Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK E

RIAN PESIRERON
STEFANY KATRIN SOUKOTTA
THERESYA V DASVORDATTE
VELLDY SALASIWA
YULIA CHELSYE B. FAYAU
VITA CLARA HURSEPUNY
DEWI RATUSUAY
EGA EVANLY NANURU
EXZEL WILLIAM BEFFERS
FENANSIA MARIA RESILAY
RAHEL HUBE GAINAU
GRES LATUREKA

PROGRAM STUDY KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
baik, Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawata
Kritis. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata
sempurna , untuk itu kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Ambon, 13 Juli 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................................

BAB I .................................................................................................................................
A. FORMAT PENGKAJIAN SISTEM PENDENGARAN...........................................
B. FORMAT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL.................................

BAB II ................................................................................................................................
A. ANALISA PICO HASIL PENELITIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL...........
B. ANALISA PICO HASIL PENELITIAN SISTEM PENDENGARAN.....................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................


Kesimpulan ....................................................................................................................

DAFTAR TABEL
TABEL 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium.......................................................................
TABEL 2 Terapi Pemberian Obat.......................................................................................

DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 Hasil rontgen Genu dextra.............................................................................
FORMAT PENGKAJIAN
SISTEM PENDENGARAN

Nama Mahasiswa :
N P M :
Rumah Sakit :
Ruangan :
Tanggal Pengkajian :

A. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG


JAWAB
Nama :An. L Nama : Tn. P
Usia : 16 tahun Hubungan dengan klien: Ayah klien
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP Alamat : Jl Jabon
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidakada
Alamat : Jl. Jabon
Tglmasuk : 13 Oktober 2014
Ruang : Poli THT
DiagnosaMedis : Trauma Membran
Timpani

1. Riwayat penyakit sekarang


An. L sering mengeluh telinga kanan berdengung. An. L mengatakan bahwa
sakitnya sudah 1 minggu terakhir ini dan An. L juga merasakan di dalam
telinga terasa penuh karena adanya penumpukan serumen dan pendengaran
terganggu
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien mengatakan tidak pernah rawat inap di rumah sakit karena tidak pernah
mengalami penyakit yang parah sebelumnya, paling hanya sakit ringan yaitu
demam, flu.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada salah satu keluarga yang mengalami sakit telinga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kardiovas
- Suara jantung √ S1 S2 Tunggal S3 S4
- Nadi √ Reguler Iregular HR …..
- Capilary refill √ < 3 detik > 3 detik
- Bentuk dada Simetris
kuler

- Bunyi nafas √ Bronkial Bronkovesikular Vesikular


Suara nafas tambahan
Respiratory

- Whezing √ Tidak Ya, (kanan/kiri)


- Ronchi √ Tidak Ya, (kanan/kiri)
- Stridor √ Tidak Ya,
- Snoring √ Tidak Ya,
Batuk Tidak √ Ya, Produktif/ tidak, secret……
- Warna kulit Tidak
Sawo matang Ya, ……………….
keletal Muskulos Endokrin Neurologi Integumen

- Kelembaban √ lembab berkeringat kering


- Icterus √ Tidak ya, lokasi……….
- Pupil √ Isokor Anisokor
Reflek cahaya +/+
Diameter ……………………………………………………
- Riwayat pertumbuhan dan √ Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki
perkembangan fisik pada waktu dewasa
Kekeringan kulit atau rambut
- Kemampuan pergerakan sendi √ Bebas Terbatas
- Parese Ya √ Tidak
- Paralise Ya √ Tidak
Gastrointe

Abdomen
- Kontur Abdomen √ Normal distensi
- Jejas √ Tidak ya,……cm, lokasi……..
Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh (Sempurna)
stinal

- Citra diri / body image Bagian tubuh yang disukai (Mata)


Bagian yubuh yang tidak disukai ( hidung )
Psikososial

- Peran tanggapan klien terhadap perannya


√ senang tidak senang
ANALISA DATA

Nama Pasien : An. L


Umur : 16 tahun
NO DATA ( DS/DO) MASALAH ETIOLOGI
1 DS : Klien mengeluh telinga Gangguan sensori Perubahan sensori
kanan terasa penuh adanya persepsi (auditori) persepsi
serumen, pendengaran yang
terganggu, telinga terasa
berdengung
DO : telinga kanan tampak ruptur
membran timpani dengan tepi
yang tidak rata dengan sedikit
bercak darah disekitarnya.

Uji Penala: Rine negatif pada


telinga kanan dan Rine positif di
telinga kiri

2 DS : An. L mengatakan bahwa Proses Inflamasi Nyeri


sakitnya sudah 1 minggu terakhir.
DO : telinga kanan tampak ruptur
membran timpani dengan tepi
yang tidak rata dengan sedikit
bercak darah disekitarnya.

3 DS : Klien mengatakan tidak Kurang terpapar Kurang


pernah rawat inap di rumah sakit informasi dan Pengetahuan.
karena tidak pernah mengalami pengobatan mengenai
penyakit yang parah sebelumnya penyakit
An. L sering mengeluh telinga
kanan berdengung. An. L
mengatakan bahwa sakitnya sudah
1 minggu terakhir
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Gangguan sensori persepsi (auditori) berhubungan dengan perubahan sensori
persepsi.
2 Nyeri Berhubungan dengan Proses inflamasi
3 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang
penyakit.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Tujuan Intervensi rasional


1 Setelah dilakukan 1. Observasi ketajaman 1. Mengetahui tingkat
ketajaman pendengaran
tindakan 1 x 24 pendengaran, catat
pasien dan untuk
jam diharapkan apakah kedua telinga menentukan intervensi
selanjutnya.
ketajaman terlibat.
pendengaran pasien 2. Membantu untuk
meningkat menghindari masukan
Kriteria Hasil : 2. Berikan lingkungan sensori pendengaran yang
 Pasien dapat yang tenang dan tidak berlebihan dengan
mendengar dengan kacau, jika diperlukan mengutamakan kualitas
baik tanpa alat seperti musik lembut. tenang
bantu pendengaran 3. Mematuhi program terapi

 Mampu akan mempercepat proses

menentukan letak 3. Anjurkan pasien dan penyembuhan.

suara dan sisi keluarganya untuk

paling keras dari mematuhi program

garpu tala terapi yang diberikan

 Pasien tidak
meminta
mengulang setiap
pertanyaan yang
diajukan
kepadanya

2 Setelah dilakukan 1. Observasi keluhan 1. Dapat mengidentifikasi


nyeri, perhatikan
tindakan 1 x 24 terjadinya komplikasi
lokasi/karakter dan
jam diharapkan intensitas skala nyeri
2. Ajarkan teknik
rasa nyeri pasien
relaksasi progresif,
dapat berkurang. napas dalam guided 2. Membantu klien
imagery
Kriteria Hasil : mengurangi persepsi nyeri
3. Kolaborasi : berikan
Melaporkan nyeri analgetik sesuai
berkurang/terkontol indikasi
Menunjukan 3. Membantu mngurangi
ekspresi wajah
postur tubuh rileks nyeri.
3 Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat
pengetahuan pasien.
tindakan 1 x 24 pemahaman dan
jam diharapkan pengetahuan pasien tentang
2. Berikan informasai
terjadi peningkatan penyakitnya
kepada pasen dan
pengetahuan keluarga tentang 2. Meningkatkan pemahaman
penyakitnya.
mengenai kondisi pasien tentang kondisi
3. Berikan penjelasan
dan penanganan kepada pasien setiap kesehatan
satu tindakan yang
bersangkutan
diberikan
Kriteria Hasil : 3. Mengurangi kecemasan dan
Melaporkan membantu kerjasama dalam
pemahaman
mendukung tindakan yang
mengenai penyakit
yang dialami diberikan.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : An.L


Umur : 18 tahun
Tanggal/Ja No. Dx. Tindakan Keperawatan
m
13-10-2019/ 1 1. Mengobservasi ketajaman pendengaran dan mencatat
07.00 apakah kedua telinga terlibat
2. Memberikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau,
jika diperlukan seperti musik lembut
3. Menganjurkan pasien dan keluarganya untuk mematuhi
program terapi yang diberikan

13-10-2019/ 2 1. Mengobservasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi/karakter


12.00 dan intensitas skala nyeri
2. Mengajarkan teknik relaksasi progresif, napas dalam
guided imagery
3. Kolaborasi : berikan analgetik sesuai indikasi

13-10-2019/ 3 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien.


14.00 2. Memberikan informasai kepada pasen dan keluarga
tentang penyakitnya.
3. Memberikan penjelasan kepada pasien setiap satu
tindakan yang diberikan.
EVALUASI
Nama Pasien : An. L
Umur : 16 tahun
Diagnosa medis : Trauma Membran Timpani

No
Prioritas Masalah Keperawatan Intervensi Evaluasi
masalah
No : 1 Gangguan sensori 1. Observasi ketajaman S : An. L
13-10-2019/ persepsi (auditori) pendengaran, catat apakah mengatakan
berhubungan dengan kedua telinga terlibat. telinganya
07.00
perubahan sensori 2. Berikan lingkungan yang masih terasa
persepsi. tenang dan tidak kacau, sakit
jika diperlukan seperti
musik lembut. O : masih
3. Anjurkan pasien dan ada serumen.
keluarganya untuk Telinganya
mematuhi program terapi masih
yang diberikan berdengung

A: Masalah
belum teratasi

P: Intervensi
dilanjutkan
No : 2 Nyeri Berhubungan 1. Observasi keluhan nyeri, S : An. L
13-10-2019/ dengan Proses inflamasi perhatikan lokasi/karakter mengatakan
dan intensitas skala nyeri masih merasa
12.00
2. Ajarkan teknik relaksasi sakit pada
progresif, napas dalam telingnya
guided imagery
3. Kolaborasi : berikan O :
analgetik sesuai indikasi Telinganya
masih
berdengung

A: Masalah
belum teratasi
P: intervensi
di lanjutkan
No : 3 Kurang pengetahuan 1. Kaji tingkat pengetahuan S : An. L dan
13-10-2019/ berhubungan dengan pasien. keluarga
kurang terpapar 2. Berikan informasai mengatakan
14.00
informasi tentang kepada pasen dan keluarga sudah
penyakit. tentang penyakitnya. mengerti dan
3. Berikan penjelasan kepada mengetahui
pasien setiap satu tindakan tentang
yang diberikan penyakitnya

O : An. L
mengikuti dan
menyetujui
tindakan yang
diberikan

A: Masalah
kurangnya
pengetahuan
Teratasi

P: Intervensi
dihentikan.

FORMAT PENGKAJIAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL
Nama Mahasiswa :
N P M :
Rumah Sakit :
Ruangan :
Tanggal Pengkajian :

A. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Ny. E Nama : Bpk. S
Umur : 48 tahun Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Maluku/Indonesia Suku : Maluku/Indonesia
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
No. Rekam Medik : 013634 Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat : Kudamati, Ambon Alamat : Kudamati, Ambon

B. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Riwayat Penyakit Sekarang


a) Alasan masuk RS : Pasien mengatakan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit,
kalau ditekuk tidak bisa sudah berlangsung selama 1 minggu. Pada hari senin
pasien terpeleset jatuh dan saat itu lutut kanan merasa saki yang luar biasa,
kemudian pada hari selasa dibawa ke RS
b) Riwayat Kesehatan Pasien : Pasien mengatakan sudah 1 minggu lutut kanannya
nyeri, kemeng-kemeng, sakit untuk berjalan.

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien punya riwayat hipertensi, setiap bulan kontrol di RS

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien punya riwayat hipertensi, setiap bulan kontrol di RS

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kardiovas

- Suara jantung √ S1 S2 Tunggal S3 S4


- Nadi √ Reguler Iregular HR …..
- Capilary refill √ < 3 detik > 3 detik
kuler
- Bentuk dada Simetris
- Bunyi nafas Bronkial Bronkovesikular √ Vesikular
Suara nafas tambahan
Respiratory

- Whezing √ Tidak Ya, (kanan/kiri)


- Ronchi √ Tidak Ya, (kanan/kiri)
- Stridor √ Tidak Ya,
- Snoring √ Tidak Ya,
Batuk √ Tidak Ya, Produktif/ tidak, secret……
keletal Muskulos Endokrin Neurologi Integumen

- Warna kulit Sawo matang


- Kelembaban lembab berkeringat √ kering
- Icterus Tidak ya, lokasi……….
- Pupil √ Isokor Anisokor
Reflek cahaya +/+
Diameter
- Riwayat pertumbuhan dan √ Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki
perkembangan fisik pada waktu dewasa
Kekeringan kulit atau rambut
- Kemampuan pergerakan sendi Bebas √ Terbatas
- Parese √ Ya Tidak
- Paralise Ya Tidak
Gastrointe

Abdomen
- Kontur Abdomen √ Normal distensi
- Jejas √ Tidak ya,……cm, lokasi……..
Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh : Pasien mengatakan
stinal

- Citra diri / body image sehat itu mahal.


Pasien tidak malu dengan penyakitnya.
Psikososial

- Peran tanggapan klien terhadap perannya


√ senang tidak senang

D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) Radiologi rontgen

(Gambar 1 Hasil Rontgen Genu Dextra)

2) Laboratorium
Tabel 1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Jenis Hasil Normal


Pemeriksaan Pemeriksaan ( Satuan)
03-07-2020 Hb 11,5 12-4
Hemetokrit 34,8 37-43
Leukosit trombosit 9.400 4000-10.000
Eritrosit 284.000 150.000-450.000
MCV 3,66 40-46
MCH 95,1 80.0-90.0 2
Niferensial 31,4 6,5-30,5
Segmen 63,1 40-80
Lionfosit 27,7 20-40
Jenis pemeriksaan 9,2
Hasil ( Satuan)
04-07-2020 Gas Sewaktu 90 1-10
Gas Puasa 136 75-140
Fungsi ginjal Kelost 3,8 75-115
total 191 2,6-6,1
Kolest HDL 123,7 < 220
Kolest LDL 156 < 15
<200

E. TERAPI
Tabel 2
Terapi Pemberian Obat

Tanggal Obat Dosis dan satuan Rute


03-07-2020 Santagesic 3x1 ampul IV
Ranitidin 2x1 sehari/ 12 jam IV
Methil 62,5 mg IV
Prednisolon 3x tiap /8 jam
3x1 ampul IV

04-07-2020 Santagesic 62,5 mg IV


MTP 3xtiap 8 jam
2x tiap 12 jam IV
05-07-2020 Santagesic IV
Ranitidin 62,5mg
MTP 2x1tiap 12 jam IV
Oral 3x1
Gabapetin 2x100mg
Glukosamin

ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny.E


Umur : 48 tahun
NO DATA ( DS/DO) MASALAH ETIOLOGI
DS.
1 Pasien menyatakan nyeri dilutut Agen injuri biologis Nyeri akut
kanan sejak 1 minggu sebelum
dirawat di RS.
DO.
KU :Composmetis
TD : 130/80 Nadi : 88x/menitSuhu
: 36,50 C
P :TerpelesetJatuh
Q :kemeng, nyeri
R :lututkanan
S:6
T :setiapberjalansakit
Therapi ; inj
 Satagesic 3x tiap 8 jam
 Ranitidin 2xtiap 12 jam
 MTP 62,5 mg 3xtiap 8 jam
Per 1.V

DS.
2 Pasien mengatakan lutut kanan Kelemahan otot Hambatan mobilitas
sakit untuk di tekuk atau di fisik
gerakkan
DO.
Pasien berpindah tempat
menggunakan kursi roda
ADL dibantu keluarga

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen Injuri biologis
2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Tujuan Intervensi rasional
1 Setelah dilakukan 1. Observasi TTV dan tingkat 1. Mengetahui keadaan
asuhan keperawatan nyeri pasien umum pasien dan
selama 3x24 jam tindakan selanjutnya
nyeri pasien 2. Manajemen nyeri 2. Manajemen nyeri agar
berkurang, dengan mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil : 3. Ajarkan pasien tehnik 3. Nafas dalam dapat
1. TTV dalam batas relaksasi nafas dalam merilekskan pasien dan
normal mengalihkan nyeri.
2. Melaporkan nyeri 4. Edukasi pasien dan keluarga 4. Mengoptimalkan pasien
berkurang/hilang untuk membatasi untuk istirahat
3. Wajah rileks pengunjung
5. Kolaborasi dengan dokter 5. Untuk mengurangi rasa
pemberian analgetik. nyeri

2 Setelah dilakukan 1. Observasi kemampuan 1. Mengetahui keadaaan


asuhan keperawatan pasien dalam beraktifitas umum
selama 3x24 jam 2. Terapi latihan kontrol otot 2. Dapat mengurangi
tidak terjadi kekakuan otot
hambatan mobilitas 3. Lakukan ROM 3. ROM dapat mengurangi
fisik, dengan kriteria kekakuan otot
hasil : 4. Edukasi keluarga untuk 4. Mengurangi faktor resiko
Aktivitas fisik pasien mendampingi aktifitas
meningkat pasien
5. Kolaborasi dengan keluarga 5. Fisioterapi mengurangi
rasa nyeri
6. Terapi latihan keseimbagan 6. Terapi keseimbagan agar
pasien tidak mudah jatuh.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. E


Umur : 48 tahun
Tanggal/Ja No. Dx. Tindakan Keperawatan
m
Selasa 03- 1 1. Mengobservasi TTV
07-2020/ 2. Mengkaji tingkat nyeri pasien
Jam 11.30 - 3. Mengajarkan pasien tertarik relaksasi nafas dalam
12.00 WIT 4. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
untuk membatasi pengunjung.
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
 Santagesic : 3x1 ampul
 Ranitidin : 2x1 sehari/ 12 jam
 Methil 62,5 mg : 3x tiap /8 jam
 rednisolon3x1 ampul

Rabu 04-07- 2 1. Mengobservasi kemampuan pasien dalam beraktifitas


2020/ Jam 2. Terapi latihan kontrol otot
08.30 –
3. Mengedukasikan kepada keluarga untuk
09.00 WIT
mendampingi pasien dalam melakukan aktifitas
4. Terapi latihan keseimbangan

EVALUASI

Nama Pasien : Ny. E


Umur : 48 tahun
Diagnosa medis : Osteoarthritis genu dextra
No Prioritas
Masalah Keperawatan Intervensi Evaluasi
masalah
No : 1 Nyeri akut berhubungan 1. Observasi TTV dan tingkat S : Pasien
Tgl :Selasa dengan Agen Injuri nyeri pasien mengatakan
03-07-2020 biologis 2. Manajemen nyeri nyeri pada lutut
Jam : 11.30 - Tujuan : Terjadi 3. Ajarkan pasien tehnik kanan, terasa
12.00 WIT penurunan skala nyeri relaksasi nafas dalam pegel-pegel,
4. Edukasi pasien dan bisa beraktifitas
DS. keluarga untuk membatasi jalan terasa sakit
Pasien menyatakan nyeri pengunjung O :
dilutut kanan sejak 1 5. Kolaborasi dengan dokter KUComposmeti
minggu sebelum dirawat pemberian analgetik. s TTV :
di RS. TD 130/80
DO. Nadi 88x/menit
KU :Composmetis Suhu36,50 oC
TD : 130/80 Nadi : RR 22x/menit
88x/menitSuhu : 36,50 C Wajah pasien
P :TerpelesetJatuh tegang menahan
Q :kemeng, nyeri nyeri
R :lututkanan A : Nyeri akut
S:6 belum teratasi
T :setiapberjalansakit P : lanjutkan
Kriteria hasil : intervensi
1. TTV dalam batas
normal
2. Melaporkan nyeri
berkurang/hilang
3. Wajah rileks

No : 2 Hambatan mobilitas fisik 1. Observasi kemampuan S : Pasien


Tgl :Rabu berhubungan dengan pasien dalam beraktifitas mengatakan
04-07-2020/ kelemahan otot 2. Terapi latihan kontrol otot lutut sudah
Jam : 12.30 Tujuan : 3. Lakukan ROM berkurang
– 13.00 WIT DS. 4. Edukasi keluarga untuk sakitnya
Pasien mengatakan lutut mendampingi aktifitas O : Pasien
kanan sakit untuk ditekuk pasien berjalan masih
atau di gerakkan 5. Kolaborasi dengan menggunakan
DO. keluarga kursi roda
Pasien berpindah tempat 6. Terapi latihan A : Rasa nyeri
menggunakan kursi roda keseimbangan pada lutut sudah
ADL dibantu keluarga berkurang
P : Lanjutkan
Criteria hasil : intervensi
Aktivitas fisik pasien
meningkat

CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa keperawatan : Nyeri Akut
Tanggal Implementasi Perkembangan
Selasa 03-07-2020/ Jam 11.30 1. Mengukur TTV dan S : Pasien mengatakan nyeri
- 12.00 WIT Observasi tingkat nyeri pada lutut kanan terasa pegel-
pegel, bisa beraktifitas jalan
terasa sakit

O : KU : Composmetis
TTV :
TD 130/80
Nadi 88x/menit Suhu36,50 oC
RR 22x/menit
Wajah pasien tegang menahan
nyeri

A : Nyeri akut belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

2. Mengukur TTV dan S : Pasien mengatakan lutut


observasi hambatan fisik sudah berkurang sakitnya

O : Pasien dalam berjalan


masih mengguankan kursi
roda.

A : Rasa nyeri pada lutut

P : Lanjutkan intervensi
Rabu 04-07-2020/ Jam 08.30 1. Mengukur TTV dan S : Pasien mengatakan nyeri
– 09.00 WIT Observasi tingkat nyeri pada lutut kanan sudah
berkurang.

O : TTV TD : 120/80 Nadi :


92x/menitSuhu : 370 C \RR:
24x/menit
Wajah pasien sudah tidak
tampak tegang

A : Nyeri berkurang

P : Lanjutkan intervensi

2. Mengukur TTV dan S : Pasien mengatakan lutut


observasi hambatan fisik sudah berkurang sakitnya

O : Pasien dalam berjalan


masih mengguankan kursi
roda

A : Rasa nyeri pada lutut


sudah berkurang

P: Lanjutkan intervensi
BAB II
HASIL PENELITIAN

A. ANALISA PICO SISTEM MUSKULOSKELETAL

JURNAL I
Penulis : Bunga PA.
Tahun : 2013
Judul : PENGELOLAAN PASIEN OSTEOARTRITIS GENU, HIPERTENSI
GRADE II DAN OBESITAS GRADE I DENGAN PENDEKATAN MEDIS DAN
PERILAKU.
Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

ABSTRAK
Latar Belakang. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit gangguan musculoskeletal progresif,
ditandai oleh hilangnya kartilago artikular secara bertahap. Penyakit ini paling sering mengenai
pasien setengah baya dan lanjut usia dan dipengaruhi oleh banyak faktor serta membutuhkan
kepatuhan dalam pengobatan. Kasus. Seorang wanita berusia 54 tahun datang dengan keluhan
tengkuk terasa berat, kepala pusing disertai lutut terasa sakit. Keluhan pada lutut telah dirasakan
sejak 1 tahun dan makin berat sejak 2 bulan terakhir ini. Melalui Body Discomfort Brief Survey
didapatkan risiko tinggi pada tangan dan pergelangan tangan, siku dan tungkai kedua sisi untuk
mengalami gangguan muskuloskeletal. Dari hasil pemeriksaan fisik, tekanan darah
180/110mmHg, Index Massa Tubuh (IMT) 29kg/m2. Pada status lokalis regio genu dextra et
sinistra saat digerakkan tidak ada pembatasan range of motion namun terdengar krepitasi
minimal. Simpulan. Telah ditegakkan diagnosa osteoartritis genu, hipertensi grade II dan
obesitas grade I pada pasien ini serta dilakukan penatalaksanaan dengan pendekatan medis dan
perilaku. [Medula Unila.2013;1(3):51-60]
Kata Kunci: hipertensi, obesitas, osteoarthritis genu, pelayanan kedokteran keluarga

P (PROBLEM)
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit gangguan musculoskeletal progresif, ditandai
oleh hilangnya kartilago artikular secara bertahap. Penyakit ini paling sering mengenai pasien
setengah baya dan lanjut usia dan dipengaruhi oleh banyak faktor serta membutuhkan kepatuhan
dalam pengobatan.
I (INTERVENTION)
Pada kasus ini pasien didiagnosis terkena penyakit Osteoarthritis, sedangkan penyakit
Hipertensi sudah pernah didiagnosis sebelumnya sekitar 1 tahun yang lalu namun pasien tidak
rutin kontrol. Selain penatalaksanaan secara farmakologis maupun nonfarmakologis terhadap
tekanan darah pasien, pentingnya dilakukan edukasi bahwa anak-anak pasien memiliki peluang
untuk menderita hipertensi dikemudian hari sekitar 1 : 7. Oleh karena itu dilakukan intervensi
pada keluarga pasien terutama anak dan cucunya berupa health promotion: melakukan pola
hidup sehat (pola makan sehat dan olahraga yang teratur) serta edukasi mengenai osteoarthritis,
hipertensi dan obesitas; specific protection: membatasi makanan yang memiliki kandungan
tinggi garam, diet rendah kolesterol dari serta early diagnosis: melakukan skrining hipertensi dan
obesitas dengan menganjurkan pemeriksaan tekanan darah, IMT dan lingkar pinggang di tempat
pelayanan kesehatan.

C (CONCLUSION)
Telah ditegakkan diagnosa OA genu bilateral, hipertensi stage II, obesitas grade I pada
seorang wanita usia 54 tahun yang memiliki masalah pola berobat kuratif, pengetahuan pasien
mengenai OA, HT yang masih kurang, pasien bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan
faktor eksternal adalah tidak ada pelaku rawat, serta kurangnya perhatian dan dukungan anggota
keluarga terhadap pasien. Telah dilakukan penatalaksanaan terhadap pasien ini baik melalui
pendekatan medis maupun perilaku.

O (OUTCOME)
Pada pasien ini didapatkan bahwa pasien merupakan seorang wanita dengan usia 54
tahun. Prevalensi OA sendiri lebih banyak pada wanita menurut studi epidemiologi yaitu sebesar
18% untuk wanita dan 10% untuk laki-laki (Woolf dan Pfleger, 2003). Faktor usia juga
berpengaruh pada pasien ini dengan usia pasien yang sudah 54 tahun. Selain itu pekerjaan pasien
yang merupakan seorang pembantu rumah tangga yang sudah dikerjakan pasien selama 23 tahun,
menjadi salah satu faktor pemberat penyakit OA yang pasien derita. Posisi yang tidak ergonomis
(posisi squatting saat pasien mencuci) serta overuse sendi lutut yang cukup lama menambah
progresivitas OA. Beban yang dipikul oleh tubuh pun menjadi faktor yang mempengaruhi
penyakit ini, dilihat dari IMT pasien yang >25 dan masuk dalam kategori Obesitas Grade I
(Caterson et al., 2000). Terhadap pasien Telah dilakukan penatalaksanaan terhadap pasien ini
baik melalui pendekatan medis maupun perilaku

JURNAL II
Penulis : Aditya Denny Pratama
Tahun : 2019
Judul : INTERVENSI FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTRITIS GENU
DI RSPAD GATOT SOEBROTO
Penerbit : Jurnal Sosial Humaniora Terapan

ABSTRAK

Osteoarthritis merupakan kelainan sendi degenerasi non inflamasi yang terjadi pada sendi yang
dapat digerakkan dan sendi penopang berat badan dengan gambaran khas memburuknya rawan
sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada tepi tulang (osteofit) sebagai akibat perubahan
biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis pada rawan sendi dan tulang sub kondral.
Masalah yang muncul akibat osteoarthritis di antaranya nyeri sendi, hambatan gerak sendi, kaku
pagi, krepitasi, deformitas, pembengkakan sendi yang asimetris, tanda-tanda peradangan,
perubahan gaya berjalan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui intervensi fisioterapi pada
kasus osteoarthritis. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di RSPAD Gatot
Subroto pada bulan Februari-Maret tahun 2017. Dalam studi kasus ini batasan permasalahan
yang akan dibahas yaitu nyeri, spasme, keterbatasan LGS dan penurunan kekuatan otot.
Modalitas yang akan diterapkan yaitu Trans Electrical Nerves Stimulation (TENS), Ultrasound
dan terapi latihan berupa Quadriceps Setting Exercise dan passive hamstring stretching. Hasil
studi kasus ini menunjukkan dengan modalitas TENS dan Ultrasound (US) mampu menurunkan
nyeri dan spasme. Dan dengan terapi latihan passive stretching hamstring dan quadriceps setting
exercise mampu meningkatkan range of motion dan nilai kekuatan otot pada pasien dengan
kasus Osteoartritis Genu.
Kata Kunci: Osteoarthtritis, Fisioterapi, Exercise, Trans Electrical Nerves Stimulation,
Ultrasound

P (PROBLEM)
Osteoarthritis merupakan kelainan sendi degenerasi non inflamasi yang terjadi pada sendi yang
dapat digerakkan dan sendi penopang berat badan dengan gambaran khas memburuknya rawan
sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada tepi tulang (osteofit) sebagai akibat perubahan
biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis pada rawan sendi dan tulang sub kondral.
Masalah yang muncul akibat osteoarthritis di antaranya nyeri sendi, hambatan gerak sendi, kaku
pagi, krepitasi, deformitas, pembengkakan sendi yang asimetris, tanda-tanda peradangan,
perubahan gaya berjalan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui intervensi fisioterapi pada
kasus osteoarthritis.

I (INTERVENTION)
Permasalahan yang dibahas yaitu nyeri, spasme, keterbatasan LGS dan penurunan
kekuatan otot. Modalitas yang akan diterapkan yaitu Trans Electrical Nerves Stimulation
(TENS), Ultrasound dan terapi latihan berupa Quadriceps Setting Exercise dan passive
hamstring stretching.
Mekanisme TENS dalam mengurangi nyeri Dengan menggunakan intervensi TENS
dan UltraSound terdapat penuruan nyeri pada lutut kanan dari vas 7 pada evaluasi 1 ke vas 1
pada evaluasi 6 dan pada lutut kiri dari vas 3 pada evaluasi 1 ke vas 0 pada evaluasi 6. Hal ini
dikarenakan TENS dapat mengurangi nyeri menurut gate control atau sistem bloking, nyeri dapat
dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Sistem bloking masuk
lebih dulu ke pintu masuk di substansia gelatinosa dan menghambat sel nociceptive untuk
memberikan informasi ke otak sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke otak.
Mekanisme Ultrasound dalam mengurangi nyeri dan spasme Dengan menggunakan
UltraSound untuk evaluasi spasme otot hamstring kanan sudah hilang pada evaluasi ke- 4.
UltraSound dapat menghilangkan nyeri yaitu dengan adanya pengaruh gosokan membantu
“venous dan lymphatic”, sehingga terjadi peningkatan kelenturan jaringan lemak serta
menurunnya nyeri dan proses percepatan regenerasi jaringan. UltraSound juga dapat
memperbaikan sirkulasi darah yang akan menyebabkan terjadinya relaksasi otot-otot karena zat-
zat pengiritasi jaringan diangkut.
Mekanisme Quadriceps Setting Excerise dalam meningkatkan kekuatan otot Dengan
menggunakan Quadriceps Setting Excerise terdapat kenaikan nilai otot quadriceps kanan dari
nilai otot 3 pada evaluasi 1 ke nilai otot 5 pada evaluasi 6. Dengan menggunakan terapi latihan
Quadriceps Setting Excerise dilakukan dengan prinsip latihan yang melibatkan kontraksi otot
tanpa gerakan dari bagian tubuh lain. Sehingga melibatkan kontraksi otot untuk melawan beban
yang tetap atau tidak bergerak, hal ini dapat meningkatkan kekuatan otot bila dilakukan dengan
tahanan yang kuat (Anwer and Alghadir, 2014).
Mekanisme Passive Stretching Exercise dalam meningkatkan LGS Dengan
menggunakan Passive Stretching Exercise terdapat pertambahan LGS di evaluasi 3 dari 900 pada
evaluasi 1 ke 1350 di evaluasi 6. Pada Passive Stretching Exercise terdapat pemanjangan otot
dan menahannya pada posisi tersebut selama satu periode untuk membut jaringan memanjang.
Ini sebabnya dapat menambah lingkup gerak sendi.

C (CONCLUSION)
Dengan menggunakan intervensi yang sudah dipilih fisioterapi, keluhan pasien mengalami
perubahan, yaitu:
1. TENS mampu menurunkan nyeri dari vas 7 ke vas 1 untuk lutut kanan dan dari vas 3 ke vas 0
untuk lutut kiri.
2. Ultrasound (US) dapat mengurangi nyeri dan spasme quadriceps dextra hilang pada evaluasi 4
3. Passive stretching hamstring mampu meningkatkan ROM dari 900 pada evaluasi 1 ke 1350
pada evaluasi 6.
4. Terapi latihan Quadriceps Setting exercise terdapat kenaikan nilai otot dari 3 ke 5 pada otot
Quadriceps lutut kanan.

O (OUTCOME)
Hasil studi kasus ini menunjukkan dengan modalitas TENS dan Ultrasound (US) mampu
menurunkan nyeri dan spasme. Dan dengan terapi latihan passive stretching hamstring dan
quadriceps setting exercise mampu meningkatkan range of motion dan nilai kekuatan otot pada
pasien dengan kasus Osteoartritis Genu.
Maka, dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan fisioterapi dapat mengurangi gejala dan
meningkatkan kapasitas fungsional pada pasien dengan kasus Osteoartritis Genu Bilateral.

JURNAL III
Penulis : UMNIATI RAFIAH ISMAH
Tahun : 2018
Judul :PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHRITIS
KNEE DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED, TRANSCUTANEUS ELECTRICAL
NERVE STIMULATION DAN EXERCISE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IR.
SOEKARNO SUKOHARJO
Penerbit : Universitas Muhamadiyah Surakarta

ABSTRAK
Osteoarthritis Knee adalah penyakit degenerasi yang mengakibatkan nyeri lutut yang disebabkan
karena perlunakan serta perusakan rawan sendi dan diikuti pemadatan tulang subkodral,
tumbuhnya osteofit serta kekakuan sendi, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi dan gerak
sendi lutut. Tujuan penelitian ini Untuk Mengetahui manfaat pemberian Infra Red,
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan exercise dalam menangani kasus
osteoarthritis knee. Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali, didapatkan adanya penurunan
nyeri. Nyeri yang diukur dengan VAS, nyeri diam FT 1= 2,1 menjadi FT 6= 1,5. Nyeri tekan FT
1= 3,1 menjadi FT 6= 2. Nyeri gerak FT 1= 7,2 menjadi FT 6= 4,2. Adanya peningkatan nilai
kekuatan otot - otot flexor dan extensor, untuk otot - otot flexor FT 1= 3,5 menjadi FT 6= 4, dan
untuk otot - extensor FT 1= 4 menjadi FT 6= 5. Adanya peningkatan LGS flexi knee FT 1= 115o
menjadi FT 6= 125o. Pemberian Infra Red, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS),
dan exercise dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan kekuatan
lingkup gerak sendi pada kasus osteoarthritis knee.
Kata Kunci: osteoarthritis, knee, infra red, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS), exercise
P (PROBLEM)
Osteoarthritis Knee adalah penyakit degenerasi yang mengakibatkan nyeri lutut yang
disebabkan karena perlunakan serta perusakan rawan sendi dan diikuti pemadatan tulang
subkodral, tumbuhnya osteofit serta kekakuan sendi, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
dan gerak sendi lutut. Tujuan penelitian ini Untuk Mengetahui manfaat pemberian Infra Red,
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan exercise dalam menangani kasus
osteoarthritis knee.

I (INTERVENTION)
Modalitas fisioterapi yang diberikan adalah berupa Infra Red (IR), Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan terapi latihan metode free active exercise dan resisted
active exercise.

C (CONCLUSION)
Pasien seorang wanita yang bernama Ny. S. S umur 60 tahun dengan diagnosa
osteoarthritis knee dextra dengan problematika fisioterapi nyeri lutut sebelah kanan, penurunan
lingkup gerak sendi lutut sebelah kanan, penurunan kekuatan otot, penurunan aktivitas fisik serta
kemampuan fungsional seperti kesulitan berdiri dari posisi jongkok, naik turun tangga, dan
kesulitan berjalan jarak jauh. Setelah mendapatkan fisioterapi selama 6 kali dengan
menggunakan modalitas Infra Red (IR), Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan
terapi latihan metode free active exercise dan resisted active exercise didapatkan adanya
penurunan nyeri. Nyeri yang diukur dengan VAS, nyeri diam FT 1= 2,1 menjadi FT 6= 1,5.
Nyeri tekan FT 1= 3,1 menjadi FT 6= 2. Nyeri gerak FT 1= 7,2 menjadi FT 6= 4,2. Adanya
peningkatan nilai kekuatan otot - otot flexor dan extensor, untuk otot - otot flexor FT 1= 3,5
menjadi FT 6= 4, dan untuk otot - extensor FT 1= 4 menjadi FT 6= 5. Adanya peningkatan LGS
flexi knee FT 1= 115o menjadi FT 6= 125o.

O (OUTCOME)
Pemberian Infra Red, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan exercise
dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan kekuatan lingkup gerak
sendi pada kasus osteoarthritis knee.
JURNAL IV
Penulis : SITI NAZIRAH
Tahun : 2012
Judul :PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSUD SRAGEN
Penerbit : Universitas Muhamadiyah Surakarta

ABSTRAK
Latar Belakang : Osteoarthritis adalah gangguan degeneratif dengan terjadinya penipisan dan
pecahnya tulang rawan yang bersifat progresif. yang dapat menyebabkan seluruh fungsi sendi
hilang Gangguan yang terjadi pada kondisi Osteoarthritis adalah nyeri pada lutut, keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot dan gangguan aktifitas fungsional Terapi
yang di berikan berupa Infra red dengan tujuan mengurangi nyeri dan meningkatkan aktifitas
fungsional, terapi latihan dengan tujuan menambah lingkup gerak sendi (LGS) dan
meningkatkan kekuatan otot.
Tujuan : Untuk mengetahui manfaat Infra red dan terapi latihan pada kondisi Osteoarthritis
genu dextra terhadap peningkatkan luas gerak sendi, kekuatan otot, lingkar segmen, penurunan
nyeri dan peningkatkan kemampuan fungsional.
Hasil : Setelah dilakukan terapi selama enam kali didapatkan hasil adanya pengurangan nyeri T0
4 menjadi T6 2, peningkatan lingkup gerak sendi T0 S: 0 – 0 - 125 menjadi T6 S: 0 – 0 – 135,
lingkar segmen T0 41, 40, 39, 38 cm menjadi T6 39, 39, 37, 37, peningkatan kekuatan otot T03+
menjadi T6 4+, peningkatan Skala Jette T0 posisis berdiri dari duduk 3, berjalan 15 meter 2, naik
tangga 3 trap 2 menjadi T6 posisi berdiri dari duduk 2, berjalan 15 meter 2, naik tangga 3 trap 2.
Kesimpulan : Setelah di lakukan Penata laksanaan Fisioterapi pada kondisi Osteoarthritis Genu
Dextra dengan menggunakan Infra red dan Terapi latihan dengan Pemeriksaan menggunakan
Verbal Desciptive Scale (VDS), Manual Mascel Testing (MMT), Lingkup Gerak Sendi (LGS)
dengan Goniometer, Lingkar Segmen dengan Midline dan Skala Jette. ditemukan hasil adanya
pengurangan nyeri, peningkatan otot, peningkatan lingkup gerak sendi, penurunan lingkar
segmen, dan peningkatan Aktifitas fungsional.
Kata kunci : Osteoarthhritis, Infra red dan Terapi latihan.
P (PROBLEM)
Osteoarthritis adalah gangguan degeneratif dengan terjadinya penipisan dan pecahnya
tulang rawan yang bersifat progresif. yang dapat menyebabkan seluruh fungsi sendi hilang
Gangguan yang terjadi pada kondisi Osteoarthritis adalah nyeri pada lutut, keterbatasan lingkup
gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot dan gangguan aktifitas fungsional Terapi yang di
berikan berupa Infra red dengan tujuan mengurangi nyeri dan meningkatkan aktifitas fungsional,
terapi latihan dengan tujuan menambah lingkup gerak sendi (LGS) dan meningkatkan kekuatan
otot. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manfaat Infra red dan terapi latihan pada kondisi
Osteoarthritis genu dextra terhadap peningkatkan luas gerak sendi, kekuatan otot, lingkar
segmen, penurunan nyeri dan peningkatkan kemampuan fungsional.

I (INTERVENTION)

PROGRAM RENCANA FISIOTERAPI


TUJUAN :
1) Mengurangi nyeri lutut kanan
2) Mengurangi oedem lutut kanan
3) Meningkatkan kekuatan otot flexor dan extensor
4) Mengembalikan aktivitas fungsional seperti berjalan jauh, berdiri dari posisi duduk.

PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. INFRA RED
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi nyeri, melancarkan sirkulasi darah dan merelaksasikan
otot
2. TERAPI LATIHAN
a. Static kontraksi
b. Resisted active exercise.
3. EDUKASI
Pasien dianjurkan untuk mengurangi aktivitas yang menggunakan pembebanan sendi lutut
yang berlebihan, seperti naik turun tangga, (2) pasien dianjurkan melakukan latihan di rumah
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh terapis, (3) pasien dianjurkan untuk mengatur pola makan
untuk mengurangi kegemukan, untuk mengurangi pembebanan pada lutut pasien. (4) pasien di
anjurkan pada saat pasien merasakan nyeri pada lututnya pasien dapat mengompres lututnya
dengan air hangat.

C (CONCLUSION)
Setelah dilakukan terapi selama enam kali didapatkan hasil adanya pengurangan nyeri T0
4 menjadi T6 2, peningkatan lingkup gerak sendi T0 S: 0 – 0 - 125 menjadi T6 S: 0 – 0 – 135,
lingkar segmen T0 41, 40, 39, 38 cm menjadi T6 39, 39, 37, 37, peningkatan kekuatan otot T03+
menjadi T6 4+, peningkatan Skala Jette T0 posisis berdiri dari duduk 3, berjalan 15 meter 2, naik
tangga 3 trap 2 menjadi T6 posisi berdiri dari duduk 2, berjalan 15 meter 2, naik tangga 3 trap 2.

O (OUTCOME)
Dari hasil penanganan fisioterapi selama enam kali terapi di RSUD Sragen dapat
disimpulkan bahwa bahwa pasien yang berinisial Ny. S, umur 60 tahun dengan diagnosa medis
osteoarthritis sendi lutut Dextra, diperoleh hasil melalui evaluasi akhir berupa : (1) adanya
penurunan nyeri gerak, nyeri tekan dan nyeri diam (2) adanya peningkatan LGS lutut kanan (3)
adanya peningkatan kekuatan otot ekstensor dan fleksor lutut kanan mengalami (4) adanya
peningkatan kemampuan fungsional yang dievaluasi dengan skala jette.

JURNAL V
Penulis : Hantonius, Hermawan Nagar Rasyid, Gibran Tristan Alpharian
Tahun : 2018
Judul :ORTHOPAEDIC EMERGENCY CASES AT HASAN SADIKIN
HOSPITAL BANDUNG CAUSED BY TRADITIONAL BONE SETTER PRACTICE
Penerbit : Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya

ABSTRAK
Praktik pengobatan tulang tradisional masih sering ditemukan di negara berkembang, termasuk
Indonesia. Praktisi tradisional ini melakukan “pengobatan” tanpa dilandasi pengetahuan medis.
Meskipun di kalangan awam terdapat anggapan bahwa pengobatan tulang tradisional
memberikan hasil yang baik, namun sesungguhnya angka kegagalan dan komplikasi yang
ditimbulkan oleh pengobatan tradisional tersebut tinggi. Tujuan penelitian ini adalah melaporkan
kasus kegawatdaruratan di bidang orthopaedi yang disebabkan oleh komplikasi dari praktik
pengobatan tulang tradisional. Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif, terdapat 36
pasien dengan komplikasi setelah pengobatan oleh praktisi pengobatan tulang tradisional yang
dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RS Hasan Sadikin antara 1 Januari 2015 – 31 Agustus 2017.
Di antara kasus emergensi di RS Hasan Sadikin yang disebabkan oleh praktisi pengobatan tulang
tradisional, sindroma kompartemen dan gangren merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Terdapat dua puluh pasien (56%) dengan luka terinfeksi dan sindroma kompartemen
yang berhasil dilakukan tindakan operasi, tiga belas (36%) pasien dengan gangren pada
ektremitas yang diamputasi, dan tiga pasien (8%) pasien dengan kegagalan multi organ
meninggal dunia. Sebanyak dua belas persen dari seluruh amputasi yang dilakukan di RS Hasan
Sadikin berhubungan dengan praktik pengobatan tulang tradisional. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa komplikasi yang ditimbulkan oleh praktik pengobatan tulang tradisional
dapat menimbulkan morbiditas yang tinggi seperti kehilangan anggota badan bahkan mortalitas.
Kata kunci: Kasus emergensi orthopaedi, praktik pengobatan tulang tradisional, neglected
fracture

P (PROBLEM)
Praktik pengobatan tulang tradisional masih sering ditemukan di negara berkembang, termasuk
Indonesia. Praktisi tradisional ini melakukan “pengobatan” tanpa dilandasi pengetahuan medis.
Meskipun di kalangan awam terdapat anggapan bahwa pengobatan tulang tradisional
memberikan hasil yang baik, namun sesungguhnya angka kegagalan dan komplikasi yang
ditimbulkan oleh pengobatan tradisional tersebut tinggi. Tujuan penelitian ini adalah melaporkan
kasus kegawatdaruratan di bidang orthopaedi yang disebabkan oleh komplikasi dari praktik
pengobatan tulang tradisional.

I (INTERVENTION)
Ditemukan kasus terbanyak yang disebabkan oleh praktisi pengobatan tulang tradisional,
sindroma kompartemen dan gangren merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dan
menyebabkan morbiditas terhadap pasien. Tindakan amputasi seringkali harus dilakukan untuk
mengontrol infeksi dan menyelamatkan nyawa pasien. Hilangnya anggota badan akan
menimbulkan disabilitas pada pasien dan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga terutama
pada sebagian besar pasien dengan usia produktif.

C (CONCLUSION)
Di antara kasus emergensi di RS Hasan Sadikin yang disebabkan oleh praktisi pengobatan tulang
tradisional, sindroma kompartemen dan gangren merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Terdapat dua puluh pasien (56%) dengan luka terinfeksi dan sindroma kompartemen
yang berhasil dilakukan tindakan operasi, tiga belas (36%) pasien dengan gangren pada
ektremitas yang diamputasi, dan tiga pasien (8%) pasien dengan kegagalan multi organ
meninggal dunia. Sebanyak dua belas persen dari seluruh amputasi yang dilakukan di RS Hasan
Sadikin berhubungan dengan praktik pengobatan tulang tradisional.

O (OUTCOME)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komplikasi yang ditimbulkan oleh praktik pengobatan
tulang tradisional dapat menimbulkan morbiditas yang tinggi seperti kehilangan anggota badan
bahkan mortalitas.

B. ANALISA PICO SISTEM PENDENGARAN

JURNAL I
Penulis : Hidayatul Fitria, Yan Edward
Tahun : 2012
Judul : Penggunaan Tetes Telinga Serum Autologous dengan Amnion untuk
Penutupan Perforasi Membran Timpani
Penerbit : Jurnal Kesehatan Andalas

ABSTRAK
Latar Belakang: Gangguan pendengaran atau ketulian mempunyai dampak yang merugikan
bagi penderita keluarga, masyarakat maupun negara. Salah satu penyebab ketulian yang sering
dijumpai adalah radang telinga tengah, terutama yang disertai perforasi membran timpani yang
menetap. Penutupan perforasi membran timpani dapat dilakukan dengan operatif dan
konservatif. Secara konservatif sudah banyak cara yang dilakukan. Salah satunya dengan
mengkaustik tepi perforasi dengan menggunakan silver nitrat untuk membuat luka baru,
kemudian digunakan amnion sebagai jembatan (bridge) dan faktor regulasi yang terdapat pada
tetes telinga serum autologous. Tujuan: Untuk menjelaskan gambaran penggunaan amnion
sebagai jembatan dan tetes telinga serum autologous sebagai faktor regulasi. Tinjauan pustaka:
Penutupan perforasi membran timpani dapat dilakukan secara konservatif salah satunya dengan
menggunakan tetes telinga serum autologous sebagai faktor regulator, amnion sebagai jembatan
dan penggunaan silver nitrat pada tepi perforasi untuk membuat luka baru. Serum autologous
memiliki asselerator pertumbuhan yaitu epidermal growth factor (EGF) , transforming growth
factor β1(TGF- β1) dan fibronektin. Asselerator pertumbuhan ini dapat kita temukan pada
penyembuhan membran timpani normal. Sedangkan membran amnion adalah jaringan semi
transparan tipis yang membentuk lapisan terdalam membran fetus dengan susunan membran
basalis yang tebal dan jaringan stroma avaskuler. Membran amnion mempercepat pembentukan
epitel normal dengan menekan pembentukan jaringan fibrosis. Sel epitel amnion memproduksi
faktor pertumbuhan seperti fibroblast growth factor dan transforming growth factor beta. Faktor
pertumbuhan akan membantu komunikasi antara epitel dan sel fibroblast stroma untuk menekan
proliferasi dan diferensiasi jaringan fibrosis. Kesimpulan: Diperlukan tiga elemen pada
penutupan perforasi membran timpani yaitu faktor regulasi, jembatan (bridge) dan membuat luka
baru pada tepi perforasi.
Kata kunci: tetes telinga serum autologous, membran amnion, perforasi membran timpani

P (PROBLEM)
Salah satu penyebab ketulian yang sering dijumpai adalah radang telinga tengah,
terutama yang disertai perforasi membran timpani yang menetap. Penutupan perforasi membran
timpani dapat dilakukan dengan operatif dan konservatif. Secara konservatif sudah banyak cara
yang dilakukan. Salah satunya dengan mengkaustik tepi perforasi dengan menggunakan silver
nitrat untuk membuat luka baru, kemudian digunakan amnion sebagai jembatan (bridge) dan
faktor regulasi yang terdapat pada tetes telinga serum autologous. Tujuan dari penelitian ini ialah
Untuk menjelaskan gambaran penggunaan amnion sebagai jembatan dan tetes telinga serum
autologous sebagai faktor regulasi.
I (INTERVENTION)
Penutupan membran timpani merupakan proses regenerasi. Untuk penyembuhan jaringan
diperlukan tiga elemen yaitu sel, jembatan (bridge) dan faktor regulasi. Pada perforasi yang kecil
telah digunakan lemak sebagai tandur dan teknik yang dipakai underlay dengan menggunakan
fibrin glue.7,16 Baru-baru ini penggunaan serum autologous dalam bentuk tetes air mata
dikemukakan sebagai pengobatan baru untuk kelainan permukaan luar okuler yang berat. Serum
tidak bersifat antigen, tetapi memiliki faktor pertumbuhan yang banyak, vitamin, imonoglobulin
dan secara in vitro dan in vivo dapat menstimulasi proliferasi berbagai jaringan dalam
penyembuhan luka.
Tetes telinga serum autologous didapatkan dengan mengambil darah vena kemudian
disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian serum ini diencerkan 50%
secara steril dengan antibiotik tetes telinga dan dimasukan dalam vial 5 cc. Autologous serum
ears drop dapat disimpan dalam refrigerator pada suhu 4⁰C dan diambil saat dibutuhkan.20
Tsubota18 menyebutkan serum autologous dapat disimpan selama 1 bulan dalam refrigerator
suhu 40C. Dalam frezzer suhu -200C dapat disimpan selama 3 bulan. Tetes telinga serum
autologous oleh Kakehata20 digunakan untuk penutupan perforasi membran timpani dimana
tetes telinga serum autologous berfungsi sebagai pelembab. Tepi perforasi dilukai dengan silver
nitrat 10% sampai memutih. Kemudian perforasi ditutup dengan membran chitin yang berfungsi
sebagai jembatan. Tetes telinga serum autologous diteteskan 1-2 tetes pada liang telinga dan
dibiarkan selama 10 menit. Hal ini dilakukan 2-4 kali sehari di rumah dan dievaluasi setiap 2
minggu. Penutupan perforasi membrane timpani terjadi pada 11 telinga dari 19 telinga yang
diterapi pada penelitian ini. Selama penggunaan serum autologous tidak ditemukan efek samping
seperti nyeri, inflamasi dan hiperkeratosis.

C (CONCLUSION)
Pada proses penutupan perforasi membrane timpani pertama kali tertutup oleh epitel
skuamus selanjutnya lamina propria dan lapisan mukosa, tertutup antara hari kelima sampai hari
kesepuluh tergantung ukuran perforasi. Setelah hari keempat belas, ketiga lapisan tersebut
terutama lapisan epitel skuamus kompleks ketebalannya berkurang, kembali ke bentuk membran
timpani normal. Beberapa faktor perlu diperhatikan dalam keberhasilan penutupan perforasi
membran timpani permanen. Faktor pertumbuhan yang memacu pertumbuhan pembuluh darah
baru mempunyai potensi mempercepat penyembuhan luka jaringan ikat. Ada empat macam
faktor pertumbuhan yang bersifat angiogenik, yaitu fibroblast growth factor (FGF),
transforming growth factor beta (TGF-β), plateletderived growth factor (PDGF) dan epidermal
growth factor (EGF).24,25 Faktor angiogenik merangsang terbentuknya sel-sel endotelial
vaskuler secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung merangsang migrasi dan
proliferasi sel endotelial vaskuler dengan mengikat reseptor spesifik permukaan membran sel
endotelial, sedangkan secara tidak langsung melalui mediator makrofag.
Penutupan membran timpani secara konservatif memiliki beberapa keuntungan, biaya
relatif lebih murah, manipulasi minimal, prosedur operasi relatif sederhana, mengurangi lama
operasi, dapat dilakukan sekaligus pada kedua telinga, mengurangi risiko operasi dan dapat
dilakukan dengan rawat jalan.

O (OUTCOME)
Diperlukan tiga elemen pada penutupan perforasi membran timpani yaitu faktor regulasi,
jembatan (bridge) dan membuat luka baru pada tepi perforasi. Faktor lain yang berpengaruh
dalam proses penutupan perforasi membran timpani adalah infeksi tepi perforasi, luas perforasi,
proses degenerasi atau timpanosklerosis di membran timpani, fungsi tuba auditoria, umur dan
status gizi.

JURNAL II
Penulis : Siti Fatimatun Navisah1, Isa Ma'rufi2, Anita Dewi Prahastuti Sujoso3
Tahun : 2016
Judul : Faktor Risiko Barotrauma Telinga pada Nelayan Penyelam di Dusun Watu
Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember
Penerbit : Jurnal IKESM

ABSTRAK
Pendahuluan: Barotrauma telinga adalah kerusakan jaringan pada telinga berupa rupturnya
membran timpani akibat kegagalan tuba eustachius untuk menyamakan tekanan antara telinga
tengah dengan lingkungan saat terjadi perubahan tekanan yang ekstrim. Nelayan penyelam
tradisional menggunakan peralatan yang terbatas, kurang memperhatikan aspek K3, dan sebagian
besar pernah mengalami keluhan barotrauma telinga.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan
dengan barotrauma telinga pada nelayan penyelam.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross
sectional. Analisis data menggunakan uji Cramer Coeficient C.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang (58,7%) dari 34
orang nelayan penyelam yang diperiksa mengalami barotrauma telinga. Hasil uji Cramer
Coeficient C menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan barotrauma telinga adalah
kedalaman menyelam (nilai Cramers’V = 0,006, nilai Approx. Sig< 0,05) dan lama menyelam
(nilai Cramers’V = 0,008, nilai Approx. Sig< 0,05). Kesimpulan penelitian: faktor risiko yang
berhubungan dengan barotrauma telinga pada nelayan penyelam Watu Ulo adalah kedalaman
dan lama menyelam.
Kata kunci: Barotrauma telinga, Perforasi, Membran timpani, Nelayan penyelam.

P (PROBLEM)
Barotauma adalah kerusakan jaringan yang dihasilkan dari efek langsung tekanan.
Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak mampu menyamakan tekanan udara
di dalam ruang telinga tengah pada waktu tekanan air bertambah ataupun berkurang. Perubahan
yang ekstrim atau ketidakseimbangan antara tekanan lingkungan dan tekanan dalam yang
berhubungan dengan rongga tubuh dapat menyebabkan kerusakan fisik lapisan jaringan pada
rongga. Rongga tubuh yang paling berisiko mengalami barotrauma adalah telinga tengah, sinus
paranasal, dan paru-paru. Nelayan penyelam tradisional menggunakan peralatan yang terbatas,
kurang memperhatikan aspek K3, dan sebagian besar pernah mengalami keluhan barotrauma
telinga. Sehingga dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui faktor risiko yang
berhubungan dengan barotrauma telinga pada nelayan penyelam.

I (INTERVENTION)
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross sectional. Analisis
data menggunakan uji Cramer Coeficient C. Populasi dalam penelitian ini adalah nelayan
penyelam tradisional (kompresor) di Dusun Watu Ulo yang berjumlah 93 orang. Jumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 34 orang, dengan teknik pengambilan
sampel yaitu simple random sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan
cara: pemeriksaan otoskopi untuk mengetahui kejadian barotrauma telinga; wawancara
menggunakan kuesioner untuk mengetahui variabel keluhan, umur, masa kerja, lama menyelam,
frekuensi menyelam, dan waktu istirahat; pengukuran menggunakan meteran kedalaman untuk
mengetahui variabel kedalaman menyelam. Selanjutnya data disajikan dengan cara tabulasi
silang dan dianalisis menggunakan uji Cramer Coeficient C untuk mengetahui ada atau tidak
kemaknaan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

C (CONCLUSION)
Kejadian barotrauma pada nelayan penyelam di Dusun Watu Ulo Desa Sumberejo
Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember adalah sebesar 20 orang (58,7%). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedalaman dan lama menyelam
dengan kejadian barotrauma telinga. Sedangkan faktor umur, masa kerja, frekuensi menyelam,
dan waktu istirahat tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian
barotrauma telinga. Berdasarkan hasil pemeriksaan otoskopi yang dilakukan terhadap 34 orang
nelayan penyelam didapatkan hasil bahwa sebanyak 20 orang (58,7%) mengalami barotrauma
telinga, berupa perforasi pada gendang telinga atau membrane timpani.
Kesimpulan penelitian: faktor risiko yang berhubungan dengan barotrauma telinga pada
nelayan penyelam Watu Ulo adalah kedalaman dan lama menyelam.

O (OUTCOME)
Diharapkan kepada tenaga kesehatan pada faskes yang berada di daerah pesisir yang
mayoritas penduduknya adalah nelayan agar dapat menyelenggarakan kegiatan pemeriksaan
rutin dan pelatihan penyelaman guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan nelayan
penyelam.
Nelayan penyelam juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan
mengenai teknik penyelaman dan ekualisasi, menyusun rencana peyelaman, serta melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin.
JURNAL III
Judul :karakteristik pasien otitis media supuratif kronis di poliklinik tht
rumah sakit umum pusat sanglah.
Nama penulis : A. A. Bagus Raditya Dharma Adi Putra, Komang Andi Dwi Saputra
Tahun : 2016

PROBLEM :
Otitis media akut (OMA) dengan gejala adanya sekret persisten dari telinga tengah dengan
perforasi membran timpani.

INTERVENTION :
Pengumpulan data pasien yang menderita otitis media spuratif kronis dikumpulkan dari rekam
medis pasien yang berobat di Poliklinik THT RSUP Sanglah, pada periode bulan Januari – Juni
2013.

COMPARISON :
Jumlah total penderita otitis media supuratif kronis yang berobat di Poliklinik THT RSUP
Sanglah selama periode bulan Januari – Juni 2013 adalah sebanyak 117 orang, dengan jumlah
laki-laki yaitu 64 orang (54.7%) dan perempuan sebanyak 53 orang (45.3%). Kelompok umur
yang terbanyak menderita OMSK adalah kelompok umur antara 11 – 20 tahun sebanyak 47
orang (40.2%). Distribusi keluhan yang diderita oleh pasien OMSK yaitu telinga berair (otorhe)
sebanyak 107 orang (91.5%), nyeri telinga (otalgia) sebanyak 22 orang (18.8%), dan gangguan
pendengaran sebanyak 58 orang (49.6%).

OUTCOME :
Tipe penyakit yang paling banyak diderita oleh pasien OMSK adalah tipe benigna sebanyak 112
orang (95.7%) sedangkan tipe maligna sebanyak 5 orang (4.3%). Jumlah total penderita otitis
media supuratif kronis yang berobat di Poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan
Januari – Juni 2013 adalah sebanyak 117 orang.
JURNAL IV

Judul : Hubungan Rinitis Alergi dengan Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik
Nama penulis : Fatma Diana, T. Siti Hajar Haryuna
Tahun : 2015

PROBLEM :
Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan peran rinitis alergi dalam terjadinya OMSK, teori
yang paling banyakdigunakan adalah disfungsi tuba eustachius.

INTERVENTION :
Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling sebanyak 80 responden yang terdiri
atas 40 responden OMSK dan 40 responden non-OMSK yang datang ke Poliklinik THT RSUP
H. Adam Malik Medan pada bulan Agustus–Oktober 2014.

COMPARISON :
Hasil penelitian menunjukkanbahwa pada kelompok OMSK, 28 orang (70%) menderita rinitis
alergi dan 12 orang (30%) tidak menderita rhinitisalergi. Pada kelompok non-OMSK 6 orang
(15%) menderita rinitis alergi dan 34 orang (85%) tidak menderitarinitis alergi. Terdapat
hubungan yang signifikan antara rinitis alergi dan kejadian OMSK (p<0,001).

OUTCOME :
Pasien rinitis
alergi memiliki risiko 13 kali lebih besar untuk menderita OMSK dibanding dengan pasien tanpa
rinitis alergi (OR=13,222; 95% IK=4,400–39,732). Probabilitas pasien rinitis alergi untuk
menderita OMSK sebesar 92,9%. Simpulan, terdapat hubungan antara rinitis alergi dan kejadian
OMSK.
JURNAL V

Judul : Hubungan Otitis Media Supuratif Kronik dengan Derajat Gangguan


Pendengaran di Departemen THT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Nama penulis : Ayu Laisitawati1, Abla Ghanie2, Tri Suciati3
Tahun : 2017

PROBLEM :
Gangguan pendengaran pada OMSK tipe bahaya (maligna) lebih berat dibandingkan tipe aman
(benigna) dikarenakan proses infeksi pada tipe ini sering melibatkan telinga bagian dalam
sedangkan pada OMSK tipe aman (benigna) proses infeksi tidak sampai mengenai telinga bagian
dalam.
INTERVENTION :
Mengetahui adanya hubungan otitis media supuratif kronik dengan derajat gangguan
pendengaran di RSUP Dr. M. Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional analitik dengan rancangan potong lintang (cross-sectional study).
COMPARISON :
Dari 116 subjek, ditemukan 62 kasus OMSK tipe bahaya (maligna) dan 54 kasus OMSK tipe
aman (benigna) berturut-turut yitu derajat sedang berat (48,1%) dan derajat sedang (38,7%).
Jenis gangguan pendengaran terbanyak untuk tipe bahaya (maligna) dan aman (benigna) adalah
gangguan pendengaran tipe konduktif dengan persentase berturut-turut 94,4% dan 43,5%.
Terdapat hubungan antara OMSK dengan derajat gangguan pendengaran (p= 0,027) dan terdapat
perbedaan rata-rata ambang dengar yang sangat bermakna antara OMSK tipe aman (benigna)
dan OMSK tipe bahaya (maligna) dengan nilai p= 0,000 serta terdapat hubungan antara OMSK
dengan jenis gangguan pendengaran (p=0,000).
OUTCOME :
Terdapat hubungan antara OMSK dengan derajat gangguan pendengaran, dimana derajat
gangguan pendengaran lebih berat pada tipe bahaya (maligna) dibandingkan tipe aman
(benigna).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai