Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Anatomi Sistem Pernafasan


Sistem pernafasan terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah dan paru.
Setiap bagian sistem ini memainkan peran yang penting dalam proses pernafasan,
yaitu dimana oksigen dapat masuk ke aliran darah dan karbon dioksida
dilepaskan.

2.1.1 Jalan Nafas Atas

Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang memungkinkan


udara atmosfer masuk melalui hidung, mulut, dan bronkus hingga ke alveoli.
Saluran nafas bagian atas berfungsi menyaring partikel-partikel udara,
melembabkan dan mengahangatkan udara inspirasi.
Jalan nafas atas terdiri dari :

A. Hidung dan rongga hidung


Merupakan tempat masuknya udara, memiliki 2 (dua) lubang (kavum nasi)
dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung mempunyai
permukaan yang dilapisi jaringan epithelium. Epithelium ini mengandung banyak
kapiler darah dan sel yang mengekskresikan lendir. Di rongga hidung terdapat
conca superior,media dan inferior yang membuat luas permukaan dan turbulensi
udara.
Fungsi Hidung:
1) Penyesuaian suhu udara luar dengan suhu dalam paru-paru
(WARMING)
2) Penyesuaian kelembaban udara dari rendah ke 100%
(HUMIDIFYING)
3) Melaksanakan filter terhadap debu yang berukuran 5 mikron
keatas. (FILTERING)
4) Pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme yang masuk
bersama udara (DEFENCE)
5) Membantu pembentukan suara ‘m’, ‘n’, ‘ng’ (RESONANSI)

B. Mulut dan rongga mulut


Merupakan bagian dari saluran jalan nafas, disamping itu juga bagian dari
saluran pencernaan. Lidah terletak di dasar rongga mulut. Lidah merupakan
penyebab utama obstruksi jalan nafas, terutama pada pasien tidak sadar dan pasien
teranastesi.

C. Faring
Faring adalah pipa berotot yang merupakan persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan. Panjangnya 12-14 cm yang merentang dari bagian
dasar tulang tengkorak sampai esofagus.
Faring terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1) Naso faring (bagian atas) di belakang hidung.
Pada dinding lateral, terdapat dua saluran aditori, tiap saluran
mengarah ke masing-masing bagian tengah telinga. Pada
dinding posterior, terdapat tonsil fariengal (adenoid), yang
terdiri dari jaringan limfoid.
2) Orofaring (bagian tengah) dapat dilihat saat membuka mulut.
Memanjang dari bagain bawah palatum molle hingga bagian
vertebra servikalis ke-3. Dinding lateral bersatu dengan
palatum molle untuk membentuk lipatan di tiap sisi. Antara
tiap pasangan lipatan, terdapat kumpulan jaringan limfoid
disebut tonsil palatin. Saat menelan, bagian nasal dan oral
dipisahkan palaturn molle dan uvulva. Uvulva (anggur kecil)
adalah prosesus kerucut (concial) kecil yang menjulur ke
bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel
palatium terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
3) Laringofaring (bagian akhir), sebelum menjadi laring.
Bagian laringeal faring memanjang dari atas orofaring dan
berlanjut ke bawah esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke-
3 hingga 6. Mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang
merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya,
4) Laring (bagian bawah dari Faring)
(Kotak suara) yang menghubungkan faring dengan trakea.
Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk
melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan
cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing
(gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteri) dan tumor.
pada waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis
(pemisah saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah)
seperti pintu epiglotis yang berbentuk pintu masuk. Jika benda
asing masuk melampaui glotis batuk yang dimiliki laring akan
menghalau benda dan sekret keluar dari pernapasan bagian
bawah. Di bagian larynk terdapat beberapa organ yaitu :
a. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan untuk
menutup larynx sewaktu orang menelan. Berfungsi
sebagai pintu gerbang yang akan mengantarkan
udara yang menuju trakea, sedangkan benda padat
dan cair akan dihantarkan menuju esofagus. Bila
waktu makan kita berbicara (epiglottis terbuka),
makanan bisa masuk ke larynx (keslek) dan terbatu-
batuk. Pada saat bernafas epiglotis terbuka tapi pada
saat menelan epiglotis menutup laring. Jika masuk
ke laring maka akan batuk dan dibantu bulu-bulu
getar silia untuk menyaring debu, kotoran-kotoran.
b. Jika bernafas melalui mulut udara yang masuk ke
paru-paru tak dapat disaring, dilembabkan atau
dihangatkan yang menimbulkan gangguan tubuh
dan sel-sel bersilia akan rusak adanya gas beracun
dan dehidrasi.
c. Pita suara, terdapat dua pita suara yang dapat
ditegangkan dan dikendurkan, sehingga lebar
selasela antara pita - pita tersebut berubah-ubah
sewaktu bernafas dan berbicara. Selama pernafasan
pita suara sedikit terpisah sehingga udara dapat
keluar masuk..
2.1.2 Jalan Nafas Bagian Bawah

Terdiri dari trakea, bronkus dan percabangannya serta paru-paru. Pada saat
inspirasi udara masuk melalui jalan nafas atas menuju jalan nafas bawah sebelum
mencapai paru-paru. Trakea terbagi menjadi dua cabang, yaitu bronkus utama
kanan dan bronkus utama kiri. Masing-masing bronkus utama terbagi lagi menjadi
beberapa bronkus primer dan kemudian terbagi lagi menjadi bronkiolus.

A. Trakea

Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20


cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk seperti C.
Trakea hanya merupakan suatu pipa penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya
seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon trakeobronkial.
tempat trakea bercabang menjadi bronkus di sebut karina. Di karina dibagi
menjadi bronkus primer kiri dan kanan, di mana tiap bronkus menuju ke tiap paru
(kiri dan kanan), Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan
bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.

B. Cabang bronkial

Bronkus utama kanan dan kiri terbagi menjadi cabang yang lebih kecil dan
masuk ke paru-paru kanan dan kiri. Bronkus utama kanan terbagi menjadi tiga
cabang nronkus sekunder dan masuk ke dalam lobus paru kanan atas, tengah, dan
bawah. Sedangkan bronkus utama kiri terbagi menjadi dua cabang bronkus
sekunder dan masuk ke dalam lobus paru kiri atas dan bawah. Cabang-cabang ini
kemudian terbagi menjadi cabang-cabang yang lebih kecil (bronkhiolus) dan
akhirnya berakhir menjadi bronkus terminal.
Setelah itu terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru,yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus (lobulus primer), terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis (akhir paru) yang menyerupai
anggur dipisahkan oleh septum dari alveolus di dekatnya. Dalam setiap paru
terdapat 300 juta alveolus.
Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar:
1) Pneumosit tipe I, merupakan lapisan yang menyebar dan menutupi
daerah permukan
2) Pneumosit tipe II, yang bertanggung jawab pada sekresi surfaktan.

Alveoli ini berfungsi untuk Pertukaran gas antara alveoli dengan kapiler paru.
C. Paru-paru

Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan


tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur
blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung,
arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons dan
berisi udara dengan pembagaian ruang sebagai berikut :
1) Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan
inferior.
2) paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri dari dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior.

Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh


limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.
2.2. Fisiologi Sistem Pernafasan
Respirasi adalah perpindahan oksigen (O2) dari udara menuju ke sel-sel
tubuh dan keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel-sel menuju udara bebas.
Respirasi diagi menjadi dua yaitu:
 Respirasi eksternal = Difusi O2 dan CO2 melalui membran kapiler
alveolus
 Respirasi internal = proses transfer O2 dan CO2 antara kapiler-kapiler dan
sel tubuh
Ketika udara atmosfer masuk melewati jalan nafas yaitu hidung, nasofaring,
orofaring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan sampai mencapai alveoli, oksigen akan
bergerak dari alveoli melintasi membran alveolar kapiler dan menuju sel darah
merah. Sistem sirkulasi kemudian akan membawa oksigen yang telah berikatan
dengan sel darah merah menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan
sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada membran alveolar kapiler
dikenal dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai
(kadar karbondioksida yang rendah) akan menuju sisi kiri jantung, dan akan
dipompakan ke seluruh sel dalam tubuh.

Saat mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan
melepaskan ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut digunakan untuk
bahan bakar metabolisme. Juga karbondioksida akan masuk sel darah merah. Sel
darah merah yang rendah oksigen dan tinggi karbondioksida akan menuju sisi
kanan jantung untuk kemudian dipompakan ke paru-paru.
Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah bahwa alveoli harus terus
menerus mengalami pengisian dengan udara segar yang mengandung oksigen
dalam jumlah yang cukup.
Proses pernafasan sendiri ada dua yaitu inspirasi (menghirup) dan ekspirasi
(mengeluarkan nafas).
Inspirasi dilakukan oleh dua jenis otot:

A. Otot interkostal, antara iga-iga. Pernafasan ini dikenal sebagai pernafasan


torakal. Otot dipersarafi oleh nervus interkostalis (torakall 1 – 12)
B. Otot diafragma, bila berkontraksi diafragma akan menurun. Hal ini dikenal
sebagai pernafasan abdominal, dan persarafan melalui nerfus frenikus
yang berasal dari cervikal 3-4-5. Pusat pernafasan ada di batang otak, yang
mendapat rangsangan melalui baro reseptor yang terdapat di aorta dan
arteri karotis. Melalui nervus frenikus dan nervus interkostalis akan
menjadi pernafasan abdomino-torakal (pada bayi disebut torako-
abdominal).

Dalam keadaan normal volume udara yang kita hirup saat bernafas dikenal
sebagai tidal volume. Bila membutuhkan oksigen lebih banyak maka akan
dilakukan penambahan volume pernafasan melalui pemakaian otot-otot
pernafasan tambahan. Jika tidal volume adalah 7 cc/kg Berat Badan, maka pada
penderita dengan berat 70 kg, tidal volumenya 500 cc. Dengan frekuensi nafas 14
kali / menit, maka volume permenit 500 × 14 = 7000 cc / menit.
Bila pernafasan lebih dari 40 kali / menit, maka penderita harus dianggap
mengalami hipoventilasi (nafas dangkal). Baik frekuensi nafas maupun
kedalaman nafas harus dipertimbangkan saat mengevaluasi pernafasan. Kesalahan
yang sering terjadi adalah anggapan bahwa penderita dengan frekuensi nafas yang
cepat berarti mengalami hiperventilasi.
2.3.Macam-macam Gawat Airway
A. Inhalasi Gas Beracun
1) Respon sel tubuh

Inhalasi gas beracun dapat terjadi oleh karena terhirupnya berbagai gas yang
beracun. Inhalasi gas beracun dapat menimbulkan kelainan pada saluran
pernapasan atas (untuk gas-gas yang tidak dapat mencapai alveoli), dan juga dapat
meyebabkan edema paru.
Dalam kegawatan paru, akibat inhalasi gas yang ditakuti adalah terjadinya
obstruktif total dari jalan nafas beberapa jam sampai beberapa hari yang dapat
menyebabkan terjadinya asfiksia. Selain itu, dapat terjadi laringospasme yang
memperberat obstruksi jalan nafas. Bila yang diiritasi oleh gas beracun tersebut
ialah bagian saluran pernafasan maka dapat menimbulkan infeksi dan perubahan
patologi. Gejala klinis yang dapat terjadi ialah dapat berupa batuk keras yang
merupakan sebagai akibat reflek trakeobronkial. Saat benda berada di dalam
mulut, klien menjerit atau tertawa, sehingga saat inspirasi, laring terbuka dan
benda asing masuk ke dalam laring kemudian saat benda asing terjepit di Sfingter
laring, klien batuk paroksikmal tersumbat di trakea menyebabkan mengi dan
sianosis. Setelah masuk ke dalam trakea atau bronkus, terjadi fase asimtomatik
selama 24 jam atau lebih diikuti gejala pulmonum serta bergantung pada derajat
sumbatan bronkus benda asing. Jika benda asing bersifat higroskopik ,melunak
mengembang maka terjadi iritasi mukosa bronkus dan edem kemudian terjadi
peradangan yang kemudian jaringan sekitar granulasi menyebabkan sumbatan
hebat yang terjadi di laringotrakeo bronkitis yang menimbulkan toksemia,batuk,
demam ireguler. Walaupun gejala peradangan terjadi sebagai akibat dari
komplikasi yang lanjut, tetapi kegagalan pernafasan selalu merupakan gejala
utama yang diperberat oleh infeksi. Benda anorganik memberikan reaksi jaringan
yang lebih ringan,benda asing dari metal dan tipis memberikan gejala batuk
spasmodik.
Inhalasi asap dapat menimbulkan kelainan pada bagian saluran pernafasan
dan alveoli. Oleh karena udara yang dihirup adalah panas, maka dapat terjadi
kerusakan di bagian dead space, terutama pada bagian trakeobronkial, sedangkan
aldehid yang terdapat dalam asap bersifat toksik. Pada bagian saluran pernafasan
terjadi edema trakea, dan pada bagian alveoli terjadi atelectasis yang disebabkan
oleh karena rusaknya surfaktan. Setelah beberapa hari pasien akan mengalami
batuk-batuk yang keras dan mengeluarkan secret yang mukopurulen, selain itu
dapat terjadi pula gejala-gejala sistemik, yakni berupa panas tinggi, menggigil,
dyspnea, wheezing, dan stridor.
Inhalasi gas amoniak umumnya terjadi pada tenaga teknisi yang memperbaiki
refrigator (lemari es). Pada tingkat yang ringan dapat terjadi iritasi pada saluran
pernafasan dan batuk-batuk yang keras, sedangkan pada tingkat yang berat dapat
terjadi edema pada bagian dead space, karena pengaruh zat ini pada mukosa
saluran pernafasan sehingga dapat menimbulkan asfiksia.
Inhalasi gas Fosgen(CoCl2), dapat dihidrolisis menjadi HCL. Tidak
menimbulkan iritasi pada jaringan dan digunakan dalam industry pakaian.
Biasanya menimbulkan nausea, batuk-batuk dan penyempitan saluran pernafasan.
Lesi yang terdapat pada paru dalam bentuk iritasi atau defek daal paru dimana
terjadi gangguan obstruksi dan gangguan pernafasan yang ringan.
Inhalasi gas Sulfur Dioksida (SO2) merupakan suatu zat yang tidak berwarna,
berbau busuk dan sering berasal-berasal dari gas gas industri pakaian. Pada kadar
0,6-1 pp SO2 dapat menimbulkan iritasi pada rongga hidung dan mulut,
menimbulkan batuk-batuk.
Inhalasi Nitrogen dioksida (NO2) merupakan suatu zat iritan yang tidak dapat
larut, berwarna kemerahan dan berbau tengik. Bila terisap gas ini, dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan yang bersifat kronik dan akut.
Kerusakan paru yang terjadi tergantung dari konsentrasi gas dan lamanya inhalasi
gas. Batuk-batuk yang terjadi dapat disebabkan oleh bronkiolitis dan edema.
Gambaran radiologi dapat bervariasi, yakni infiltrate sampai pneumonia, dan
gambara tersebut dapat bertahan dalam waktu yang lama. Gejala intoksifikasi
yang disebabkan inhalasi gas N02 pada fase permulaan dapat berupa gangguan
respirasi yang ringan, akan tetapi pada fase selanjutnya dapat terjadi panas yang
lebih tinggi, menggigil sampai dengan sianosis, dan dapat pula memberikan
gambaran kegagalan pernafasan. pH darah mengalami penurunan. Pada fase
kronik dapat terjadi COPD.
Inhalasi gas partikel (toxic fume) dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pernafasan dan kegagalan pernafasan. Keracunan ini dapat terjadi di galangan
kapal. Terjadi bila menghirup beberapa partikel, seperti seng, tembaga, mangan,
cadmium, besi, nikel, selenium, ter dan antimon. Gejala-gejala yang terlihat
adalah pada permulaan pasien merasa haus dan pada mulut terasa metal (logam).
10-12 jam kemudian pasien tampak menggigil, panas meninggi, sakit kepala, otot
melemah, umumnya leukosit akan mengalami peningkatan seperti gejala infeksi.
Pada pemeriksaan radiologi tidak ditemukan adanya kelainan dan 24-48 jam
kemudian pasien akan sembuh. Gejala ini berulang kembali setiap minggu.

2) Terapi
Terapi pada saluran pernafasan terapi yang dapat diberikan adalah
a) Pada tingkat yang ringan cukup diberikan 02
b) Membersihkan jalan nafas dengan melakukan pengisapan
c) Melakukan tindakan trakeotomi pada tingkat dimana terjadi edema
pada bagian saluran pernafasan dengan tujuan untuk
memperkecilkan dead space
d) Pada tingkat dimana terjadi kegagalan pernafasan, maka dilakukan
tindakan intubasi dan pemasangan ventilator bersamaan dengan
trakeotomi

B. Sindroma Wet-Lung
1) Respon sel tubuh

Wet lung lebih banyak merupakan ketidakmampuan paru untuk


mengeluarkan mucus dari pada makanya sebagai suatu penyakit. Beberapa
peneliti tidak menggolongkannya ke dalam penyakit paru. Sindroma ini
ditimbulkan oleh berbagai penyebab, antara lain: trauma thoraks, pemberian
cairan infus yang berlebihan, sepsis bahkan dapat pula disebabkan oleh iatrogenik,
yaitu penggunaan ventilator yang terlalu lama, tetapi masalah wet lung yang
primer adalah masalah jalan napas (airway).
Berdasarkan patofisiologi, wet lung dapat terjadi oleh karena berkurangnya
reflek batuk, pembentukkan cairan yang bertambah oleh bronkus maupun
alveolar, peninggian viskositas sputum yang diperburuk oleh spasme bronkus.
Oleh karena itu, masalah utama adalah masalah konduktif dari udara yang diikuti
oleh kerusakan paru yang luas, sehingga susah dibedakan dengan ARDS, atau wet
lung sendiri dapat menimbulkan ARDS.
Bila telah terjadi masalah difusi gas, mismatch, shunting mengikuti kelainan
konduktif, maka akibatnya fatalitas dari wet lung disebabkan oleh karena
terjadinya kegagalan pernapasan mengikuti episode hipoksemia yang terjadi.
Dapat pula dikatakan bahwa wet lung adalah sindroma yang bermula dari
penurunan fungsi obstruktif yang diikuti dengan kegagalan fungsi difusi paru.
Wet lung (edema paru) sukar dikualifikasikan ke dalam kelompok penyakit
paru karena memiliki patofisiologi yang berbeda, namun demikian juga wet lung
dapat menimbulkan kegagalan pernapasan.
Yang dimaksud wet lung adalah suatu trauma yang terjadi pada toraks, baik
trauma tajam maupun tumpul, yang menyebabkan kegagalan pada bronkus untuk
mengeluarkan mukus. Selain itu wet lung juga dapat disebabkan oleh karena
transfusi yang masif atau infus dengan berbagai cairan yang berlebihan pada
keadaan shock.
Saluran bronkus yang seharusnya mengeluarkan sekresi ternyata tidak
mengkompensasi pengeluaran sekret, hal ini disebabkan oleh karena kurangnya
reflek batuk, selain itu dapat pula terjadi dimana reflek batuk cukup, akan tetapi
viskositas sputum terlalu tinggi. Dari kedua hal ini dapat dilihat bahwa terjadinya
wet lung ditentukan oleh tiga faktor, yaakni:
a) Berkurangnya reflek batuk untuk mengeluarkan sekresi pada bronkus.
b) Bila cairan yang dikeluarkan tidak sebanding dengan cairan yang
dibentuk oleh bronkus.
c) Viskositas sputum yang meningkat.
Wet lung adalah penyakit yang banyak tertjadi dan diselidiki pada masa
perang. Istilah pertama yang dikemukakan pada tahun 1945 adalah traumatik wet
lung, yakni pada masa perang dunia ke II. Penyelidikan selanjutnya pada perang
Vietnam dilakukan oleh Watanabe pada tahun 1972. Fleming (1972) menyelidiki
patofisiologi dan terapi dari wet lung.
Berdasarkan patofisiologi, yang disebut dengan wet lung adalah cairan yang
menetap didalam bronkus dan alveoli yang gagal dikeluarkan oleh paru-paru.
Oleh karena itu yang memegang peranan penting dalam wet lung seperti yang
dijelaskan diatas adalah:
a) Reflek batuk yang ekstentif belum tentu merupakan batuk yang
produktif. Akan tetapi reflek batuk yang lemah pasti bukan merupakan
batuk yang produktif. Oleh karena itu, efisiensi dari batuk dinilai dari
produktivitas dari batuk yang ekstensif. Pada wet lung, batuk dapat
bersifat ekstensif, tapi hampir tidak produktif. Hal ini dapat diperberat
lagi dengan etiologinya, misalnya trauma toraks yang menyebabkan rasa
nyeri pada dada, sehingga membatasi pasien untuk batuk.
b) Pembentukan cairan intra-alveolaris dan intrabronkial. Prinsipnya adalah
sama seperti edema paru, dimana faktor-faktor yang menimbulkannya
adalah permeabilitas dan membrana kapiler, tekanan osmotik
intravaskuler, tekanan hidrostatik kapiler, dan hidrostatik jaringan yang
berubah oleh karena trauma maupun oleh karena pengaruh toksin dan
histamin like drugs. Pada wet lung yang disebabkan oleh rejatan, sepsis,
maupun pemakaian ventilator yang lama dapat menyebabkan terjadinya
permeabilitas kapiler, sehingga dapat terjadi edema paru dan cairan
edema ini akan masuk ke dalam alveolus dan selanjutnya masuk ke
bronkus.
c) Bronkospasme, bronkospasme yang terjadi pada wet lung umumnya
bersifat lokal. Mekanismenya belum diketahui, kemungkinan disebabkan
oleh karena ekstrak dari jaringan yang rusak akibat trauma. Dapat pula
terjadi oleh karena reflek yang menyebabkan terjadinya bronkospasme,
sedangkan bronkospasme itu sendiri dapat menghambat terjadinya
ekspektoransi.
d) Viskositas dari sputum, viskositas sputum pada wet lung ternyata tinggi,
hal ini disebabkan oleh konsistensi sputum kental dan juga bercampur
dengan darah.
e) Mikroemboli, banyak ditemukan pada DIC (disseminated intravascular
coagulation) dan keadaan inbi ditemukan dalam bentuk sindroma
pendarahaan paru (pulmonary haemorrhagic syndrome). Selain akibat
perdarahan paru, DIC dapat juga disebabkan oleh karena perdarahan
diluar paru. Gejala yang timbul adalah hemoptisis, dispnea, takipnea, dan
pada pemeriksaan radiologi ditemukan gambaran infiltrat pada paru.
2) Terapi

Terapi yang diberikan tergantung pada:


a) Berat atau ringannya penyakit
Pada penyakit yang ringan dapat dilakukan aspirasi langsung pada
bronkus dan biasanya sering disertai dengan pemberian diuretik dan
kortiskosteroid, misalnya deksametason dengan dosis yang bervariasi.
Dalam keadaan yang demikian dapat diberikan antibiotik sebagai
tindakan pencegahan (preventif) atau dapat pula sebagai terapi. Pada DIC
dapat diberikan anti koagulan, misalnya heparin,
b) Ada atau tidaknya ARDS
Pada tipe yang disertai dengan ARDS yang paling mengalami defek
adalah PaO2 dibandingkan dnegan PaCO2. Pemberian O2 dapat melalui
kateter hidung (nasal catether) atau dapat pula melalui PEEP atau IPPB.
Pengobatan yang diberikan sama seperti pengobatan ARDS.
c) Faktor-faktor penyebab
Bila penyebabnya adalah trauma tajam atau trauma tumpul yang dapat
membahayakan jiwa pasien maka dilakukan eksplorasi torakotomi untuk
mengetahui dan mengatasi kerusakan pada dinding toraks, mediastinum,
atau kontusio paru.
C. Inhalasi Benda Asing
1. Respon Sel tubuh

Inhalasi benda asing dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas atas ( upper
respiratory tract). Berdasarkan obstruksi yang terjadi dapat dibagi 3 :
a) Obstruksi total
Gambaran obstruksi total adalah sama dengan tenggelam maupun
obstruksi oleh bekuan darah pada hemoptisis yang menunjukkan
gambaran asfiksia. Dalam hal ini terjadi perubahan yang akut berupa
hipoksemia yang menyebabkan terjadi kegagalan pernafasan secara cepat
( respiratory failure). Sementara kegagalan fungsi pernafasan sendiri
menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi kardiovaskular (
cardiovascular failure ). Dan menyebabkan pula terjadinya kegagalan
susunan saraf pusat dimana penderita kehilangan kesadaran secara cepat
diikuti dengan kelemahan motorik bahkan mungkin pula terdapat
renjatan ( seizure ). Kegagalan fungsi ginjal mengikuti kegagalan fungsi
darah dimana terdapat hipoksemia, hiperkapnia dan lambat laun terjadi
asidosis respiratorik dan metabolik.
b) Fenomena Chek Valve
yang dimaksud dengan fenomena check valve yaitu udara dapat
masuk, tetapi tidak dapat keluar. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya emfisema paru, bahkan dapat terjadi emfisema mediastinum
atau emfisema subkutan.
c) Udara dapat keluar-masuk walaupun terjadi penyempitan saluran
nafas.
Dari 3 bentuk keadaan ini, obstruksi total adalah keadaan yang
terberat dan memerlukan tindakan yang cepat. Dalam keadaan PCO2
tinggi dengan kecepatan pernafasan 30/menit adalah usaha
kompensasi maksimal. Di atas keadaan ini, pasien tidak dapat
mentoleransi. Bila terjadi hipoksemia, menandakan fase permulaan
terjadinya kegagalan pernafasan.
lokasi saluran nafas yang tersumbat tergantung pada besar dan eksistensi
benda yang menyumbat. Bila benda yang menyumbat itu besar, maka mungkin
akan tersangkut di faring, dan bila lebih kecil, maka dapat tersangkut di trakea
atau di bronkus kadang-kadang dapat bersifat fatal. Benda yang paling sering
menebabkan penyumbatan adalahkancing baju, kacang atau biji-bijian. Jika ada
benda asing di trakeobronkial pasien akan mengalami batuk yang hebat dan
bersin-bersin selama beberapa menit. Batuk ini diikuti oleh wheezing (mengi) dan
bila tidak terdapat riwayat asma, maka hal ini harus dicurigai sebagai benda asing,
terutama bila wheezing (mengi) terdapat di unilateral. Bila benda ini tersangkut di
trakea, maka akan terdengar stridor dan akhirnya terjadi sianosis yang disertai
dengan edema.
Tersedak yang dia akibatkan oleh karena makan yang terlalu cepat atau
menelan sambil berbicara dapat menyebabkan masuknya benda asing ke saluran
nafas. Pada orang dewasa kejadian inhalasi benda asing ini jarang terjadi di
bandingkan pada anak-anak. Kadang-kadang dapat terjadi di bawah anastesi
umum, alkoholis atau eilepsi. Ringkasnya, terjadi pada keadaan dimana kesadaran
pasien sedang menurun. Pada anak-anak biasanya dibawa ke dokter karena dapat
cepat diketahui oleh orang tua.
Pada fase permulaan, obstruksi dapat menimbulkan peningkatan PaCO2.
Kecepatan pernafasan yang 30 kali/menit masih dapat mengkompensasi, sehingga
tidak terjadi hipoksemia. Tetapi pada penyumbatan yang sifatnya proksimal, total
perburukan gas dan pH darah terjadi secara cepat. Kelainan klinis yang terjadi
ditentukan oleh 3 faktor :
a) Lokasi dari obstruksi yang terjadi
Bila obstruksi terjadi sebelum karina, maka obstruksi tersebut lebih
berbahaya dibandingkan bila terjadi dibagian distal bronkus. Hal ini
disebabkan oleh karena obstruksi ini bersifat total, selain itu mekanisme
kompensasi pada obstruksi di distal lebih baik daripada obstruksi di
proksimal.
b) Tingkat dari obstruksi yang terjadi
Makin total suatu tingkat obstruksi, maka makin berbahaya. Tetapi suatu
obstruksi parsial dapat pula menimbulkan check valve phenomen, artinya
udara dapat masuk pada jalan pernafasan, tetapi tidak dapat keluar,
sehingga menimbulkan emfisema yang disebabkan oleh karena udara
yang terperangkap ( air tappering )
c) Fase obstruksi yang terjadi
Pada obstruksi yang akut, kelainan perubahan faal paru, maupun
hemodinamik lebih cepat timbul tanpa sempat dikompensasi oleh
mekanisme tubuh.
2. Terapi

Pilihan yang utama adalah dengan menggunakan bronkoskop kaku dibawah


anestesi lokal. Akan tetapi bila benda yang masuk ke trakeobronkial kecilmaka
dapat pula digunakan bronkoskop fiberoptic. Bila benda asing telah menyebabkan
infeksi di sekitar bronkus, maka perdarahan yang disebebakan oleh pengangkatan
benda asing dengan bronkoskop dapat berakibat fatal, karena bronkoskop
fiberoptic tidak dapat mengatasi perdarahan yang masif ini. Kadang-kadang
diperlukan pula penggunaan balon Forgarty dan dengan saction (pengisap) benda
asing ini diangkat. Kadang-kadang pecahan benda asing yang kecil ini dapat
dikeluarkan memalui lavase bronkus, karena sulit dicapai dengan forsep melalui
bronkoskopi, terutama bila pecahan benda ini kecil dan banyak.
Apabila benda asing ini tidak dapat diangkat dengan bronskoskop, maka
perlu dipertimbangkan untuk melakukan ekstraksi memalui toraktomi, terutama
bila benda asing ini besar dan telah menempel akibat infeksi yang mempunyai
resiko terjadinya perdarahan dan penyebaran dari infeksi, yang dapat terjadi oleh
karena tindakan bronkoskopi tersebut. Benda asing dapat menimbulkan infeksi
pada bagian distal sumbatan dan dapat menimbulkan sepsis.
Manuver Heimlich
a) Bila benda asing cukup besar dan tidak dapat diambil dari mulut, maka
dilakukan tindakan sebagai berikut:
1) Pasien dibaringkan ke salah satu sisi
2) Ekstensikan kepala, buka mulut dan dorong mandibula
3) Bersihkan mulut dan faring. Mulut pasien dipaksa dibuka, pegang
lidah dan rahang dengan satu tangan
4) Masukkan jari telunjuk ke dalam mulut sampai ke bagian belakang
faring, sehingga bagian ini kelenjar dari sisi yang lain dari mulut
dalam suatu gerakan seperti sapuan.
b) Bila dengan cara di atas belum berhasil, sedangkan pasien dalam
keadaan sadar, maka lakukan 6-10 kali hentakan abdominal seperti
gambar di bawah ini:
c) Bila dengan cara seperti nomor (1) diatas belum berhasil sedangkan
pasien dalam keadaan tidak sadar, maka lakukan hentakan dada (gerak
Heimlich) seperti gambar di bawah ini:
d) Bila cara-cara seperti di atas masih gagal juga, maka lakukan
pemasangan pipa jalan napas (orofaringeal dan nasofaringeal).
e) Bila dengan cara pemasangan pipa jalan napas belum berhasil, maka
perlu dilakukan intubasi trakeal. Bila intubasi trakeal tidak mungkin
dilakukan, maka dapat dilakukan krikotirotomi atau fungsi membrane
krikorioid.

D. Tenggelam
1. Respon Sel tubuh

Tenggelam adalah suatu istilah dari gangguan paru yang disertai hilangnya
fungsi pernafasan oleh karena bagian jalan nafas maupun bagian fungsional
(bronkus respiratorius dan alveolus) terisi oleh air. Keadaan ini menyebabkan
kedua bagian di atas tidak dapat bekerja, juga terjadi perubahan lainnya.
Dalam Bahasa Inggris digunakan 2 istilah DROWNING dan NEAR
DROWNING. Yang dimaksud dengan Drowning adalah kematian akibat
tertutupnya saluran pernapasan oleh air. Sementara Near Drowning diartikan
sebagai keadaan yang hampir mati akibat tenggelam. Oleh karena itu, dalam
karena masih dapat ditolong. Drowning terjadi pada sekitar 9.000 kematian di
Amerika, dan hampir 50.000 terjadi kasus Near Drowning. Ada pula istilah yang
digunakan Delayed Drowning atau disebut juga dengan tenggelam Sekunder
(secondary Drowning) atau Post Immersion Syndrome, terutama terjadi pada
kasus-kasus yang tenggelam di air dingin. Pasien dapat normal kembali setelah
terjadinya kasus tenggelam, tetapi meninggal beberapa menit atau beberapa saat
kemudian, karena terjadinya aritmia.
Gejala-gejala tenggelam ditentukan oleh 4 faktor yakni: Apakah tenggelam
terjadi di air tawar atau di air laut. Tenggelam yang terjadi di air tawar adalah
hemodilusi dan gangguan hemodinamik dari darah, dan tenggelam di air laut
menimbulkan kerusakan dari parenkim paru; Apakah terjadi suatu refleks
laringospasme yang menyebabkan kematian mendadak baik karena asifiksia
maupun oleh cardiopulmonary arrest; ditentukan oleh komplikasi yang terjadi
baik komplikasi pada kardiovaskular, serebral dan renal; dan juga ditentukan oleh
lamanya proses tenggelam, bila tenggelam dalam waktu yang cukup lama
kematian dapat terjadi sebagai akibat dari acute respiratory failare.
Asidosis yang merupakan kombinasi dari respiratorik dan metabolik. Dalam
keadaan darurat, ditemukannya PaCO2 dan pH yang merendah menunjukkan
terjadinya asidosis laktat. Selain itu terjadi pula perubahan-perubahan :
a) Laringospasme sebagai refleksi dari saluran pernapasan terhadap cairan.
b) Perfusi dan difusi gas tidak dapat berlangsung sebagai akibat aspirasi.
c) Terjadi perubahan hemodilusi hemodinamik.

Tenggelam di air tawar

Karena jaringan interstisial antara alveoli dan kapiler permeabel untuk air
tawar, sedangkan tekanan osmotik intrakapiler lebih tinggi pada air tawar, maka
akan terjadi perembesan (difusi) cairan dari saluran pernapasan ke dalam
pembuluh darah sehingga terjadi hemodilusi, pada darah terjadi hemolisis dan
pada kardiovaskular terjadi hipervolemik.
Air yang diaspirasikan masuk dengan cepat ke dalam darah, muka perubahan
yang pertama-tama terjadi adalah fibrilasi atrial selain pembebanan pada pumping
action dari ventrikel kiri sampai terjadi fibrilasi ventrikular.
Perubahan yang terjadi bila tenggelam di air tawar dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

a) Laringospasme yang dapat menyebabkan kematian karena asfiksia


b) Hipoksemia, karena tidak dapat dilakukan fungsi respirasi
c) Hemodilusi yang menimbulkan hemolisis dari darah dan kelainan
elektrolit
d) Kelainan pada hemodinamik, yakni berupa pumping action hingga dapat
menimbulkan fibrilasi ventrikular.

Tenggelam di air laut

Tekanan kristaloid air laut lebih tinggi dari darah, sehingga yang
diperhitungkan pertama-tama adalah kerusakan pada membrana alveoli khusunya
dan parenkim paru, dan kerusakan ini bersifat ireversibel. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada tenggelam di air laut adalah laringospasme sebagai akibat
refleks dari saluran pernapasan, dan dapat menyebabkan asfiksia.
2. Terapi

Terapi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tenggelam di air tawar tidak diarahkan untuk mengeluarkan cairan dari paru, oleh
karena cairan segera masuk ke dalam darah. Pertolongan dan pengobatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Pada tempat kejadian dilakukan tindakan resusitasi kardiopulmonar bila


terdapat tanda-tanda cardiopulmonary arrest.
b) Kemudian selama transportasi dilakukan tindakan penilaian vital sign yakni
tekanan darah, nadi dan pernapasan, selain itu dilakukan pula penilaian hasil
resusitasi.
c) Di rumah sakit, pertolongan diarahkan untuk membuka jalan pernapasan,
antara lain baik tenggelam di air laut maupun air tawar sebagai berikut:
1) Resusitasi sewaktu bila terjadi cardiopulmonary arrest.
2) Bila pasien tidak sadar (stupor maupun koma), lakukan intubasi
endotrakeal
3) Secara mekanis bila kadar okseigen tidak meningkat dengan cara kanula,
maka dilakukan CPAP atau PEEP.
4) Mulai pemberian ringer laktat atau NaCl.

Prosedur-prosedur berikut dapat diberikan bila tenggelam di air tawar:

a) Meningkatkan faal respirasi, dilakukan pemberian oksigen dengan kateter.


Memperbaiki ventilasi dengan pembersihan saluran pernapasan dengan
suction maupun aspirasi cairan lambung. Yang perlu adalah gambaran analisa
gas darah yang meliputi PaO2, pH, PaCO2 dan base excess. Bila ada kelainan
segera dilakukan koreksi.
b) Memperbaiki fungsi kardiovaskuler dengan mengatasi shock dan mengatasi
kelainan jantung yang diakibatkan beban hemodinamik.
c) Memperbaiki dungsi hematologi, dengan memberikan tranfusi atau packed
cell untuk menggantikan darah yang mengalami hemolisisi dalam
mempertahankan fungsi transportasi gas.
d) Pada keseimbangan asam basa, koreksi dengan pemberian natrium bikarbonat
dapat dimulai dengan dosis 5 sampai 10 m Eq per kg berat badan dengan
dosis yang disesuaikan dengan base excess.
e) Pada kelainan fungsi cerebral dengan mempertahankan PaO2 dan cardiac
output yang cukup untuk mencegah kerusakan serebral.
f) Memperbaiki fungsi ginjal dengan pemberian diuretik.
g) Pemberian antibiotik untuk pencegahan infeksi.

Tenggelam di air laut. Pertolongan tenggelam di air laut ditujukan pada


pengatasan asfiksia, yakni dengan cara sebagai berikut:

a) Berusaha merendahkan posisi kepala, sehingga diharapkan air dapat keluar


dari saluran pernapasan.
b) Lakukan resusitasi kardiopulmonar, dan nilai keberhasilan resusitasi tersebut.
Oleh karena air laut bersifat lebih toksik, maka pertolongan lebih banyak
ditujukan kepada pengatasan asfiksia dan cardiopulmonar arrest.
c) Pengatasan komplikasi adalah sama dengan pengatasan tenggelam di air
tawar.
d) Secara skematis, baik tenggelam di air tawar maupun air laut dapat dilihat
pada skema berikut (hal yang perlu dilakukan pada monitor)

Pertolongan pada Near Drowning pada ICU

Penyelamatan jalan napas

a) Tidak sadar – intubasi endotrakeal


b) Stuporus – intubasi endotrakeal
c) Sadar – mask atau kanula nasal

Hiperventilasi dengan oksigen

a) Monitor EKG e) Nasogastrik


b) Intravena – guyur RL f) Kateter foley untuk
c) Panaskan pada hipotermia mengukur urin
d) Laboratorium , pH, PaCO2,
PO2 dan elektrolit
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pernafasan terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah dan paru.
Setiap bagian sistem ini memainkan peran yang penting dalam proses pernafasan,
yaitu dimana oksigen dapat masuk ke aliran darah dan karbon dioksida
dilepaskan. Titik berat gawat paru terletak pada seberapa jauh perubahan fungsi
paru dalam waktu yang relative pendek yang meliputi antara lain perubahan
fungsi jalan nafas, bagian respirasi, perubahan analisa gas, pengaruh dari berbagai
komponen gas pada organ sensitive seperti serebral, miokardium, ginjal, dan
organ tubuh lainya.
DAFTAR PUSTAKA

http://nursingbegin.com/anatomi-fisiologi-airway-breathing/ diakses 29 maret


2018
http://sikkahoder.blogspot.co.id/2012/09/jalan-nafas-struktur-dan-anatomi-
pada.html?m=1 diakses 30 maret 2018

setiadi. 2012. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasaan. [PDF].


(https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://adysetiadi.fil
es.wordpress.com/2012/11/anatomi-dan-fisiologi-sistem-
respirasipdf&ved=2ahUKEwiK5cqDzJPaAhUGNpQvVaw0qWxQ2XM_OE1gw4
6kWTRd9 diakses pada 30 maret 2018)

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG

Rab, Tabrani. 1996. Prinsip Gawat Paru. Jakarta : Buku Kedokteran ECG

Anda mungkin juga menyukai