Pemeriksaan kimia darah
6) Biakan mikroorganisme
7) Pemeriksaan feses dan urin
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dalam pengawasan
COVID 19 terbagi menjadi dua klasifikasi, diantaranya :
a. Gejala ringan- sedang
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan
napas,proses infeksi
2) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler
3) Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap kematian
b. Gejala berat-kritis
1) Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan
metabolisme,kelemahan/keletihan otot pernapasan
2) Risiko syok d/d hipoksia, sepsis, sindrom respons inflamasi
sistemik
3) Gangguan sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi ventrikel

3. Intervensi Keperawatan

1) Bersihan jalan napas tidak efektif ( Intervensi Manajemen batuk


efektif dan jalan nafas)
Observasi

a. Identifikasi kemampuan batuk


b. Monitor adanya retensi sputum
c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
d. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
e. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
f. Monitor bunyi nafas tambahan (gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi)

Teraupetik
a. Atur posisi semifowler atau fowler
b. Berikan minum hangat
c. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
d. Buang secret pada tempat sputum

Edukasi
a . Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b . Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu selama 8 detik ( 3 kali)
c . Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik
nafas dalam yang ke 3
d . Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada
kontraindikasi

Kolaborasi
a. Kolaborasikan pemberian terapi mukolitik atau
ekspektoran jika perlu

2) Gangguan pertukaran gas (Intervensi pemantauan


respirasi,manajemen oksigen dan pemantauan asam basa)
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
b. Monitor pola nafas (seperti bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
c. Monitor saturasi oksigen
d. Monitor nilai AGD
e. Monitor kecepatan aliran oksigen
f. Monitor efektifitas terapi oksigen (seperti oksimetri,
Analisa Gas Darah)
g. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
h. Monitor perubahan pH, PCO2, dan HCO3

Teraupetik
a. Dokumentasikan hasil pemantauan respirasi
b. Bersihkan secret pada mulut, hidung, dan trakea jika perlu
c. Gunakan oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas klien

Edukasi
a. Informasikan hasil pemantauan jika perlu
b. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
c. Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik jika perlu

3) Ansietas
Observasi
a. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Teraupetik
a. Pahami situasi yang membuat ansietas
b. Dengarkan dengan penuh perhatian
c. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
d. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
a. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
b. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
c. Latih Teknik relaksasi
4) Gangguan ventilasi spontan (dukungan dan manajemen ventilasi mekanik)
Observasi
a. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
b. Monitor status respirasi dan oksigenasi (misalnya frekuensi dan
kedalaman nafas, penggunaan otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan,
saturasi oksigen)
c. Periksa indikasi ventilator mekanik (misalnya kelelahan otot nafas,
disfungsi neurologis, asidosis respiratorik)
d. Monitor efek negative ventilator (misalnya deviasi trakea,
barotrauma, volutrauma, penurunan curah jantung,distensi
gaster, emfisema subkutan)
e. Monitor gangguan mukosa oral, nasal, trakea, dan laring

Teraupetik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Berikan posisi semifowler atau fowler
c. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (misalnya nasal kanul,
masker wajah, masker rebreathing ataunon rebreathing).
d. Gunaksn bag-valve mask jika perlu
e. Atur posisi kepala 45-60° untuk mencegah aspirasi
f. Reposisi klien setiap 2 jam → jika perlu
g. Lakukan penghisapan lendir sesuai kebutuhan

Kolaborasi
a. Kolaborasikan pemberian brokhodilator jika perlu
b. Kolaborasi pemilihan mode ventilator (misalnya control
volume, control tekanan atau gabungan)
c. Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot, sedative, analgesic,
sesuai kebutuhan
d. Kolaborasikan penggunaan PS atau PEEP untuk meminimalkan
hipoventilasi alveolus
5) Resiko syok
Observasi
a. Monitor status kardiopolmunal (frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi nafas, tekanan darah, MAP)
b. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
c. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil

Teraupetik
a. Berikan oksigen untuk mempertahankan sturasi oksigen >94%
b. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian intravena, jika perlu
D. PENCEGAHAN COVID 19

a. Pencegahan penularan pada individu


Penularan COVID-19 terjadi melalui droplet yang mengandung virus SARS- CoV
yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung, mulut dan mata, untuk itu pencegahan
penularan COVID-19 pada individu dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti:

i. Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol (handsanitizer) minimal 20 – 30 detik. Hindari menyentuh mata, hidung
dan mulut dengan tangan yang tidak bersih.

ii. Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan
mulut jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak
diketahui status kesehatannya (yang mungkin dapat menularkan COVID-19).

iii. Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari terkena
droplet dari orang yang yang batuk atau bersin. Jika tidak memungkin melakukan
jaga jarak maka dapat dilakukan dengan berbagai rekayasa administrasi dan
teknis lainnya.

iv. Membatasi diri terhadap interaksi / kontak dengan orang lain yang tidak
diketahui status kesehatannya.

v. Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan berganti pakaiansebelum
kontak dengan anggota keluarga di rumah.

vi. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat
(PHBS) seperti konsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik minimal 30 menit sehari,
istirahat yang cukup.

vii. Mengelola penyakit penyerta/komorbid agar tetap terkontrol

viii. Mengelola kesehatan jiwa dan psikososial

ix. Apabila sakit menerapkan etika batuk dan bersin. Jika berlanjut segera
berkonsultasi dengan dokter/tenaga kesehatan.

x. Menerapkan adaptasi kebiasaan baru dengan melaksanakan protokol kesehatan


dalam setiap aktivitas (Kemenkes, 2020)
b. Perlindungan kesehatan pada masyarakat
COVID-19 merupakan penyakit yang tingkat penularannya cukup tinggi, sehingga
perlu dilakukan upaya perlindungan kesehatan masyarakat yang dilakukan secara
komprehensif. Perlindungan kesehatan masyarakat bertujuan mencegah terjadinya
penularan dalam skala luas yang dapat menimbulkan beban besar terhadap fasyankes.
Tingkat penularan COVID-19 di masyarakat dipengaruhi oleh adanya pergerakan
orang, interaksi antar manusia dan berkumpulnya banyak orang, untuk itu
perlindungan kesehatan masyarakat harus dilakukan oleh semua unsur yang ada di
masyarakat baik pemerintah, dunia usaha, aparat penegak hukum serta komponen
masyarakat lainnya (Kemenkes, 2020)

Anda mungkin juga menyukai