Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGIS SYSTEM PERNAPASAN

Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan
dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga
hidung - faring – laring - trakea -bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus).
Adapun alat-alat pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :
1. Alat pernafasan atas
a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga
rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk
bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang
berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap.
Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain.
Misalnya, karbon dioksida (co2), belerang (s), dan nitrogen (n2). Selain sebagai organ
pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan
kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau
berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari
rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis).masuknya udara melalui faring akan menyebabkan
pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun
demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara
tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
c. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya
udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap
masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (
gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya infeksi dan tumor)
2. Alat pernafasan bawah
a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10-12 cm dengan diameter 2,5 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-
silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Trakea tetap terbuka karena terbentuk dari adanya 16-20 cincin kartilao berbentuk huruf
c yang membentuk trakea.
b. Cabang-cabang bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus primer (kanan dan
kiri). Bronkus kiri lebih tinggi dan cenderung horizontal daripada bronkus kanan, karena
pada bronkus kiri terdapat organ jantung. Bronkus kanan lebih pendek dan tebal dan
bentuknya cenderung vertical karena arcus aorta membelokkan trakea kebawah.
Masing-masing bronkus primer bercabang lagi menjadi 9-12 cabang untuk membentuk
bronkus sekunder dan tersier (bronkiolus) dengan diameter semakin menyempit.
Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang
rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi
oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3
lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian
dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang
rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang
masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-
zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam
yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1
mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki
gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang
tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.
Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam campuran,
terlepas dari keberadaan gas lain (hukum dalton). Bronkiolus tidak mempunyi tulang
rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia.
Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah
satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena
alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

D. Mekanisme pernafasan / ventilasi paru


Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari paru-paru. Jumlahnya sekitar
500 ml ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastic serta
persyarafan yang utuh. Otot pernafasan insprirasi utama adalah diafpragma. Diafpragma
di persyaraf oleh syaraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada vetebra servikal
ke empat.
Udara yang masuk dan keluar terjadi karna adanya perbedaan tekanan udara
antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan
interapleura. Salah satu fase dari ventilasi paru adalah inspirasi yaitu gerakan
perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru dan fase lainnya adalah ekspirasi yaitu
gerakan perpindahan udara meninggalkan paru-paru.
1. Prinsip dasar
a. Toraks adalah rongga tertutup kedap udara disekeliling paru-paru yang terbuka ke
atmosper hanya melalui jalur sistem pernapasan :
b. Pernafasan adalah proses inspirasi (inhalasi) udara kedalam paru-paru dan ekspirasi
(ekshalasi) udara dari paru-paru ke lingkungan luar tubuh.
c. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosper (sekitar 760 mmhg) sama dengan
tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intra-alveolar (intra
pulmonar).
d. Tekanan intra poleura dalam rongga pleura (ruang antar pleura) adalah tekanan sub-
atmosper, atau kurang dari intra-alveolar.
e. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah tekanan intra pleura dan
intra-alveolar yang secara mekanik menyebabkan pengembangan atau pengempisan
paru-paru
2. Inspirasi
Tepatnya proses inspirasi adalah sebagai berikut; diafragma berkontraksi,
bergerak ke arah bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot
interkosta eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga dada
ke arah samping kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang.
Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut mengembang.
Tekanan intrapleura menjadi makin negatif karena terbentuk isapan singkat antara
membran pleura. Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura
viseral untuk mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-paru.
Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun di bawah
tekanan atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus mengalir melalui saluran
pernapasan sampai ke alveoli. Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan
intrapulmonal sama dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi normal. Tentu saja
inhalasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang disebut sebagai napas dalam. Pada
napas dalam diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk lebih
mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya udara lebih banyak.
Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatkan volumenya
dimana otot-otot yang berkontraksi adalah :
a. Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang rileks akan memipih saat
berkontraksi dan memperbesar rongga toraks kearah inferior.
b. Otot intrerkostal eksternal mengangkat iga keatas dan kedepan saat berkontraksi
sehingga memperbesar rongga toraks kearah anterior dan superior.
c. Dalam pernafasan aktif atau pernafasan dalam, otot-otot sternokleidomastoid,
pektoralis mayor, serratus-anterior, dan otot skalena juga akan memperbesar rongga
toraks.
3. Ekspirasi
Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot
interkosta rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan
jaringan ikat elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak
alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara
didorong ke luar paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali.
Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang memerlukan
kontraksi otot, tetapi ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif, bergantung pada
besarnya regangan pada elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain,
dalam kondisi yang normal kita harus mengeluarkan energi untuk inhalasi tetapi tidak
untuk ekshalasi.
Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas normal, seperti
ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekshalasi yang demikian adalah
proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain.
Otot-otot ekspirasi menurunkan volume rongga toraks. Ekspirasi pada pernafasan
yang tenang dipengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses pasif. Pada ekspirasi
dalam, otot interkostal internal menarik kerangka iga ke bawah dan otot abdomen
berkontraksi sehingga mendorong isi abdomen menekan diafragma.
Kepatenan ventilasi tergantung pada empat factor :
a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas akan menghalangi
masuk dan keluarnya dari dan ke paru-paru
b. Adekuatnya system syaraf pusat dan pusat pernafasan
c. Adekuatnya pengembangan dan pengempesan peru-peru
d. Kemampuan oto-otot pernafasan seperti diafpragma, eksternal interkosa, internal
interkosa, otot abdominal.
Ventilasi paru mengacu kepada pergerakan udara dari atmosfir masuk dan keluar paru.
Ventilasi berlangsung secara bulk flow. Bulk flow adalah perpindahan atau pergerakan
gas atau cairan dari tekanan tinggi ke rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi antara lain :
a. Tekanan
b. Resistensi bronkus
c. Persyarafan bronkus

E. Volume dan kapasitas paru-paru


1. Volume
a. Volume tidal adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama ventilasi
normal biasa. Berkisar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan.
b. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang masuk ke paru-paru
dengan inspirasi maksimum diatas inspirasi tidal. Berkisar 3100 ml pada laki-laki dan
1900 ml pada perempuan.
c. Volume cadangan ekspirasi adalah volume ekstra udara yang dapat ekstra kuat yang
dapat dikeluarkan pada akhir ekspirasi normal. Biasanya 1200 ml pada laki-laki dan 800
ml pada perempuan.
d. Volume residua adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan
ekspirasi kuat. Rata-rata pada laki-laki berkisar 1200 ml dan perempuan 1000 ml.
2. Kapasitas
a. Kapasitas residual fungsional adalah penambahan volume residua dan volume
cadangan ekspirasi. Nilai rata-rata 2200 ml.
b. Kapasitas inspirasi adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan inspirasi.
Nilai rata-rata adalah 3500 ml.
c. Kapasitas vital adalah penambahan volume, vci dan vce. Rata-rata berkisar 4500 ml.
d. Kapasitas total adalah jumlah seluruh udara yanga da diparu-paru. Rata-rata berkisar
5700 ml.
F. Sirkulasi paru
Sirkulasi paru adalah darah si oksigenesi yang mengalir pada arteri pulmonaris
dari sisi kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut seta dalam
proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan arveolus. Sirkulasi paru
merupakan 8-9% dari curah jantung total. Tekanan dan resistensi terhadap aliran di
dalam sirkulasi paru sangat rendah, dengan tekanan paru merata sekitar 12 mmhg
dibandingkan dengan tekanan sistemik merata yang besarnya sekitar 90 mmhg. Sirkulasi
paru bersifat sangat fleksibel dan dapat mengakomodasi variasi volume darah yang
besar. Dengan demikian, sirkulasi paru dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan
darah yang dapat dipanggil sewaktu-waktu apabila terjadi penurunan volume atau
tekanan darah sistemik.

G. Bentuk dari pernafasan


Bentuk dari pernafasan secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Proses pernafasan pulmonal atau paru-paru (external)
Pernafasan externa adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada
pernafasan melalui paru-paru atau penafasan externa, oksigen didapatkan melalui hidung
dan mulut, pada waktu bernafas oksigen mesul melalui trachea dan pipa bronchial ke
alveoli dan berhubungan erat dengan darah di kapiler pulmonalis. Hanya satu lapis
membrane, yaitu membrane alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dan darah oksigen
menembus membrane ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah di bawa ke
jantung. Dari sini di pompa di dalam arteri ke seluruh bagian tubuh. Didalam paru-paru
karbon dioksida merupakan hasil buangan yag menembus membrane alveoli. Dari
kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.
Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmhg dan pada tingkat
hemoglobinnya 95% jenuh oksigen. Empat proses berhubungan dengan pernafasan paru-
paru atau pernafasan externa :
a. Ventilisasi pulmorter, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh,
karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
c. Distribusi arus udar dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya
dapat mencapai semua bagian tubuh.
d. Difusi gas yang menembusi membrane pemmisah alveoli dan kapiler. Karbondioksida
lebih mudah berdifusi dapi pada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat co2 dan o2. Pada waktu gerak badan lebih banyak, darah dating
ke paru-paru membawa terlalu banyak co2 dan terlampau sedikit o2, jumlah co2 tidak
dapat di keluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar dan didalam
pernafasan.penambahan fentilasi yang dengan demikian terjadi mengeluarkan co2 dan
memungut lebih benyak o2.
2. Proses pernafasan jaringan (internal)
Darah yang telah dijernihkan hemoglobinnya dengan oksigen (oxihemoglobin),
mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat
lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan sel
melakukan oksidasi pernafasan, sebagai gantunya hasil dari oksidasi yaitu
karbondioksida.
Perubahan-parubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam olveoli, yang
disebabkan pernafasan externa dan interna.
Udara yang di hirup: nitrogen (79%), oksigen (20%), karbondioksida (0-0,4%).
Udara yang masuk ke alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.
Udara yang dihembuskan: nitrogen(79%), oksigen(16%), karbondoiksida ( 4-
0.4%).

H. Prinsip pertukaran gas


1. Pertukaran gas pulmonary
Pertukaran gas mencakup dua proses yang independen, pernapasan eksternal
pertukaran gas antara alveoli dengan aliran darah dan pernapasan pertukaran gas antara
kapiler dalam tubuh. Kedua proses tersebut perpindahan gas dari tempat mencakup
perpindahan gas melalui difusi yang berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi
lebih rendah. Kecepatan perpindahan gas ini bergantung pada konsentrasi (kepekatan)
atau pada tekanan yang dikeluarkan oleh gas (tekanan parsial). Secara umum udara yang
kita hirup (dari atmosfir bumi) sebenarnya merupakan campuran yang mengandung kira-
kira 21% oksigen, 0,04% karbon dioksida, dan 78% nitrogen. (scanlon, 1995).
Tekanan parsial (yang juga dikenal dengan hukum dalton) adalah tekanan yang
dikeluarkan oleh salah satu dari sembarang gas dalam suatu campuran gas-gas yang
secara langsung berhubungan dengan konsentrasi gas tersebut dalam campuran dan
dengan tekanan total campuran gas. Tekanan parsial, kadang cukup disebut tension
mempunyai simbol p dan satuan mm hg.
Tekanan parsial suatu gas dapat dihitung dengan mengalikan persentase gas
dimaksud dengan tekanan total atmosfir dalam kondisi standar (760 mm hg). Perhatikan
contoh berikut konsentrasi gas oksigen dalam atmosfir adalah 21 %, maka tekanan
parsial oksigen [po2] adalah 21 % x 760 mm hg = 159,6 mm hg. Jadi dengan demikian
tekanan parsial oksigen 21 % adalah 159,6 mm hg.
Udara di dalam alveoli mempunyai kandungan po2 tinggi dan pco2 rendah. Darah
di dalam kapiler pulmonal, yang berasal langsung dari tubuh, mempunyai kandungan
po2 rendah dan pco2 tinggi. Itulah sebabnya, dalam pernapasan eksternal oksigen akan
berdifusi dari udara di dalam alveoli ke dalam darah, dan karbon dioksida berdifusi dari
darah ke dalam udara di dalam alveoli. Darah yang kembali dari jantung sekarang
mempunyai kandungan po2 yang tinggi dan pco2 yang rendah dan dipompakan oleh
ventrikel kiri ke dalam sirkulasi sistemik.
Darah arteri yang mencapai kapiler sistemik mempunyai kandungan po2 yang
tinggi dan pco2 yang rendah. Sel tubuh dan cairan jaringan mempunyai po2 rendah dan
pc02 tinggi karena sel-sel secara kontinu menggunakan oksigen dalam pernapasan sel
(pembentukan energi) dan menghasilkan karbon dioksida. Itulah sebabnya, dalam
pernapasan internal, oksigen berdifusi dari darah ke cairan jaringan (sel-sel), dan karbon
dioksida berdifusi dari cairan jaringan ke dalam darah. Darah yang memasuki vena
sistemik untuk kembali ke jantung sekarang mempunyai kandungan po2 rendah dan
pco2 tinggi dan dipompakan oleh ventrikel kanan ke dalam paru-paru untuk turut serta
dalam pernapasan eksternal. Kelainan pertukaran gas yang sering melibatkan paru-paru,
yaitu dalam pernapasan eksternal seperti pada edema pulmonal dan pneumonia.
Besarnya oksigen yang berdifusi ke dalam darah setiap menit bergantung pada
faktor:
a. Gradien tekanan oksigen antara udara alveolar dan darah pulmonal yang masuk (po2
alveolar-po2 darah).
b. Area permukaan fungsional total membran pernapasan.
c. Volume pernapasan satu menit, dan.
d. Ventilasi alveolar. Keempat faktor tersebut mempunyai hubungan langsung dengan
difusi oksigen. Apa saja yang menurunkan po2 alveoli cederung akan menurunkan
gradien tekanan oksigen darah alveolar dan karenanya cenderung menurunkan jumlah
oksigen yang memasuki darah.
Membran respirasi, tempat berlangsungnya pertukaran gas, terdiri dari lapisan
sulfaktan, epitelium skuamosa simpel pada dinding alveolar, membran dasar pada
dinding alveolar ruang interestisial yang mengandung serabut jaringan ikat dan cairan
jaringan, membran dasar kapilar dan endotelium kapilar. Molekul gas harus melewati
keenam lapisan ini melalui proses difusi.
Oksigen, karbondioksida meurunkan gradien tekanan farsialnya saat melewati
membran respiratorik.
Faktor yang mempengaruhi difusi gas selain gradien tekanan farsialnya, antara lain :
a. Ketebalan membran respirasi. Penyebab apapun yang meningkatkan ketebalan
membran, seperti edema dalam ruang interestisial atau infiltrasi fibrosa paru-paru akibat
penyaki pulmonar dapat mengurangi difusi.
b. Area permukaan membran respirasi pada penyakit seperti emfisema, sebagian besar
permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas ,berkurang dan pertukaran gas
mengalami gangguan berat.
c. Solubilitas gas dalam membran respirasi. Solubilitas karbondioksida dua puluh kali
lyebih besar dari oksigen. Dengan demikian, karbondioksia dari .oksidenberdifusi
melalui membran dua puluh kali lebih cepat dari oksigen.

I. Transport oksigen dan karbondioksida didalam darah dan cairan tubuh


1. Transpor oksigen. Sekitar 97 % oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah
berikatandengan hemoglobin (hb), 3 % oksigen sisanya larut dalam
plasmanya. Sebagian besar oksigen yang diangkut dalam darah berikatan dengan
hemoglobin. Hemoglobin adalah protein quarterner yang terbentuk dari empat rantai
polipeptida yang berbeda yaitu dua rantai alfa (a) dan dua rantai beta (p) yang masing-
masing berikatan dengan “kelompok heme” yang mengandung zat besi.
Ikatan oksigen-hemoglobin dibentuk dalam paru-paru dimana p02 tinggi. Ikatan relatif
takstabil, dan ketika darah melewati jaringan dengan po2 yang rendah, ikatan tersebut
pecah, dan oksigen dilepaskan ke dalam jaringan. Makin rendah konsentrasi oksigen
dalam jaringan, makin banyak oksigen hemoglobin yang akan dilepaskan. Hal ini
menjamin bahwa jaringan aktif menerima oksigen sebanyak yang diperlukan untuk
dapat melanjutkan pernapasan sel. Faktor lain yang meningkatkan pelepasan oksigen
dari hemoglobin adalah pco2 yang tinggi (ph yang rendah) dan suhu yang tinggi.
a. Setiap molekul dalam ke empat molekul besi dalam hemoglobin berikatan dengan
satu molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin berwarna merah tua. Ikatan ini
tidak kuat dan refersibel. Hemoglobin tereduksi berwarna merah kebiruan.
b. Kapasitas oksigen adalah volume maksimum oksigen yang dapat berikatan dengan
sejumlah hemoglobin dakam darah.
- Setiap sel darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin. Setiap garam
hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen.
- 100 ml darah rata-rata mengandung 15 gram hemoglobin untuk maksimum 20 ml
oksigen per 100 ml darah (15 x 1,34). Konsentrasi hemoglobin ini biasanya dinyatakan
sebagai persentase volume ddan merupakan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
c. Kejenuhan oksigen darah adalah rasio antara volume oksige aktual yang terikat pada
hemoglobin dan kapasittas oksigen.
2. Transpor karbon dioksida.
Transpor karbon dioksida (co2) sedikit lebih rumit. Lebih dari dua pertiga co2
yang diangkut oleh darah terbawa dalam bentuk ion bikarbonat (hco3~). Ketika co2 larut
dalam air (seperti dalam plasma darah), sebagian dari molekul co2 berasosiasi dengan
h2o membentuk asam karbonat (h2c03). Ketika terbentuk, sebagian dari molekul h2c03
berdisosiasi membentuk ion-ion h+ dan bikarbonat (hco3-). Proses ini dikatalis oleh
enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah.
Pembentukan bikarbonat. Karbon dioksida bereaksi dengan air membentuk asam
karbonat, yang reaksinya dikatalis oleh enzim sdm karbonat anhidrase. Asam karbonat
kemudian berdisosiasi membentuk ion bikarbonat dan hidrogen. Panah ganda
menunjukkan bahwa setiap reaksi bersifat reversibel, kecepatan aktual pada setiap arah
diatur oleh konsentrasi relatif setiap molekul. (sumber: wingerd, 1994, him. 459)
Makin banyak co2 yang ditambahkan ke dalam plasma, makin banyak co2 yang
akan diubah menjadi asam karbonat. Sebagai akibat konsentrasi asam karbonat
meningkat, yang membuat sistem bergerak ke arah bikarbonat, sehingga meningkatkan
kecepatan pembentukan bikarbonat. Hasil akhirnya adalah molekul-molekul co2 yang
berdiftisi ke dalam plasma akan terus menerus dibuang dari larutan dan diubah menjadi
bikarbonat. Hal ini memungkinkan tempat yang lebih banyak untuk co2 terlarut dalam
plasma, dengan demikian meningkatkan kapasitas pengangkutan co2 darah.
Ketika ion-ion bikarbonat dibentuk, ion-ion tersebut berdifusi searah dengan
gradien konsentrasinya ke dalam plasma. Keluarnya ion-ion negatif ini (hco3~) dari sel-
sel darah merah diimbangi oleh masuknya ion negatif lain yaitu ion klorida (cl~).
Transpor ion negatif yang saling berlawanan ini disebut sebagai perpindahan klorida.
Sesuai dengan hukum kecepatan kimia di atas, ketika co2 dikeluarkan dari plasma maka
keseluruhan sistem berpindah ke arah yang berlawanan. Dengan demikian, reaksi yang
mengubah asam karbonat untuk membebaskan co2 menjadi dominan. Penurunan
konsentrasi asam karbonat kemudian mendorong perpindahan ke arah pengubahan
bikarbonat menjadi asam karbonat.
Karbon dioksida yang berdifusi kedalam darah dari jaringan dibawa ke paru-paru
melalui cara berikut ini:
a. Sejumlah kecil karbon dioksida (7 % - 8 %) tetap terlarut dalam plasma.
b. Karbon dioksida yang tersisa bergerak kedalam sel darah merah, diimana 25 % nya
bergabung dalam bentuk repersibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian
globin pada hemoglobin untuk membentuk karbaminohemoglobin.
c. Sebagian besar karbon dioksida dibawa dalam bentuk bikarbonnat terutama dalam
plasma.
d. Pergeseran klorida. Ion bikarbonat bermuatan negatif yang terbentuk dalam sel darah
merah berdifusi kedalam plasma dan hanya menyissakan ion bermuatan positif
berlebihan.
e. Ion hidrogen bermuattan positif yang terlepas akibat disosiasi asam karbonat berikatan
dengan hemoglobin dalam sel darah merah untuk memkinimalisasikan perubahan ph.

J. Pengaturan sistem pernafasan & insufiensi pernafasan


Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua factor utama yaitu factor
kimiawi dan pengendalian oleh saraf.
1. Kendali kimiawi
Factor kimiawi adalah factor utama dalam pengendalian dan pengaturan
frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan. Pesat pernafasan di sumsum
dangant peka pada reaksi kimia. Karbon dioksida adalah produk asam dari metabolism,
yang merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja
atas otot pernafasan.
Latihan menyebabkan peningkatan kadar karbondioksida dalam darah, atau
peningkatan konsentrasi ion hydrogen ( h ) darahmempunyai efek kuat yang langsung
pada neuron-neuron susunan reticular yang menyebabkan peningkatan kecepatan dan
kedalam pernafasan dengan meningkatkan ekresi kerbon dioksida.
Pusat pengendalian ada di kemoreseptor yang mendeteksi perubahan kadar
oksigen, karbon dioksida dan ion hydrogen dalam darah arteri dan cairan serebrospinalis
dan menyebabkan pemyesuaian yang tepat antara frekuensi dan keadaan respirasi.
a. Kemoreseptor sentral
Yaitu neuron yang terletak di permukaan ventral lateral medulla. Peningkatan kadar
karbon dioksida dalam darah arteri dan cairan serebrospinalis merangsan peningkatan
frekuensi dan kedalam respirasi. Penurunan kadar oksigen hanya sedikit berpengaruh
pada kemoreseptor sentral.
b. Kemoreseptor perifer
Terletak di badan aorta dan kerotid pada system arteri. Kemoreseptor ini merespon
terhadap perubahan konsentrasi ion oksigen, karbon dioksida dan ion hydrogen.
Contoh:
Kalau kita melakukan olahraga maka akan terjadi proses pembakaran di dalam tubuh,
hal ini memerlukan oksigan yang sangat besar, maka efek dari kompensasi tubuh adalah
dengan jalan respirasi yang cepat dan dalam untuk menyediakan bahan bakar tersebut,
sewaktukita melakukan istirahat maka tubuh akan kembali normal karena oksigen yang
dibutuhkan standar karena pembakaran yang terjadi tidak terlalu banyak
2. Kendali syaraf
Penafasan dikendalikan oleh sel-sel syaraf dalam susunan retikularis di batang,
terutama pada medulla. Sel-sel ini mengirim impuls menuruni medulla spinalis,
kemudian melalui syaraf frenkus ke diagfragma, da melalui syaraf-syaraf interkostalis ke
otot-otot interkostalis. Jadi pusat pernafasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medulla
oblongata yang mengeluarkan impuls eferen ke otot pernafasan impuls eferen yang
dirangsang oleh pemekaran gelembung udara, yang diantarkan oleh syaraf vagus
kepusat pernafasan di dalam medulla.
Susunan retikularis mempunyai pola aktifitas syaraf dengan irama teratur yang
mempertahankan aktifitas berirama dari otot-otot ini. Irama ini dilengkapi dengan
hering-breuer yaitu reseptor-reseptor yang renggang yang terdapat pada frenkhim paru-
paru yang memancarkan rangsangan ke medulla oblongata melalui vagus,
pengembangan paru-paru yang cepat menghambat rangsang respirasi.
Reseptor regangan di jaringan peru mengirim impuls-impuls melalui nervus vagus
ke batang otak impuls ini menghambat inspirasi saat paru-paru dikembangkan, dan
merangsang respirasi.
Selain nyeri, dan impuls syaraf dari gerakan badan, menyebabkan peningkatan
pada pernafasan, karena kerjanya pada susunan reticular.
Beberapa factor tertentu merangsang pusat pernafasan yang terletak di dalam
medulla oblongata, dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang
disalurkan oleh syaraf spinalis ke otot pernafasan yaitu diagfragma dan otot
interkostalis.
Rangsangan ritmis ( berirama ) pada medulla oblongata menimbulkan pernafasan
otomatis. Darah medulla oblongata yang berhubungan denga pernafasan secara klasik
dinamakam pusat pernafasan. Ada 2 kelompok neuron pernafasan, kelompok social
yang dekat dengan nucleus trktus solitariusadalah sumber irama yang mengendalikan
neuron motoris phrenerius konralateral. Neuron-neuron ini juga memproyeksikan diri
dan mengendalikan golongan ventral. Golongan ini mempunyai 2 bagian.
Bagian krnial dibentuk oleh neuron-neuron nucleus ambigus yang mempersyarafi
otot-otot membantu pernafasan ipsilateral, pada hakekatnya melalui nervus vagus.
Bagian caudal dibentuk oleh neuron-neuron dalam nucleus retroambigualis yang
menyelenggarakan pengendalian inspirasi dan eksresi ke neuron-neuron motoris yang
mempersyarafi interkostalis.
Penafasan spontan ditimbulkan oleh rangsang yang ritmis neron motoris yang
mempersyarafi otot-otot pernafasan. Rangsangan ini secara keseluruhan tergantung pada
impuls-impuls syaraf otak.

B. DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupaka kondisi ireversibel
yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi
saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan emfisema
pulmonum.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan
fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa
observasi beberapa waktu.
Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.(4)
C. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:

1. Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2
tahun berturut-turut.(5)

2. Emfisema paru

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan anatomic paru
yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.(5)

3. Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang


trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.(4)

4. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh
berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,
muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor,
pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.(1)

D. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-faktor risiko yang
terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama


2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

E. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen
yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat
erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
F. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:(3)
3. Kelemahan badan
4. Batuk
5. Sesak napas
6. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
7. Mengi atau wheeze
8. Ekspirasi yang memanjang
9. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
10. Penggunaan otot bantu pernapasan
11. Suara napas melemah
12. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
13. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari
hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan
ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas
kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap

H. PENATALAKSAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:(3)

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.


b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan
penyakit yang dideritanya.

2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit
sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat
kesehatan dari proses penyakit: (1, 2)

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?


2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Riwayat merokok?
7. Obat yang dipakai setiap hari?
8. Obat yang dipakai pada serangan akut?
9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?


2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5. Barrel chest?
6. Apakah tampak sianosis?
7. Apakah ada batuk?
8. Apakah ada edema perifer?
9. Apakah vena leher tampak membesar?
10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
11. Bagaimana status sensorium pasien?
12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Palpasi:

1. Palpasi pengurangan pengembangan dada?


2. Adakah fremitus taktil menurun?

Perkusi:

1. Adakah hiperesonansi pada perkusi?


2. Diafragma bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:

1. Adakah suara wheezing yang nyaring?


2. Adakah suara ronkhi?
3. Vokal fremitus nomal atau menurun?

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini: (1, 2, 7)

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan


produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan
upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui
sumber informasi.

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang daapt terjadi termasuk:


Gagal/insufisiensi pernapasan
1. Hipoksemia
2. Atelektasis
3. Pneumonia
4. Pneumotoraks
5. Hipertensi paru
6. Gagal jantung kanan

C. INTERVENSI

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan


produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.

Tujuan:
Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan
batuk.
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam
hari sesuai yang diharuskan.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim, dan asap.
f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
g. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
h. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus pneumoniae.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

Tujuan:
Perbaikan pola pernapasan klien
Intervensi:
a. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan
pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
c. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

Tujuan:
Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
a. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
b. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada
kemungkinan efek sampingnya.
d. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan
sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e. Pantau pemberian oksigen.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan


kebutuhan oksigen.

Tujuan:
Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit
kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill
dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status fungsi dasar.
e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan pasien.
f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan
aktivitas untuk berjaga-jaga.
g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama
mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan
aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih
banyak atau dengan banyak bantuan.
i. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Intervensi keperawatan:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b. Auskultasi bunyi usus
c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
d. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
e. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
f. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
g. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.

Tujuan:
Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi keperawatan:
a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk
melakukan tindakan tersebut.
c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
e. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat


peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan:
Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
a. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti
berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
b. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat
sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan
penghematan energi.
c. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap


kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

Tujuan:
Klien tidak terjadi kecemasan
Intervensi keperawatan:
a. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
b. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
c. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.

9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,


depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

Tujuan:
Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
a. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan
pada pasien.
b. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
d. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
e. Tingkatkan harga diri klien.
f. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat
menumpuk.

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui


sumber informasi.

Tujuan:
Klien meningkat pengetahuannya.

Intervensi keperawatan:
a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan
pasien tentang penyakit dan perawatannya.
b. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang
sumber-sumber kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

2. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih
bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

3. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai
penerbit FKUI

4. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa:
Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

6. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

7. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3,
Jakarta: EGC

8. Caepenito Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih,
edisi 6, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai