ASMA BRONCHIALE
A. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Brunner&Suddarth, 2001).
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible
akibat bronkospasme. Penyempitan jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme,
edema mukosa dan hipersekresi mukus yang kental. (Silvia.A,1995).
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan
Organ pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).
Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan
kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga
mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang
(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan
itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang
trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh
otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan
ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek
dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin
lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa
atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-
sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m².
Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O 2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru
kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus
media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri
dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari
belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu
5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru
kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir
pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga
dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum.
Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada
pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara
keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru
terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan
melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui
kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium
sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan
selsel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah
CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi
kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini
keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan
menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian
dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan
melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan
panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang
berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk
ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika
makanan masuk ke dalam laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal
tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring. Terbagi dalam
2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas).
Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur,
berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada
otot-otot pernapasan.
Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam
sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks
bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka
terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai
terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus
lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan
kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak
antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada
membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan
udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan
dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong
keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu
seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan
pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-
orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini
dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang
rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat
kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.
b. Pernapasan sel
1) Transpor gas paru-paru dan jaringan
Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari
pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah,
sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan
tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara
keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan
protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke
dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang
mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas
pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar
CO2 dalam darah mnjadi 17 kali.
2) Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem
kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang
masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran
darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah
bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2
dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya
tarik) hemoglobin.
Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :
Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita
menarik napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam
alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan
parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.
Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk
mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat
oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya perbedaan
tekanan parsial itu apabila tiba pada pembuluh kapiler yang berhubungan
dengan membran alveoli maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat
berdifusi masuk ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi
tekanan parsial oksigen dalam pembuluh menjadi 100 mmHg.
Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh dara diedarkan
keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu
oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar
dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah.
Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial
CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada
jumlah hemoglobin dalam darah.
Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa
melalui cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam
cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh
darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan
interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat
dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.
Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0- 20 mmHg.
Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel
oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolism yaitu reaksi oksidasi
senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein)
menghasilkan H2O, CO2 dan energi.
Reaksi hemoglobin dan oksigen Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok
untuk mengangkut O2.Hemoglobin adalaah protein yang terikat pada rantai
polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing atom besi
dapat mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu molekul O2. Besi
berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi.
Transpor karbondioksida Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan
O2 sehingga terdapat lebih banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan sederhana. CO2
berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H 2CO2
karena adanya anhidrase (berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke
dalam plasma.
Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui kapiler-
kapiler jaringan.Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah beraksi dengan gugus
amino dari protein, hemoglobin membentuk senyawa karbamino (senyawa
karbondioksida). Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO 2
ditunjukkan
oleh selisih antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml
CO2 dalam darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam
HCO2 (Syaifuddin, 2006).
C. ETIOLOGI
Penyebab dari asma bronchiale dapat meliputi infeksi virus/bakteri,
imunologik/alergik, dan imunologik. Sedangkan faktor pencetus dari asma
bonchiale meliputi :
1) Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
2) Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
3) Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
4) Perubahan cuaca yang ekstrim
5) Kegiatan jasmani yang berlebihan
6) Lingkungan kerja
7) Obat-obatan
8) Emosi
9) Lain-lain seperti refluks gastro esophagus
D. PATOFISIOLOGI
1) Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan
allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain - lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan
merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena
kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,
makrofag dan trombosit juga memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas
yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel - sel mastosit dan basofil dengan IgE
pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah
dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
allergen yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah
ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan
influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator
yang sudah terkandung dalam granul - granul(preformed ) di dalam sitoplasma
yang mempunyai sifat biologic, yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor
A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang
segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi)
bila terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap
rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun
bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiperaktifitas bronkus disebabakan
oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel - sel inflamasi terutama eosinofil
ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma
bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan
dengan derajat berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik
sebagai penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai
suatu hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran
nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi
sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran
silia dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas
menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale
adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang - cabang
bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya
sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk
yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatka adeno corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam
darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon tubuh sebagai suatu
bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2) Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik)
Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas
,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress
psikologik. Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas
adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga
meningkat yang mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak
nafas.
E. KLASIFIKASI
a) Klasifikasi Derajat Asma
DERAJAT GEJALA GEJALA FUNGSI
ASMA MALAM PARU
INTERMITEN Gejala <1x < 2 kali sebulan APE > 80%
Mingguan /minggu
Tanpa gejala
diluar serangan
Serangan singkat.
Fungsi paru
asimtomatik dan
normal luar
serangan
PERSISTEN Gejala >1x > 2 kali APE > 80 %
RINGAN minggu tapi <1x / seminggu Normal
Mingguan hari.
Serangan dapat
mengganggu
aktivitas dan tidur
F. GEJALA KLINIS
1. Batuk berdahak .
2. Dispnea – pernafasan labored
3. Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering
menjadi pertanda bahaya gagal nafas.
4. Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi.
5. Retraksi otot-otot bantu pernafasan.
6. Berkeringat
7. Takikardia.
8. Pelebaran tekanan nadi
9. Pembesaran vena leher.
10. Auskultasi suara nafas : wheezing (+)
G. PENATALAKSANAAN
Ada empat komponen dalam pengobatan asma :
1. Penyuluhan kepada pasien
2. Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan
yang komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi
dari seorang dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta
kerjasama penderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada
penderita dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter
Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi
semua pihak.
3. Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan
keluarganya adalah Memahami sifat-sifat dari penyakit asma :
- Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
- Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh
karena faktor tertentu bisa kambuh lagi.
- Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.
4. Penilaian derajat beratnya asma
H. KOMPLIKASI
1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergillosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal nafas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga.
I. LANDASAN TEORI
1. Anamnesa:
a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk
berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari
b. Semua keluhan biasanya bersifat variasi diurnal.
c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pernafasan cuping hidung, sianois perifer dan sentral,pembesaran
vena leher,retraksi otot-otot bantu pernafasan, pasien lebih senang
dalam posisi duduk, pasien tampak gelisah dan batuk berdahak
kental.
b. Palpasi
Turgor kulit lembab berkeringat , pembesaran vena leher
c. Perkusi
Tidak ada kelainan
d. Auskultasi
Terdapat suara wheezing (+)
3. Pemeriksaan diagnostik / penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah tepi: Menunjukkan leukositosis (15.000 –
40.000/mm3 ).
Analisa gas darah : Menunjukkan asidosis metabolik
dengan atau tanpa retensi CO2.
Darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –
Leyden).
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks : Menunjukkan terdapat bercak- bercak infiltrat
pada satu atau beberapa lobus.
c. Lain –Lain
Tes fungsi paru : Untuk mengetahui fungsi paru ,
menetapkan luas beratnya penyakit , mendiagnosis keadaan
Spirometri statik : Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
J. DIAGNOSAS KEPERAWATAN
Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan
yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau
sembuh dengan terapi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut
yang diselingi oleh periode tanpa gejala.
Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh
bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-
kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang
atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama
makin meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama
pada penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas.
Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas
disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal.
Diagnosa Asma Bronkial ditegakkan dengan :
1. Anamnesa:
Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk
berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari
Semua keluhan biasanya bersifat variasi diurnal.
Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah,
penderita lebih nyaman dalam posisi duduk.
- Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
- Paru : Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma
terdorong ke bawah, Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri, Perkusi :
Hipersonor dan Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi
memanjang.
- Pada serangan berat :
Tampak sianosis
N > 120 X/menit
“Silent Chest” : suara mengi melemah
9 Resiko tinggi infeksi b/d Setelah diberi tindakan a. -Kaji batuk dan pengeluaran a. -Mengetahui pengurangan
peningkatan produksi mukus perawatan 3 x 24 jam pasien dahak selama 24 jam produksi mukus
tidak mengalami infeksi b. -Observasi perubahan warna b. -Dahak purulen tanda
dengan KE: dahak infeksi
-Batuk dan dahak berkurang c. -Cek vital sign c. -Mengetahui tanda- tanda
-Tidak ada dahak purulen d. -Anjurkan minum air putih 2- infeksi
- Vital sign dalam batas 3 liter/ hari d. Dahak encer sehingga
normal e. -Delegatif pemberian mudah keluar
antibiotika e. -Kuman penyakit tidak bisa
berkembang biak sehingga
tidak terjadi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif ,dkk (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid 1.Jakarta :
Media Aesculapius.
Silvia A Price ,(1995) . Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Jilid 2 .Ed 8.
Jakarta : EGC
1. Klasifikasi Data
Data subjektif :
a. Pasien mengeluh sesak napas.
Data Objektif :
a. RR 36x/menit
b. Terdapat pernafasan cuping hidung.
c. Terdapat retraksi intercostals (+)
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Atelektasis paru Kerusakan
Pasien Pasien pertukaran
mengeluh sesak Pertukaran O2 da CO2 gas
napas. terganggu
DO :
RR 36x/menit.
Terdapat pernafasan
cuping hidung.
Terdapat retraksi
intercostals (+)
2. DS : Penumpukan Mucus Pola napas
Pasien Pasien tidak efektif
mengeluh sesak Brongkiolus menyempit
napas. dan tersumbat
Emfisema
Sesak napas